Benar sekali kalau anda katakan bahwa kata orang Turki shalat witir itu wajib. Sebab mazhab fiqih yang beredar di negeri Muhammad Al-Fatih itu adalah mazhab Hanafi. Sebagaimana yang kita pelajari dalam materi shalat sunnah, bahwa berbeda dengan jumhur ulama, mazhab Hanafi telah menetapkan kewajiban shalat witir di malam hari. Sementara mazhab
lainnya, seperti Maliki, Syafi'i dan Hanbali, sepakat bahwa kewajiban shalat fardhu hanya lima waktu saja.
Lalu yang jadi pertanyaan: apa dasar kalangan mazhab Hanafi ketika menetapkan hukum wajib atas shalat witir? Dan apakah hal itu bertentangan dengan dasar syariat Islam?
Setidaknya ada dua hadits yang dijadikan alasan bagi Abu Hanifah ketika akhirnya menetapkan bahwa shalat witir itu hukumnya wajib.
1. Hadits Pertama
Ini adalah haditsyang dishahihkan oleh Abu Hanifah bahwa Rasulullah SAW diriwayatkan telah memerintahkan shalat witir dalam format wajib. Hadits itu adalah:
إن الله قد زادكم صلاة وهي الوتر
Sesungguhnya Allah SWT telah menambahkan lagi satu shalat wajib, yaitu shalat witir
Lalu bagaimana kedudukan hadits ini?
Tentu saja sudah pasti hadits ini shahih menurut Abu Hanifah. Karena tidak mungkin beliau berdalil dengan hadits yang lemah apalagi palsu, bukan?
Namun ijtihad Abu Hanifah itu bukan berarti satu-satunya sumber kebenaran. Sebab kalau kita telurusi kedudukan hadits ini di dalam kitab, misalnya kitab Nashburrayah, kita akan menemukan bahwa hadits ini dianggap ma'lul. Lihat Nashburrayah jilid 1 halaman 109.
Meskipun demikian, hadits ini diriwayatkan lewat 8 orang shahabat, yaitu Kharijah bin Hadzafah, Amru bin Al-Ash, 'Uqbah bin Amir, Abu Bashrah Al-Ghafari, Ibnu Abbas, Amru bin Syu'aib, Abu Said Al-Khudri dan Ibnu Umar radhiyallahu 'anhum ajmain.
2. Hadits Kedua
Selain hadits di atas, Abu Hanifah juga berpedoman dengan hadits lainnya, yang juga menegaskan kewajiban hukum shalat witir.
الوتر حق واجب على كل مسلم
Dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Shalat witir itu hukumnya wajib bagi setiap muslim" (HR Abu Daud, An-Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)
Jumhurul Ulama: Shlat Witir Tidak Wajib
Namun selain Abu Hanifah, sepanjang yang kami ketahui, pendapat jumhurl ulama telah dikenal, bahwa shalat witir itu hukumnya hanya sunnah, bukan wajib.
Tentu saja para ulama jumhur punya sekian banyak dalil yang teramat kuat untuk dihadapkan dengan dalil-dalil yang dibawa oleh Abu Hanifah di atas. Di antaranyahadits nabi Muhammad SAW yang secara tegas menyebutkan bahwa shalat fardhu itu hanya 5 waktu saja.
Kejadiannya persis pada saat Rasulullah SAW hendak mengutus Muazd bin Jabal ke Yaman. Beliau SAW bersabda kepadanya:
أخبرهم أن الله تعالى فرض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة
Beritakanmereka (peduduk Yaman) bahwa Allah SWT telah mewajibakan shalat 5 waktu dalam sehari semalam. (HR Bukhari dan Muslim)
Selain hadits ini berstatus muttafaqun 'alaihi, karena baik Al-Bukhari maupun Muslim telah sepakat menyatakan keshahihannya, lafadznya juga sangat lugas dan tegas, tidak bisa ditafsirkan selain bahwa shalat wajib itu hanya lima waktu saja.
Selain berdalil dengan hadits shahih di atas, umumnya para ulama juga menyebutkan bahwa kewajiban shalat lima waktu itu sudah dikenal populer lewat peristiwa Mi'raj nabi SAW. Beliau awalnya menerima perintah shalat 50 waktu, lalu akhirnya menjadi tinggal 5 wakut saja, bukan 6 waktu.
Dari Anas bin Malik ra. "Telah difardhukan kepada Nabi SAW shalat pada malam beliau diisra`kan 50 shalat. Kemudian dikurangi hingga tinggal 5 shalat saja. Lalu diserukan, "Wahai Muhammad, perkataan itu tidak akan tergantikan. Dan dengan lima shalat ini sama bagi mu dengan 50 kali shalat."(HR Ahmad, An-Nasai dan dishahihkan oleh At-Tirmizy)
Jadi jangan merasa heran dan bingung, kalau teman Anda yang Turki itu bilang bahwa shalat wajib itu ada 6 waktu, termasuk di dalamnya shalat witir. Biarkan saja dia dengan pendapatnya. Kita wajib menghormati mazhabnya dan mazhab bangsa Turki yang Hanafi. Lepas dari apakah yang bersangkutan mengerti dasar pengambilan pendapat itu, ataumungkin juga dia pun tidak tahu latar belakang pendapat mazhabnya.
Tapi yang jelas, bahwa ada perbedaan pendapat dalam masalah ini, kita sudah tahu dan kita bisa memakluminya. Dan itulah dinamika fiqih ikhtilaf.
Wallahu a'lam bishshawab,
Sumber : Ust. H. Ahmad Sarwat, Lc, eramuslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar