Dlm
keseharian waktu kita banyak tecurah dlm kesibukan pekerjaan dst . Perhatian, konsentrasi tertuju pd tanggung
jawab seputar pekerjaaan. Namun sbg hamba beriman, tetap berkeyakinan bhw
betapa penting urusan di hari itu, melakukan ketaatan kpd Allah adalah jauh lebih
penting daripada apa pun.
Sebagaimana firman-Nya, yg artinya, " Orang yg tidak
dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dlm mengingat Allah, melaksanakan
shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kpd hari ketika hati dan penglihatan
menjadi guncang (hari kiamat). " (Qs An Nur :37) .
Para
sahabat adl generasi paling zuhud (setelah para Rasul dan Nabi) yg mendahulukan
urusan akhirat drpd dunia. Namun demikian mereka juga bekerja didunia dan sibuk
dg perniagaan atau pertanian. Akan tetapi kesibukan urusan perniagaan atau
pertanian itu tidak melalaikan
mereka dari dzikir (ibadah) kpd Allah.
Mereka
mendahulukan urusan akhirat daripada urusan kehidupan dunia padahal mereka
mampu utk mendapatkan dunia. Bukan berarti mereka meninggalkan dunia secara
keseluruhan atau meninggalkan aktivitas bekerja didalamnya atau berdiam diri
atau tidak memakmurkannya. Diantara para sahabat ada yg hidupnya berlimpah
kekayaan.
Utsman
bin Affan , Abdurrahman bin Auf adalah sahabat yang kaya rsaya dalam bidang
perniagaan, Sedangkan para sahabat yang kaya raya dari bidang pertanian
misalnya Amr bin ash, Abu Thalhah al Anshari. Namun perniagaan dan pertanian
itu tidak melalaikan mereka dari dzikir kepada Allah, Beribadah kepada Allah
maupun berjihad dijalan Allah.
Meraka
tidak mengabaikan atau menunda kewajiban
agama walaupun sedang dalam kesibukan perniagaannya, karena ia meyakini firman Allah yang artinya ,"Katakanlah, "Apa yg
di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan," dan Allah
Sebaik-baik Pemberi rezki." (QS Al Jumu'ah :11.)
Beliau
Rasulullah SAW, senantiasa membina para sahabat untuk bersifat zuhud sehingga
pembinaan ini mendatangkan buahnya dalam jiwa para sahabat Rasulullah.
Para
sahabat bekerja, berdagang, bertani , namun hal itu tidak menyibukkan mereka
dari kewajiban dalam agama. Mereka mendahulukan kehidupan akhirat. Apabila maslahat
akhirat berlawanan dengan maslahat dunia, niscaya mereka mendahulukan akhirat
terhadap dunia.
Hamba
beriman akan berupaya sekuat tenaga untuk selalu mengingat Allah bagaimanapun
kesibukan yg sedang ia jalani. Sebagaimana contoh dalam Tahdziibut Tahdziib,
bahwa imam Ibrahim bin Maimun Ash-Sha-igh, seorang generasi Atba’ut Tabi’in.
Beliau adalah tukang menempa logam. Apabila beliau telah terdengar seruan azan
shalat, maka ia segera meninggalkan pekerjaannya untuk melaksanakan shalat ,
meskipun saat itu ia sedang mengangkat palu.
Seorang
yg dalam kegiatan kehidupannya yg sesuai dengan ajaran Al Qur'an pun akan
mencoba memandang kegiatan kegiatan atau kesibukannya sebagai bagian dari
kesempatan untuk mencukupi dirinya dan keluarganya, dan kegiatan itu tidak
menjauhkannya dari melakukan kewajibannya kepada Allah.
Sebagaimana Allah memerintahkan orang beriman di dalam Al
Qur'an, yang artinya ," Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama
orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap
ridha-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena)
mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ; dan janganlah engkau mengikuti orang
yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa
nafsunya; dan adalah keadaan (mereka itu) sedah melewati batas. (Qs. Al Kahfi
:28)
Sebagaiman
dikisahkan dalam kitab Siyaru A’laamin Nubalaa’ (4/610) dikatakan bahwa Imam
adz-Dzahabi menukil dari Abu ‘Awanah Al-Yasykuri, beliau berkata, “Aku melihat
Muhammad bin sirin di pasar, tidaklah seorangpun melihat beliau kecuali orang
itu akan mengingat Allah.
Betapa
keberuntungan telah diraih oleh seorang hamba yang tetap nenegakkan beribadah
dan berzikir kepada Allah , walaupun berada ditengah kesibukan di pasar atau
dalam kegiatan sedang berjual-beli. Seorang yang sedang berjual-beli di pasar
dengan segala kesibukannya, namun sikap dan tingkah lakunya masih sanggup untuk
tetap berzikir dan beribadah kepada-Nya dalam semua keadaan.
Sungguh
besar ketakutan dan pengagungan mereka terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di
dalam hati orang-orang yang bertakwa sehingga kesibukan apapun yang mereka kerjakan
sama sekali tidak melalaikan mereka dari memenuhi panggilan untuk beribadah
kepada-Nya. Orang mukmin yang bertakwa adalah orang yang tidak disibukkan
dengan urusan dan kesibukan dunia dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala, inilah
yang dipuji oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya, yang artinya
“Orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dalam mengingat
Allah, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari
ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari kiamat" (Qs An Nur
:37)
Sebagaimana
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, bersabda, yang artinya “Wali-wali
(kekasih) Allah adalah orang-orang yang jika mereka dipandang maka akan
mengingatkan kepada Allah. ([HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabiir (no.
12325), Dhiya’uddin Al-Maqdisi dalam Al-Ahaaditsul Mukhtaarah (2/212) dan
lain-lain, hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam
Ash-Shahiihah (no. 1733) karena diriwayatkan dari berbagai jalur yang saling
menguatkan.)
Imam
Ibnu Katsir berkata, dalam Tafsir Ibnu Katsir , bahwa “Mereka adalah
orang-orang yang tidak disibukkan (dilalaikan) oleh harta benda dan perhiasan
dunia, serta kesenangan berjual-beli dan meraih keuntungan (besar) dari
mengingat (beribadah) kepada Rabb mereka (Allah Subhanahu wa Ta’ala) Yang Maha
Menciptakan dan Melimpahkan rezeki kepada mereka, dan mereka adalah orang-orang
yang mengetahui (meyakini) bahwa (balasan kebaikan) di sisi Allah Subhanahu wa
Ta’ala adalah lebih baik dan lebih utama daripada harta benda yang ada di
tangan mereka, karena apa yang ada di tangan mereka akan habis/musnah sedangkan
balasan di sisi Allah adalah kekal abadi.
Janganlah
kita tenggelam dalam keasyikan perhatian pada perniagaan. Sesunggunya keinginan
yang besar akan keuntungan materi (dunia, pangkat, jabatan, karier) merupakan
salah satu kelemahan terbesar pada manusia. Sebagian orang rela mengabaikan
ajaran agama demi mendapatkan yang lebih banyak, memperoleh harta lebih banyak,
dan meraih kekuasaan lebih besar. Sehingga terlalaikan dengan semua itu .
Sesungguhnya Tempat bekerja dan berjual-beli sangat berpotensi untuk melalaikan
manusia dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka menyebut dan mengingat
Allah Subhanahu wa Ta’ala di tempat-tempat tersebut sangat besar keutamaannya di
sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah
telah memperingatkan kita dengan firman-Nya , yang artinya " Katakanlah,
"Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu,
isteri-isterimu,keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang
kamu khawatikan kerugiannya, dan rumah-rumah tinggal yang kamu sukai, lebih
kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (Qs.at Taubah :24).
Sebagaimana Allah memperingatkan kita dalam firman-Nya yang
artinya ," “Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan
anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat
demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi“. (Qs. Al-Munafiqqun :
9).
Harta
, pekerjaan, jabatan , kesibukan , anak-anak , dapat melalaikan manusia dari
melakukan ketaatan pada Allah SWT. Betapa banyak yang sebelumnya adalah hamba
yang taat namun setelah dikaruniai jabatan, pangkat dst justru menjadikannya
jauh dari Allah. Dalam sebuah syair , dikatakan “Kamu itu budaknya harta kalau
engkau tahan harta itu, dan harta itu menjadi budakmu kalau engkau
nafkahkan“.
Al-Mubarakfuri
dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi, (9/273) berkata bahwa Imam Ath-Thiibi berkata,
“Barangsiapa yang berzikir kepada Allah (ketika berada) di pasar maka dia
termasuk ke dalam golongan orang-orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
tentang keutamaan mereka (dalam ayat di atas).
Sungguh
beruntung, orang-orang yang mengetahui prioritas utama hidupnya, dan
berpendirian kuat dengan prioritas tujuan hidupnya tersebut, sehingga ia
konsisten dan konsekuen dalam menjalankannya, tidak mudah dan tidak lemah
terbawa arus, tidak terlenakan oleh prioritas pilihan yang lebih rendah , dan
berusaha berkonsentrasi pada tujuan utama hidupnya.
Sebagaimana Allah berfirman, tentang makna diciptakannya
manusia, yang artinya ," Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka beribadah kepada-Ku. (Qs. Adz-Dzaariyat: 56)
Syaikh
‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di , dalam tafsirnya Al Qoulus Sadiid Syarh Kitab
At Tauhid, , menyatakan bahwa , Inilah tujuan Allah menciptakan jin dan manusia
dan Allah mengutus seluruh para rasul untuk menyeru menuju tujuan ini yaitu
ibadah yang mencakup di dalamnya pengetahuan tentang Allah dan mencintai-Nya,
bertaubat kepada-Nya, menghadap dengan segala yang dimilikinya kepada-Nya dan
berpaling dari selain-Nya. Setelah mengetahui tujuan hidup kita, yang
diberitahukan Allah Yang Menciptakan kita, maka marilah kita jadikan tujuan
hidup tersebut (yakni mengibadahi-Nya) sebagai prioritas yang tidak
dinomorduakan dengan urusan yang lain.
Allah juga telah memperingatkan kita agar tetap focus dalam
tujuan kita diciptakan-Nya, sebagaimana firman-Nya yang artinya ," “Siapa
yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan)
penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna), dan mereka di dunia itu
tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di
akhirat, kecuali neraka dan sia-sialah disana apa yang telah mereka usahakan
(di dunia) , dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. Hud :
15-16)
Sedangkan janji Allah kepada hamba-hamba-Nya yang tetap fokus
mengingat (beribadah) kepada Allah walaupun ditengah dalam kesibukannya ,
sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan
akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia beriman, maka
mereka itulah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” (QS. Al Israa’:
19)
Saudaraku,
mengambil contoh teladan dari kisah-kisah para Rasul, para Nabi dan orang-orang
shalih termasuk sebaik-baik cara untuk memotivasi diri sendiri guna
meningkatkan ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini disebabkan
jiwa manusia itu lebih mudah mengambil teladan dari contoh yang berupa kisah
nyata, dan menjadikannya lebih semangat dalam beramal serta bersegera dalam
kebaikan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi Muhammad
shallallahu ‘alahi wa sallam, yang artinya “Dan semua kisah para rasul Kami
ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan
dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan
bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Huud: 120).
Dari anas bin Malik ra, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda,
yg artinya, “ Barangsiapa yg kehidupan akhirat merupakan keinginannya , pasti
Allah akan menjadikan kecukupan dalam hatinya, dan akan mengumpulkan perkara yg
tercecer baginya, dan dunia akan datang kepadanya dg melimpah ruah, padahal ia
tidak berusaha keras mencarinya.
Dan barang siapa yg kehidupan dunia merupakan keinginannya ,
pasti Allah akan menjadikan kefakiran dihadapan matanya dan memporak-porandakan
perkara yg terkumpul padanya dan tidak datang kepadanya kehidupan dunia kecuali
yg (telah) ditentukan baginya,” (Shahih, Shahih at Tirmidzi 2465,4/57 no.2583,
Abdul Aziz bin Badawi al Khalafi dlm Ahababullah, Dar Al-Fadhilah Riyadh KSA).
Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW , bahwa beliau berssabda,
yang artinya,” Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, yang artinya,” Wahai anak
Adam, kerahkanlah (semua kesempatanmu) untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku
penuhi dadamu dengan kekayaan dan Aku tutupi kefakiranmu, dan kalau kamu tidak
melakukannya, pasti akan Aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan namun tidak
akan Aku tutup kefakiranmu,” (Shahih, Shahih at Tirmidzi 2466,4/57-58 no.2584, Ibn
Majah 2/1376 no.4107 ,Abdul Aziz bin Badawi al Khalafi dlm Ahababullah, Dar
Al-Fadhilah Riyadh KSA).
Imam
Ibnu ‘Abdil Barr dengan sanadnya dalam Jaami’u Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi ,
menyatakan bahwa Imam Abu Hanifah pernah berkata, “Kisah-kisah (keteladanan)
para ulama dan duduk di majelis mereka lebih aku sukai dari pada kebanyakan
(masalah-masalah) fikih, karena kisah-kisah tersebut (berisi) adab dan tingkah
laku mereka (untuk diteladani).
Semoga
kita mendapat hidayah dan kemudahan dari Allah, untuk selalu mengingat Allah
dalam setiap kesibukan kita. Dengan memperbanyak mengingat Allah , maka Allah
akan memudahkan segala urusan kita.
Allahu
a'lam
Sumber kutipan
; Abdullah bin Taslim Al-Buthani, M.A. Ahababullah ;
Abdul Aziz bin Badawi al Khalafi dlm, Dar Al-Fadhilah Riyadh KSA , www.Pengusahamuslim.com, www.
ibnuabbaskendari. wordpress.com dll
Pustaka
:
[1]
Tahdzibul Kamal (25/344) dan Siyaru A’laamin Nubala’ (4/606).
[2]
Kitab Siyaru A’laamin Nubalaa’ (4/610).
[3]
HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabiir (no. 12325), Dhiya’uddin Al-Maqdisi
dalam Al-Ahaaditsul Mukhtaarah (2/212) dan lain-lain, hadits ini dinyatakan
hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahiihah (no. 1733) karena diriwayatkan
dari berbagai jalur yg saling menguatkan.
[4]
kitab Tahdziibut Tahdziib (1/150).
[5]
Kitab Tafsir Ibnu Katsir, (3/390).
[6]
Al-Mubarakfuri dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi, (9/273).
[7]
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di dalam tafsir beliau (hal. 271).
[8]
Ibnu ‘Abdil Barr dalam kitab Jaami’u Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (no.
595).
[9]
I’aanatul Mustafid bi Syarhi Kitabit Tauhid, Sholeh bin Fauzan bin ‘Abdillah Al
Fauzan
[10]
dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar