Lalu bagaimanakah caranya memupuk dan mengembangkan rasa syukur kita ?
Ada sediktinya 4 cara yang bisa kita lakukan, terutama bagi Anda yang belum menjadikan syukur sebagai sesuatu yang otomatis.
- pertama adalah dengan membuat Jurnal Rasa Syukur, yaitu sebuah buku atau catatan harian yang berisi semua ungkapan rasa syukur, ucapan terima kasih, kesenangan atau peristiwa keberuntungan yang Anda alami selama ini. Michael Losier menyebutnya sebagai Jurnal Bukti Kemakmuran (Journal of Abundance Evidence). Saya lebih senang menyebutnya sebagai Buku Harian Keberuntungan (Lucky Diary) sebagaimana istilah yang dikemukakan oleh Richard Wiseman dalam bukunya Luck Factor.
Dengan membuat Buku Harian Keberuntungan, maka kita akan menyadari bahwa nikmat yang diberikan Tuhan itu sangat banyak yang sudah kita rasakan, walaupun sebenarnya sangat jauh lebih banyak dari yang kita mampu menghitungnya. Dengan membuat Buku Harian Keberuntungan, kita akan lebih menyadari betapa Tuhan mencintai makhlukNya. Betapa beruntungnya kita. Dengan kesadaran itu, maka kita akan mudah bersyukur kepadaNya. Buku Harian Keberuntungan juga akan membuat kita terus merasa berkelimpahan. Perasaan kita jadi enak (feel good) dan pada akhirnya akan mengaktifkan Hukum Ketertarikan.
Bagi orang-orang yang merasa bahwa hidupnya belum beruntung, penuh dengan kesialan dan penderitaan, maka cara ini cocok untuk dilakukan. Karena jika orang-orang semacam ini terus mengeluh dan mengeluh terus, maka mereka akan semakin jauh dari keberuntungan. Hukum Ketertarikan tidak akan bekerja pada orang-orang yang feel bad. Oleh sebab itu bersyukurlah agar bisa feel good. Bersyukurlah terhadap hal-hal rutin yang jarang kita syukuri, misalnya kesehatan kita, keluarga kita dan sebagainya. - kedua adalah dengan ”melihat ke bawah”, yaitu memperhatikan orang–orang yang lebih ”tidak beruntung” dibandingkan kita, antara lain orang-orang yang lebih miskin, lebih bodoh, lebih susah, lebih menderita, lebih gendut, lebih jelek, lebih sial dan sejenisnya.
Bersyukurlah karena Anda memiliki pekerjaan, sementara banyak orang terpaksa harus mengemis untuk hidup. (Lihat di jalanan, banyak anak-anak terpaksa mengemis agar tetap survive). Bersyukurlah Anda dapat mengenyam pendidikan yang layak, sementara banyak orang yang membacapun tidak bisa. (Lihat di daerah terpencil dimana para orang tua belum sadar dengan pentingnya pendidikan). Bersyukurlah Anda masih dapat makan tiga kali sehari, sementara di belahan dunia yang lain banyak orang yang menjadi kurus kering dan kurang gizi (Lihat di beberapa negara Afrika yang rakyatnya menderita karena perang dan kelaparan). Dan bersyukurlah karena Anda masih dapat bernafas, sementara banyak orang yang untuk bernafas saja masih memerlukan bantuan. (Lihat di berbagai rumah sakit dimana orang memerlukan alat dan ’mesin’ agar bisa tetap bernafas).
Cara ini juga bisa dipakai jika Anda mengalami suatu kesialan atau kejadian yang tidak menguntungkan. Pandanglah kesialan Anda dari sisi yang positif, perlunaklah dampak kesialan itu dan bayangkan bahwa keadaan bisa lebih buruk lagi. Ungkapan-ungkapan seperti, ”Untung cuma kepleset, coba kalau jatuh”, ”Untung masih selamat, penumpang yang lain pada mati”, ”Syukurlah hanya rugi sedikit, belum sampai satu milyar”, ”Tidak naik kelas nggak apa-apa, berarti guru-gurumu masih menyayangimu”, ”Gajiku hanya naik 5%, tapi aku bersyukur karena di perusahaan lain banyak yang tidak naik gaji” dan sebagainya, adalah contoh-contoh memandang kesialan atau ketidakberuntungan secara positif agar Anda tidak semakin larut dalam kesedihan dan Anda akan tetap bersyukur. Saya kira dalam falsafah Jawa sangat dikenal prinsip ini, makanya banyak orang tua memberi nama anaknya ”Untung” atau ”Bejo”.
Mungkin Anda bertanya, ”Lha, kalau kita bersyukur terus, kapan majunya, apakah ini tidak berarti pasrah dengan keadaan dan tak mau berusaha agar lebih baik ?” Pertanyaan yang bagus. Tetapi harus diingat bahwa kita berbicara mengenai hal yang telah terjadi, bukan masa depan. Ini hanyalah masalah waktu terjadinya (kalau di dalam pelajaran Bahasa Inggris disebut dengan tenses, ada past tense ada juga future tense). Kunci jawabannya adalah ”semua yang telah terjadi harus disyukuri”, karena tidak ada gunanya disesali. Aa Gym sering membuat perumpamaan, ”Kalau nasi sudah menjadi bubur, ya sudah. Tambahkan santan, kasih irisan daging ayam, kasih bawang goreng dan krupuk. Maka jadilah bubur ayam.” Jadi, ambil sisi positif dari kejadian yang sudah terjadi. Sedangkan yang menyangkut masa depan, boleh disyukuri dan sangat disarankan untuk mengharapkan yang lebih baik. Bisa dipahami kan ? - cara yang ketiga adalah dengan banyak memberi, bersedekah, bermurah hati dan melayani orang lain. Dengan banyak memberi (bukan hanya uang, tetapi apapun juga), maka akan tercipta mentalitas kelimpahan (abundance consciousness) sehingga kita akan lebih bersyukur lagi dan akan mengaktivasi Hukum Ketertarikan. Akhirnya hidup kita akan lebih beruntung lagi. Begitu seterusnya, yang akan berulang lagi seperti sebuah siklus atau lingkaran, tapi lingkaran malaikat, bukan lingkaran setan.
- keempat, mulai dan akhiri hidup Anda setiap hari dengan rasa syukur. Ketika mau tidur, ucapkan syukur kepada Tuhan, masukkanlah ke dalam hati, rasakan betapa Tuhan telah melindungi hidup Anda selama seharian penuh. Teruslah mengucap syukur sampai Anda terlelap dalam tidur (saat otak dalam gelombang alpha atau theta). Dengan demikian maka tidur Anda akan tenang dan damai, tidur yang berkualitas, tidur yang bisa menghadirkan ide-ide segar ketika Anda ’pasif’ di gelombang alpha, theta dan delta. Demikian pula, lakukan hal yang sama ketika Anda bangun tidur di pagi hari. Bersyukurlah karena Tuhan (melalui para malaikatNya) telah menjaga Anda sepanjang malam. Bersyukurlah karena Anda bisa bangun dengan segar di pagi hari dan siap untuk melakukan aktivitas dengan bersemangat lagi di hari yang baru. Dengan cara itu maka hidup Anda akan selalu diliputi oleh rasa syukur. Wish You Luck. (SA).
sumber kutipan : Cipto , http://SuciptoAjisaka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar