Seorang hamba yang mapan, tercukupi, sehat atau merasakan kenyamanan lainnya, justru rentan sekali untuk bersikap berlebihan. Membanggakan diri , terlena dalam kenyamanan karena terlalu menikmati kemegahan , kegagahan, kekuatan dan kondisi lain yang dirasakan nyaman. Namun ketika dirinya ditimpa musibah, penyakit dan dikagetkan dengan kesedihan ia akan merasa dirinya seolah hancur. Tanpa disadari , justru banyak kebaikan yang datang kepadanya, perasaan hatinya menjadi halus dan hatinya bersih dari kotoran-kotoran akhlak tercela, seperti sikap sombong, membanggakan diri dst, digantikan dengan perasaan tunduk dan tawadhu menghambakan diri kepada Allah.
Ibnu Qayyim dalam Syifa al-Alil, menyatakan bahwa , mengambil manfaat dari berbagai kepedihan dan penyakit tidak akan dapat dirasakan kecuali oleh hamba yang hatinya jernih. Oleh karena itu sehatnya hati dan jiwa juga bergantung pada kepedihan dan kesulitan yang dirasakan oleh jasmaninya.
Saudaraku, seandainya tidak ada ujian atau musibah dalam kehidupan ini, maka niscaya seorang hamba akan terjangkit berbagai penyakit hati seperti sifat sombong, ujub, takabur, membanggakan diri, kufur nikmat, tidak menyadari nikmat yang tercurah dari Allah dst. Semua penyakit itu adalah penyebab utama kehancuran dirinya, baik cepat atau lambat.
Inilah rahmat tersembunyi dari Allah Dzat Yang Maha Penyayang, jika pada saat-saat tertentu Dia menimpakan musibah. Dimana Musibah yang ditimpakan kepada hamba-Nya, akan melindungi hamba tersebut dari penyakit-penyakit yang menghancurkan.
Maha suci Allah yang telah mengasihi hamba-Nya dengan menimpakan berbagai cobaan dan mengujinya dengan berbagai kenikmatan-Nya.
Saudaraku, jika Allah menginginkan kebaikan bagi hamba-Nya, maka Dia memberikan cobaan dan ujian sesuai dengan kondisi sang hamba, yang mana dengan ujian dan cobaan itu , justru dapat membebaskan diri dari berbagai hal yang menghancurkan dirinya. Sehingga jika Allah telah membuatnya bersih, jernih dan suci (dari penyakit hati), selanjutnya Dia menempatkannya pada derajat mulia , yaitu menghambakan diri kepada-Nya .
Orang-orang shalih jaman dahulu selalu merasa gembira ketika mereka ditimpa suatu penyakit atau bala, seperti gembiranya salah seorang diantara kita ketika mendapatkan kemewahan dunia. Hal ini karena mereka mengetahui hikmah besar dibalik itu semua.
Sebagaimana Rasulullah bersabda :
وإن كان أحدهم ليفرح بالبلا ء كما يفرح أحد كم بالر ء ٠ ٠ر و ا ه ابن ما جه٠
“ sehingga salah seorang diantara mereka , merasa sangat bergembira dengan bala yang menimpanya, seperti gembiranya salah seorang diantara kalian ketika mendapatkan kemewahan (kelapangan) ,” (Hr Ibn Majah),.1.
Para salaf yang shalih terdahulu, menyatakan bahwa ridhalah terhadap segala sesuatu yang telah ditetapkan Allah bagimu. Sesungguhnya Dia tidak mengahalangimu dari sesuatu yang engaku inginkan kecuali untuk mengabulkannya. Tidaklah Dia menimpakan musibah kepadamu kecuali untuk mengampuni dosa-dosamu, tidaklah Dia menjadikanmu sakit kecuali untuk menyembuhkanmu. Saudaraku janganlah engkau terpisah dari rasa ridha terhadap segala keputusan-Nya, karena itu akan merendahkan kedudukannmy dalam pandangan-Nya. (Ibnu Jauzi dalam Al-HAda’iq).
Allahu a’lam
Sumber :Abdullah bin Alili Al-Juaitsin, hikmah bagi orang sakit.
Catatan :
1. Dikeluarkan Ibn Majah (2/1334-1335), Ahmad dengan lafaznya sendiri (4024), Hakim (4/307) dengan lafazh sama seperti Ahmad dari hadits Abi Sa’id.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar