Saudaraku , seringkali kita merasa malas dan hanya termenung. Pandangan sesekali hampa. Tidak ada yang berjalan sesuai harapan. Saya lelah, tegang dan benar-benar terganggu. Sudah kuusahakan mengatasi dengan bersantai sejenak, jalan-jalan, namun tetap saja semuanya sia-sia. Seperti seorang tawanan perang yang terus-menerus melarikan diri , hanya untuk menemukan dunia luar yang ternyata adalah juga penjara yang menakutkan. Tak ada rasa gairah yang menghampiri , tak jelas harus berbuat apa. Tak jelas harus berbuat apa.
Benarlah kiranya dikatakan bahwa sebenarnya kehidupan intinya ada di hati. Jika hati sedang gelap, sulit menerima kebenaran. Jadi, butuh cahaya Ilahi. Cahaya yang menuntun kita menemukan kebenaran. Namun , cahaya itu tak selalu menyala terang. Saat angin bertiup sangat kencang, cahaya itu bisa padam dan keadaan menjadi gulita. Saat seperti itu, kita takkan mampu memahami masalah sendiri dengan tenang. Maka yang muncul adalah stress
Allah menciptakan manusia dengan segenap keunikan. Sejak ia dilahirkan, manusia sudah mulai belajar mengenal sifat-sifat lingkungannya, bagaimana cara menghadapinya. Proses ini terus berputar menerus dalam kehidupannya. Dalam proses itu, ada tuntutan terhadap masalah yang mewarnai kehidupan emosional seseorang. Bisa jadi emosi positif, cinta, bahagia, dan senang; atau emosi negatif, rasa takut, cemas, marah, tertekan, dan rasa bersalah. Situasi yang menekan tersebut menjadi pemicu timbulnya stres.
Stres memang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Stres sudah menjadi bagian dari kehidupan itu sendiri. Ia datang akibat adanya situasi eksternal atau internal yang menimbulkan tekanan dan gangguan pada keseimbangan hidup seseorang. Stres biasanya menampilkan diri melalui berbagai gejala, seperti meningkatnya kegelisahan, ketegangan, dan kecemasan. Juga dapat tampil dalam perubahan pada perilaku: jadi tidak sabar, lebih cepat marah, atau menarik diri dari lingkungan sosial. Tentusaja lebih sering mengganggu, stres tidak perlu selalu dilihat sebagai hal negatif. Dalam hal-hal tertentu, stres memiliki Religion and Spirituality in Coping with Stress implikasi positif.
Dalam kajian psikologi , stres terjadi jika seseorang dihadapkan pada peristiwa yang dirasakan sebagai ancaman terhadap kesehatan fisik maupun psikologisnya. Karena itu, sebagian orang mendefinisikan stres sebagai tekanan, desakan, atau respon emosional.
Stres merupakan keadaan tertekan di mana beban yang dirasakan seseorang tidak sepadan dengan kemampuannya untuk mengatasi beban tersebut. Makanya, jika tidak ingin dirongrong stres terus menerus, kita perlu melakukan usaha-usaha untuk menguasai, mengurangi, menoleransi, dan meminimalkan tekanan-tekanan tersebut.
Allah ‘azza wa jalla telah memberi jalan pencerahan. Dia yang Maha Pengasih menganjurkan manusia untuk bersabar ketika menghadapi berbagai kenyataan hidup. Kesabaran dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menghayati realitas yang terjadi, menyadari bahwa realitas itu diciptakan oleh Allah, dan kesediaan untuk menerima kenyataan yang boleh jadi tidak menyenangkan secara fisik pun psikis. Istilah ini juga dikenal sebagai lapangdada (al-basith).
Mahabenar Allah dalam firman-Nya,yang artinya : “Bukankah kami telah melapangkan untukmu dadamu? Dan kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu yang memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu namamu (derajatmu)? Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah : 1-5)
Terapi
Penelitian psikoneurologi menyebutkan bahwa masyarakat modern lebih banyak menjalankan aktivitas yang didominasi oleh keterlibatan otak kiri. Konsekuensinya adalah terbentuknya individu-individu yang mengedepankan :
• rasionalitas ,
• cenderung berpikir analistis praktis
• dan , mengesampingkan keterlibatan emosionalitas dalam pelbagai aktivitas mereka.
Walaupun menggunakan pendekatan analisis yang jitu, namun empatinya rendah. Retorikanya gegap-gempita, tapi penghayatannya akan masalah sunyi senyap.
Dalam Journal of Counseling and Values (2001) berjudul “Religion and Spirituality in Coping with Stress” menunjukkan bahwa semakin penting spiritualitas bagi seseorang, maka semakin besar kemampuannya mengatasi masalah yang dihadapi. Kesimpulan bahwa spiritualitas bisa memiliki peran yang penting dalam mengatasi stres. Dalam kondisi ini spiritualitas bisa melibatkan sesuatu di luar sumber-sumber yang nyata atau mencari terapi untuk mengatasi situasi-situasi yang penuh tekanan di dalam hidup.
Kesehatan spiritual mencakup penemuan makna dan tujuan dalam hidup seseorang, mengandalkan Tuhan atau suatu kekuatan yang lebih tinggi (The Higher Power), merasakan kedamaian, atau merasakan hubungan dengan alam semesta.
Bagi kita insan muslim , salah satu sarana pendekatan diri yang kerap dipraktekkan sebagai sarana pendekatan diri kepada Tuhan adalah shalat tahajud.
Shalat tahajud ternyata juga sangat bermanfaat untuk kesehatan. Dari sebuah riset. Adalah Dr. Mohammad Soleh dalam bukunya Terapi Shalat Tahajud mengungkapkan bahwa tahajud bisa mencegah stres dan meningkatkan daya tahan tubuh manusia. Apalagi ditegakkan secara teratur dan ikhlas.
Rasulullah SAW bersabda: “Setan mengikat pada tengkuk tiap orang di antara kamu, ketika ia tidur, dengan tiga ikatan (simpul). Setiap simpulnya ditiupkan ucapannya, ‘Bagimu malam yang panjang, tidurlah dengan nyenyak.’ Maka apabila ia bangun dan menyebut nama Allah, terurailah satu simpul. Bila ia berwudhu, terurailah satu simpul lagi. Dan ketika ia shalat, maka terurailah simpul terakhir; lalu di pagi hari, dirinya menjadi segar, bersemangat dan hatinya pun terang. Jika tidak, maka di pagi hari jiwanya dililit kekalutan dan malas untuk beraktivitas.” (HR. Muttafaq ‘Alaih).
Allahu a’lam bisshawab.
Sumber kutipan : Ardiman Adami Master of Advisor IMAMUPSI UII, http://alrasikh.wordpress.com
• cenderung berpikir analistis praktis
• dan , mengesampingkan keterlibatan emosionalitas dalam pelbagai aktivitas mereka.
Walaupun menggunakan pendekatan analisis yang jitu, namun empatinya rendah. Retorikanya gegap-gempita, tapi penghayatannya akan masalah sunyi senyap.
Dalam Journal of Counseling and Values (2001) berjudul “Religion and Spirituality in Coping with Stress” menunjukkan bahwa semakin penting spiritualitas bagi seseorang, maka semakin besar kemampuannya mengatasi masalah yang dihadapi. Kesimpulan bahwa spiritualitas bisa memiliki peran yang penting dalam mengatasi stres. Dalam kondisi ini spiritualitas bisa melibatkan sesuatu di luar sumber-sumber yang nyata atau mencari terapi untuk mengatasi situasi-situasi yang penuh tekanan di dalam hidup.
Kesehatan spiritual mencakup penemuan makna dan tujuan dalam hidup seseorang, mengandalkan Tuhan atau suatu kekuatan yang lebih tinggi (The Higher Power), merasakan kedamaian, atau merasakan hubungan dengan alam semesta.
Bagi kita insan muslim , salah satu sarana pendekatan diri yang kerap dipraktekkan sebagai sarana pendekatan diri kepada Tuhan adalah shalat tahajud.
Shalat tahajud ternyata juga sangat bermanfaat untuk kesehatan. Dari sebuah riset. Adalah Dr. Mohammad Soleh dalam bukunya Terapi Shalat Tahajud mengungkapkan bahwa tahajud bisa mencegah stres dan meningkatkan daya tahan tubuh manusia. Apalagi ditegakkan secara teratur dan ikhlas.
Rasulullah SAW bersabda: “Setan mengikat pada tengkuk tiap orang di antara kamu, ketika ia tidur, dengan tiga ikatan (simpul). Setiap simpulnya ditiupkan ucapannya, ‘Bagimu malam yang panjang, tidurlah dengan nyenyak.’ Maka apabila ia bangun dan menyebut nama Allah, terurailah satu simpul. Bila ia berwudhu, terurailah satu simpul lagi. Dan ketika ia shalat, maka terurailah simpul terakhir; lalu di pagi hari, dirinya menjadi segar, bersemangat dan hatinya pun terang. Jika tidak, maka di pagi hari jiwanya dililit kekalutan dan malas untuk beraktivitas.” (HR. Muttafaq ‘Alaih).
Allahu a’lam bisshawab.
Sumber kutipan : Ardiman Adami Master of Advisor IMAMUPSI UII, http://alrasikh.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar