Penyakit (bala’) itu merupakan nikmat dari Allah Subhanhu wa Ta’ala , sehingga orang-orang shaleh terdahulu bergembira ketika mereka ditimpa suatu penyakit atau bala’ seperti gembiranya salah seorang diantara kita ketika mendapatkan kemewahan (kelapangan).
Allah menimpakan kepadanya cobaan berupa bala’ (penyakit) agar seorang hamba bisa merasakan manfaat dari penyakit yang dideritanya dan mendapatkan keuntungan-keuntungan yang tidak akan pernah dia dapatkan tanpa menderita sakit tersebut.
Saudaraku, sesungguhnya Allah tidak butuh menyiksa hamba-Nya dan Dia tidak membutuhkan apapun yang dapat menyebabkan hamba-Nya menderita. Namun hikmah Allah dan Rahmat-Nya kepada hamba-Nya lah yang mengharuskan adanya bala’ (penyakit). Segala puji hanya milik Allah dengan seluruh rahmat yang telah Dia berikan.
Salah satu faedah dari suatu penyakit dan musibah adalah bahwa penyakit itu dapat meyadarkan seorang hamba untuk kembali dari jalan kesesatan ke jalan Rabb-nya yang lurus. Dan juga sebagai penginta bahwa dirinya telah melalaikan Rabb-nya.
Faedah selanjutnya adalah bahwa penyakit dapat menjadi penyelamat seoranghamba dari siksa api neraka, sebagaimana sabda Rasulullah , yang artinya ,” Beritakanlah kabar gembira, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla pernah berfirman, “ Penyakit itu adalah api-Ku yang aku timpakan kepada hamba-Ku yang mukmin di dunia ini agar ia dapat selamat dari api neraka pada akhir nanti “ , (Hr Ahmad dan Hakim). 2.
Penyakit (bala’ atau musibah) dapat mengantarkan seseorang menuju surge. Seseorang itu tidak memperoleh ganjaran berupa surga kecuali setelah ia mendapatkan ujian yang dibenci oleh jiwanya. Yang dimaksud dengan sesuatu yang dibenci adalah segala sesuatu yang dibenci oleh jiwa dan jiwa merasa terbelenggu olehnya. Sebagaimana sabda Rasulullah, yang artinya ,” Surga itu dikelilingi (dipenuhi) oleh berbagai hal yang dibenci dan neraka itu dikelilingi oleh berbagai syahwat (kesenangan hawa nafsu) ,” (Hr Bukhari Muslim).
Termasuk dalam pengertian diatas adalah kesungguhan atau pengorbanan jiwa dalam melaksanakan berbagai ketaatan dan pengorbanan menjauhi berbagai perbuatan maksiat, sabar ketika musibah menimpa dan berserah diri terhadap ketentuan Allah.
Dari Muhammad bin Khalid as-Sulami , dari ayahnya, dari kakeknya , bahwa ia adalah sahabat Rasulullah, ia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Sesungguhnya seorang hamba itu jika ditetapkan oleh Allah suatu kedudukan baginya , ia tidak akan dapat mencapainya (kedudukan itu) dengan amal perbuatannya. Allah akan memberikan ujian pada tubuh, harta atau anak keturunannya, kemudian ia bersabar terhadap ujian tersebut hingga ia mencapai kedudukan yang telah ditetapkan oleh Allah baginya itu, “ (Hr Abu Dawud).3.
Ibnu Qayyim dalam Thariq Al-Hijrataini, menyatakan bahwa seandainya manusia mengetahui bahwa nikmat Allah yang ada didalam bala’ itu tidak lain seperti halnya nikmat Allah yang ada dalam kesenangan , niscaya hati dan lisannya akan selalu sibuk untuk mensyukurinya.
Dalam ‘Uddatu ash-Shabirin, bahwa Wahab bin Munbih menyatakan bahwa tidaklah seorang itu dikatakan sebagai ahli fiqh yang sempurna sehingga ia memahami bahwa cobaan adalah nikmat dan kesenangan adalah musbah. Hal itu karena setiap orang yang ditimpa bala pada hakikatnya sedang menantikan kesenangan dan setiap orang yang senang pada hakikatnya sedang menantikan musibah.
Saudaraku, ingatlah bahwa para Rasul dan Nabi serta orang-orang shaleh adalah makhluk yang paling dicintai Allah, maka cobaan bagi mereka pun melebihi cobaan yang ditimpakan kepada orang-orang selain mereka.
Allahu a’lam
Sumber : Abdullah bin ali al-Juaitsin, hikmah bagi orang sakit.
Dari Muhammad bin Khalid as-Sulami , dari ayahnya, dari kakeknya , bahwa ia adalah sahabat Rasulullah, ia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Sesungguhnya seorang hamba itu jika ditetapkan oleh Allah suatu kedudukan baginya , ia tidak akan dapat mencapainya (kedudukan itu) dengan amal perbuatannya. Allah akan memberikan ujian pada tubuh, harta atau anak keturunannya, kemudian ia bersabar terhadap ujian tersebut hingga ia mencapai kedudukan yang telah ditetapkan oleh Allah baginya itu, “ (Hr Abu Dawud).3.
Ibnu Qayyim dalam Thariq Al-Hijrataini, menyatakan bahwa seandainya manusia mengetahui bahwa nikmat Allah yang ada didalam bala’ itu tidak lain seperti halnya nikmat Allah yang ada dalam kesenangan , niscaya hati dan lisannya akan selalu sibuk untuk mensyukurinya.
Dalam ‘Uddatu ash-Shabirin, bahwa Wahab bin Munbih menyatakan bahwa tidaklah seorang itu dikatakan sebagai ahli fiqh yang sempurna sehingga ia memahami bahwa cobaan adalah nikmat dan kesenangan adalah musbah. Hal itu karena setiap orang yang ditimpa bala pada hakikatnya sedang menantikan kesenangan dan setiap orang yang senang pada hakikatnya sedang menantikan musibah.
Saudaraku, ingatlah bahwa para Rasul dan Nabi serta orang-orang shaleh adalah makhluk yang paling dicintai Allah, maka cobaan bagi mereka pun melebihi cobaan yang ditimpakan kepada orang-orang selain mereka.
Allahu a’lam
Sumber : Abdullah bin ali al-Juaitsin, hikmah bagi orang sakit.
Catatan:
- Dikeluarkan Ibn Majah (2/1334-1335), Ahmad dengan lafazhnya (4024), Hakim (4/307) dengan lafazh yang sama seperti Ahmad dari hadits abi Sa’id.
- Dtakhrij oleh ahmad (4/440) , Ibn Majah (2/1149, 3470) dan Hakim (1/345), menurutnya hadits ini isnadnya shahih. Adz-Dzahabi dan al-albani sepakat sengan pendapat tersebut sebagaimana dalam Ash Shahihah (557).
- Ditakhrij oleh Abu Dawud (3/370, 3090) dengan lafazh seperti itu, oleh Ahmad (5/272) dengan lafazh serupa dan Thabrani dalam Al-Kabir (22/318,801) dengan lafazh sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar