Perasaan takut gagal bukanlah suatu fitrah atau merupakan bawaan semenjak lahir . Walaupun perasaan takut gagal ini hampir selalu terlintas didalam hati kita. Didikan sosial-lah yang punya peran sangat besar dalam memberikan pengaruh akan perasaan ini
Keluarga kita sering menanamkan perasaan takut gagal sewaktu kita masih kanak-kanak. Bayang –bayang kegagalan selalu hadir di hadapan kita hingga kini. Berawal dari hal itulah kita menjadi takut akan suatu hal yang tidak kita ketahui.
Sehingga kita tidak berani menhgerjakan suatu pekerjaan yang belum kita ketahui.
Kita baru berani mencobanya setelah ada contoh dari orang lain.
Dalam 10 Secrets for succes and inner peace (Dr Wyne W Dyer), menyatakan bahwa rasa takut gagal sangat menjangkiti masyarakat karena rasa takut itu sudah terekam dalam pikiran sejak masa kanak-kanak dan terus melekat sepanjang hidup.
Arti gagal secara sederhana adalah pandangan seseorang berdasarkan cara pandang orang lain dalam peneyelesaian suatu pekerjaan. Kegagalan akan menjadi mustahil apabila anda yakin bahwa tidak ada suatu pekerjaan yang harus dikerjakan hanya dengan cara-cara tertentu dan terarah sesuai dengan arahan orang lain.
Perasan takut gagal akan mencegah kita untuk mengarungi pengalaman yang sangat banyak, menarik dan berguna bagi kita. Orang-orang yang telah membebaskan dirinya dari perasaan takut gagal, mereka adalah orang-orang yang paling berhasil yang pernah kita lihat.
Jangan kuatir dengan pandangan orang lain mengenai anda, juga cacian orang lain. Orang yang tidak pernah mengalami kegagalan satu kali saja dalam hidupnya, secara umum tidak akan memperoleh keberuntungan dan kesuksesan. Kegagalan sama sekali tidak menghilangkan penghormatan anda kepada kepribadian anda sendiri karena kegagalan tida berarti lemahnya kepribadian anda.
Kecemasan jiwa selalu menempati posisi atas diantara penyakit masa kini. Islam telah mengatasi persoalan-persoalan ini dengan antisipasi kesembuhan yang telah dikenal lebih dari empat belas abad yang lalu.
Firman Allah SWT , “ Katakanlah, ‘ Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah , Tuhan semesta alam.’ Tiada sekutu bagi-Nya ; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS Al-An’aam : 162 -163).
Tidak dinamakan beriman, seseorang yang memberikan jiwanya kepada Allah hanya beberapa saat ketika ia melaksanakan shalat dengan tidak khusyu’ atau ketika ia menjalankan puasa yang jauh dari makna dan tujuan puasa. Iman adalah sesuatu yang mengenalkan ia kepada keharusan untuk hidup istiqomah .
Sumber : Isyriin Nasiihah lit-takhllush min al-qalaq, Adil Fathi Abdullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar