Sepenggal kisah keluarga Ali bin Abi Thalib r.a . Suatu hari di bulan Ramadhan , hanya ada sedikit roti gandum saja untuk persiapan berbuka. Tak ada yang lain. Disaat itu terdengar seorang yang mengemis mendatangi rumahnya ?
Istri beliau, Fatimah melirik ke arah suaminya , “Bagaimana mungkin menampik permintaan pengemis itu sedangkan kita makan hingga kenyang?”
Ali menyetujui saran istrinya. Wanita mulia Fatimah segera mengemas roti persiapan berbuka mereka dan memberikannya pada pengemis. Tak ada lagi hidangan yang tesisa.
Hari puasa berikutnya tiba dan berakhir dengan terbenamnya matahari. Setelah menunaikan shalat maghrib mereka bersiap-siap menikmati sedikit roti untuk berbuka. Namun terdengar lagi suara mengemis.
Fatimah melihat dua anak yatim meminta makanan dengan suara penuh iba. Ia kembali dan berkata kepada Ali, “Sudah menjadi perintah Allah dan Rasul- Nya bahwa kita seyogyanya membantu orang- orang miskin. Biarkan kedua anak yatim itu memakan makanan kita!”
Ali – pun setuju dan mereka melewatkan malam yang kedua tanpa sesuap makanan pun.
Pada hari ketiga-nya , mereka duduk menunggu berbuka puasa dengan hati penuh gembira.
Ketika mendengar hal ini, Rasulullah sangat bersuka cita. Beliau berseru semua generasi akan mengucapkan selamat karena ia menjadi ayah dari seorang yang berhati emas.
Kalau jiwa tidak terjebak ilusi ego dan bisikan nafsu, kita akan menangkap sinyal nurani ini untuk memenuhi panggilan Allah. Bersikap kasih sayang, peduli dan menolong pada fakir miskin dan orang yang kelaparan. Ali dan Fatimah hidup mulia dan dibanggakan Rasulullah karena. tetap senang berbagi meski dalam kekurangan. Mereka memberikan miliknya yang dicintai untuk meraih rahasia kesempurnaan kebaikan dan kemerdekaan jiwanya.
Tidaklah kalian mencapai kebaktian yang sempurna sehingga menginfakkan apa yang kamu cintai.
Puasa yang mengentas jiwa ego menjadi diri spiritual dengan cerdas hati; lebih peduli dan berbagi.
Mari kita berjuang untuk melawan belenggu jiwa , menuju kemerdekaan jiwa yang hakiki. yg Melemahkan kekuatan.
Firman Allah yang artinya “ syaitan menjanjikan (menakut- nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir). (QS. Al Baqarah: 268).
Dliuar itu masih banyak prihal yang membeleunggu jiwa kita. Salah satunya dadalah belenggu kegelisahan dan kekhawatiran (Al jaza’u). Dimana sebuah perasaan takut dalam diri yang berlebihan. Takut akan hal-hal yang seharusnya tidak di dasarkan atas ketakutan pada-NYA.
- Belenggu kecemasan adalah gabungan ketakutan dan rasa buruk sangka atau was was yang muncul dalam diri bahkan menguasai perasaan sehingga timbul perasaan cemas. Padahal belum tentu apa yg dicemaskan dan apa yg menjadi prasangkanya akan terjadi.
- Belenggu Kemarahan (Al ghodob) belenggu ini dapat fatal akibatnya jika tidakdikendalikan. Kita saat tertentu perlu menyalurkan marah kita secara asertif. Secara benar sesuai dengan porsi dan waktunya yakni tidak sampai lepas control, tetap tenang dan mengedepankan kebenaran dariNYA saja.
- Belenggu Putus asa (Al ya’su), belenggu satu ini bisa menyerang siapa saja yang tidak lagi memilki sandaran kepada Allah. Manusia sangat terbatas. Dan karenanya Allah adalah sebaik baik tempat bergantung. Kekhawatiran , ketakutan akan masa depan harusnya menjadi pintu bagi khouf dan roja’ kita pada Sang Maha Segala. Dan hendaknya senantiasa bertawakal padaNYA. selanjutnya Allah Tahu yang terbaik untuk kita ( QS.2 :216)
- Belenggu pesimis (At tasya’um)Hilang harapan. Tidak ada lagi semangat menjalani hidup. Tidak ada lagi cita-cita adalah gejala-gejala yang ditimbulkan karena adanya sikap pesimis. Berbeda dengan optimis yang memandang hari-hari di depan adalah kesempatan yang Allah berikan dimana semua itu sangat berharga untuk kita bisa berbuat lebih baik lagi dan terbaik untuk diri kita dan untuk semuanya.
Wallahu ‘alam bishawab. “
Sumber kutipan : http://juaneetaa.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar