Nabi Sulaiman dan Nabi Daud adalah orang yang paling zuhud di zamannya, walaupun kedua nabi Allah ini memiliki harta , kekuasaan dan istri-istri yang tidak dimiliki oleh orang selain mereka. Sedangkan pada jaman sahabat, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Az-Zubair , Utsman adalah orang-orang yang zuhud, walaupun mereka mempunyai harta yang melimpah.
Menurut Al-Imam Ahmad, zuhud didasarkan pada tiga perkara yaitu ; meninggalkan yang haram (dan ini merupakan zuhudnya orang awam), Meninggalkan yang berlebih-lebih dalam hal yang halal (merupakan zuhudnya orang-orang khusus), dan meninggalkan kesibukan selain dari Allah (dan ini zuhudny orang-orang yang memiliki ma’rifat).
Menurut Sufyan Ats-Tsauri, zuhud didunia artinya tidak mengumbar harapan.
Al-Junaid, berkata bahwa zuhud adalah orang yang tidak gembira karena mendapatkan dunia dan tidak sedih karena kehilangan dunia.
Sedangkan pengertian zuhud menurut al-Hasan, bahwa zuhud didunia bukan berarti mengharamkan yang halal dan menyia-nyiakan harta, tetapi jika kita lebih menyakini apa yang ada di Tangan Allah daripada apa yang ada di tangan kita, dan jika ada musibah yang menimpa, maka pahala atas musibah lebih disukai daripada jika tidak ditimpa musibah sama sekali.
Menurut Manzilus Sa’irin, dikelompokkan zuhud dalam 3 derajad yaitu :
- a. Zuhud yang syubhat.
Yaitu setelah meninggalkan yang haram, karena tidak menyukai celaan dari Allah, tidak menyukai kekurangan dan tidak suka bergabung dengan orang-orang fasik.
Zuhud dalam hal ini berarti meninggalkan hal-hal yang meragukan apakah halal atau haram dalam pandangan seorang hamba. Syubhat dikatakan sebagai sekat antara yang halal dan haram - b. Zuhud dalam perkara-perkara yang berlebihan.
Yaitu sesuatu yang lebih dari kebutuhan pokok, dengan memanfaatkan waktu semaksimal mungkin, dengan melepaskan kegoncangan hati dan dengan mencontoh para Nabi dan shiddiqin. Zuhud dalam hal ini, dimana seorang hamba mengisi waktunya hanyabersama Allah, sebab jika dia menyibukkan diri dalam perkara-perkara keduniaany yang melebihi kebutuhannya , maka dia akan merasa kehilangan waktu. Dalam tingkatan ini, seorang hamba mengisi setiap waktunya hanya mendekatkan dirinya kepada Allah, atau berbuat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bisa menolongnya untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti kebutuhan makan , minum, pakaian, tempat tinggal dst.
Jika dia memenuhi kebutuhan ini dengan niat menambah kekuatan untuk melakukan apa-apa yang dicintai allah dan menjauhi apa-apa yang dimurkai-Nya, maka ini dinamakan sebagai mengisi waktu, sekalipun dia mendapatkan kenikmatan dalam hal-hal ini. Melepas kegoncangan hati , dalam arti tidak tergantung kepada keduniaan, entah saat mendapatkannya atau saat melepaskannya. Zuhud adalah hati. - c. Zuhud dalam zuhud, dapt dilakukan dengan tiga cara , yaitu : menghinakan perbuatan zuhudnya, menyeimbangkan keadaan sata mendapatkan dan meninggalkan seuatu, tidak terpikir untuk mendapatkan balasan.
Saudaraku, menyeimbangkan keadaan saat mendapatkan dan meninggalkan sesuatu artinya melihat apa yang ditinggalkan atau dilakukannya dalam kedudukan yang sama. Dan ini merupakan pemahaman zuhud yang dalam. Dia tetap zuhud saat mengambil keduniaan (misalnya : jabatan) dan tetap zuhud saat meinggalkannya (misalnya : lengser). Apa yang dia ambil dan ditinggalkannya terlalu remeh di matanya.
Inilah orang yang memenuhi hatinya dengan kecintaan kepada Allah dan pengagungan-Nya, tidak melihat keduniaan yang ditinggalkannya layak disebut pengorbanan, sebab dunia dan segala gemerlapnya tak lebih dari sayap seekor lalat di sisi Allah. Dan seorang hamba yang memiliki ma’rifar tidak melihat bahwa perbuatan zuhudnya merupakan suatu prestasi yang besar, dan dia merasa malu jika hatinya mempersaksikan (mengagumi) zuhudnya itu.
Wallahu A’lam
Sumber :Madarijus Salikin Baina manzili iyyaka na’budi wa iyyaka nasta’in, Ibnu Qayyim al-Jauziyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar