Saya pernah mendengar ada suatu hadits yang maknanya, bahwa gerakan yang lebih dari tiga kali dalam shalat akan membatalkannya. Bagaimana kebenaran hadits ini? Dan bagaimana cara mengatasi problem banyak melakukan gerakan sia-sia di dalam shalat.
Jawaban:
Disunnahkan bagi seorang mukmin untuk menyongsong shalatnya dan khusyu’ dalam melaksanakannya dengan sepenuh jiwa dan raganya, baik itu shalat fardhu ataupun shalat sunnah, berdasarkan firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya” (Al-Mukminun : 1-2)
Di samping itu ia harus thuma’ninah (tenang dan tidak terburu-buru), yang mana hal ini merupakan rukun dan kewajiban terpenting dalam shalat, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau sampaikan kepada seseorang yang buruk dalam melaksanakan shalatnya dan tidak thuma’ninah, saat itu beliau bersabda, “Kembalilah (ulangilah) dan shalatlah karena sesungguhnya engkau belum shalat”, hal itu beliau ucapkan sampai tiga kali (karena orang tersebut setiap kali mengulangi shalatnya hingga tiga kali, ia masih tetap melakukannya seperti semula), lalu orang tersebut berkata. ”Wahai Rasulullah, Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebanaran, aku tidak dapat melakukan yang lebih baik daripada ini, maka ajarilah aku”.
Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya.
“Artinya : Jika engkau hendak mendirikan shalat, sempurnakanlah wudhu, lalu berdirilah
menghadap kiblat kemudian bertakbirlah (takbiratul ihram), lalu bacalah ayat-ayat Al-
Qur’an yang mudah bagimu, kemudian ruku’lah sampai engkau berdiri tegak, kemudia sujudlah sampai engkau tenang dalam posisi duduk. Kemudian, lakukan itu semua dalam semua shalatmu” (Disepakati keshahihannya ; Al-Bukhari, kitab Al-Adzan 757, Muslim kitab Ash-Shalah 397)
Dalam riwayat Abu Dawud disebutkan.
“Artinya : Kemudian bacalah permulaan Al-Qur’an (surat Al-Fatihah) dan apa yang
dikehendaki Allah” (Abu Dawud, kitab Ash-Shalah 859)
Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa thuma’ninah (tenang dan tidak terburu-buru)
merupakan salah satu rukun shalat dan merupakan kewajiban yang besar di mana shalat tidak akan sah tanpanya. Barangsiapa yang dalam shalatnya mematuk (seperti burung) berarti shalatnya tidak sah. Kekhusyu’an dalam shalat merupakan jiwanya shalat, maka yang disyariatkan bagi seorang Mukmin adalah memperhatikan hal ini dan memeliharanya.
Adapun tentang batasan jumlah gerakan yang menghilangkan thuma’ninah dan
kekhusyu’an dengan tiga gerakan, maka hal itu bukan berdasarkan hadits dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi merupakan pendapat sebagian ahlul ilmi, jadi tidak ada dasar dalilnya.
Namun demikian, dimakruhkan melakukan gerakan sia-sia di dalam shalat, seperti
menggerak-gerakan hidung, jenggot, pakaian, atau sibuk dengan hal-hal tersebut. Jika gerakan sia-sia itu sering dan berturut-turut, maka itu membatalkan shalat, tapi jika hanya sedikit dan dalam ukuran wajar, atau banyak tapi tidak berturut-turut, maka shalatnya tidak batal. Namun demikian, disyari’atkan bagi seorang Mukmin untuk menjaga kekhusyu’an dan meninggalkan gerakan sia-sia, baik sedikit maupun banyak, hal ini sebagai usaha untuk mencapai kesempurnaan shalat.
Di antara dalil yang menunjukkan bahwa gerakan-gerakan yang sedikit tidak membatalkan shalat, juga gerakan-gerakan yang terpisah-pisah dan tidak berkesinambungan tidak membatalkan shalat, adalah sebagaimana yang bersumber dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa suatu hari beliau membukakan pintu masuk ‘Aisyah, padahal saat itu beliau sedang shalat. (Abu Dawud, kitab Ash-Shalah 922, At-Turmudzi, kitab Ash-Shalah 601, An-Nasa’i, kitab As-Sahw 2/11)
Diriwayatkan juga dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam hadits Abu Qatadah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa pada suatu hari beliau shalat bersama orang-orang dengan memangku Umamah bintu Zainab, apabila beliau sujud, beliau menurunkannya, dan saat beliau berdiri, beliau memangkunya lagi. (Al-Bukhari, kitab Al-Adab 5996, Muslim kitab Al-Masajid 543)
Wallahu waliyut taifiq.
Sumber: Syaikh Ibnu Baz, Kitab Ad-Da’wah, hal 86-87, Syaikh Ibnu Baz. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, Hal. 191-193, penerbit Darul Haq., http://www.fatwa-ulama.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar