Rasulullah SAW bersabda, yg artinya, “ Apabila Allah
mencintai seorang hamba , mk Allah pasti mengujinya. Mengapa? Apabila ia
ridha mk Allah memilihnya, sedangkan apabila ia bersabar mk Allah juga
memilihnya”. (Syu’abul Iman lil Baihaqi, dari Ibn Mas’ud). Fauzi Muhammad Abu Zayd dalam Kayfa
Yuhibbukallah Dar Al-Iman Wa Al-Hayyah berkata barangsiapa yg menginginkan
karunia tanpa mau menjalani ujian , mk itu adalah keinginan yg mustahil.
Mengapa? Karena Allah tidak meridhai hal itu untuk para rasul dan nabi-Nya,
padahal mereka adalah makhluk yg paling mulia.
Hanya ada dua sikap bagi hamba beriman dlm menghadapi
ujian Allah. Ridha atau sabar. Barang siapa yg menghadapi ujian Allah dgn ridha
mk hasilnya adalah Allah akan memilihnya dan menjadikannya sebagai salah satu
diantara hamba-hamba-Nya yg terpilih dan terseleksi.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا وَمِنَ النَّاسِ ۚ إِنَّ
اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
“ Allah memilih
utusan-utusan-(Nya) dari malaikat dan dari manusia; sesungguhnya
Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(Qs. Al-Hajj : 75)
Ridha ini dimaksudkan adalah memandang bahwa semua
tindakan ini berasal dari Rabb nya sehingga ia menyerahkan segala urusannya
kepada Rabb nya. Hamba itu tidak mengalami kegalauan diri dengan apa yang
diputuskan Rabb nya. Janganlah menghadapi ujian dengan kekesalan, perasaan yang
sempit , gelisah dengan apa yang Allah tetapkan.
Ridha disini bukan membiarkan ujian itu terjadi tanpa
menolaknya, tetapi hamba itu harus berupaya menolaknya sekuat tenaga. Namun
apabila pada akhirnya ia mendapati bahwa dirinya tidak mampu menolak musibah
itu maka hendaklah ia mau menyadari bahwa dirinya tidak mampu menolak musibah ,
dan menyadari bahwa ini adalah kehendak Allah. Lantas selanjutnya ia harus mau
ridha kepada Allah. Selanjutnya ia beramal sesuai dengan perintah Allah dan
rasul-Nya. Berserah diri kepada ketetapan Allah, terkandung kabaikan dari
segala kebaikan.
Kenapa demikian? Karena Allah telah memilihnya ,
sebagaimana yang telah dicontohkan Nabi SAW. Apabila seorang hamba tidak
sanggup memaksa dirinya untuk menempati posisi ridha maka ia harus mau
bersabar.
Sabar dalam hal ini berarti menghadapi ujian Allah
dengan sedih, namun ia tidak berkeluh kesah dan tidak menggerutu, tidak
mengatakan ucapan apapun yang menjadikan Allah murka dan tidak melakukan
perbuatan apapun yang menjadikan Allah marah.
Allah berfirman :
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ
الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar, “ (Qs. al Baqarah :155).
Saudaraku, rahasia ujian diberikan kepada para Rasul,
para nabi, orang-orang shalih, para syuhada , hamba-hamba yang beriman ,
hanyalah untuk mengangkat derajat dan menambah tinggi kedudukan mereka atau
minimal untuk menambah pahal mereka atau paling tidak untuk membersihkannya
dari dosa-dosa yang mengakibatkan pelakunya layak menanggung siksa.
Saudarku, apabila seorang hamba termasuk kalangan
orang yang lemah, tidak kuat menahan dirinya dari berbuat dosa, maka Allah
mengujinya untuk membersihkan dari dosa-dosanya, sehingga hal itu bukan
malapetaka baginya.
Apabila seorang hamba
termasuk lemah dalam hal ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla , maka Allah
akan mengujinya , untuk menambah pahala untuk hamba itu.
Apabila seorang hamba itu adalah orang yang sebenarnya
bisa mencapai derajat yang tinggi dan kedudukan luhur , namun ia tidak pempunyai motivasi untuk mencapai
derajat dan kedudukan itu, maka Allah mengujinya dalam rangka menaikkannya ke
derajat atau ke kedudukan itu.
Saudaraku, rahasia yang lain dari sekian banyak
rahasia ujian Allah , adalah bahwa allah menghendaki hamba-Nya untuk tidak
tersibukkan oleh apapun kecuali kepada Allah. Apabila hati seorang hamba
cenderung kearah lain, maka Allah menimpakan ujian terhadapnya agar ia mau
kembali kepada Allah dan agar ia mau berdoa ,” Wahai Rabb ku , singkirkanlah
petaka ini dariku atau mudahkanlah aku dalam menghadapinya”. Dengan demikian maka hamba itu kembali kepada
Allah, karena tiada yang dapat mengembalikannya kepada Allah kecuali bila
petaka datang menerpa dalam kehidupan ini.
Sudah menjadi sifat manusia , manakala manusia
diliputi dengan kenikmatan atau berkecukupan maka manusia akan cenderung
bertindak melampui batas. Sebagaimana firman-Nya , yang artinya “, Sesungguhnya
manusia itu melampui batas. Ia memandang bahwa dirinya telah cukup”. (Qs. Al -
’Alaq : 6-7).
Dalam
ayat ini Allah menngisahkan sikap
manusia pada umumnya. Manusia bila ia berkuasa dan mempunyai harta lebih dar ncukup , mk sikapnya
akan cenderung berubah dari yang seharusnya. Ia menjadi mudah takabur, segan menghambakan dirinya
kepada Allah dan menganggap dirinya yang paling baik. Inilah salah satu tugas yang berat Rasulullah SAW sebagai Rasul. Beliau
akan berhadapan dengan manusia, dimana manusia
itu pada umumnya mempunyai suatu sifat yang buruk. Yaitu kalau dia merasa
dirinya telah berkecukupan, telah menjadi orang kaya dengan harta-benda, atau
berkecukupan , dihormati orang, disegani dan dituakan dalam
masyarakat. Lantaran
itu ia tidak merasa perlu lagi menerima nasihat dan pengajaran dari orang lain.
Dan harta bendanya yang berlebih itu tidak lagi dipergunakannya untuk pekerjaan
yang bermanfaat.
Saudaraku, sering kita berargumen bahwa urusan dan
pekerjaan telah menyibukkan kita sehingga menjadi alpa dari taat kepada
Allah. Maka alasan ini akan segaera
terpatahkan , “siapakah yang lebih sibuk ? apakah kita ataukan Nabi Sulaiman
‘alaihisshalam yang menjadi raja, dengan segala urusan kerajaannya?
Allah menundukkan angin untuk Nabi Sulaiman, Allah
menundukkan jin untuknya, Allah memberinya kerajaan besar yang tak pernah
diberikan kepada seorangpun sebelum dan sesudahnya. Namun demikian , semua itu
tidak menyibukkannya hingga lalai dan alpa kepada Allah sekejapun.
Saudaraku, jangan berprasangka yang tidak baik kepada
Allah ketika sedang menghadapi ujian (musibah).
Kita harus menghadapkan diri kita kepada Allah, dan meyakini apa yang
akan Allah perbuat kepada kita. Apakah pernah kita melihat orang yang menghadap
kepada Allah lalu orang itu dibiarkan begitu saja ? janganlah berputus asa dari
rahmat Allah.
Sebagaimana Allah
berfirman , “
Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah maka Dia pasti memberi jalan ke luar dan memberinya rezki
dari arah yang tiada disangka-sangkanya.”. (QS.At-Thalaq:2).
Semoga Allah
memberkahi kita semua dan semoga Allah mencintai kita.
Dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah saw, beliau bersabda , yang artinya “ Jika Allah mencintai hamba-Nya, Allah memanggil Jibril. Sesungguhnya Allah mencintai si Fulan maka cintailah si Fulan. Maka Jibrilpun mencintainya ( Si Fulan). Kemudian Jibril memanggil penduduk langit. “ Sesungguhnya Allah mencintai si Fulan”, maka seluruh penduduk langitpun ikut mencintainya pula. Begitupun penerimaan penduduk bumi ”. ( HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah saw, beliau bersabda , yang artinya “ Jika Allah mencintai hamba-Nya, Allah memanggil Jibril. Sesungguhnya Allah mencintai si Fulan maka cintailah si Fulan. Maka Jibrilpun mencintainya ( Si Fulan). Kemudian Jibril memanggil penduduk langit. “ Sesungguhnya Allah mencintai si Fulan”, maka seluruh penduduk langitpun ikut mencintainya pula. Begitupun penerimaan penduduk bumi ”. ( HR. Bukhari dan Muslim).
Wallahu’alam
bishawab.
Sumber : Kayfa Yuhibbukallah Dar Al-Iman Wa Al-Hayyah (Fauzi
Muhammad Abu Zayd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar