Marah itu respon yg tak cerdas. Orang bijak selalu
bahagia dan orang bahagia tidak akan marah. Salah satu konsekuensi dari amarah
kita adalah kemarahan itu akan menghancurkan hubungan yg selama ini terjalin
hangat dg kawan-kawan kita. Yg menjadi problem besar, ternyata kita justru
menikmati marah itu. Seperti adanya kenikmatan, bahkan seperti kecanduan utk
melampiaskan kemarahan itu. Akibatnya kita tak ingin melewatkan begitu saja
momen marah yg dinikmati ini berlalu.
Dari Abu Hurairah, seseorang berkata kpd Nabi, “Berilah
wasiat kepadaku.“ Nabi menjawab, “Janganlah engkau marah.“ Laki-laki tadi mengulangi
perkataannya, beliau bersabda, “Janganlah engkau marah.“ ( HR Bukhari ). Namun
tentu beliau akan marah,
jk hukum aturan Allah dilanggar atau
dihinakan.
Kita bahas ttg kemarahan karena nafsu. Dan bahaya akibat
kemarahan jauh lebih berat daripada kesenangan menikmatinya. Buah dari
kemarahan adl kerusakan.
Contoh ; saat kita tergesa-gesa karena
mengejar waktu karena takut terlambat kerja ( urusan lainnya). Dalam perjalanan
seakan kita diejek lampu merah (traffic light) yg seolah menyala merah lebih lama dari biasanya. Lampu itu bagaikan sengaja memperlama agar
kita makin terlambat. Belum lagi , kita
merasa para pengendara kendaraan lain juga memperparah dg menghalangi laju kendaraaan
kita, shg kita makin terlambat. Seakan mereka berkomplot utk memperlambat laju
kendaraan kita. Nah kemarahan kita makin mengalir.
Lalu
kita makin terpancing mulai membunyikan klakson, dan berteriak dan menyumpahi
orang lain , apa hasilnya? Apakah itu membuat kita merasa lebih baik? Apakah
itu membuat mobil akan melaju lebih kencang?
Saat itu ternyata kemarahan sama sekali tidak memiliki manfaat yg
nyata dan juga tidak mengubah keadaan menjadi seperti yg kita inginkan. Bahkan
saat kemarahan berlebihan menyebabkan
godaan untuk meluapkannya dengan memaki orang lain makin kuat , atau melemparkan
kesalahan kpd orang lain, apakah tindakan ini menjadikan kita
merasa lebih nyaman?
Saat mulai reda kemarahan , bisa jadi kita akan berpikir
lebih jernih apa yg bisa diperbuat oleh mesin lampu merah ? ia hanyalah mesin
yang diseting begitu , benda itu juga tak bisa protes untuk menyala lebih cepat
atau menyala lebih lama. Lalu juga apa urusan orang lain dengan urusan
keterlambatan kita, toh mereka juga punya urusannya sendiri. Ya bisa jadi
seperti itulah apabila kita tenggelam dalam kemarahan, seolah apapun disekitar
kita memusuhi kita.
Kita terpancing kemarahan , karena sesuatu
yg kita inginkan tidak kesampaian. Orang lain tidak bertindak sebagaimana yg
kita inginkan. Misal , mereka mengingkari kesepakatan yang telah ada dst.
Karena mereka tidak melakukan seperti yang kita harapkan, kita lebih mudah
terpancing untuk marah.
Sahabatku, apa sih kemarahan itu ?
Sebenarnya kemarahan adalah sesuatu yg menggelisahkan, membuat sesak kalbu. Tak seorangpun dapat merasakan
kenyamanan saat marah. Marah tidak membuat kita merasa lebih baik. Marah tidak
membuat makanan kita terasa lebih enak. Ketika marah kita tidak merasa nyaman
dan kita makin sulit tidur.
Kadang kemarahan tidak nampak dalam
perbuatan atau tindakan. Kemarahan tidak harus berujud keributan, teriakan dst.
Apapun bentuk kemarahan akan berpengaruh langsung kepada pencernaan yang memburuk
(maag), atau tidak bisa tidur aatau gelisah dalam tidur , atau hal-hal lain
yang merusak diri .
Kita bisa jadi
bisa meredam kemarahan , karena kita bisa menahan kemarahan untuk tidak
timbul keluar. Namun menahan kemarahan
juga tidak mudah, bisa jadi lebih menyakitkan. Dilain pihak mengkungkapkan kemarahan bahkan meledak-ledak , akan menumbuhkan
percikan permusuhan kepada orang lain, lingkungan sekitar , bahkan binatang pun
tidak akan mau berada di dekat kita. Mereka cepat atau perlahan akan menjauh
karena mereka menjadi tidak nyaman oleh keberadaan kita, karena kemarahan kita.
Sebenarnya, kemarahan itu hanya sebentar. Disaat yg lain ketika perasaan-perasaan
gelisah seperti kemarahan, permusuhan, dan kebencian tidak muncul. Hal ini menunjukkan bahwa perasaan-perasaan merusak itu tidak
bersifat tetap . Kemarahan bukan bagian dari sifat dasar cita kita dan
oleh karena itu mereka adalah sesuatu yang bisa dihilangkan. Dengan menghentikan penyebab kemarahan kita (tidak
hanya secara permukaan, tetapi pada tingkatan terdalam ) pasti ada kemungkinan untuk mengatasi
kebencian dan memiliki kedamaian cita.
Mari kita berlatih untuk memperbaiki
diri membuang kemarahan dan semua sikap dan perasaan yang gelisah. Jika kita
tidak punya alasan untuk melakukannya, mengapa kita melakukannya? Oleh karena
itu memiliki dorongan adalah penting. Janganlah menahan kemarahan, tetapi
biarkan kemarahan itu berlalu menjauh dari kita.
Bagaimana cara membiarkannya berlalu?
Caranya dengan membiarkannya sebagaimana adanya. Ini bukan berarti kita
memusnahkan atau membuang kemarahan , melainkan lebih pada meletakkan dan
membiarkannya sendiri.
Ketika menyadari saat kita sedang terbelenggu marah , membiarkan
pergi tidak sama dg menyingkirkan atau membuang. Bila saya sedang memegang
sebuah jam dan anda berkata, 'Lepaskan jam itu!', perkataan anda bukan berarti
'buang'. Bisa jadi saya berpikir bahwa saya mesti membuangnya karena melekat
padanya, tetapi ini pun hanyalah keinginan untuk menyingkirkan. Kita cenderung
berpikir bahwa menyingkirkan objek merupakan cara untuk menyingkirkan
kemelekatan. Tetapi bila saya dapat merenungkan kemelekatan, penggenggaman jam
ini, saya menyadari bahwa tiada artinya berusaha menyingkirkannya ( jam ini
bagus; tepat waktu dan tidak berat untuk dibawa-bawa ). Jam ini bukanlah
masalahnya.
Jadi apa yang saya lakukan?
Lepaskan, kesampingkan (letakkan atau
simpan dg baik ) tanpa ada kebencian.
Kemudian saya boleh mengambilnya lagi, melihat pukul berapa saat itu serta
kembali meletakkannya bila perlu. Begitu juga dengan kemarahan, kita tidak bisa
menyingkirkannya , jadi letakkan kemarahan itu di tempatnya. Dan kita gunakan kemarahan
itu hanya dalam alasan-alasan yg dibenarkan Allah, atau marah hanya karena
Allah semata. Dan bukan karena alasan yang lain.
Memang mengapa kita harus marah?
Marah itu memboroskan energi kita,
marah melemahkan jiwa,
marah menurunkan kewibawaan, menghilangkan kebijaksanaan dan banyak keburukan
lainnya. Semua itu tak bagi diri kita sendiri.
Kemarahan adalah penjara yg membelenggu kita dalam
kebebasan meraih kebahagiaan. Jadi biarkan kemarahan berlalu, jangan biarkan ia membelenggu pikiran dan
sikap kita. Toh semua persoalan di sekitar kita akan berlalu juga seiring dg perputaran waktu. Serahkanlah
kepada Allah yg mengurusnya. Marilah kita terus berupaya meningkatkan sifat
sabar , memaafkan memberikan kebahagiaan
yg lebih nyata daripada harus mengungkapkan kebencian. Dan jika harus marah maka jadikan kemarahan itu hanya karena
Allah bukan dengan alasan yang lain.
Allahu a’lam
Sumber :Opening the door of your heart (Ajahn Bhram), dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar