*****Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yg sabar.(Qs.Al-Baqarah 2 : 155).*****Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga , padahal (cobaan) belum datang kepadamu seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yg beriman bersamanya , berkata, 'kapankah datang pertolongan Allah?' Ingatlah , sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.(Qs.Al-Baqarah 2 : 214). *****Dan sungguh, Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelum engkau, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kemelaratan dan kesengsaraan , agar mereka memohon (kepada Allah) dengan kerendahan hati.(Qs.Al-An'am 6 : 42). *****Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yg baik-baik dan (bencana) yg buruk-buruk, agar mereka kembali (kepda kebenaran). (Qs. Al-A'raf 7 : 168). *****Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yg apabila disebut nama Allah gemetar hatinya , dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yg melaksanakan shalat dan yg menginfakkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yg benar-benar beriman. Mereka akan memperoleh derajat (tinggi) di sisi Tuhannya dan ampunan serta rizki (nikmat) yg mulia. (Qs.An-anfal 8 : 2-4). *****Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), padahal Allah belum mengetahui orang-orang yg berjihad diantara kamu dan tidak mengambil teman yg setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Allah Mahateliti terhadap apa yg kamu kerjakan. (Qs. At-Taubah 9 : 16) *****Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yg sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan. (Qs. Al-Anbiya 21 : 35). *****Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sungguh , Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yg dusta. (Qs. Al-'Ankabut 29 : 2-3)

Jumat, 02 Maret 2012

Uang Sogok dan Hadiah (1)

istilah uang sogok (Risywah)  dan hadiah seakan menjadi hal  umum  di masyarakat. Banyak istilah yg menyamarkannya ; ucapan terima kasih, parsel, money politik, uang pelicin, pungli dst. Ada kalangan yg mengaburkan perbedaan risywah dan hadiah. Sebagian beranggapan  risywah bukan kejahatan, tapi hanya kesalahan kecil. Sebagian lain menganggap risywah itu hadiah atau tanda terima kasih. Ada yang beranggapan sebagai uang jasa atas bantuan yg telah diberikan seseorang, sehingga mereka tidak merasakan hal itu sebagai kesalahan ( kejahatan).
Lalu apakah ada perbedaan dengan hadiah? Dari Abdullah bin Umar berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Allah melaknat orang yang menyuap, dan yang menerima suap” (HR: Ibnu Hibban)

Ada ulama berpendapat kata (risywah) secara leksikal mengacu pada kata rasya-yarsyu-risywatan  yang bermakna al-ju’l  yang  berarti  upah, hadiah, pemberian atau komisi. Sedangkan penyuapan   risywah  secara terminologis adalah tindakan memberikan harta dan yang  semisalnya untuk membatalkan hak  milik  pihak lain atau  mendapatkan atas  hak milik  pihak  lain.

Ibn al-Atsir mengatakan rasywah adalah sesuatu yang menyampaikan pada keperluan dengan jalan menyogok  (الوُصْلَةُ إِلـى الـحاجة بالـمُصانعة). Ar-rasyi adalah orang yang memberikan risywah secara batil, al-murtasyi adalah orang yang mengambil risywah dan ar-ra`isy adalah orang yang bekerja sebagai perantara risywah yang minta tambah atau minta kurang. Risywah (رشوةِ) berasal dari kata rasya (رشا) yang berarti al-ja’lu (menyuap) (Ibn Manzhur dalam Lisanul Arab, 14:322)

Muhammad Amin, dalam Hasyiyah Ibn Abidin, Beirut: Darul Fikri, dari kitab al-Misbah risywah didefinisikan sebagai berikut:
ما يعطيه الشخص الحاكم وغيره ليحكم له أو يحمله على ما يريد
Artinya:
Sesuatu yang diberikan seseorang kepada hakim atau kepada yang lainnya agar orang tersebut memutuskan perkara berpihak kepadanya atau membawa kepada yang diinginkannya.

Definisi  lain tentang  risywah  sebagai  sesuatu  yang  diberikan seseorang  kepada hakim  atau  lainnya  agar orang  tersebut mendapatkan kepastian hukum atau sesuatu yang diinginkannya. Rumusan  tersebut dikenal dengan urusan ‘isti’jal fi al-qadhiyah’ yakni usaha untuk menyegerakan pengurusan masalah hukum,  termasuk  pengurusan  masalah lainnya tanpa melalui  prosedur  yang  berlaku karena ingin cepat proses  pengurusannya.

Risywah dilarang  karena dapat mengakibatkan hancurnya tata nilai  dan system hukum. Sebagaimana  pendapat Umar Ibn al-Khatab yang  melarang  para  pejabat  menerima hadiah, karena pada hakekatnya hadiah itu risywah. Begitu pula pendapatnya tentang  harta risywah tidak  boleh dikembalikan kepada  pelakunya,  terlebih lagi bagi  penerimanya,  tetapi harus diinfaqkan untuk sabilillah.

Dari pengertian tersebut diatas ,  bahwa     risywah  sepadan dengan kata sogok dalam bahasa Indonesia. Sungguhpun  demikian risywah  tidak  sepenuhnya indentik  dengan korupsi  karena korupsi  mengandung  cakupan lebih luas,  korupsi  yang  dikenal pada saat ini mencakup beragam  bentuk penyalahgunaan  wewenang  termasuk  penyalahgunaan  yang  tidak  ada unsur suapnya. Dengan kata lain risywah  tidak  persis  sama dengan  korupsi,  namun salah satu bentuk  ekspresi  korupsi  dan dapat  mengakibatkan  hancurnya  system nilai  dan system hukum  yang  berlaku  di masyarakat. Seperti menyegerakan masalah hukum, termasuk pengurusan  masalah lainnya tanpa melalui  prosedur  yang  berlaku .

Selanjutnya kata hadiah (هدِيَّة) berarti إهداء (pemberian), اللُّهْنَة (oleh-oleh), التَّقدِمَة (hadiah). Sebelum menjelasan definisi hadiah, perlu dijelaskan beberapa istilah yang terkadang masih belum dipahami oleh sebagian orang, sehingga sulit dibedakan. Istilah tersebut adalah: hibah, hadiah dan sadaqah.
       
Dalam kitab Raudhatuth Thalibin (Maktabah al-Islamiyah, 1405 H,  5:364 ) dijelaskan bahwa Imam asy-Syafi’i membagi kebajikan (tabarru’) seseorang dengan hartanya kepada dua bentuk. Pertama kebajikan yang berkaitan dengan kematian, yaitu wasiat. Kedua, kebajikan ketika masih hidup yang dibedakannya antara kebajikan murni (mahdh) dengan waqaf. Kebajikan murni ada tiga macam, yaitu hibah, hadiah dan shadaqah tathawu’.

Selanjutnya dijelaskan, jika kebajikan harta bertujuan untuk menghormati dan memuliakan seseorang dan harta itu harta bergerak disebut dengan hadiah. Dan kalau yang diberikan itu harta tidak bergerak (tetap) disebut hibah. Akan tetapi kalau kebajikan harta itu bertujuan untuk pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah dan mengharapkan pahala akhirat disebut dengan shadaqah. Secara umum hadiah dan shadaqah dapat kategorikan sebagai hibah, namun hibah berbeda dengan hadiah dan shadaqah.
       
Dari penjelasan di atas dan beberapa litaratur lain dapat didefinisikan bahwa hadiah adalah pemberian harta bergerak kepada orang lain dengan tujuan untuk menghormati (ikram), memuliakan (ta’zhim), mengasihi (tawaddud) dan mencintainya (tahabbub). Dalam hal ini bisa saja pemberian itu ditujukan untuk hal-hal yang dilarang syara’ (haram), inilah yang kemudian disebut risywah.

Dalam Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta , diceritakan tentang suatu permasalahan yang berkaitan dengan risywah , sbb ;

Dalam hal meminta uang, sedang anda adalah sebagai pegawai negeri maupun swasta setelah selesai memenuhi kebutuhan para pemilik barang merupakan suatu yang tidak diperbolehkan, karena itu termasuk memakan harta dengan cara yang tidak benar.

Di dalam hadits shahih ditegaskan bahwasanya ketika Ibnul Lutbiyyah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana beliau telah mengutusnya sebagai amil zakat.
Lalu ia berkata : “Ini untuk kalian, dan ini bagian saya”.

Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri, memanjatkan pujian dan sanjungan kepada Allah, kemudian bersabda, yang artinya “ Amma ba’du. Sesungguhnya aku telah mempekerjakan seseorang diantara kalian untuk mengerjakan suatu tugas yang telah dikuasakan Allah padaku. Kemudian orang itu datang dan berkata, ‘Ini untuk kalian dan ini hadiah yang diberikan kepadaku’.
Mengapa dia tidak duduk di rumah ayah dan ibunya saja sehingga hadiahnya itu datang kepadanya, jika dia memang benar ? Demi Allah, tidaklah salah seorang diantara kalian mengambil sesuatu yang bukan haknya melainkan dia akan menemui Allah dengan membawa beban pada hari Kiamat kelak.

Dimana aku tidak akan pernah melihat seorangpun dari kalian menemui Allah dengan membawa unta yang memiliki leguhan, atau sapi yang meleguh, atau kambing yang mengembik. Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga terlihat warna putih kedua ketiak beliau. Beliau berkata, “Ya Allah, bukankah aku sudah menyampaikan ? ” [Muttafaq Alaih]

Sedangkan menerima uang
1.    Dengan meminta secara langsung,
2.    dengan memberi isyarat
3.    atau semisalnya, maka perbuatan itu termasuk meminta sogokan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang menyogok dan disogok serta perantara keduanya.

Adapun menerima uang sebagai ganti keterlambatan pulang (lembur) bersama para pemilik barang untuk menyelesaikan urusan mereka, maka sesungguhnya pekerjaan itu tidak terikat pada diri anda dan tidak juga pada pemilik barang, tetapi tergantung pada penanggung jawabnya, yaitu resmi dan pihak yang memiliki hubungan yang telah mengangkat anda sebagai pegawai disana dengan gaji tertentu.

Oleh karena itu, sebagai ganti keterlambatan anda pulang bersama pemilik barang tidak boleh menerima uang imbalan dari pemilik barang itu, tetapi anda boleh meminta kepada penanggung jawab sebagai upah pekerjaan tambahan untuk menyelesaikan urusan pemilik barang.

Dengan penjelasan tersebut tampak jelas bawha tiga sumber di atas yang darinya kalian bisa mengambil uang, merupakan sumber yang terlarang, di mana uang yang bersumber dari ketiga jalan tersebut haram. Oleh karena itu, wajib hukumnya menghindarkan diri dari uang tersebut, yaitu dengan mengembalikannya atau dengan menyedekahkannya kepada fakir miskin atau menyerahkan kepada lembaga-lembaga sosial.

Adapun Dalil-dalil yang digunakan para ulama dalam membahas pelarangan risywah berasal dari Alqur`an dan ada pula dari Hadis Rusullah SAW. Berikut ini dikemukakan dalil-dalil tersebut:

Alqur’an
        
Dalam Alqur’an tidak ditemukan kata risywah. Dalam pelarangan risywah ini ulama mengambil dalil pelarangan memakan harta secara batil, karena risywah salah satu bentuk penggunaan harta secara batil. Di samping itu ulama juga menafsirkan kata السحت  dalam QS Al Ma’idah : 62—63 dengan risywah. Berikut ini ayat-ayat Alqur`an yang dijadikan ulama sebagai pelarangan risywah:
Firman Allah

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ(188)
“ Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”  (QS Al-Baqarah :188).

Firman Allah ;

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا(النساء:29)

" Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadam. " (QS An-Nisa :29)

       
 Ibn Katsir, dalam Tafsir Ibn Katisir, Beirut: Darul Fikri, 1401 H, menyatakan bahwa walaupun ayat di atas berbicara dalam konteks riba, namun para ulama memberlakukannya secara umum terhadap semua cara yang terlarang dalam mendapatkan rezeki, termasuk risywah. Dalam hal ini berlaku kaidah ”yang dipandang keumuman lafaz,  bukan kekhususan sebab” (العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب). Ibn Katsir menafsirkan bahwa ayat di atas merupakan larangan bagi orang mukmin memakan harta secara batil satu sama lain dalam bentuk usaha apapun yang tidak sesuai dengan syari’at seperti riba, judi dan yang sejenisnya.
Firman Allah ;

وَتَرَى كَثِيرًا مِنْهُمْ يُسَارِعُونَ فِي الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ(المائدة:62) لَوْلا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الْإِثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ(المائدة:63)


" Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu. Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram?. Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu."  (QS Al-Ma’idah : 62—63).

Al-Qurthubi, dalam Tafsir al-Qurthubi, Kairo, Dar asy-Sya’b, 1372 H, 6:183, menyatakan bahwa       Kata أكلهم السحت  dalam ayat di atas berarti memakan yang haram. Salah satu bentuk yang diharamkan adalah memakan hasil risywah. Ibn Mas’ud, Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib dan yang lainnya mengatakan  السحت  adalah risywah.
Firman Allah :

وَلا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ. (المدثر:6)

"dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. (QS Al- Muddassir :6)"

Al-Qurthubi dalam menjelaskan ayat di atas mengutip al-Qarzhi yang mengatakan: ”jangan engkau memberikan harta untuk menyogok (لا تعط مالك مصانعة.).
         Nabi Sulaiman pernah ditawari hadiah oleh Balqis ketika dia diajak mengikuti agama tauhid, namun karena menganggap hadiah tersebut sebagai risywah, beliau tidak mau menerimanya. Hal ini disebutkan dalam firman Allah SWT beriktut:

وَإِنِّي مُرْسِلَةٌ إِلَيْهِمْ بِهَدِيَّةٍ فَنَاظِرَةٌ بِمَ يَرْجِعُ الْمُرْسَلُونَ(35)فَلَمَّا جَاءَ سُلَيْمَانَ قَالَ أَتُمِدُّونَنِ بِمَالٍ فَمَا ءَاتَانِيَ اللَّهُ خَيْرٌ مِمَّا ءَاتَاكُمْ بَلْ أَنْتُمْ بِهَدِيَّتِكُمْ تَفْرَحُونَ(36)

"Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh utusan-utusan itu. Maka tatkala utusan itu sampai kepada Sulaiman, Sulaiman berkata: "Apakah (patut) kamu menolong aku dengan harta? maka apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan-Nya kepadamu; tetapi kamu merasa bangga dengan hadiahmu." (QS An-Naml :35-36)

Hadis
Selain ayat-ayat Alqur`an ditemukan juga hadis-hadis Rasulullah SAW yang melarang risywah. Hadis-hadis tersebut antara lain sebagai berikut:

عن أبي هريرة قال ثم لعن رسول الله  صلى الله عليه وسلم  الراشي والمرتشي في الحكم. )رواه الترمذى(
Artinya:
Hadis diterima dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah SAW melaknat orang yang menyogok dan yang menerima sogok dalam hukum (HR. At-Turmuzi, dalam  Sunan  at-Turmuzi, Beirut: Dar Ihya at-Turats al-‘Arabi, 3:622)

عن عبد الله بن عمرو قال ثم لعن رسول الله  صلى الله عليه وسلم  الراشي والمرتشي. )رواه الترمذى(
Artinya:
Hadis diterima dari Abdullah bin Amr, beliau berkata: Rasulullah SAW melaknat orang yang menyogok dan menerima sogok (HR. At-Turmuzi)

عن ثوبان قال لعن رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم الراشي والمرتشي والرائش يعني الذي يمشي بينهما )رواه أحمد(    
Artinya:
Hadis diterima dari Tsauban, beliau berkata: Rasulullah melaknat orang yang menyogok dan yang menerima sogol serta orang yang menjadi perantara, yaitu orang yang berjalan di antara keduanya (HR. Ahmad,  sebagaimana Asy-Syaukani dalam Nailul Authar, Beirut: Dar al-Jail, 1973 M, 9:170)

عن أبي أمامة عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم قال من شفع لأخيه شفاعة فأهدى له هدية عليها فقبلها فقد أتى بابا عظيما من   أبواب الربا.  (رواه أبو داود)
Artinya:
Hadis diterima dari Abi Umamah, dari Nabi SAW, beliau bersabda: Siapa yang menolong saudaranya dengan suatu pertolongan lalu dia memberi suatu hadiah dan hadiah itu diterimanya, maka berarti dia memasuki pintu besar dari pintu-pintu riba (HR Abu Daud).
        
Al-Qasim bin Abdur Rahman al-Umawi mengatakan: “ungkapan di atas menunjukkan haramnya menerima hadiah oleh hakim dan para pemimpin lainnya,” karena termasuk risywah.

Dalil Kebolehan Hadiah

Dalil-dalil yang digunakan oleh ulama dalam pembahasan ini pada umumnya berasal dari Hadis. Sehubungan dengan ini ditemukan beberapa riwayat dari Rasulullah SAW, antara lain sebagai berikut:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال ثم كان رسول الله  صلى الله عليه وسلم  إذا أتي بطعام سأل عنه أهدية أم صدقة فإن قيل صدقة قال لأصحابه كلوا ولم يأكل وإن قيل هدية ضرب بيده  صلى الله عليه وسلم  فأكل معهم. (رواه البخاري[
Artinya:
Hadis diterima dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata: Rasulullah SAW apabila diberi makanan beliau bertanya: apakah makanan ini hadiah atau sadaqah. Jika dijawab: sadaqah, beliau mengatakan pada para sahabatnya: makanlah oleh kalian, sedangkan beliau tidak memakannya. Akan tetapi bila dijawab: hadiah, maka beliau mengambil dengan tangannya lalu makan bersama mereka (HR al-Bukhari,dalam  Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar Ibn Ktsir al-Yamamah, 1987/1407, 2:910)

عن أنس بن مالك قال قال رسول الله  صلى الله عليه وسلم ثم لو أهدي إلي كراع لقبلت ولو دعيت عليه لأجبت. (رواه الترمذى)]

Artinya:
Hadis diterima dari Anas bin Malik dia berkata, Rasulullah SAW bersabda: Kalau aku diberi hadiah betis aku terima, dan kalau aku diundang atasnya aku akan mengabulkan. (HR. Turmuzi)

قال الشافعي رحمه الله قد كان رسول الله  صلى الله عليه وسلم  لا يأكل الصدقة وأكل من صدقة تصدق بها على بريرة وقال هي لنا هدية وعليها صدقة. (رواه البيهقى)
Artinya:
Imam asy-Syafi’i  r.h. berkata: sesungguhnya Rasulullah SAW tidak memakan sedekah. Dan ketika beliau ikut memakan sadaqah yang diberikan kepada Barirah, beliau mengatakan bahwa sadaqah itu bagi kami adalah hadiah dan bagi Barirah adalah sadaqah (HR. al-Baihaqi dalam Al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi al-Kubra, Makkah al-Mukarramah: Maktabah Dar al-Baz, 1994/1414, 10:328) Hadis di atas juga diriwayatkan oleh an-Nasa`i dari Aisyah ([An-Nasa’i, Sunan Kubra, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1991/1411, 2:59.)

عن علي رضي الله عنه أن كسرى أهدى النبي صلى الله عليه وسلم هدية فقبل منه وأن الملوك أهدوا إليه فقبل منهم ) أخرج أحمد والبزار(  [
Artinya:
Hadis diterima dari Ali r.a. mengatakan bahwa Kisra memberi hadiah kepada Nabi SAW, lalu beliau menerimanya. Raja-raja lain juga memberi hadiah kepada Nabi SAW dan beliau menerimanya hadiah tersebut dari mereka. (HR Ahmad dan al-Bazar,  Abu al-‘Ala dalam Tuhfatul Ahwazi, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 4:472

عن عبد الرحمن بن علقمة الثقفي قال لما قدم وفد ثقيف قدموا معهم بهدية فقال النبي صلى الله عليه وسلم أهدية أم صدقة الحديث وفيه قالوا لا بل هدية فقبلها ) رواه النسائي]
Artinya:
Hadis diterima dari Abdur Rahman bin ‘Alqamah ats-Tsaqafi, beliau berkata: Tatkala datang delegasi Tsaqif mereka memPbawa hadiah. Lalu Nabi SAW bertanya: apakah ini hadiah atau sadaqah…(al-hadis), …lalu mereka menjawab: hadiah, lalu Nabi menerimanya. (HR. an-Nasa`i)

Hukum Risywah dan Hadiah dalam Pandangan Ulama
       
Berdasarkan riwayat yang dikemukkan di atas ada tiga komponen yang mendapat kecaman dari Rasulullah sehubungan dengan perlakuan risywah. Pertama, orang yang menyogok disebut dengan rasyi; kedua, orang yang menerima sogok disebut dengan murtasyi; dan ketiga, orang menjadi mediator dalam sogok menyogok yang disebut dengan ra`isy. Ketiga komponen ini dikecam oleh rasul dengan kata laknat, baik laknat itu datang dari Rasul SAW maupun laknat itu datang dari Allah SWT. Kedua bentuk laknat ini ditemukan dalam lafaz hadis.
       
 Berdasarkan dalil-dalil yang ada ulama sepakat melarang risywah. Malah Ibn Ruslan mengatakan sogok  itu haram dengan ijma’ ulama. Demikian juga pendapat Imam al-Mahdi dalam kitabnya al-Bahr. Dengan arti kata tidak ada ulama yang membolehkannya. Larangan ini berlaku secara umum, baik sogok dalam dunia peradilan maupun dalam bidang yang lain.

Ketika menafsirkan QS Al-Ma’idah :42 (آكلون السحت) al-Qurthubi mengutip beberapa pendapat yang mengatakan bahwa dimaksud السحت adalah risywah (sogok). Risywah tersebut bisa dalam bentuk pemberian (hadiah) pada hakim dalam memutuskan perkara atau pemberian yang diperoleh melalui pemanfaatan kekuasaan. Dalam hal ini lebih lanjut al-Qurthubi mengatakan tidak ada perbedaan pendapat ulama salaf tentang keharaman sogok.

Dalam riwayat dari Rasulllah ditemukan sogok itu dilarang dalam dunia peradilan sebagaimana riyawat Turmuzi yang diterima dari Abu Hurairah. Akan tetapi dalam dalam riwayat Turmuzi juga yang diterima dari Abdullah bin Amr dan Tsauban pelarangan sogok beralaku secara umum tanpa mengkhususkan dalam bidang peradilan. Kedua hadis ini harus dipakai sehingga pelarangan sogok berlaku di bidang apapun. Hanya saja sogok di dunia peradilan memiliki peluang yang sangat besar, karena dalam dunia peradilan perebutan hak bagi bagi orang-orang yang berperkara. Bila mana sogok dibolehkan maka hak jatuh ke tangan  orang yang bukan pemiliknya.
       
Ada pendapat yang membolehkan sogok apabila berakaitan dengan penetapan hak. Pendapat ini dikemukakan oleh al-Mansur Billah, Abu Ja’far dan sebagian pengikut asy-Syafi’i. Namun asy-Syaukani membantahnya karena menurut keumuman hadis yang ada sogok dilarang. Kalaupun ada perbedaan pendapat dalam hal ini dianggap tidak sah, karena tidak mempengaruhi hukum yang telah ditetapkan. Mengkhususkan kebolehan sogok terhadap penetapan hak tidak ada dalil. Oleh karena itu harus berlaku keumuman hadis yang melarang sogok dalam bentuk apapun.

Selanjutnya asy-Syaukani mengemukakan argumen bahwa pada dasarnya harta seorang muslim itu haram sebagaimana terdapat dalam QS Al-Baqarah:188. Tidak halal menggunakan  harta seorang muslim kecuali apabila diperoleh dengan cara yang baik dan benar. Harta dapat diperoleh secara tidak halal melalui dua kemungkinan.
·          
P   pertama, diperoleh dengan cara yang benar, tetapi tidak halal.
·         Kedua, dengan cara yang tidak benar dan tidak halal. 

Sedangkan menyogok untuk mendapatkan hak walapun benar tetap tidak halal, karena sogok di samping memakan harta orang lain, dia juga menyulitkan dan memberatkan seseorang.
       
Allahu a’lam

Sumber : Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta,  edisi Indonesia : Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Nama lengkap: DR. Zainuddin, MA, adalah Dosen STAIN Sjeh M. Djamil Djembek Bukittinggi dengan jabatan fungsional Lektor Kepala, www.mui-bukittinggi.org, bidang keahlian : Fiqh, sukses muliahome’s dst

Tidak ada komentar: