Forgiveness is something you do for yourself. If I did
not forgive them , I would be very angry at them and if I
am angry who does it hurt? Myself. To forgive is to release.
Let it go. Freely and wholeheartedly grant freedom and blessing. Benar, memaafkan adalah hadiah besar untuk diri kita
sendiri.
Allah befirman
وَجَزَٰٓؤُا۟ سَيِّئَةٍۢ سَيِّئَةٌۭ
مِّثْلُهَا ۖ فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّهُۥ لَا
يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ
Dan
balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yg serupa, mk barang siapa memaafkan
dan berbuat baik maka pahalanya atas
(tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. (Qs. Asy-Syura:40)
Rasulullah bersabda yg artinya ”
Barang siapa menginginkan ditinggikan bangunan ( disurga ) dan dinaikan
beberapa derajat baginya maka maafkanlah orang yg berbuat zhalim, berilah orang
yang kikir dan bersilaturahimlah kepada orang yang memutuskan ( tali
silaturahim). ” Apabila telah terjadi kiamat, ada yang menyeru ‘Dimanakah
orang-orang yang suka memaafkan orang lain,Datanglah kamu semua kepada Tuhanmu
dan ambilah pahala-pahalamu.’
Inilah
salah satu hadiah besar bagi diri
si pemaaf , karena orang yg memaafkan, kemuliaan dan pahalanya sangat besar dan mendapatkan jaminan
surga. Karena sifat al-afwu (pemaaf) Rasulullah memberi maaf,memberi ampun
terhadap orang yang melakukan kesalahan tanpa rasa benci terhadapnya atau sakit
hati atau ada keinginan untuk membalas padahal mampu membalasnya.
Memaafkan adalah salah satu kunci kekuatan
cinta .Memohon Ampunan kepada Allah,Memaafkan diri kita ,orang tua
Anda,anak-anak dan memaafkan siapa saja.Ya.
memaafkan adalah bentuk tertinggi dari cinta; ia membebaskan kesenangan,
membawa kedamaian, melemahkan emosi-emosi negatif dan mengurangi
penderitaan-penderitaan dan kesengsaraan yang tak perlu. Permaafan mengizinkan
cinta kembali masuk ke dalam kesadaran Anda. Permaafan adalah rahasia
kebahagiaan. Salah satu rahasia hidup panjang umur dan berlimpah adalah
memaafkan siapa saja dan apa saja.
Kita dapat memahami
bahwa sifat atau perbuatan memaafkan akan
membawa banyak manfaat, khususnya bagi
si yang memafaakan. Namun tentu
upaya untuk mengampuni tidak selalu mudah. Sikap atau perbuatan memaafkan
memang tidak dapat kita paksakan kepada diri sendiri maupun orang lain. Direktur of the Stanford Universitu dan penulis Forgive for Good : a Proven
Presciption for Health and Happines Prof. Frederick Luskin, menyatakan bahwa
Forgiveness, like love can not be forced. Namun bukan berarti itu tidak mungkin bisa kita lakukan.
Memaafkan akan
menjadikan pikiran perasaan , dan sikap seseorang menjadi positif. Dan
penelitian banyak membuktikan bahwa memaafkan , memang jauh lebih bermanfaat
bagi kesehatan mental maupun fisik.
Proses memaafkan menjadikan sistem kekebalan tubuh menjadi lebih kuat
dan hormon pemicu strees berkurang, hubungan sosial dan kehidupan menjadi lebih
baik.
Kemarahan dapat memicu
stress, hipertensi dan sakit jantung serta beebrapa penyakit lainnya. Jika kita
mampu mengubah kemarahan menjadi memaafkan, itu akan memberi kekuatan lebih
pada kita untuk melakukan lebih banyak tindakan positif an rasa percaya diri
menatap langkah berikutnya. Bagaimanapun bentuknya , memaafkan membuat diri
kita menjadi lebih baik dan lebih nyaman.
Kita bisa memahami memaafkan
melahirkan kemuliaan, namun kita sering merasa berat melakukannya. Yang muncul
justru sikap reaktif. Ketika ada orang yang menyakiti kita, dengan alasan
keadilan, kita pun refleks membalasnya. Bahkan tidak jarang malah berlebihan. Kalau pun tidak mampu membalas, masih ada rasa
sakit tersimpan di hati. Ada rasa dendam.
Memaafkan memang terasa berat, tapi tidak
memaafkan juga memberikan efek yang lebih
merugikan. Orang yang membawa dendam sama saja dengan membawa beban berat
sepanjang waktu. Hati ini akan sakit kala teringat seseorang yang menyakiti
kita. Apalagi kalau bertemu langsung. Rasa sakit di hati itu sesungguhnya malah
semakin membelenggu jiwa kita sendiri. Potensi kita tak bisa optimal karena
adanya beban itu. Berpikir pun tidak jernih lagi. Selalu berprasangka negatif.
Islam memuji orang yang menghiasi dirinya
dengan sifat pemaaf. Ia akan dimasukkan ke dalam golongan manusia terbaik yang
akan menggapai kecintaan dan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Islam memberikan peluang orang
yang terzalimi untuk membalas dengan balasan setimpal.
Allah
Ta’ala berfirman ,
وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَابَهُمُ ٱلْبَغْىُ هُمْ يَنتَصِرُونَ
وَجَزَٰٓؤُا۟ سَيِّئَةٍۢ سَيِّئَةٌۭ مِّثْلُهَا ۖ فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ
فَأَجْرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ
“Dan
( bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka
membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka
barang siapa mema`afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.
Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Qs. As-Syura: 39-40)
Namun, islam senantiasa menganjurkan setiap orang untuk
memberi maaf. Sebab, Allah Ta’ala menyebut yang demikian itu merupakan hal-hal
yang di utamakan.
Sesungguhnya tindakan kejahatan apabila
dibalas dengan kejahatan maka akan melahirkan sifat dengki dan dendam. Tetapi,
jika kejahatan dibalas dengan kebaikan, maka akan memadamkan api kemurkaan,
menentramkan jiwa, serta membersihkan noda-noda dendam.
Begitu kita mulai memaafkan, beban yang menggelayut dalam jiwa
pun terlepas. Kita merasa terbebas dari belenggu. Jiwa kita pun semakin
tenteram. Memaafkan kesalahan orang lain bukan berarti kita membiarkan
kesalahan mereka. Bukan pula kita lantas menganggap kesalahan itu sebagai
kebenaran. Kita memaafkan orangnya, tapi
kita harus tetap menganggap kesalahannya sebagai sebuah kesalahan. Apalagi jika
hal itu masalah prinsip. Dengan
memaafkan orangnya, kita menjadi jernih melihat masalah yang kita hadapi. Yang
kita lakukan sekadar mengingatkan kesalahan mereka demi kebaikan mereka
sendiri, bukan untuk melampiaskan kejengkelan kita. Dengan begitu kita bisa
menjadi orang baik yang memperbaiki, shalih dan mushlih.
Membiarkan diri kita sakit hati sama sekali
tak bisa menyelesaikan masalah. Lebih parah, membalasnya malah bisa kian
memperburuk masalah.
Orang yang tidak mau memaafkan dan terus
mempersoalkan, tidak akan mampu mengambil manfaat dan hikmah untuk kebaikan
hidupnya. Rasa sakit hati juga menunjukkan kita kurang sabar dan ridha dengan
ketentuan Allah Ta’ala. Dengan tidak mau
memaafkan, kita kehilangan kesempatan meraih derajat kemuliaan. Jika kita mampu
mengatasi ego dan tidak terburu menyikapi suatu masalah, kita akan mampu
memaafkan dan mengambil hikmah.
Al-Qur`an secara spesifik suatu menegur
Abu BakarAsh- Shiddiq karena ia telah bersumpah akan memutuskan hubungan
kekerabatan dan menghentikan bantuan keuangan yg biasa diberikannya kepada
sepupunya, Misthah bin Utsatsah.
Peristiwa ini bukan tanpa alasan. Misthah
telah melukai hati Abu Bakar karena ikut menyebar-luaskan berita bohong
(haditsul ifki) tentang ‘Aisyah, putri kesayangannya. Dalam berita dusta itu disebutkan bahwa
‘Aisyah telah berbuat tidak baik dengan lelaki lain. Siapa yang hatinya tidak marah
jika putrinya difitnah seperti itu?
Akan tetapi Allah Ta’ala justru
menurunkan ayat tentang tindakan Abu Bakar. Allah Ta’ala
berfirman, sebagaimana disebutkan dalam akhir Surat An-Nuur [24] ayat 22, “…
dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin
bahwa Allah mengampunimu?”
Setelah ayat itu disampaikan oleh
Rasulullah SAW, secara spontan Abu Bakar menjawab pertanyaan Allah Ta’ala
dengan berdoa, “Ya Allah, aku lebih suka agar Engkau mengampuniku, dan aku
sudah memafkannya.”
Abu Bakar memberi maaf kepada sepupunya yang menyebarkan fitnah keji itu sebelum Misthah datang meminta maaf. Baginya, ampunan Allah Ta’ala jauh lebih penting dari pada sekadar permintaan maaf orang lain.
Ia tidak menunggu sepupunya merengek-rengek atau menunduk-nunduk meminta maaf. Meminta maaf atau tidak, ia telah memaafkannya.
Abu Bakar memberi maaf kepada sepupunya yang menyebarkan fitnah keji itu sebelum Misthah datang meminta maaf. Baginya, ampunan Allah Ta’ala jauh lebih penting dari pada sekadar permintaan maaf orang lain.
Ia tidak menunggu sepupunya merengek-rengek atau menunduk-nunduk meminta maaf. Meminta maaf atau tidak, ia telah memaafkannya.
Karena itu, saat hati marah, berzikirlah
dengan memperbanyak istighfar. Saat zikir, hati akan lebih tenang dan jernih.
Dengan zikir, rahmat Allah Ta’ala pun turun dan bisa kita akses untuk
melunakkan hati.
Jika kesadaran jernih, kita bisa bersikap arif, tidak reaktif. Inilah yang dicontohkan Rasulullah SAW sebagaimana firman Allah Ta’ala,”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka. ” (Ali Imran : 159).
Jika kesadaran jernih, kita bisa bersikap arif, tidak reaktif. Inilah yang dicontohkan Rasulullah SAW sebagaimana firman Allah Ta’ala,”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka. ” (Ali Imran : 159).
Prof Frederic Luskin PhD, dalam Forgive for
god a Proven Prescription for health and happinens, memaparkan beberapa kiat
dalam melatih diri untuk lebih mudah memaafkan
;
1.
Focus pada kejadian ata hal-hal yang positif, karena hal
ini akan mendorong kita lebih mudah meaafkan. Sebaliknya apabila kita
mempertahankan rasa sakit karena dilukai orang lain, maka lambat namun pasti
akan mereduksi kekuatan alamiah fisik dan spiritual kita, akhirnya akan
menjerumuskan kita kedalam pengalaman yang sangat menyakitkan.
Jadi berusahalah untuk melehat kebenaran dan sisi positif dari segala
sudut. Memang beutuh perjuangan tetapi dengan cara itu maka kehidupan kita
menjadi lebih menyenangkan.
2.
Melakukan manajemen stress, salah satunya dengan cara
meditasi, mengambil napas panjang, relaksasi dst. Kita boleh berharap semiliki
segala apa yang kita inginkan, namun hal itu tentu tidak akan dpat
terpenuhi. Langkah menajemen stress ini
akan lebih membantu kita menerima dengan ikhlas situasi apapun yang sedang kita
alami dan bersabar menghadapi tantangan berikutnya.
3.
Mendalami nilai-nilai agama yang dianut, dengan tekun
beribadah , berdoa dan melaksanakan ritual ibadah yang diyakini. Kekuatan
spiritual ini akan memudahkan kita untuk bersyukur, berserah diri dan berpikir
positif atas kehendak Tuhan. Dengan cara
ini kita akan lebih ringan memaafkan orang lain, mendapatkan ketenangan pikiran
serta bertindak lebih positif.
4.
Berempati atau mencoba membayangkan keadaan orang yang
telah melakukan kesalahan kepada kita dean berusaha memakluminya. Cara ini
membutuhkan perjuangan menuju kesabaran dan mereupakan jalan yang sulit dan
mendaki. Namun cara ini akan lebih membantu kita agar kita tidak makin
terjerumus dalam kesedihan, marah , kecewa dst.
Allahu a’lam
Sumber
: www.forgiving.org ,
Writing about the
benefit of an interpersonal transgression facilitates (McCullough ME, Root LM ,
Cohen AD) , Gender differences in the relationship between empathy and
forgiveness (Toussaint L, Webb Jr) , Hidayatullah.com, majalah luar biasa
(Andrie Wongso), dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar