Diriwayatkan , di samping Rasulullah SAW ada orang yg memuji-muji temannya. Lalu, Rasulullah mengingatkannya, ''Celaka kamu! Kamu telah memotong leher saudaramu itu.
Kalau ia mendengar, ia tidak akan
senang.'' Beliau
melanjutkan, ''Kalaulah kamu hrs memuji saudaramu,
lakukanlah itu dg jujur
dan objektif.'' (Hr Bukhari Muslim).
Jere E. Brophy dlm Motivating Student to Learn, bhw pujian adl bagian penting dlm menjaga tingkat motivasi karyawan. Karyawan dpt
lebih produktif bila diberikan semangat dan kepercayaan diri lewat pujian tulus.
Disisi lain pujian dpt merusak. Pujian berlebihan ber-efek
menimbulkan perasaan bangga diri
(kesombongan). Efeknya bisajadi mirip
dg cercaan. Pujian berlebihan juga
mengakibatkan seseorang stagnan bahkan layu. Bibit kesombongan membuat seseorang stagnan ,
cacian berlebihan juga mengakibatkan seseorang stagnan dlm demotivasi yg parah. Bagai air yg tak mengalir,
yg berlanjut pd pembusukan. Pujian berlebihan atau
cercaan bisa menjadikan prestasi merosot .
Rasulullah saw
bersabda, yg artinya , “Berhati-hatilah dgn pujian. Sesungguhnya itu adl
penyembelihan.” (HR. Al-Bukhari) .
Lepas dari topik manajemen orgnaisasi , di
keseharian seringkali pujian justru
membuat seorang hamba menjadi menderita
karena ia tidak lagi merdeka oleh pujian tak bertanggungjawab
itu. Ia akan terbelenggu oleh status tsb.
Ia akan sulit menerima kebenaran dari orang lain.
Pujian
berlebihan bisa mengakibatkan kita terlena dengan pujian. Kita merasa nyaman
dengan pujian itu atau bahkan ketagihan untuk mendapatkan pujian yang lebih
besar. Pujian yang tidak disikapi dengan hati-hati bisa menjadi malapetaka. Bisa menipu diri,
dan menutup diri dari nasihat orang, serta menghancurkan keikhlasan. Pujian
akan menggerus rasa ikhlas dalam diri kita. Pujian bisa memudarkan motivasi
keikhlasan kita.
Keadaan inilah yang kita sebut sebagai penjara keihklasan , dan sedikit yg bisa lolos. Misalnya, penyematan panggilan ustadz terhadap seseorang. Hal itu bisa membuatnya menjadi terjebak menjadi senantiasa ingin dipuji dihormati.
Rasulullah saw bersabda ,yg artinya ,”
Tidaklah seseorang menganggap besar dirinya sendiri, berjalan sambil
menyombongkan diri kecuali ia akan bertemu Allah sedangkan Allah murka
thdpnya,” (Shohibul jami’ al-Shoghir 5711)
Malapetakan besar menunggu seorang hamba yang terjerat pujian hingga ia terjatuh dalam kesombongan (berbangga diri). Membanggakan diri sendiri (prestasi diri), akan menghapus amal kebaikan-kebaikan walau telah dilakukannya dgn keikhlasan.
Sebagaimana Firman Allah, yg artinya ,” Maka masukilah
pintu-pintu neraka jahanam, kalian kekal didalamnya. Maka amat buruklah tempat
orang-orang yg menyombongkan diri “. (Qs. An-Nahl : 29).
Pujian yg ada seharusnya dijadikan
sebagai instropeksi diri untuk lebih mengenal diri . Karena ini berpotensi menjerumuskan diri bila ia tergelincir menjadi tersanjung. Parahnya lagi bukan
dijadikan sebagai bahan instropeksi namun justru menjadi semacam kebutuhan , sehingga apa yang dilakukan
tertanam sebagian motivasi untuk meraih pujian. Inilah yang menjadi bibit kerusakan dimana pujian bukan lagi sebagai sarana , tetapi sudah
menjadi tujuan. Motivasi mencjadi
melenceng b agaimana bisa dapat pujian. Dalam situasi tertentu terkadang Saudaraku , mendapatkan hinaan justru tidak
membuat diri kita lebih buruk, , kecuali kita mengizinkannya.
Selanjutnya mari
kita melihat dari sudut orang yang memuji . Mengapa orang lain memuji kita? Apa
motivasinya ?
Alasan pertama adalah
bahwa besar kemungkinan karena mereka tidak tahu sebenarnya siapa diri kita. Apabila
mereka tahu siapa diri kita yang sebenarnya, pasti mereka tidak akan memuji.
Karena sesungguhnya kita terlalu buruk dari apa yang mereka kira.Yang perlu diwaspadai
adalah ternyata kita nantinya akan terjebak dalam situasi dimana kita justru
akan menikmati sesuatu yg tidak ada pada diri kita itu. Pujian dpt membuat kita
cenderung makin meyakini seperti apa yg dikatakan orang. Kita menjadi tidak
jujur kepada diri sendiri. Kita mengingkari apa yg sebenarnya ada dalam diri
kita .
Orang yg memuji karena persepsi mereka
kepada kita. Sedangkan persepsi dari hasil pengamatan panca indera mreka. Sebenarnya
Persepsi hanyalah hasil dari proses yang digunakan individu
mengelola dan menafsirkan kesan
indera mereka dalam rangka
memberikan makna kepada suatu obyek. Sedangkan kemampuan panca indera manusia sangat terbatas,
ia hanya bisa melakukan pengamatan dan penilaian untuk sebagian kecil obyek
saja. Sehingga apa yang
dipersepsikan seseorang dapat jauh berbeda
dari kenyataan yang obyektif. Kita menjadi tertipu karena apa yang menjadi persepsi
orang lain terhadap kita, sebenarnya tidak ada. Seakan kita menjadi buta
terhadap kondisi diri kita yang sebenarnya.
Sebagaimana
Rasulullah bersabda, yang artinya , "Menyukai sanjungan dan pujian membuat
orang buta dan tuli." (HR. Ad-Dailami).
Seharusnyalah ,
pujian itu membuat kita malu. Karena apa yang mereka katakan, sebenarnya tidak
ada pada diri kita. Pujian akan membimbing kita untuk berbohong pada dirin
sendiri. Dan yang
perlu diingat dalam proses dalam Puji-Memuji, bahwa
1.
Kita
dipuji, bukan karena kelebihan kita. Tapi semata-mata Allah menutup kekurangan
(aib) kita.
2.
Allah
menggerakan orang yg memuji kita, untuk menguji keikhlasan kita. Sampai
seberapa jauh tingkat keikhlasan kita dalam mengerjakan perkara ibadah ataupun
urusan muamalah.
Pujian bisa mengaburkan bahkan menggerus
keikhlasan kita , karena kita melakukan sesuatu tidak semata-mata karena Allah
sebagai ukuran , namun ditunggangi kepentingan selain Allah. Bahkan untuk
urusan sederhana pun , tidak lolos dari potensi bahaya pujian. Dimana
kesederhanaan seseorang bisa tumbuh motivasi agar mendapat pengakuan atau dinilai
tawadlu oleh orang lain. Jangan terlalu menikmati
pujian karena bisa terjebak. Pujian itu bisa memabukkan diri seseorang.
Imam Ghazali dalam Ihya 'Ulum al-Din,
menyebutkan enam bahaya (keburukan) yang dapat tumbuh dari puji memuji itu.
Dikatakan, empat keburukan kembali kepada orang yang memberikan pujian, dan dua
keburukan lainnya kembali kepada orang yang dipuji.
Bagi pihak yang memuji, keburukan-keburukan itu berisi beberapa kemungkinan.
1.
ia dapat melakukakan pujian secara berlebihan sehingga ia
terjerumus dalam dusta.
2.
ia memuji dengan kepura-puraan menunjukkan rasa cinta atau
simpati yg tinggi padahal dalam hatinya bisa jadi lain. Sehingga ia terjjangkit
sifat hipokrit.
3.
ia menyatakan sesuatu yg tidak didukung fakta yg lengkap. Bisa
jadi hanya membual belaka.
4.
ia telah membuat senang orang yg dipuji, padahal ia orang jahat (fasik). Orang jahat,
kata Ghazali, jangan dipuji biar senang, tetapi harus dikritik untuk
introspeksi.
Sedangkan bagi pihak yang dipuji terdapat dua keburukan yg bisa timbul.
1.
ia bisa terjangkit sifat sombong (kibr) dan merasa besar
sendiri('ujub). kibr dan 'ujub merupakan penyakit hati yg mematikan.
2.
ia bisa lupa diri dan lengah karena mabuk pujian.
Menurut Imam Ghazali, bahwa orang yang merasa besar (hebat) sesungguhnya ia
lengah. Karena ia merasa tidak perlu bersusah payah dan bekerja keras, kerja
keras hanya mungkin dilakukan oleh orang-orang yang merasa banyak kekurangan
dalam dirinya.
Imam Ghazali menyatakan pula bahwa sebenarnya pujian boleh dilakukan asalkan dapat terhindar
dari keburukan-keburukan. Bahkan, dalam kadar dan situasi tertentu pujian itu
diperlukan.
Rasulullah SAW juga pernah memuji Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan
sahabat-sahabat beliau yang lain. Namun, pujian beliau dilakukan dengan jujur
dan penuh kearifan. Sehingga tidak menjadikan para sahabat tergelincir dalam
kesombongan.
Dalam suatu kesempatan ada seseorang telah memuji Ali bin Abi Thalib ra .
Lalu, dikatakan kepada orang itu bahwa,''Aku tidak sebagus yang kamu katakan.''
Dalam kesempatan lain, ketika banyak menerima pujian, beliau Ali bin Abi Thalib ra justru berdoa, ''Ya
Allah, ampunilah aku atas perkataan mereka, dan jangan Engkau siksa aku
gara-gara mereka.Berikanlah kepadaku kebaikan dari apa yang mereka sangkakan
kepadaku.''
Agar
dapat menyikapi pujian secara sehat, Rasulullah SAW memberikan tiga kiat untuk
menghadapi pujian ;
1. mawas
diri supaya tidak terbuai oleh pujian. Oleh karena itu, setiap kali ada yg
memuji beliau, Rasulullah SAW menanggapinya dengan doa, "Ya Allah,
janganlah Engkau hukum aku karena apa yang dikatakan oleh orang-orang
itu." (HR Bukhari). Lewat doa ini, Rasulullah SAW mengajarkan bahwa pujian
adalah perkataan orang lain yang potensial menjerumuskan kita.
2. Menyadari
bhw hakikat pujian adl tabir dari sisi gelap kita yg tidak ingin diketahui
orang lain. Karena, ketika ada yang memuji kita, itu lebih karena
ketidaktahuannya akan sisi gelap kita. Rasulullah SAW dalam menanggapi pujian
adalah dengan berdoa,"Ya Allah, ampunilah aku dari apa yang tidak mereka
ketahui (dari diriku)." (HR Bukhari).
3. Kalaupun
sisi baik yg dikatakan orang lain memang benar ada dalam diri kita, Rasulullah
SAW mengajarkan agar memohon kpd Allah SWT untuk dijadikan lebih baik lagi.
Maka, kalau mendengar pujian seperti ini, Rasulullah SAW kemudian berdoa,
"Ya Allah, jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka kira." (HR
Bukhari).
Saudaraku, pujian maupun hinaan bisa menjadi motivator
diri yang kuat . Kita hanya perlu melihatnya dari sisi kebaikannya. Hinaan
menjadikan kita lebih intensif melakukan perbaikan diri dari sifat atau
perbuatan buruk kita. Sedangkan pujian akan membuat kita lebih mensyukuri
nikmat Allah dan menyadari sebenarnya yang paling berhak pujian hanyalah Allah.
Karena apapun yang terjadi dalam diri kita adalah atas izin Allah . Dan hinaan
maupun pujian seharusnya dapat membuat kita lebih terpacu menjemput nikmat
Allah yang lebih besar .
Allahu a’lam
Sumber : Muhammad Nuh . Dakwatuna.com, M. Taqiyyuddin Alawiy, Pengajar Madrasah Diniyah Nurul Huda Mergosono Malang , Yusran Pora dalam Gagal itu
Indah , muslim.or.id eramuslim, Jere E. Brophy ; Motivating Student to Learn dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar