Firman Allah, yang artinya ,” Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nyaserta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan “. (Qs. At-taubah 105).
Hadits riwayat Ath Thabrani, menyatakan bahwa suatu ketika ada seseorang yang berjalan melewati tempat Rasulullah. Orang tersebut ternyata sedang bekerja dengan giat semangat. Sehingga para sahabat bertanya ,” Wahai Rasulullah, andaikata bekerja seperti orang ini dapat digolongkan jihad fi sabilillah, maka alangkah baiknya,”
Rasulullah pun menjawab ,”Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil ; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar dia tidak meminta-minta, itu juga fi sabilillah “, (Hr Ath-thabrani).
Saudaraku, kerja pada hakikatnya adalah salah satu perwujudan amal kebajikan. Sebagai sebuah amal perbuatan, maka niat yang tertanam di hati sanubari dalam menjalankannya akan menentukan nilai kebaikan dari amal itu menjadi kebajikan. Amal seseorang dinilai berdasarkan apa yang diniatkan.
Diriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah berjumpa dengan Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari. Ketika itu Rasulullah melihat tangan Sa’ad yang melepuh, kulitnya gosong kehitaman seperti lama terpanggang matahari.
Rasulullah bertanya,” Kenapa tanganmu ?” ,
Sa’ad menjawab, “ Wahai Rasulullah, tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku ,“
Seketika itu, Rasulullah mengambil tangan Sa’ad dan menciumnya seraya berkata ,” Inilah tangan yang tidak pernah tersentuh api neraka,”.
Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mukmin yang giat bekerja” ,(Hr. thabrani).
Saudaraku, juga perlu diketahui bahwa bekerja tentu tidak akan lepas dari bingkai hubungan social antar manusia. Sehingga aturan-aturan yang ada harus dipenuhi. Etika dalam bekerja harus dijaga. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari Abdullah bin Basri bahwa ,’Carilah kebutuhan hidup dengan senantiasa menjaga harga diri. Sesungguhnya segala persoalan itu berjalan menurut ketentuan’.
Sebagimana dikatakan Umar bin Khathab ,’ apabila kamu merasa letih karena berbuat kebaikan, maka sesungguhnya keletihan itu akan hilang dan kebaikan itu akan terus kekal. Dan sekiranya kamu bersenang-senang dengan dosa, maka sesungguhnya kesenangan itu akan segera hilang dan dosa yang dilakukan akan terus kekal ‘
Begitu pula dalam kegiatan bekerja , ada hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam bekerja, agar apa-apa yang kita kerjakan tersebut memiliki nilai lebih dihadapan Allah.
Saudaraku, seorang hamba beriman tetap dianjurkan untuk bekerja dengan sepenuh hati sehingga memberikan kualitas proses dan hasil kerja yang terbaik. Bekerja keras yang dibarengi dengan keikhlasan merupakan salah satu penghapus dosa kita.
Sebagaimana diriwayatkan Ahmad, Bahwa Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Sebaik-baiknya pekerjaan ialah usahanya seorang pekerja jika ia berbuat sebaik-baiknya “.
“Siapa bekerja keras hingga lelah dari kerjanya maka ia terampuni (dosanya) karenanya “, (Al Hadits).
“ Berpagi-pagilah dalam mencari rizki dan kebutuhan hidup. Sesungguhnya pagi-pagi itu mengandung berkah dan keberuntungan “, (Hr Ibn Adi dari Aisyah).
“ Sesungguhnya Allah memnginginkan jika salah seorang darimu bekerja, maka hendaklah ia meningkatkan kualitasnya” (Al-hadits).
Saudaraku , marilah kita meluruskan niat kita dalam bekerja , dalam pekerjaan yang halal dan baik, apapun itu profesinya. Yakinkan hati kita bahwa kita berkeja semata-mata ikhlas karena allah. Sehingga apa yang kita lakukan itu merupakan wujud dari usaha kita sebagai jihad fi sabilillah.
Disamping itu juga harus diperhatikan dalam bekerja, yaitu memperhatikan adab dan etika sebagai seorang hamba yang muslim, seperti etika dalam berbicara, bergaul, makan, melayani konsumen, atau relasi dst.
Sebagaimana Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Halal itu jelas dan haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkaran-perkara yang syubhat. Maka barang siapa yang terjerumus dalam perkara yang syubhat, maka ia terjerumus pada yang diharamkan …” (Hr Muslim).
Wallahu a’lam bish shawab.
Sumber : Ash Showah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar