Saudaraku, langkah pertama yang seharusnya kita lakukan untuk menyembuhkan penyakit ataupun musibah adalah dengan membuang penyebab utamanya terlebih dahulu yakni dosa-dosa kita dan segera bertaubat dan memohon ampun kepada Allah Ta’ala.
Diriwayatkan bahwa Ibnu abbas berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda, yang artinya ,” Siapa yang memperbanyak istighfar, maka Allah akan melepaskannya dari segala kesedihan, memberikan kepadanya jalan keluar dan memberinya rizki dari jalan yang tidak disangka-sangka “, (Hr. Ahmad dan Abu Dawud). 1.
Saudaraku,ketahuilah, sesungguhnya istighfar merupakan sebab dimudahkannya segala kesulitan dan tertolaknya segala kesedihan.
Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Kulit dan mata tidak akan terasa sakit kecuali disebabkan oleh dosa, namun Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menolak yang lebih banyak dari itu”, (Hr Thabrani).
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Pengampun lagi Maha Penyayang menerima taubat hamba-hamba-Nya dan memaafkan segala kesalahan. Sebagaimana firman Allah , yang artinya ,” Dan dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan “, (Qs. As-syura : 25).
Saudaraku, janganlah kita samapai tergelincir dalam prasangka buruk kepada Allah , bahwa Dia-lah menginginkan suatu keburukan terhadap hamba-Nya. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan pernah menyakiti dan menzalimi hamba-Nya. Sungguh prasangka ini justru akan menghancurkan diri kita sendiri.
Dari Abu Musa, Rasulullah saw bersabda, yang artinya ,” Sesungguhnya Allah membentang-kan tangan-Nya di waktu malam untuk menerima taubat orang yang berbuat kesalahan di waktu siang dan membentangkan tangan-Nya di waktu siang untuk menerima taubat orang yang berbuat kesalahan di waktu malam, hingga matahari terbit dari barat (datang hari kiamat), “ (Hr Muslim). 2.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, bahwa dia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, yang aartinya, “ Siapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima taubatnya,” (Hr Muslim). 3.
Seorang hamba yang berhati jernih , tentunya sering melakukan taubat kepada Allah dan memohon ampunan-Nya pada setiap saat, atas segala sikap dan perbuatan buruk.
Saudaraku, janganlah berputus asa, nantikanlah pertolongan Allah. Karena sesungguhnya pertolongan akan datang setelah adanya kesusahan dan kemudahan akan datang setelah adanya kesulitan.
sebagaimana firman Allah yang artinya, “ Dan Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya” , Qs. As-Syura : 28).
Allahu a’lam
sumber : dari beberapa sumber
Catatan :
1. Diriwayatkan Ahmad (1/28), Abu Dawud (2/178 no. 1518), An-Nasa’i dalam kitab al-Yaum wa Al lailah no. 456, al-Hakim berkata (4/262) dalam sanadnya terdapat Al-Hakam bin Mush’ab, Abu Hatim berkata ,’ia tidak dikenal’ dalam At-tahzib (2/439), disebutkan al-Bukhari dalam Tarikh Al-Kabir (2/338) beliau tidak menyabutkan adanya tajrih.
Disebutkan Ibn Hibban dalam Ats-tsiqat (6/187), ia berkata ,’ beliau keliru’, disebutkan dalam adh –Dhu’afa’ (1/249, ia berkata,’tidak boleh berhujjah dengannya,’. Oleh karena itu jamaah menghukum hadits ini dha’if, akan tetapi Al-Hakim dan Ahmad Syakir menshahihkan sanad hadits ini dalam komentarnya terhadap Al-Musnad no.2334.
Imam Shuyuthi memberikan rumus hadits shahih 187, Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadits ini hasan dalam Amaly pada majlis ke 77 dan pada 148, beliau memberikan isyarat pada akhir tentang apa yang dikatakan Ibn Hibban terhadap Hakam bin Mush’ab dalam Ats Tsiqat dan Adh Dhu’afa, kemudian beliau berkata,’Takhrij yang dilakukan An-Nasa’i telah menguatkan perkaranya dan menolak perkataan Ibnu Hibban, walaupun didalamnya terjadi kontradiksi.
2. Riwayat Muslim 4/2114 no. 2759
3. Riwayat Muslim 4/2076 no. 2703
1. Diriwayatkan Ahmad (1/28), Abu Dawud (2/178 no. 1518), An-Nasa’i dalam kitab al-Yaum wa Al lailah no. 456, al-Hakim berkata (4/262) dalam sanadnya terdapat Al-Hakam bin Mush’ab, Abu Hatim berkata ,’ia tidak dikenal’ dalam At-tahzib (2/439), disebutkan al-Bukhari dalam Tarikh Al-Kabir (2/338) beliau tidak menyabutkan adanya tajrih.
Disebutkan Ibn Hibban dalam Ats-tsiqat (6/187), ia berkata ,’ beliau keliru’, disebutkan dalam adh –Dhu’afa’ (1/249, ia berkata,’tidak boleh berhujjah dengannya,’. Oleh karena itu jamaah menghukum hadits ini dha’if, akan tetapi Al-Hakim dan Ahmad Syakir menshahihkan sanad hadits ini dalam komentarnya terhadap Al-Musnad no.2334.
Imam Shuyuthi memberikan rumus hadits shahih 187, Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadits ini hasan dalam Amaly pada majlis ke 77 dan pada 148, beliau memberikan isyarat pada akhir tentang apa yang dikatakan Ibn Hibban terhadap Hakam bin Mush’ab dalam Ats Tsiqat dan Adh Dhu’afa, kemudian beliau berkata,’Takhrij yang dilakukan An-Nasa’i telah menguatkan perkaranya dan menolak perkataan Ibnu Hibban, walaupun didalamnya terjadi kontradiksi.
2. Riwayat Muslim 4/2114 no. 2759
3. Riwayat Muslim 4/2076 no. 2703
Tidak ada komentar:
Posting Komentar