Allah berfirman, yang artinya ,” Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan “, (Qs. Al-An’am : 141).
Dengan kesederhanaan ini, seorang hamba beriman bisa menghindari untuk berhutang. Rasulullah tidak menykai seorang hamba yang mempunyai kegemaran berhutang. Sebagaimana Rasulullah juga berdoa, yang artinya “ Ya Allah , aku berlindung diri kepadamu dari lilitan hutang dan dalam kekuasaan orang lain.
Rasulullah juga menjelaskan , bahwa dalam hutang itu ada potensi bahaya besar terhadap budi pekerti seseorang.
Sebagaimana Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Aku berlindung diri kepada Allah dari kekufuran dan hutang”.
Kemudian seseorang bertanya,’ Apakah Engkau menyamakan kufur dengan hutang, ya Rasulullah ?’.
Rasulullah menjawab, yang artinya ,” Ya !”. (riwayat Nasa’i dan Hakim).
Saudaraku dalam pandangan agama , hutang merupakan lambang kesusahan di malam hari dan suatu penghinaan di siang hari.
Sebagaimana doa Rasulullah yang dibaca dalam shalatnya, yang artinya ,” Ya Allah, aku berlindung diri kepada – Mu dari perbuatan dosa dan hutang.”
Kemudian seseorang beratnya ,’mengapa Engkau meminta perlindungan dari hutang ya Rasulullah ?’.
Rasulullah menjawab, yang artinya ,” Karena seseorang kalau berhutang, apabila berbicara berdusta dan apabila berjanji menyalahi “. (riwayat bukhari).
Seseorang hamba beriman hendaknya tidak berhutang kecuali karena ada keperluan khusus. Dan apabila dia pun berhutang, maka sama sekali dilarang tidak boleh melepaskan niat untuk membayar.
Sebagaimana Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Barang siapa hutang uang kepada orang lain dan berniat mengembalikannya, mka Allah akan meluluskan niatnya itu ; tetapi barang siapa mengambilnya dengan niat untuk tidak melunasinya,maka Allah akan merusakkan dia “, (riwayat Bukhari).
Bahkan Yusuf Qaradhawi dalam halal wal haram fil islam,menyataklan bahwa barangsiapa yang kiranya cukup dengan 90.000 misalnya , tidak hahal berutang 100.000.
Saudaraku, hendaknya seorang hamba beriman menginfakkan sebagian harta penghasilannya, karena hamba yang mendermakan sebagian penghasilannya,maka sedikit sekali ia akan kekuarangan.
Sungguh disayangkan apabila ada yang berpendapat, orang yang tidak memiliki hutang adalah orang yang diragukan kejantanannya, atau takut beresiko.
Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, berkata: "Tidak diragukan lagi, ini adalah keliru. Bahkan hina tidaknya seseorang tergantung pada hutangnya. Siapa yang tidak memiliki hutang maka dia adalah orang mulia dan siapa yang memiliki hutang maka dialah orang yang hina. Karena sewaktu-waktu orang yang menghutanginya bisa menuntut dan memenjarakannya. Ia adalah orang yang sakit dan menginginkan semua orang sakit seperti dirinya. Karena itu, orang yang berakal tidak perlu mem-pedulikannya. "
Semoga Allah menghindarkan kita dari jeratan hutang.
Allahu a’lam
Sumber : Yusuf Qaradhawi, halal wal haram fil islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar