Uang masjid umumnya bersumber dari uang jamaah masjid yang niatnya memang demi kepentingan masjid. Biasanya uang itu dimasukkan di kotak amal di masjid, atau ada juga yang diserahkan secara langsung.
Secara 'urf uang itu diperuntukkan demi kepentingan dan kemakmuran masjid. Misalnya, untuk biaya penyelenggaraan berbagai acara di masjid seperti shalat Jumat, pengajian, atau untuk biaya kebersihan, bayar rekening listrik, air, gaji tenaga-tenaga teknis dan seterusnya.
Dan pengurus masjid tentu punya kewajiban untuk melaporkan semua keuangan masjid, baik sumber pemasukan dan yang paling penting ke mana saja uang itu digunakan. Umumnya media yang paling sering dimanfaatkan untuk mengumumkan kondisi keuangan masjid adalah mimbar Jumat.
Karena saat itu jumlah jamaah masjid sangat banyak, sehingga menjadi forum paling tepat untuk mengumumkannya. Biasanya, sesaat sebelum khatib Jumat naik mimbar, ada petugas yang mengumumkan keadaan keuangan, sambil memperkenalkan siapa yang akan menyampaikan khutbah kali ini.
Kalau ternyata dari uang itu ada penggunaan yang tidak relevan dengan kepentingan masjid, sebenarnya secara mekanisme yang otomatis, jamaah akan segera protes. Kok uang masjid digunakan untuk hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan masjid?
Maka kredibiltas bendahara masjid bisa dipertanyakan, karena salah dalam berprosedur.
Seandainya ada uang masjid yang lari untuk kepentingan pribadi, atau kepentingan lain di luar masjid, maka amanah yang ada di pundak telah tercoreng. Bahkan meski untuk kegiatan yang sifatnya positif, namun selama amanat dari jamaah bukan untuk kepentingan di luar masjid, maka amanah itu harus dijaga.
Kecuali bila jamaah masjid secara kesepakatan bulat menyatakan diri untuk merelakan sebagian dari uang masjid diserahkan kepada lembaga atau institusi tertentu, maka urusannya jadi lain. Tapi selama tidak ada kerelaan dari jamaah masjid untuk menggunakan uang masjid di luar kepentingan masjid, maka haram hukumnya.
Bab yang jadi titik masalah adalah tentang amanah dan kejujuran, di mana amanah dan kejujuran di dalam Al-Quran dinyatakan sebagai ciri dari keimanan.
وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya (QS. Al-Mukminun: 8)
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya (QS. An-Nisa': 58)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَخُونُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُواْ أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.(QS. An-Anfal: 27)
Maka sebaiknya kita tidak merusak amanah para jamaah, apalagi kita mengaku melakukannya demi dakwah. Sebab tiap gerakan dakwah sudah punya jatah keuangan masing-masing.
Tentu bukan sebuah tindakan profesional kalau sebuah gerakan dakwah harus mengacak-acak kegiatan dakwah lainnya, hanya karena urusan keuangan yang dikelola dengan cara kurang baik.
Wallahu a'lam bishshawab,
sumber : Ahmad Sarwat, Lc, http://www.eramuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar