Al Muhasibi dalam Ar-Ria’yah , menyatakan bahwa setiap jiwa seorang hamba adalah ingin mencari kenikmatan, dan keinginan hawa nafsu yang selalu tersembunyi bagaikan api dalam sekam. Setiap hamba beriman yang berupaya mengendalikan syahwatnya dengan berjuang menjalankan ketaatan dan ibadah, maka nafsu (syahwat) akan selalu berusaha menghiasinya agar mendapatkan pujian atau pengakuan atau penghargaan, atau bentuk penghormatan lainnya dari orang lain.
Kecenderungan dari hawa nafsu untuk mendapatkan pujian atau sanjungan, menyebabkan sifat riya akan selalu menyelinap dalam hati. Sehingga seseorang mengira bahawa apa yang telah dila jalankan masih masuk dalam koridor ikhlash , padahal sebenarnya dia sudah terseret bersama arus riya.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumudin, menjelaskan beberapa tingkatan riya ;
Pertama
Bila seorang hamba memperbaiki shalat dan amal shalihnya karena ada orang lain yang melihat. Sehingga mereka memandangnya dengan pandangan penghormatan, kemudian kekhusyu’an jasmaninya semakin bertambah . Maka ini dinamakan sebagai riya lahiriah.
Kedua
Ketika seorang hamba telah menyadari dan memahami riya lahiriyah, dan berusaha untuk menghindarinya.
Namun syetan akan mendatanginya dari sisi yang lain, syetan akan berusaha menipu dan memperdaya. Seperti mengajaknya untuk memperbaiki shalat dan memperindah , memperpanjang bacaan ayat , karena ia adalah teladan dalam masyarakat.
Oleh karena itu, dia mesti memperbaiki shalatnya, agar pahala orang-orang yang mencontoh dan meneladaninya juga ia dapatkan.
Ini meupakan penipuan, dimana tujuannya adalah untuk mendapatkan kelezatan jiwa dan mendapatkan apa yang dia harapkan selain ridha Allah.
Alasan-alasan yang dikemukakan, untuk melanggengkan kebatilan dalam bentuk kebenaran, agar orang lain tidak menolaknya secara mutlak.
Ketiga,
Bila seorang hamba beriman, telah menyadari akan derajat kedua diatas merupakan bagian dari riya. Maka syetan akan mengajaknya untuk shalat yang lebih khusyu’ pada siang hari (selain shalat yang dijaharkan) dan memanjangkan bacaan ayat, sehingga ibadah yang dilakukan dengan sir (tidak dijaharkan) berbeda dengan shalat yang dia lakukan dengan jahar.
Keempat,
Ini adalah yang paling tersembunyi, yaitu dimana seorang hamba beriman telah mengetahui tiga tingkatan sebelumnya. Ketika itu syetan tidak lagi mempu menghampirinya dari sisi ibadah. Sehingga syetan akan mengajaknya untuk meningkatkan kekhusyu’an dalam shalat, seperti ketika shalat dihadapan orang banyak, syetan akan membisikkan kepadanya : pikirkanlah keagungan Allah, mersa malulah kepada-Nya bahwa Allah akan melihat ke dalam hatimu ketika kamu sedang lalai.
Ketika itu, hati akan bertambah khusyu’. Namun demikian, ini adalah riya yang sangat tersembunyi. Karena kekhusyu’an orang yang beribadah akan berbeda ketika dia shalat sendirian dan jauh dari pandangan manusia.
Allahu a’lam
Sumber : al-ikhlas , Dr Umar Sulaiman Abdullah al-Asygar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar