*****Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yg sabar.(Qs.Al-Baqarah 2 : 155).*****Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga , padahal (cobaan) belum datang kepadamu seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yg beriman bersamanya , berkata, 'kapankah datang pertolongan Allah?' Ingatlah , sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.(Qs.Al-Baqarah 2 : 214). *****Dan sungguh, Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelum engkau, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kemelaratan dan kesengsaraan , agar mereka memohon (kepada Allah) dengan kerendahan hati.(Qs.Al-An'am 6 : 42). *****Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yg baik-baik dan (bencana) yg buruk-buruk, agar mereka kembali (kepda kebenaran). (Qs. Al-A'raf 7 : 168). *****Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yg apabila disebut nama Allah gemetar hatinya , dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yg melaksanakan shalat dan yg menginfakkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yg benar-benar beriman. Mereka akan memperoleh derajat (tinggi) di sisi Tuhannya dan ampunan serta rizki (nikmat) yg mulia. (Qs.An-anfal 8 : 2-4). *****Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), padahal Allah belum mengetahui orang-orang yg berjihad diantara kamu dan tidak mengambil teman yg setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Allah Mahateliti terhadap apa yg kamu kerjakan. (Qs. At-Taubah 9 : 16) *****Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yg sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan. (Qs. Al-Anbiya 21 : 35). *****Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sungguh , Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yg dusta. (Qs. Al-'Ankabut 29 : 2-3)

Kamis, 16 September 2010

Tidak melampui batas dlm DO'A

"Berdo'alah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas".[al-A'râf/7:55]
Perintah Untuk Berdoa . Seorang muslim membutuhkan Allah Subhanahu wa Ta'ala setiap saat. Penghambaan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala mutlak harus dikerjakan. Berdoa merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh seorang hamba untuk membuktikan kebutuhannya kepada Allah, dan sebagai bukti ketundukan dirinya kepada Rabbul-'Alamiin (Dzat Yang Maha Menguasai alam semesta).
Melalui ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan para hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya dan beribadah dengannya [2]. Karena doa termasuk ibadah, maka wajib disertai dengan keikhlasan.
Imam Ibnu Jarîr ath-Thabari menjelaskan: , berdoalah kepada Allah saja. Murnikan doa kepada-Nya. Tidak menyeru kepada sesembahan-sesembahan selain-Nya dan berhala-berhala"[3]


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya "Dialah Yang hidup kekal, tiada Ilah (yang berhak diibadahi) melainkan Dia; maka berdoalah kepada-Nya dengan memurnikan ibadah kepada-Nya". [Ghâfir/40:65].

Lebih jelas lagi larangan berdoa kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, ditunjukkan pula oleh firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya , "Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatu pun bagi mereka …." [ar-Ra'd/13:14].

Adab Berdoa,
Ayat di atas juga mengajarkan cara bagi seorang muslim saat berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, sehingga doa yang dilantunkannya dikabulkan [4]. Allah Subhanahu wa Ta'ala menunjukkan cara berdoa itu, ialah dengan menyertakan dua sifat yang mengiringi perintah untuk berdoa kepada-Nya. Dua sifat itu, ialah tadharru' dan khuf-yah.

Pengertian tadharru', yaitu mengandung unsur khusyu', tadzallul (kerendahan diri dan kehinaan diri) dan istikânah (ketundukan diri) [5]. Adapun pengertian khuf-yah, ialah mengeluarkan suara dalam berdoa secara perlahan dan lirih, tidak mengeraskan. Doa itu dilakukan dengan suara lembut dan hati ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Tujuan berdoa secara perlahan dan lirih, supaya seorang yang berdoa terjauhkan dan selamat dari riya`, dan demikian ini dikatakan oleh Imam al-Qurthubi rahimahullah. Begitu pula Nabi Zakariyya, beliau dipuji lantaran dalam berdoa dengan cara demikian, perlahan, lirih dan lembut.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya, "(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tetang rahmat Rabb kamu kepada hamba-Nya, Zakariyya. Yaitu tatkala ia berdoa kepada Rabbnya dengan suara yang lembut". [Maryam/19:2-3].[6]

Oleh karena itu, ketika ada seorang yang berdoa dengan suara keras, maka Rasulullah SAW menegur sahabat yang berbuat demikian. Disebutkan dalam Shahîhain, dari sahabat yang bernama Abu Musa al-Asy'ari ra, ia berkata: Orang-orang mengangkat suara tatkala berdoa, sehingga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya , "Wahai manusia. Tenangkanlah diri kalian. Sesungguhnya kalian tidak menyeru Dzat yang bisu atau yang tidak ada. Sesungguhnya Dzat yang kalian seru Maha Mendengar lagi Maha Dekat".[7]

Perintah berdoa dengan suara yang lembut juga termaktub dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , yang artinya ,"Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai" [al-A'râf/7:205]

Al-Hasan al-Bashri, seorang Tabi'i, ia berkata: "Dahulu, kaum muslimin sangat tekun dalam berdoa. Tidak terdengar suara dari mereka, kecuali hanya suara lirih antara mereka dengan Rabb mereka". Selanjutnya, beliau membacakan surat al-A'râf/7 ayat 55 dan pujian terhadap Nabi Zakariyya dalam surat Maryam/19 ayat 3.

Merendahkan suara dan tidak mengeraskannya termasuk etika dalam berdoa. Etika ini mencerminkan nilai-nilai positif. Di antaranya: (1) Cara ini menunjukkan keimanan yang lebih besar, karena ia meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mendengar suara yang lirih, (2) Cara ini lebih beradab dan sopan. Jika Allah Subhanahu wa Ta'ala mendengar suara yang pelan, maka tidak sepantasnya berada di hadapan-Nya kecuali dengan suara yang rendah. (3) Sebagai pertanda sikap khusyu` dan ketundukan hati yang merupakan ruh doa, (4) Lebih mendatangkan keikhlasan. Karena doa dengan suara keras membuat orang lain merasa terganggu dan terpancing perhatiannya kepada suara-suara yang keras lagi riuh-rendah. (5) Cara ini membantu untuk konsisten dan senantiasa berdoa. Karena bibir tidak merasa bosan dan anggota tubuh tidak mengalami kelelahan. Sebagaimana orang yang membaca dan mengulang-ulangnya dengan suara keras, maka akan lebih cepat merasa penat. (6) Cara berdoa dengan suara lirih juga menunjukkan, bahwa seorang hamba meyakini kedekatannya dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala.[8]

Tidak Melampaui Batas Dalam Berdoa
Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan bahwa Dia tidak menyukai orang-orang yang berbuat i'tidâ`. Al-i'tidâ`, berasal dari kata al-'udwân. Maknanya, melewati batasan syariat dan pedoman-pedoman yang semestinya harus dipatuhi. Atau menurut Imam al-Qurthubi rahimahullah, yaitu mujâwazatul-haddi (melampaui batas) wa murtakibul-hazhar (melakukan pelanggaran). [9] (7/202).

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya ,"Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim".[al-Baqarah/2:229].

Larangan berbuat melampaui batas, sebenarnya berlaku umum, mencakup seluruh perbuatan dalam semua aspek, tidak khusus hanya dalam berdoa. Namun, karena larangan itu datang setelah perintah untuk berdoa, sehingga menunjukkan dengan jelas dan secara khusus berbicara tentang perbuatan melampaui batas dalam berdoa.

Penggalan ayat di atas mengandung pengertian, bahwa doa yang memuat unsur berlebihan dan melampaui batas tidak disukai Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak diridhai-Nya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberitahukan munculnya gejala melampaui batas dalam berdoa pada diri umat Islam. Pemberitaan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ini, juga merupakan peringatan berkaitan perbuatan tersebut. Kaum muslimin supaya berhati-hati dan waspada, jangan sampai terjerumus ke dalam perbuatan yang dilarang tersebut. Peringatan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ini termasuk bagian dari kesempurnaan dan kepedulian beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada umatnya, sekaligus sebagai salah satu tanda kenabian.
Dari 'Abdullah bin Mughaffal Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Sesungguhnya aku pernah mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya , "Sungguh akan muncul kaum dari umat ini yang akan berbuat melampaui batas dalam berdoa dan bersuci". [10]

Oleh karena itu, tidak ada jalan keselamatan kecuali komitmen dengan petunjuk Rasulullah SAW dalam berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Kesimpulannya, ayat ini memuat dua unsur penting. Pertama, unsur yang dicintai Allah, yaitu berdoa kepada-Nya dengan penuh tadharru' dan suara yang lembut. Kedua, unsur yang dibenci dan tidak disukai Allah, dan diperingatkan supaya tidak dilakukan, yakni berbuat i'tida` dalam berdoa, dan demikian pula dengan pelakunya.[11]

Syaikh 'Abdur-Razzâq mengingatkan bahaya melampaui batas dalam berdoa. Beliau berkata: "Bagaimana mungkin doa orang yang berbuat melampui pedoman-pedoman syariat dan tidak mengindahkan batasan yang sudah ditetapkan itu bisa diharapkan untuk dikabulkan. Doa yang mengandung perbuatan melampaui batas tidak disukai Allah dan tidak diridhai-Nya. (Maka) bagaimana seseorang bisa berharap doanya dikabulkan dan diterima Allah?"[12]

beberapa contoh i'tida' dalam doa.
1. Jenis yang paling parah, yaitu berdoa kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Tidak ada i'tida' yang lebih besar dan paling parah daripada orang yang memperuntukkan doa kepada selain Allah atau mempersekutukan sesuatu dengan-Nya dalam berdoa. Fatalnya kekeliruan i'tida` ini disebutkan ,

Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firman-Nya: "Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyeru tuhan-tuhan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doanya) sampai hari Kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka". [al Ahqâf/46:5].

2. Memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala hal-hal yang tidak diperbolehkan, seperti memohon pertolongan untuk melakukan perbuatan haram dan mengerjakan kemaksiatan.

3. Memohon kepada Allah sesuatu yang tidak dikabulkan oleh Allah karena bertentangan dengan sifat hikmah-Nya. Atau meminta sesuatu yang mestinya ditempuh dengan sebab-sebab, namun ia enggan untuk melaksanakannya. Misal, permintaan agar dapat memperoleh anak tanpa menikah, menghilangkan sifat-sifat manusia, yang membutuhkan makanan dan minuman serta oksigen, ingin tahu ilmu gaib, dan sebagainya.

4. Memohon derajat dan martabat yang tidak layak, sementara sunnatullah tidak memungkinkannya dapat meraihnya. Seperti meminta menjadi malaikat, menjadi nabi dan rasul. Atau memohon supaya menjadi muda kembali setelah memasuki usia tua.

5. Berdoa kepada Allah tidak dengan tadharru'.

6. Berdoa yang mengandung laknat bagi kaum mukminin.
Sebagian ulama Salaf menjelaskan makna orang-orang yang melampaui batas pada ayat di atas, bahwasanya mereka ialah orang-orang yang melaknat kaum mukminin pada kondisi yang tidak diperbolehkan, seraya berseru: "Ya Allah, hinakan mereka. Ya Allah, laknatlah mereka"[13]

7. Berdoa dengan meninggikan dan mengeraskan suara sehingga bertentangan dengan etika, adab dan sopan santun.

PELAJARAN DARI AYAT
- Kewajiban berdoa hanya kepada Allah, karena berdoa termasuk ibadah.
- Penjelasan mengenai adab berdoa, yaitu dengan bertadharru'.
- Adab dalam berdoa, yaitu melantunkannya dengan suara lirih.
- Larangan berbuat i'tida` (melampui batas) dalam berdoa.
- I'tida` dapat mempengaruhi doa seseorang tidak dikabulkan.
- Penetapan sifat mahabbah Allah.

Wallahu a'lam
sumber : Ustadz 'Ashim bin Musthofa , majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XI/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

Marâji`:
1. Al-Qur`ân dan Terjemahannya, Cetakan Mujamma' Mâlik Fahd Madinah.
2. Aisarut-Tafâsîr fi Kalâmil-‘Aliyyil-Kabîr, Abu Bakr Jâbir al-Jazâiri, Maktabah ‘Ulum wal- Hikam, Cet. VI, Th. 1423 H – 2003 M.
3. Al-Jâmi li Ahkâmil-Qur`ân (Tafsir al-Qurthubi), Abu 'Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshâri al-Qurthubi, Tahqîq: ‘Abdur-Razzâq al-Mahdi, Dârul-Kitâbil-'Arabi, Cet. IV, Th. 1422 H – 2001M.
4. Fiqhul-Ad'iyah wal-Adzkâr, Prof. Dr. 'Abdur-Razzâq bin 'Abdil-Muhsin al-'Abbâd, Dar Ibni 'Affân, Cetakan I, Tahun 1422-2001.
5. Jâmi'ul-Bayân 'an Ta`wil Ay Al-Qur`ân, Abu Ja'far Muhammad bin Jarîr ath-Thabari, Dar Ibnu Hazm, Cet. I, Th. 1423 H – 2002 M.
6. Tafsîrul-Qur`ânil-'Azhîm, al-Hafizh Abul-Fida Isma'îl bin 'Umar bin Katsîr al-Qurasyi, Tahqîq: Sâmi bin Muhammad as-Salâmah, Dar Thaibah, Riyâdh, Cet. I, Th. 1422 H - 2002 M
7. Taisîrul-Karîmir-Rahmân fi Tafsîri Kalâmin Mannân, ‘Abdur-Rahmân bin Nashir as-Sa’di, Tahqîq: ‘Abdur-Rahmân al-Luwaihiq, Muassasah Risalah.
Footnote
[1]. Pembahasan ayat ini banyak mengutip keterangan dari kitab Fiqhul-Ad'iyah wal-Adzkâr, karya Syaikh Prof. Dr. 'Abdur-Razzâq bin 'Abdul-Muhsin al 'Abbâd, Volume I dan IV, beberapa tambahan dari sejumlah kitab tafsir.
[2]. Al-Jâmi'u li Ahkamil-Qur`ân, 7/199.
[3]. Jâmi'ul-Bayân 'an Ta`wil Ay Al-Qur`ân, 8/261.
[4]. Al-Aisâr, 1/388.
[5]. Tafsîrul-Qur`ânil-'Azhîm (3/428), al-Jâmi'u li Ahkamil-Qur`ân (7/199), al-Aisâr (1/388).
[6]. Al-Jâmi'u li Ahkamil-Qur`ân, 7/199. Lihat pula at-Taisîr, hlm. 296.
[7]. HR al-Bukhâri, no. 4205 dan Muslim, no. 2704.
[8]. Fiqhu-Ad'iyah, 1/80-81.
[9]. Al-Jâmi'u li Ahkâmil-Qur`ân, 7/202.
[10]. HR Ahmad, Abu Dâwud - Ibn Majah. Dishahîhkan oleh al Albâni , Shahîh Sunan Abi Dawud, no. 87.
[11]. Lihat al-Fatâwâ, 15/23-24.
[12]. Fiqhul-Ad'iyah, 2/75.
[13]. Ma'âlimut-Tanzîl, 2/166.

Selasa, 07 September 2010

Al Kibr dan ujub

Al Kibr, takkab dan istikbar, memiliki makna yang berdekatam. Al Kibr dialih bahasakan sebagai sombong , yang merupakan suatu keadaan yang khusus bagi manusia karena ujub (bangga) dengan dirinya. Dan menganggap dirinya lebih besar daripada lainnya. Jadi dapat dikatakan bahawa Al Kibr , adalah merasa dirinya lebih baik dan disertai dengan merendahkan atau meremehkan orang lain.
Sedangkan pengertian ujub , adalah merasa dirinya itu baik (berbangga diri), namun tidak disertai dengan merendahkan/ mengejek orang lain.
Rasulullah juga mendifinisikan sifat sombong, sebagaimana sabdanya, yang artinya ,” Sombong itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia “. (Hr Muslim).
Jadi merasa sombong adalah orang yang menganggap dirinya itu besar. Dan tidak ada orang bersifat demikian, kecuali meyakini bahwa dirinya mempunyai satu sifat dari sifat-sifat kesempurnaan yang akan melebihkan dirinya daripada orang lain.

Virus kesombongan bisa cepat masuk kepada kaum alim atau para ahli ilmu yang tidak mau memberikan cahaya taufik dari ilmu itu kepada lainnya. Sehingga ia merasa dirinya lebih besar dan akhirnya meremehkan manusia lainnya. Dia memanadang dirinya lebih utama di sisi Allah daripada orang lain, ia lebih mengkhawatirkan keselamatan mereka daripada keselamatan dirinya sendiri. Dia mengharapkan lebih banyak untuk dirinya sendiri daripada apa yang ia harapkan untukmereka.

Adapun keburukan dari sifat sombong adalah :

1. Batharulhaqqi (menolak kebenaran),
Seungguhnya orang yang telah mendengarkan kebenaran dari seorang hamba diantara hamba-hamba Allah dan dia menyombongkan diri dari menerimanya , atau bahkan mengingkarinya, maka hal itu tidaklah terjadi kecuali karena congkak, kesombongan dan merendahkan yang lainnya. Dia enggan untuk mengakuinya, ini merupakan inti akhlak hamba yang tidak beriman. Sebagaimana firman-Nya , yang artinya ,” Dan apabila dikatakan kepadanya ,” bertaqwalah kepada Allah “!. Maka bangkitlah kesombongannya yang menyebabkanny berbuat dosa ,” (Qs. Al-Baqarah : 206).

2. Merendahkan orang lain
Yaitu menganggap orang lain lebih rendah dan lebih hina. Setiap orang yang melihat dirinya lebih baik daripada orang lain bahkan merendahkannya, maka ia benar-benar sombong dan menantang Allah SWT.

Pada hakekatnya kesombongan adalah tidak melihat hak orang lain yang harus diberikannya. Dai hanya melihat hak-haknya yang harus dilakukan oleh manusia lainnya. Dia tidak melihat kebaikan orang lain atas dirinya namun ia hanya melihat kebaikan nya sendiri atas mereka (orang lain).
Hendaklah seorang hamba menghentikan kemarahan dan kesombongan, sehingga ia dapat mengatasi semua belenggu hatinya . Orang yang tidak lagi terikat pada batin dan jasmani, yang telah bebas dari nafsu-nafsu, tak akan menderita lagi.

Tanda-tanda kesombongan itu sangat banyak. Misalnya , seseorang yang diliputi kesombongan tidak akan mampu mencintai saudaranya seiman sebagaimana ia mencintai untuk dirinya sendiri. Tidak akan mampu bertawadhu’, tidak akan mampu meninggalkan hasad, sulit untuk berkata jujur, dan tidak dapat meninggalkan amarah ataupun menahannya.

Jika kita menginginkan bertambah nilai diri dan derajad maka hendaknya kita berlemah lembut, merendahkan diri, dan meninggalkan kesombongan serta berbangga diri.

Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya ,” Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (adalah) orang-orang yang berjalan diatas bumi dengan rendah hati “, (Qs. Al-Furqan : 63).
Sebagaimana Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Tidaklah seseorang diberi tambahan ampunan oleh Allah, kecuali kemuliaanya akan bertambah. Dan tidaklah seseorang bertawadhu’ kepada Allah, kecuali Allah akan mengangkat derajadnya ,” (Hr Muslim).

Dari Iyadl bin Himar ra, ia berkata bahwa Rasulullah pernah bersabda, yang artinya ,” Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku, bahwa hendaklah kalian saling merendahkan diri sehingga seseorang tidak membanggakan diri terhadap orang lain dan tidak menganiaya orang lain ,” (Hr Muslim).

Allahu a’lam.
Sumber : dari beberapa sumber bacaan.

membaca Al-Qur’an

Rasulullah SAW pernah bersabda, yang artinya ,’ Barang siapa membaca seratus ayat dalam suatu malam, maka Al-Qur’an tidak akan menggugat kepadanya , “ (HrSa’id bin Nashr dalam musnadnya dari Abu Darda, kitab Kanzal Ummal, j VII).
Artinya , nanti diahadapan Allah , Al-Qur’an tidak akan mempersoalkan (menggugat) manusia, namun sebaliknya Al-Qur’an akan membantu menenangkan mereka dengan hujjah-nya.
Saudaraku , membaca Al-qur’an dengan tartil atau membacanya dengan perlahan dengan merenungi makna dan kandungan ayatnya secara mendalam. Oleh karena itu sahabat Abdullah bin Mas’ud melarang tergesa-gesa dalam membaca Al-Qur’an. Janganlah salah seorang diantara kalian terburu-buru dalam mengakhiri surah.

Dengan membaca Al-Qur’an dengan tartil, perlahan sambil merenungi maknanya,maka ketika sang pembaca berhenti pada ayat-ayat dzikir , ia akan merasakan benar kedudukan Allah. Hamba itupun akan khusyuk, lunak dan lembut hatinya. Begitu pula jika berhenti pada ayat-ayat yang membahas persoalan lainnya, ia akan merasakan keagungan dan kedekatan dengan Rabb-nya.

Didalam Al-Qur’an sendiri Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya ,” Hai orang-orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat di malam hari, kecuali sedikit daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-qur’an itu dengan perlahan-lahan (tartil). Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). Sebutlah nama Rabb-mu dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan. Dialah Rabb Masyriq dan Maghrib, tiada illah melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung ,” (Qs. Al-Muzzammil : 1-9).

Saudaraku,saat kita tekun membca al-Qur’an , gemanya akan menyusup kedalam jiwa , melembutkan jiwa , menghidupkan jiwa, menhidupkan pengharapan akan rahmat Allah.
Rasulullah pernah bersabda, yang artinya ,” Pada harikiamat nanti, sang pembaca al-Qur’an akan ditempatkan di tangga surga yang paling awal. Dikatakan kepadanya, bacalah dan naiklah, dan cacalah dengan tartil, sebagaimana kau baca tartil kala didunia, karena persinggahanmu ada pada akhir ayat yang kamu baca ,’ (Hr Ahmad dan Abu Dawud).

Allahu a’lam
Sumber : Muhammad Abdullah al-Khatib dalam Qiyamullail tajdiidun li ar-Ruuh wa Zaadun li al ’amilin

Rabu, 01 September 2010

Pil pahit yg mujarab

Kita tentulah berkeinginan untuk menjadi hamba yang penuh rasa syukur,bahagia atau penuh keceriaan. Inilah keadaan alamiah kita, beginilah kita seharusnya. Emosi positif semacam ini sungguh terasa nyaman dan meningkatkan frekuensi getara kita ke alam semesta. Anda akan menjadi magnet kebaikan.
Namun, perjalanan hidup kita tidak selamanya mulus. Perjalanan kita laksana kapal laut. Suatu ketika badai kehidupan pasti datang menyerang. Setiap kita pernah atau barangkali sedang mengalami masa-masa yang sangat sulit. Tetap dibutuhkan usaha keras dalam untuk bisa melihat kebaikan dalam setiap kejadian, apapun kondisinya (menyenangkan maupun menyedihkan). Pemahaman akan kebaikan atau kebenaran tak hanya mencapai keberkahan hidup, namun juga menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang tiada berakhir. Badai kehidupan, bisa menjadi sumber munculnya emosi negatif . Seperti kebencian, kemarahan, cemburu, rasa takut dst. Dalam sudut pandang “The Law of Attraction”, emosi ini akan menurunkan frekuensi getaran kita. Akibatnya membuat kita gelisah, marah , suntuk, sesak.

Rasulullah pernah bersabda, yang artinya ,” Aku mengagumi seorang mukmin karena selalu ada kebaikan dalam setiap urusannya. Jika ia mendapat kesenangan , ia bersyukur (kepada Allah) sehingga didalamnya ada kebaikan. Jika ditimpa musibah, ia berserah diri (dan menjalankan dengan sabar) bahwa didalamnya ada kebaikan pula “, (Hr Muslim).

Emosi negatif menimbukan rasa sakit dalam tubuh, menciptakan efek pemisahan, menghambat aliran emosi positif dan hanya akan menarik energi negatif lainnya ke dalam hidup kita. Saudaraku tidak ada seorangpung yang kebal terhadap segala peristiwa yang buruk.

Walaupun berat, namun sudah saatnya kita melepaskan semua perasaan marah, dendam, khianat, ketakutan dalam hidup kita. Keluarkanlah semua pikiran kotor dan semua tingkah laku yang tak berguna, dan memulai menjalani hidup yang ada. Biasakanlah untuk melihat bahwa pada akhirnya ada suatu kebaikan dalam sebuah peristiwa yang pada awalnya terlihat merugikan. Kita tidak selalu bisa melihat sisi positif yang muncul.

Bila kita terlalu fokus pada kesakitan dan kemarahan, anda hanya akan menciptakan keaadaan yang makin buruk dan tidak sehat dalam kehidupan anda. Kita harus berjuang untuk membuat ruang untuk perasan positif.

Cherie Carter-Scott, menyatakan kemarahan akan membuat kita semakin kecil, sedangkan pemberian maaf memaksa anda untuk tumbuh diluar diri anda sebelumnya.

Ya benar saudaraku. Pemberian maaf adalah tindakan penting dan merupakan proses menuju perubahan. Kita harus berusaha berkeinginan untuk memaafkan siapapun pada situasi yang menyebabkan kesakitan dan lepaskanlah semuanya.

Janganlah anda membahayakan diri sendiri, dengan mempertahankan pikiran-pikiran negatif dan emosi negatif. Pada saat kita bersikeras untuk tidak memaafkan seseorang, laksana kita minum racun dan menunggu orang lain sakit. Maafkanlah semuanya, lepaskanlah, dan yang paling penting maafkanlah diri kita masing-masing.

Jika anda belum pernah memaafkan diri sendiri, bagaimana mungkin anda bisa memaafkan orang lain? Demikian kata Dolores Huerta.

Pemberian maaf yang sejati, adalah benar-benar obat mujarab, yang membersihkan diri kita dan membebaskan diri kita. Proses benar dalam diri, yang mengubah anda dari situasi penderitaan dan kemarahan menjadi situasi dengang frekueni getaran cinta yang lebih tinggi. Banyakpakar motivasi, bahwa tidak ada yang lebih penting dari merasa baik.

Kita harus membuat keputusan yang disadari untuk memilih kebahagiaan. Pilihlah untuk hidup dalam keadaan selalu bersyukur dan bahagia. Pilihlah kecermelangan hidup anda dan energi positif membentuk masa depan kita.

Ingatlah selalu, firman Allah, yang artinya ,” Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran , dan mereka tidak dianiaya “, (Qs. Al-Mu’minuun).

Rasulullah saw, pernah bersabda , yang artinya ,” Setiap hamba muslim yang ditimpa musibah atau sakit dan sebagainya maka Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannya, sebagaimana daun yang gugur dari pohonnya ,” (Hr Bukhari Muslim).

Rasulullah saw, pernah bersabda , yang artinya ,”Sederhanalah dan jangan terlalu berlebihan serta berusahalah melakukan yang benar. Setiap musibah yang menimpa orang-orang muslim adalah suatu pelebur kesalahan biarpun hanya sekedar tertusuk duri “, (Hr BukhariMuslim).

Saudaraku , kita tidak tinggal dimasa lalu.Ketika anda mengganti pikiran negatif dengan pikiran positif, anda mulai mendapatkan hasil yang positif (Willie Nelson).

Dengan memberi maaf , akan menimbulkan rasa bersyukur . Dan syukur memberikan kesadaran kepada kita tentnag betapa besarnya nikmat yang telah Allah berikan keapda kita. Janganlah terlalu larut dengan hilangnya satu kenikmatan yang sebelumnya Allah berikan , karena masih banyak sekali kenikmatan lain yang menunggu kita.

Allahu a’lam

Sumber :Cara Nabi menghadapi kesulitan hidup , Hendra S, The secrets law of attraction, Jack Canfield DD Watkins.