*****Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yg sabar.(Qs.Al-Baqarah 2 : 155).*****Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga , padahal (cobaan) belum datang kepadamu seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yg beriman bersamanya , berkata, 'kapankah datang pertolongan Allah?' Ingatlah , sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.(Qs.Al-Baqarah 2 : 214). *****Dan sungguh, Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelum engkau, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kemelaratan dan kesengsaraan , agar mereka memohon (kepada Allah) dengan kerendahan hati.(Qs.Al-An'am 6 : 42). *****Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yg baik-baik dan (bencana) yg buruk-buruk, agar mereka kembali (kepda kebenaran). (Qs. Al-A'raf 7 : 168). *****Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yg apabila disebut nama Allah gemetar hatinya , dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yg melaksanakan shalat dan yg menginfakkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yg benar-benar beriman. Mereka akan memperoleh derajat (tinggi) di sisi Tuhannya dan ampunan serta rizki (nikmat) yg mulia. (Qs.An-anfal 8 : 2-4). *****Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), padahal Allah belum mengetahui orang-orang yg berjihad diantara kamu dan tidak mengambil teman yg setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Allah Mahateliti terhadap apa yg kamu kerjakan. (Qs. At-Taubah 9 : 16) *****Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yg sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan. (Qs. Al-Anbiya 21 : 35). *****Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sungguh , Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yg dusta. (Qs. Al-'Ankabut 29 : 2-3)

Minggu, 14 November 2010

Hidup dlm dunia orang lain

Seringkali kita merasa lebih bangga apabila telah mengikuti mimpi-mimpi, keinginan-keinginan serta harapan orang lain daripada menelusuri jalankehidupan kita sendiri. Sebagian dari kita hidup dalam dunia bayang-bayang orang lain. Atau bahkan kita dengan sukarela masuk dalam dunia itu.Salah satu alasan adalah karena kurang merasa percaya diri membangun dunia kita sendiri. Seringkali terdengar keluhan, seperti ‘seandainya saya pandai seperti Amran, sungguh saya pasti lebih bahagia.’ ‘Seandainya saya mempunyai postur tubuh seperti …’.‘ Saya tentu bahagia bila mempunyai istri seperti ..’. Kita baru merasa sukses bila mendapat pujian atau pengakuan orang lain.
Persoalan timbul setelah melakukan hal itu, adalah kita mulai melakukan perbandingan antara diri kita dengan orang lain. Kita menjadi tidak bahagia atau bahkan menyesali atas apa yang ada dalam diri kita, keluarga kita dst. Dalam setiap perban-dingan, akan menghasilkan psikologi rendah diri. Setiap perbandingan akan mereduksi nilai yang dikandung dari sesuatu yang diperbandingkan itu. Setiap perbandingan akan semakin menjauhkan kita dari rasa bersyukur kepada Sang Pencipta.
Dengan setiap perbandingan menghasilkan pembatasan terhadap sesuatu. Ketika seseorang berlatih keras fitness, atau sering keluar masuk salon, salah satu alasan mereka melakukan semua itu adalah untuk meningkatkan rasa percaya diri. Kenapa rasa percaya diri diukur dengan kondisi yang tampak saja. Ia telah mereduksi diri dan melakukan pembatasan diri bagi dirinya sendiri.

Ia menjadi tidak merdeka lagi dan terbelenggu dengan pembatasan yang ia bikin sendiri. Ruang gerak menjadi lebih terbatas. Sebagiamana seorang bintang dunia intertainment akan dilanda kegelisahan manakala tubuhnya tidak seindah saat muda dulu.

Kenapa kita harus merendahkan diri kita dengan melakukan pembatasan-pembatasan. Mengapa seorang manusia hanya dinilai dari apa yang dia pakai atau tampak, arlojinya, kemejanya, mobilnya, hartanya. Bila itu semua tidak ada, apanya yang salah?
Janganlah kita merendahkan nilai diri kita sendiri. Jangan menilai diri dengan sesuatu yang bisa usang, yang mudah rapuh dan selalu berubah. Seringkali kita menciptakan ketegangan dan rasa frustasi dengan suatu hal yang sebenarnya tak perlu terjadi.

Bila kita hanya mempunyai mobil seharga 50 juta, kenapa harus menderita bila seorangteman mempunyai mobil seharga 200 juta. Bila rasa ini terpupuk maka rasa frustasi juga akan berkembang dan menjalar ke hal-hal lain. Kita mulai membatasi diri dengan realitas yang semakin sempit, I am what I wear. Keadaan ini akan menjadikan semakin menderita.

Untuk itu , mari kita perluas realitas kita. Realitas diri kita sesungguhnya terbagi menjadi dua hal ,


a. Realitas kecil, dimana hal ini selalu mencari hal-hal diluar diri kita yang memang terbats sifatnya. Realitas kecil ini selalu menarik diri kita kepada hal-hal yang kongkrit sifatnya. Ia menyenangi sesuatu yang bisa disentuh, diraba , ditakar, dihitung.
b. Realitas besar, yang selalu mencari kedalam diri sendiri yang memang tak terbatas sifatnya.

Adapun sifat terbatas menghasilkan kerapuhan , sementara sifat tak terbatas menghasilkan keabadian. Sehingga ketika kita mencari hal-hal diluar diri kita, sesungguhnya itu berarti sedang merangkul sesuatu yang rapuh dan terbatas.
Realitas besar ini lebih banyak bergerak kearah yang abstrak, seperti keyakinan, keimanan, kesabaran, keikhlasan , kejujuran.

Justru hal hal inilah yang sebenarnya menjadi sumber energi dan kehidupan.
Rasulullah pernah bersabda, yang arti bebasnya kurang lebih seperti ini ,” Bersedekahlah dan jangan kau hitung, supaya Allah tidak menghitung kepadamu, dan jangan kau takar karena Allah akan membatasimu”.

Sungguh , memberi adalah tindakan yang penuh energi positif yang justru akan mendatangkan lebih banyak rizki kepada si pemberi tersebut. Ketika anda memberi, maka sebenarnya anda berkata saya punya banyak. Semakin dia banyak memberi maka semakin banyak rizki mengalir kepadanya. Sungguh janji Allah selalu benar.
Apalagi niat pemberian, sedekah itu berlandaskan karena mencari ridha Allah dan sebagai bentuk rasa syukur kepada-Nya.

Sebaliknya bila kita, berpikir , menghitung-hitung, dan akhirnya berkata , saya tidak cukup uang untuk aku sedekahkan, atau aku sumbangkan dst. Maka itulah yang akibat yang terjadi, mengapa kita mengalami seret rizki….
Sekarang kita pahami, ketika kita tidak cukup uang, maka mulailah memberi. Ketika anda berpikir bahwa anda tidak mempunyai cukup rizki untuk diberikan ke orang lain, maka mulailah memberi. Pada saat itu juga Allah, hukum Allah ( hukum tarik menarik) akan mulai bergerak dan menyalurkan rizki yang lebih banyak dari Allah
kepada anda.

Memang ego kita selalu mengarah kepada realitas kecil, dengan melakukan penghitungan-penghitungan melakukan perbandingan-perbandingan , pentakaran dst.
Realitas kecil

• mengandalkan rasio untung rugi
• tidak ingin mengambil resiko
• tidak ingin gagal
• sulit menerima kritik

Memang realitas kecil hanya memandang kehidupan dari satu sisi yang bisa diraba atau dilihat, sukses, menang persaingan, nomor satu, kekayaan materi, pujian dst.

Ia melupakan sisi lain yang sebenarnya jauh lebih besar manfaatnya, yaitu seperti keberkahan, Ridha Allah, kebahagiaan , ketentraman. Realitas besar menerima keseimbangan dari dua sisi kehidupan, ia tidak hanya merasakan indahkan kesuksesan namun merasakah rahhmat dan indahnya sebuah kegagalan.

Realitas besar akan semakin meluas sehingga membuat anda lebih menikmati kehidupan, dan berjalan tanpa beban. Dengan realitas yang semakin luas membuat anda menjadi orang yang bebas. Hal itu akan semakin indah bila setiap langkah kita selalu kita tujukan untuk mencari ridha Allah, sungguh keindahan, kebahagiaan dan ketentraman akan pasti tercipta bila kita berjalan dalam ketaatan kepada-Nya.
Allahu a'lam

Sumber kutipan : gagal itu indah, Yusran Pora.

Rabu, 10 November 2010

Penghalang Doa

Salah satu media ampuh bagi pikiran bawah sadar kita adalah penyerahan diri dan doa. Apabila kita menyerahkan segala perihal urusan kepada bawah sadar, maka inilah yang menghubungkan kita dengan Allah. Hasbunallah wa ni’mal wakiil, cukuplah Allah sebagi penolong kita dan hanya Allah-lah sebaik-baik penolong.
Allah akan menjamah anda, bila dalam berdoa anda benar-benar yakin pada apa yang anda ucapkan. Allah akan mengalirkan sumber yang berlimpah kepada anda bila dalam berdoa terdapat kelembutan hati. Allah akan mememluk anda dalam hati yang tenang dan khusyu berdoa.
Banyak riwayat dari Nabi SAW yang menganjurkan dan mendorong seseorang hamba untuk berdo’a, diantaranya :1. “Tidak ada sesuatu yang lebih mulia di sisi Allah, selain daripada doa.” (HR. Ibnu Majah dan Abu Hurairah) 2. “Siapa saja yang tidak mau memohon (sesuatu) kepada Allah, maka Allah akan murka kepadanya.” (HR Tirmidzi dari Abu Hurairah) 3.“Mintalah kepada Allah akan kemurahan-Nya, karena sesungguhnya Allah senang apabila dimintai (sesuatu).” (HR Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud)
Bila kita menyerahkan diri kepada Allah, maka Allah-pun akan menyerahkan Dirinya (ridha-Nya) kepada kita. Pikiran bawah dsadar dapat memecahkan segala persoalan apapaun yang anda hadapi. Percayakanlah padanya untuk mengatasi segala masalah anda. Hindarilah pembrontakan, hindarilah ketegangan, hindarilah kecemasan dalam berdoa. Karena hal inilah hanya membuktikan ketidakyakinan anda pada kekuatan bawah sadar anda.

Sabda Rasulullah “Bumi dan langit-Ku tidak dapat memuat-Ku. Tetapi hati yang yakin, yang lemah lembut dan yang tenanglah yang dapat memuat-Ku”.

Kita kirimkan rasa damai, keberlimpahan kedalam bawah sadar kita melalui doa-doa yang kita ucapkan. Kita pasti akan takjub dengan hasil yang kita peroleh. Janganlah anda ragu akan kuasa allah. Kuasa Allah bisa berbuat apa saja tanpa bisa dihalangi oleh apapaun dan siapapun.
Doa seorang hamba pasti dikabulkan oleh Allah SWT.
Hal ini sebagaimana firman-Nya :
• 1. “(Dan) Tuhanmu berfirman: ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan bagimu.” (QS. Al Mukmin : 60)
• 2. “(Dan) apabila hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku.” (QS. Al Baqarah : 186)

Pengabulan doa dari Allah SWT. bersifat pasti, dan hanya Dialah yang dapat mengabulkan doa bukan yang lain. Pengabulan doa bisa sesuai dengan yang diminta hamba-Nya, ditangguhkan hingga hari kiamat, atau dijauhkan dari suatu keburukan

Yang sebenarnya justru menjadi sumber masalah adalah diri kita sendiri. Bila kita berdoa kita masih merasakan cemas, takut dan gelisah, maka keyakinan kita akan kekuatan bawah sadar perlu dipertanyakan kembali. Tidak boleh ada kata mengapa dalam sebuah keyakinan. Kata mengapa ini menunjukkan kita belum yakin terhadap doa yang kita panjatkan.

Sekali lagi, perlu kepasrahan total kepada bawah sadar yang amat diperlukan. Doa yang tergesa-gesa dan mengharapkan hasil dari doa yang anda kirimkan ke alam bawah sadar anda, adalah pemaksaan doa, yang justru akan kontraproduktif.
Siapakah yang dapat menjadi sandaran orang yang sedang mengalami kesedihan ? kepada siapakah kita minta pertolongan ? kepada siapakah tempat bergantung seluruh hamba ?
Jawabnya hanya satu, Dialah Allah , tiada Tuhan selain Dia.

Allahu a'lam

Sumber : dari beberapa sumber bacaan .

Minggu, 07 November 2010

Tenteram dgn mengingat Allah

Setiap orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala wajib meyakini, bahwa sumber ketenangan jiwa dan ketentraman hati yang hakiki adalah dengan berzikir kepada kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, membaca al-Qur’an, berdoa kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya yang maha Indah, dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya.
Sebagaiaman Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Qs. ar-Ra’du: 28).
Artinya dengan berzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala segala kegalauan dan kegundahan dalam hati mereka akan hilang dan berganti dengan kegembiraan dan kesenangan.Bahkan, tidak ada sesuatupun yang lebih besar mendatangkan ketentraman dan kebahagiaan bagi hati manusia melebihi berzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala .
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah , berkata ,' Sesungguhnya di dunia ini ada jannnah (surga), barangsiapa yang belum masuk ke dalam surga di dunia ini maka dia tidak akan masuk ke dalam surga di akhirat nanti.'
Makna “surga di dunia” dalam ucapan beliau ini adalah kecintaan (yang utuh) dan ma’rifah (pengetahuan yang sempurna) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (dengan memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya dengan cara baik dan benar) serta selalu berzikir kepada-Nya, yang dibarengi dengan perasaan tenang dan damai (ketika mendekatkan diri) kepada-Nya, serta selalu mentauhidkan (mengesakan)-Nya dalam kecintaan, rasa takut, berharap, bertawakkal (berserah diri) dan bermuamalah, dengan menjadikan (kecintaan dan keridhaan) Allah Subhanahu wa Ta’ala satu-satunya yang mengisi dan menguasai pikiran, tekad dan kehendak seorang hamba. Inilah kenikmatan di dunia yang tiada bandingannya yang sekaligus merupakan qurratul ‘ain (penyejuk dan penyenang hati) bagi orang-orang yang mencintai dan mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala .

Demikian pula jalan keluar dan penyelesaian terbaik dari semua masalah yang di hadapi seorang manusia adalah dengan bertakwa kepada Allah , sebagaimana dalam firman-Nya,
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. ath-Thalaaq: 2-3).

Ketakwaan yang sempurna kepada Allah tidak mungkin dicapai kecuali dengan menegakkan semua amal ibadah, serta menjauhi semua perbuatan yang diharamkan dan dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dalam ayat berikutnya Allah berfirman, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya.” (Qs. ath-Thalaaq: 4).

Artinya: Allah akan meringankan dan memudahkan (semua) urusannya, serta menjadikan baginya jalan keluar dan solusi yang segera (menyelesaikan masalah yang dihadapinya).

Hanya amalan ibadah yang bersumber dari petunjuk al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bisa membersihkan hati dan mensucikan jiwa manusia dari noda dosa dan maksiat yang mengotorinya, yang dengan itulah hati dan jiwa manusia akan merasakan ketenangan dan ketentraman.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya “Sungguh, Allah telah memberi karunia (yang besar) kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus kepada mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur-an) dan al-Hikmah (as-Sunnah). Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Rasul) itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Qs. Ali ‘Imraan: 164).

Makna firman-Nya “menyucikan (jiwa) mereka” adalah membersihkan mereka dari keburukan akhlak, kotoran jiwa dan perbuatan-perbuatan jahiliyyah, serta mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya (hidayah Allah Subhanahu wa Ta’ala).

Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya “Hai manusia, sesunggu-hnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu (al-Qur’an) dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada (hati manusia), dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. Yuunus: 57).

Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan perumpaan petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang beliau bawa seperti hujan baik yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan dari langit, karena hujan yang turun akan menghidupkan dan menyegarkan tanah yang kering, sebagaimana petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menghidupkan dan menentramkan hati manusia.

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya perumpaan bagi petunjuk dan ilmu yang Allah wahyukan kepadaku adalah seperti air hujan (yang baik) yang Allah turunkan ke bumi…“

Allahu a'lam

sumber : Ust Abdullah Taslim, M.A, www.muslim.or.id

[1] Ibnul Qayyim “I’laamul muwaqqi’iin” (4/118).
[2] Imam asy-Syaathibi dalam “al-I’tishaam” (1/106 – Tahqiiq Syaikh Salim al-Hilali).
[3] “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 417).
[4] Ibid.
[5] Ibnul Qayyim dalam “Igaatsatul lahfaan” (1/72).
[6] Dinukil oleh murid beliau Ibnul Qayyim dalam “al-Waabilush shayyib” .
[7] “al-Waabilush shayyib” .
[8] Ibnu Rajab al-Hambali dalam “Jaami’ul uluumi wal hikam” (hal. 197).
[9] Tafsir Ibnu Katsir (4/489).
[10] Semua perbuatan yang diada-adakan dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah, yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[11] HSR. Muslim (no. 867), an-Nasa-i (no. 1578) dan Ibnu Majah (no. 45).
[12] Lihat “Tafsir Ibnu Katsir” (1/267).
[13] HSR. al-Bukhari (no. 79) dan Muslim (no. 2282).

Ikhlas yg Menyembuhkan

Kekuatan jiwa adalah sebuah potensi yang tidak tampak tetapi efeknya luar biasa. Dengan menggunakan kekuatan jiwa, beragam penyakit mulai dari yang ringan hingga berat sebenarnya dapat disembuhkan. Seperti diungkapkan praktisi dan pengajar penyembuhan holistik, Reza Gunawan, pada dasarnya setiap manusia bisa menyembuhkan dirinya sendiri, hanya belum semua memanfaatkan potensi diri yang ada.
Salah satu kunci kekuatan jiwa yang dapat menyembuhkan penyakit adalah perasaan ikhlas. Rasa ikhlas secara sederhana dapat diartikan dengan perasaan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
"Ikhlas adalah sesuatu yang mungkin hanya dapat digambarkan dengan perasaan seperti ini. Apapun kenyataan hidup, sudah tidak lagi berbenturan dengan keinginan dan hasrat karena kita sudah bisa menerima dengan apa adanya.
Ikhlas, dapat menyembuhkan dengan cara menyelaraskan tubuh dan pikiran, selain juga menetralisir pikiran dan perasaan supaya tidak terpendam dan menumpuk dalam hati. Ikhlas merupakan bagian dari konsep sehat secara holistik yakni keselerasan dan keseimbangan antara tiga unsur yakni tubuh (body), pikiran (mind) dan jiwa (mood).

Kalau badan kita sudah muncul keluhan seperti sakit-sakit, itu berarti timbunan dalam pikiran dan jiwa sudah terlalu banyak. Dengan hati yang ikhlas, gelombang dan detak jantung menjadi lebih selaras atau harmonis. Jantung itu pemimpinnya tubuh karena dengan jantung yang selaras maka otak berfungsi maksimal. Kalau jantung atau perasaan kita korslet, otak tidak akan bisa berfungnsi maksimal. Jadi, dengan ikhlas jelas akan membuat tubuh menjadi lebih sehat.

Untuk mencapai dan mewujudkan perasaan ikhlas dalam hati, Reza menyatakan setiap orang tentu memiliki kemampuan berbeda. Untuk itulah, Reza menyarankan untuk membiasakan diri berlatih secara bertahap dan rutin.
"Ada tiga langkah yang dapat dilakukan untuk melatih diri supaya ikhlas,


1. Sering- seringlah berhenti dan bernafas untuk mengistirahatkan pikiran, ingat bahwa sesuatu tidak ada yang kekal dan belajar untuk menerima atau meng-ikhlaskan diri dari tahap yang paling mudah. Manusia seringkali sulit mencapai keikhlasan karena pikirannya jalan terus. Dengan latihan ini, kita juga akan bebas dari ketegangan.

2. Selalu ingat bahwa segala sesuatu selalu akan berubah. Seseorang susah ikhlas karena menilai segalanya bersifat kekal, padahal apa yang tidak kita dapatkan sementara ini pada suatu hari nanti akan berubah. Tidak ada yang kekal atau tetap, mungkin situasinya yang berubah atau keinginan kita yang berubah. Jadi apa yang kita sukai atau pun kita tak sukai tentu akan berubah.

3. Start di titik yang paling mudah. Belajar untuk mulai menerima hal-hal yang ringan atau gampang dulu. Untuk bisa merasa ikhlas memang tidak mudah dan terpulang kepada pribadi masing- masing. Tetapi mulailah untuk menerima kenyataan yang paling ringan dulu. Dengan begitu, otot ikhlas kita akan terlatih. contoh sebuah kasus ketika marah karena tak bisa menerima bos di kantor yang tak berlaku adil.

Kalau Anda tidak bisa memaafkan orangnya, cobalah untuk memaafkan atau meng-ikhlaskan dulu perilakunya. Bila ini masih sulit, mulailah untuk mengikhlaskan perasaan kita bahwa kita sedang marah. Kalaupun memang tidak bisa juga ikhlas dengan perasaan kita sendiri, minimal ikhlaskan dulu bahwa kita memang belum bisa ikhlas. Jadi, pada tahap paling ringan itulah yang dapat menjadi pintu paling gampang menuju gerbang keikhlasan.

Allahu a'lam
Sumber : Kompas, Rabu, 25 Juni 2008