Rasulullah
bersabda, yg artinya,” Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf, menyukai sifat pemaaf,”
(Shahih al-Jami’ al Shagir, 1.779). Rasulullah bersabda, yg artinya ,”
Barangsiapa memaafkan kesalahan orang lain mk Allah akan memaafkan kesalahannya
pd hari kiamat” (Hr. Ahmad no. 7122).
Saat menyadari manfaatnya , mk
memaafkan jauh lebih bermanfaat bagi pihak yg memaafkan daripada pihak
yg dimaafkan. Sometimes
it can be difficult to forget about the past and forgive, particularly if the
offending acts were on going or traumatic.
When you’ve been hurt, figuring out how to forgive can be difficult. My
brother, to forgive is to set a prisoner free and discover that the prisoner
was you.
Kita tidak pernah luput dari
kesalahan. Begitu juga dengan orang lain. Menerima kesalahan dan atau memaafkan
mereka yang bersalah adalah suatu perbuatan yang mempunyai tingkat kesulitan
yang tinggi. Apalagi bila kesalahan yang dilakukannya sangat menyakitkan. Memaafkan
memang bukan hal mudah atau hal yg bisa dipaksakan. Namun kita akan lebih mudah
memaafkan jika kita menyadari bhw memaafkan jauh memberikan manfaat dari pada
dendam. Ketenangan yg diraih bukan dgn membalas , tetapi dgn memaafkan.
Saudaraku, siapa sebenarnya
pihak yang akan tertimpa sakit bila tidak melakukan tindakan memaafkan itu.
Apakah orang lain juga merasakan perasaan kita yang sakit? Jawabannya , tentu saja tidak. Semua rasa
sakit itu hanya kita yang merasakannya. Jadi buat apa menyiksa diri bila kita
bisa melepaskan semua itu dengan memaafkannya.
Kita
mungkin berpikir bahwa kita hanya dapat belajar dari mereka yg baik kepada
kita. Padahal sebenarnya kita dapat belajar hal yg lebih berharga dari mereka
yg telah berbuat zalim atau melukai hati kita. Dengan kejernihan hati kita bisa
membaca hikmah di balik kejadian yang menimpa kita. Karena tidak ada satu peristiwa
pun yang menimpa kecuali telah dikehendaki Allah Ta’ala.
Kita
jangan hanya terjebak menyesali dan sakit hati dengan kesalahan orang lain.
Tetapi lihatlah hikmah di balik kejadian semua itu. Memaafkan akan melapangkan
jiwa dan melunakkan hati.
Secara
psikologis, memaafkan merupakan proses menurunnya motivasi membalas dendam dan
menghindari interaksi dengan orang yang telah menyakiti sehingga cenderung
mencegah seseorang berespons destruktif dan mendorongnya bertingkah laku konstruktif dalam hubungan
sosialnya (Cullough, Worthington, Rachal, 1997)
Sebagaimana
riwayat Bukhari dan Muslim, suatu ketika Rasulullah SAW mendapat hadiah masakan
daging kambing. Maka beliau memakannya, begitu pula para Sahabat.
Namun,
beberapa saat kemudian, beliau bersabda, “Berhentilah kalian makan, karena sungguh daging ini beracun.“
Kemudian
didatangkanlah perempuan pengirim makanan tsb kpd Rasulullah SAW.
Beliau bertanya, “Apa yang mendorong kamu berbuat seperti ini?”
Perempuan
itu menjawab, “Saya hanya ingin mengetahui, kalau engkau benar-benar Nabi.
(Jika engkau Nabi) maka Allah akan memberitahu apa yang ada di dalam daging itu
dan sekali-kali tidak akan mencelakakanmu.”
Para Sahabat berkata, “Apakah kita akan membunuhnya?”
Para Sahabat berkata, “Apakah kita akan membunuhnya?”
Rasulullah
SAW menjawab, “Tidak.” Beliau bahkan memaafkan perempuan itu.
Memaafkan termasuk ciri hamba Allah Azza wa Jalla yang
bertakwa kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya.
الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
(Orang-orang
yang bertakwa adalah) mereka yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang
maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya serta (mudah) memaafkan
(kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
(Ali-Imran : 134)
Allah SWT mencintai orang yang pemaaf, dan sifat pemaaf adalah salah satu sifat yang bisa mendekatkan diri di sisi Allah dan meraih pahal adan kebaikan dari-Nya yang melimpah.
Allah SWT mencintai orang yang pemaaf, dan sifat pemaaf adalah salah satu sifat yang bisa mendekatkan diri di sisi Allah dan meraih pahal adan kebaikan dari-Nya yang melimpah.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara khsusus menggambarkan besarnya keutamaan
dan pahala sifat mudah memaafkan di sisi Allah Azza wa Jalla dalam sabda beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba
dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya) kecuali kemuliaan (di dunia dan
akhirat)” [(R. Muslim no. 2588 dan imam-imam lainnya)
Rasulullah
bersabda, yang artinya ,” Keutamaan yang paling utama adalah kamu menyambung
orang yang telah memutusmu, kamu memberi orang yang tidak pernah memberimu dan
memaafkan orang yang mencelamu”, (Hr. Ahmad , no. 15065)
Arti bertambahnya kemuliaan orang yang pemaaf di dunia adalah dengan dia dimuliakan dan diagungkan di hati manusian karena sifatnya yang mudah memaafkan orang lain, sedangkan di akhirat dengan besarnya ganjaran pahala dan keutamaan di sisi Allah Azza wa Jalla. (syarh Shahih Muslim 16/14 dan Tuhfatul Ahwadzi 6/1502)
Spring
( psikolog klinis dari Yale University ), sebenarnnya memaafkan bukanlah
tindakan yang bersih murni untuk orang lain dan mengabaikan kepentingan diri sendiri. Memaafkan adalah bagian dari
proses yang dimulai ketika kita berbagi rasa sakit hati setelah peristiwa
menyakitkan berakhir dan akan berkembang begitu kita punya pengalaman
mengoreksi diri, yang membangun kembali rasa percaya dan keakraban terhadap
orang lain.
Ketika seseorang
memaafkan orang yg dibenci, maka beban emosinya berkurang. Berat-ringannya
memaafkan orang itu berkaitan dengan besar-kecilnya rasa kesal atau dendam kita
kepada seseorang. Semakin dalam rasa kekesalan,kebencian, dan permusuhan kita
kepada seseorang, semakin berat kita untuk memaafkannya. Namun, kalau kita bisa
memaafkan, muncul rasa lega dan dada terasa lapang.
Allah berfirman
,
وَلْيَعْفُوا۟ وَلْيَصْفَحُوٓا۟ ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ ٱللَّهُ
لَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌۭ رَّحِيمٌ
“...dan hendaklah mereka memaafkan
dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ,”
(Qs. An-Nur : 22).
Sungguh balasan dari Allah sesuai dengan jenis perbuatan hamba
itu, jika ia memaafkan kesalahan orang lain, maka Allah akan mengampuni
dosa-dosanya, dan jika ia berlapang dada atas kesalahan orang lain ,maka Allah
akan menghapus dosa-dosanya.
Dalam jurnal
ilmiah “New
Forgiveness Research Looks at its Effect on Others”, dinyatakan bahwa
berlimpah bukti telah menunjukkan perilaku memaafkan mendatangkan manfaat
kesehatan bagi orang yang memaafkan. Lebih jauh dari itu, penelitian terbaru
mengisyaratkan pula bahwa pengaruh memaafkan ternyata juga berimbas baik pada
kehidupan orang yang dimaafkan.
Saudaraku,
kita harus meyakini bahwa perbuatan memaafkan tersebut terutama ditujukan untuk
ketenangan jiwa kita sendiri. Worthington Jr (psikolog Virginia Commonwealth University) dalam karya
ilmiahnya, “Forgiveness in Health Research and
Medical Practice” , memaparkan dampak sikap memaafkan terhadap
kesehatan jiwa raga, dan penggunaan “obat memaafkan” dalam penanganan pasien.
Allah
berfirman, yang artinya ” Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan
yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. (Qs. Al-A’raf :
199)
Diriwayatkan Ath-Thabari, ketika ayat ini diturunkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam (SAW) meminta penjelasan kepada Jibril tentang maksud dan kandungannya.
Jibril
kemudian menjawab, “Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan agar engkau
memaafkan, sekalipun kepada orang yang menganiayamu (agar engkau) memberi
kepada orang yang menahan pemberiannya, dan (agar engkau) menyambung silaturrahim,
meskipun kepada orang yang sengaja memutuskannya.”
Diriwayatkan
Anas bin Malik , bhw Rasulullah SAW pernah memuji sahabat bernama Abu
Dhamdham di depan para Sahabat. “Apakah kalian mampu berbuat seperti yang
dilakukan Abu Dhamdham?” kata Rasulullah SAW.
Para
Sahabat bertanya, “Apakah yg dilakukan Abu Dhamdham ya Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Ia adalah orang yg ketika bangun pagi selalu mengucapkan doa, ‘Ya Allah, saya berikan jiwa dan nama baik saya. Jangan dicela orang yg mencela saya dan janganlah dizalimi orang yg menzalimi saya , serta jangan dipukul orang yg memukul saya,’.”
Beliau menjawab, “Ia adalah orang yg ketika bangun pagi selalu mengucapkan doa, ‘Ya Allah, saya berikan jiwa dan nama baik saya. Jangan dicela orang yg mencela saya dan janganlah dizalimi orang yg menzalimi saya , serta jangan dipukul orang yg memukul saya,’.”
Jadi, bukankah sesungguhnya memaafkan itu suatu terapi terbaik
untuk kesehatan kita sendiri? Begitu
kita memaafkan seseorang, beban berkurang, luka membaik. Bila benci serta
dendam telah hilang sama sekali dari hati kita, kehidupan menjadi sehat dan
ringan kita jalani. Orang yang memelihara kebencian dalam dirinya seperti orang
yang memelihara penyakit. Saat sedang emosi , kita cenderung mudah
melakukan tindakan-tindakan yang nantinya justru akan kita sesali.
Imam
Ibnu Qoyyim berkata: Wahai Anak Adam!. Sesungguhnya diantara Allah dan dirimu
terdapat berbagai kesalahan dan dosa-dosa yang mana tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia, dan sesungguhnya engkau senang apabila Allah
mengampuni (dosa-dosa tersebut) bagimu, bilamana engkau senang jika Allah mengampuni
(dosa-dosa tsb) bagimu, maka maafkanlah kesalahan hamba-hamba-Nya.
Bilamana
engkau senang jika Allah mengampuni dosa-dosamu, maka ampunilah kesalahan
hamba-hambaNya, sebab suatu balasan akan sesuai dengan jenis amal perbuatan…..
jika engkau memberikan ampunan disini maka engkau akan diampuni di sana… bila
engkau dendam di sini maka akan di balas di sana, bila engkau meminta hak
disini maka dirimu akan dituntut di sana.
Memaafkan
merupakan bukti bagi kemuliaan jiwa. Dengan membuka pintu maaf
dengan ikhlas , kita akan dapat melihat hikmah dibalik musibah.
Muawiyah berkata: "Hendaklah kalian
bersikap santun dan bersabar sehingga kesempatan tersebut terbuka bagi kalian,
bila aku memberikan kekuasaan kepada kalian, maka hendaklah kalian membekali
diri dengan suka memberi maaf dan bersikap dermawan (dengan kebaikan).
Allahu a'lam
Sumber
: Maadzaa Yuhibbullaahu ‘Azza wa jalla
wa Maadzaa Yubghidhu (Adnan Ath-Tharsyah, Riyadh Maktabah Obekan), www.forgiving.org , Writing
about the benefit of an interpersonal transgression facilitates (McCullough ME,
Root LM , Cohen AD) , Gender differences in the relationship between empathy
and forgiveness (Toussaint L, Webb Jr) , Hidayatullah.com, Luarbiasa (Andrie
Wongso) , http://quran.insanislam.com,
dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar