Mari kita coba mengubah perspektif diri menjadi lebih positif. Dan melihat dengan perspektif baru ini, anda akan mengagumi diri anda. Betapa banyak kelebihan serta kenikmatan yang kita terima. Buanglah pandangan yang menghakimi atau mencaci diri sendiri. Mengapa kita harus menggunakan perspektif untuk menindas diri kita sendiri , ketimbang kita menyayangi diri kita sendiri ?
Confusius , seorang bijak dari negeri China, mengatakan ‘ Segala sesuatu memiliki keindahan, namun tidak setiap orang bisa melihatnya ‘.
Semua itu berasal dari Perspektif. Apakah Perspektif itu ?
Dalam bahasa Inggris perpektif, ditulis dalam ejaan “perspective”. Sadangkan dalam bahasa Latin “Perspectivum”, Atau dalam bahasa lainnya perpectives, perpectus, perpicere .
Dalam kamus umum disebutkan sebagai melihat melalui atau melihat secara jelas.
Perspektif juga diartikan sebagai sikap tertentu terhadap sesuatu atau cara pandang (point of view) terhadap suatu obyek.
Yakinlah bahwa dengan perpektif yang benar, hidup akan terasa lebih nikmat, karunia Allah lebih mudah kita rasakan. Dari perspektif ini akan muncul konsep diri.
Yang menjadi masalah sekarang adalah, justru perspektif dan konsep diri ini justru berasal dari luar diri kita, bukan dari diri pribadi kita. Alia Swastika dalam bukunya Diri Manusia dalam Etalase identitas, , menyatakan bahwa masyarakat dalam seluruh kebudayaan yang pernah ada selalu mengenal konsep diri. Ia berposisi sebagai proyeksi seseorang atas dirinya, dan bagaimana orang lain melihat dirinya.
Memang , seringkali kita tidak sadar bahwa kita telalu banyak memberikan ruang bagi orang lain untuk masuk dan melihat diri kita. Akibatnya penglihatan kita , perspektif kita ke arah diri kita sendiri menjadi kabur. Pikiran kita sudah menjadi seperti pikiran orang lain. Perspektif kita sudah bersatu dengan perspektif orang lain dan tindakan kita distandarkan atau dibandingkan dengan patokan persetujuan orang lain.
Dalam sejarah , kita mengenal adanya sistem perbudakan. Bila si Tuan menginginkan para budaknya tetap patuh dan tunduk padanya. Maka pertama yang ia harus lakukan adalah begaimana melenyapkan kepribadian budak tersebut. Tuan ini paham betul bahwa seseorang yang mempunyai kepribadian tidak akan menjadi budak yang baik alias penurut. Begitu kepribadian seseorang dilenyapkan maka, orang lain akan mudah mengontrol dan menguasainya.
Orang yang tidak memiliki kepribadian adalah orang yang tidak mengenal kedirian-nya. Dia akan mudah terombang-ambing oleh suasana sekitarnya.
Dijama sekarang ini. Perpektif kita banyak terpengaruh oleh segala macam informasi yang sampai ke kita. Jutaan informasi apapun bentuknya , masuk ke memori kita. Misalnya , dengan banyaknya bintang-bintang film/ sinetron yang berdarah bule atau keturunan bule. Ini akan menanamkan perspektif ke diri kita, bahwa seorang aktor aatau aktris yang berhasil adalah yang mempunyai wajah indo atau keturunan bule .
Dengan gencarnya iklan pemutih kulit di televisi, maka akan terbantuk perspektif baru , bahaw kulit lebih putih akan lebih baik dari pada kulit gelap. Orang yang mendapat karunia berkulit gelap, akan menjadi tidak percaya diri atau kurang bersyukur . Karena terpengaruh perspektif itu.
Siapapun dia yang tidak membuat sistem bagi dirinya. Maka dia tentunya akan mengikuti sistem yang dibuat orang lain. Siapaun dia yang tidak membuat lapangan pekerjaan bagi dirinya sendiri atau bagi orang lain, maka suka atau tidak suka, dia akan masuk ke sistem pekerjaan yang dibuat oleh orang lain alias majikannya.
Begitu pula dalam pemikiran. Bila anda tidak memilih untuk berpikir bagi pertum-buhan anda, maka otomatis pikiran-pikiran orang lain akan masuk dan mengontrol diri anda. Anda akan menjadi budak orang lain.
Saudaraku, marilah kita menjadi diri sendiri, kita syukuri nikmat-nikmat yang tercurah untuk kita. Segala sesuatu memiliki keindahan, namun tidak setiap orang dapat melihatnya.
Sumber kutipan : Yusran Poran, Gagal itu indah
Dalam kamus umum disebutkan sebagai melihat melalui atau melihat secara jelas.
Perspektif juga diartikan sebagai sikap tertentu terhadap sesuatu atau cara pandang (point of view) terhadap suatu obyek.
Yakinlah bahwa dengan perpektif yang benar, hidup akan terasa lebih nikmat, karunia Allah lebih mudah kita rasakan. Dari perspektif ini akan muncul konsep diri.
Yang menjadi masalah sekarang adalah, justru perspektif dan konsep diri ini justru berasal dari luar diri kita, bukan dari diri pribadi kita. Alia Swastika dalam bukunya Diri Manusia dalam Etalase identitas, , menyatakan bahwa masyarakat dalam seluruh kebudayaan yang pernah ada selalu mengenal konsep diri. Ia berposisi sebagai proyeksi seseorang atas dirinya, dan bagaimana orang lain melihat dirinya.
Memang , seringkali kita tidak sadar bahwa kita telalu banyak memberikan ruang bagi orang lain untuk masuk dan melihat diri kita. Akibatnya penglihatan kita , perspektif kita ke arah diri kita sendiri menjadi kabur. Pikiran kita sudah menjadi seperti pikiran orang lain. Perspektif kita sudah bersatu dengan perspektif orang lain dan tindakan kita distandarkan atau dibandingkan dengan patokan persetujuan orang lain.
Dalam sejarah , kita mengenal adanya sistem perbudakan. Bila si Tuan menginginkan para budaknya tetap patuh dan tunduk padanya. Maka pertama yang ia harus lakukan adalah begaimana melenyapkan kepribadian budak tersebut. Tuan ini paham betul bahwa seseorang yang mempunyai kepribadian tidak akan menjadi budak yang baik alias penurut. Begitu kepribadian seseorang dilenyapkan maka, orang lain akan mudah mengontrol dan menguasainya.
Orang yang tidak memiliki kepribadian adalah orang yang tidak mengenal kedirian-nya. Dia akan mudah terombang-ambing oleh suasana sekitarnya.
Dijama sekarang ini. Perpektif kita banyak terpengaruh oleh segala macam informasi yang sampai ke kita. Jutaan informasi apapun bentuknya , masuk ke memori kita. Misalnya , dengan banyaknya bintang-bintang film/ sinetron yang berdarah bule atau keturunan bule. Ini akan menanamkan perspektif ke diri kita, bahwa seorang aktor aatau aktris yang berhasil adalah yang mempunyai wajah indo atau keturunan bule .
Dengan gencarnya iklan pemutih kulit di televisi, maka akan terbantuk perspektif baru , bahaw kulit lebih putih akan lebih baik dari pada kulit gelap. Orang yang mendapat karunia berkulit gelap, akan menjadi tidak percaya diri atau kurang bersyukur . Karena terpengaruh perspektif itu.
Siapapun dia yang tidak membuat sistem bagi dirinya. Maka dia tentunya akan mengikuti sistem yang dibuat orang lain. Siapaun dia yang tidak membuat lapangan pekerjaan bagi dirinya sendiri atau bagi orang lain, maka suka atau tidak suka, dia akan masuk ke sistem pekerjaan yang dibuat oleh orang lain alias majikannya.
Begitu pula dalam pemikiran. Bila anda tidak memilih untuk berpikir bagi pertum-buhan anda, maka otomatis pikiran-pikiran orang lain akan masuk dan mengontrol diri anda. Anda akan menjadi budak orang lain.
Saudaraku, marilah kita menjadi diri sendiri, kita syukuri nikmat-nikmat yang tercurah untuk kita. Segala sesuatu memiliki keindahan, namun tidak setiap orang dapat melihatnya.
Sumber kutipan : Yusran Poran, Gagal itu indah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar