Jumat, 30 April 2010
Nikmat yang tersembunyi
Ibn Sirin dalam Tafsir Al-Qurthubi, Hasan Al-Basri menyatakan bahwa , kaum itu menyembunyikan amal perbuatan mereka (dari pendangan orang lain), maka Allah-pun menyembunyikan khusus untuk mereka, apa yang tidak bisa dilihat mata, tidak didengar teling dan tidak terbetik di dalam hati manusia. Muhammad bin Ka’ab Al-Qardzy, menyatakan bahwa , mereka menyembunyikan amal mereka dari pandangan manusia karena Allah, maka Allah menyembunyikan pahala hanya untuk mereka. Jika mereka melihatnya , maka senanglah hati mereka.
Saudaraku , hal diatas adalah keistimewaan pahala bagi hamba-hamba yang bangun malam untuk Qiyamullail , bermunajat kepada-Nya, membaca kalam-Nya, berdoa kepada-Nya, bersujud kepada-Nya. Mereka menyendiri dalam keheningan malam untuk Rabbnya.
Sungguh indah mereka menyambut malam dengan bermunajat.
Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Tiada seorangpun yang mengetahui apa yang disembu-nyikan untuk mereka, yaitu berbagai nikmat yang menyenangkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka lakukan ,” (Hr Bukhari Muslim).
Ibn Abas dalam Tafsir Al-Qurthubi, menyatakan bahwa , masalah ini besar dan agung bagi siapa saja yang memahami penafsirannya.
Sebuah hadits , yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam, Allah berfirman , (yang artinya) ,” Aku telah sediakan untuk hamba-Ku yang shalih , sesuatu yang belum pernah dilihat oleh mata manusia atau didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas di hati manusia “.
Saudaraku, mari kita renungkan bagaimana Allah memberikan pahala instimewa atas ibadah mereka atau bangun malam mereka yang mereka lakukan secara sembunyi-sembunyi dengan pahala yang disembunyikan, yang tidak diketahui oleh siapapun dan khusus hanya dibuka untuk mereka.
Begitu agungnya shalat malam, maka Rasulullah tidak pernah meninggalkan shalat malam. Diriwayatkan dari Ibnu umar ,bahwasanya dia melihat Rasulullah SAW tetap mengerjakan shalat malam dalam perjalanan walau diatas punggung unta.
Saudaraku, semoga kita diberi hidayah Allah untuk istiqomah mendirikan shalat malam.
Allahu a’lam
Sumber : Muhammad bin Shalih ash Shai’ari dalam Kaifa Tatahammasu liqiyan al-lail
Kamis, 29 April 2010
Manjauhi Prasangka
Sungguh, agama ini menebar damai dan kasih sayang. Kepada siapa pun.Lembut dan bersih. Tak ada keluh kesah. Tak ada marah, kecuali pada sesuatu yang dibenci Allah. Bahkan, tak secuil prasangka pun yang bisa hinggap. Semuanya terkikis dengan lantunan zikir.
Maha Benar Allah atas firmanNya dalam surah Ar-Ra’d ayat 28. “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”
Damai dan tenteramnya hidup tanpa prasangka telah diperlihatkan di semua sisi kehidupan Rasulullah saw. Kepada siapa pun.
Prasangka dalam hati hamba Allah sebenarnya memperlihatkan kelemahan hamba itu sendiri. Karena racun prasangka bisa merusak nalar seseorang sehingga tidak mampu berpikir objektif, apa adanya. Hati dan pikirannya selalu dibayang-bayangi curiga.
Ada beberapa hal yang menjadikan seseorang terjebak dalam amarah prasangka.
Pertama,
Lemahnya pendekatan diri kepada Allah. Jauh dekatnya seorang hamba Allah sangat berpengaruh pada kesuburan dan kesegaran hati sang hamba. Kesegaran itu kian menguatkan hamba Allah dalam mawas diri. Ia akan mencermati benalu-benalu hati yang mungkin tumbuh. Dan mencabutnya dengan penuh teliti.
Jika menjauh dari Allah, hati hamba itu akan ditumbuhi noda hitam . Dan bayang-bayang cermin hatinya pun menjadi keruh. Hati tak lagi mampu memantulkan cahaya Allah yang telah bersinar ke seluruh alam. Sebaliknya, pantulan hati ini begitu redup. Suram.
Maha Suci Allah Yang telah mengajarkan hamba-hambaNya tentang penjagaan hati. “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan supaya mereka jangan seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepada mereka kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Qs. Al-Hadiid: 16)
Kedua,
Pengalaman masa lalu. Pengalaman masa lalu kadang punya bekas yang begitu kuat. Ia bisa lahir dari rutinitas kehidupan masa kecil. Anak yang dibiasakan hidup tertutup akan cenderung tumbuh sebagai manusia dewasa yang egois. Dan anak yang dibiasakan hidup di bawah tekanan akan tumbuh sebagai manusia dewasa yang mudah putus asa. Begitu pun dengan prasangka. Anak yang hidup dalam bayang-bayang ketidakpercayaan orang tua akan tumbuh menjadi manusia curiga dan penuh prasangka.
Sedemikian kuatnya pengaruh orangtua, Rasulullah saw pernah mengatakan, “Tiap bayi lahir dalam keadaan suci. Orangtuanyalah yang akan membentuk sang bayi, apakah menjadi yahudi, nasrani, atau majusi.”
Adakalanya, pengalaman besar yang tidak mengenakkan mampu melahirkan prasangka permanen. Seorang yang pernah ditipu / disakiti akan menyisakan prasangka berkelanjutan. Begitulah seterusnya.
Ketiga,
Pengaruh lingkungan. Lingkungan juga menjadi guru kedua yang efektif. Semua itu, mungkin berawal dari pola pandang yang salah dengan dunia sekitar. Semua orang berperilaku buruk, kecuali telah terbukti menghasilkan kebaikan. Dan kesalahan ini akan sangat berakibat fatal jika diberlakukan kepada Yang Maha Pencipta, Pemberi rezeki, dan Penentu takdir.
Firman Allah yang artinya , “dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang musyrik laki-laki dan perempuan yang berprasangka buruk terhadap Allah…” (Qs. Al-Fat-h: 6)
Prasangka terhadap Allah tidak tertutup kemungkinan terjadi pada seorang mukmin. Sebuah keputusan yang begitu bijaksana dari Yang Maha Bijaksana bisa disalahartikan. Kebodohan kita sering membuahkan prasangka kepada Yang Maha Bijaksana. Begitulah yang pernah terjadi di masa Rasulullah saw. Kenyataannya, ada sebagian mukmin yang enggan berperang. Mereka menilai bahwa keputusan itu kurang tepat. Karena perang identik dengan kekerasan.
Firman Allah dalam Surah Al-Anfal ayat 5, “Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, dan sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman tidak menyukainya.”
Sungguh, prasangka menjebak manusia , kepada sesama mukmin atau kepada Allah. Laksana anak kecil yang buruk sangka pada obat. Karena tahu kalau obat itu pahit.
Seorang mukmin seharusnyalah selalu merawat hati. Senantiasa menyiram tanaman hati itu dengan air ruhani yang bermineral tinggi, menebar pupuk amal yang tak pernah henti. Dan, juga mencabut segala benalu prasangka dan dengki.
Seperti itulah seorang mukmin. Hatinya segar dalam zikir, seraya lidahnya memanjatkan doa, “…Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau biarkan kedengkian (bersemi) dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman: Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Qs .Al-Hasyr: 10)
Buruk sangka kepada orang lain atau su`u zhan mungkin sering hinggap di hati kita. Memang semata-mata sifat kita suka curiga dan penuh sangka kepada orang lain, lalu kita membiarkan zhan tersebut bersemayam di dalam hati. Bahkan kita membicarakan serta menyampaikannya kepada orang lain. Padahal su`u zhan kepada sesama kaum muslimin tanpa ada alasan/bukti merupakan perkara yang terlarang.
Demikian , Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari persangkaan (zhan) karena sesungguhnya sebagian dari persangkaan itu merupakan dosa.” (Qs. Al-Hujurat: 12)
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk menjauhi kebanyakan dari prasangka dan tidak mengatakan agar kita menjauhi semua prasangka. Karena memang prasangka yang dibangun di atas suatu qarinah (tanda-tanda yang menunjukkan ke arah tersebut) tidaklah terlarang. Hal itu merupakan tabiat manusia. Bila ia mendapatkan qarinah yang kuat maka timbullah zhannya, apakah zhan yang baik ataupun yang tidak baik.
Inilah zhan yang diperingatkan oleh Nabi SAW dan dinyatakan oleh beliau sebagai pembicaraan yang paling dusta. (Syarhu Riyadhis Shalihin, 3/191)
Al-Hafizh Ibnu Katsir ra berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman melarang hamba-hamba-Nya dari banyak persangkaan, yaitu menuduh dan menganggap khianat kepada keluarga, kerabat dan orang lain tidak pada tempatnya. Karena sebagian dari persangkaan itu adalah dosa yang murni, maka jauhilah kebanyakan dari persangkaan tersebut dalam rangka kehati-hatian. Kami meriwayatkan dari Amirul Mukminin Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, ‘Janganlah sekali-kali engkau berprasangka kecuali kebaikan terhadap satu kata yang keluar dari saudaramu yang mukmin, jika memang engkau dapati kemungkinan kebaikan pada kata tersebut’.” (Tafsir Ibnu Katsir, 7/291)
Abu Hurairah ra pernah menyampaikan sebuah hadits Rasulullah SAW yang artinya :
“Hati-hati kalian dari persangkaan yang buruk (zhan) karena zhan itu adalah ucapan yang paling dusta.
- Janganlah kalian mendengarkan ucapan orang lain dalam keadaan mereka tidak suka. Janganlah kalian mencari-cari aurat(cacat,cela) orang lain.
- Jangan kalian berlomba-lomba untuk menguasai sesuatu.
- janganlah kalian saling hasad, saling benci, dan saling membelakangi.
Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana yang Dia perintahkan. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, maka janganlah ia menzalimi saudaranya, jangan pula tidak memberikan pertolongan/bantuan kepada saudaranya dan jangan merendahkannya. Takwa itu di sini, takwa itu di sini.” Beliau mengisyaratkan (menunjuk) ke arah dadanya. “Cukuplah seseorang dari kejelekan bila ia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap muslim yang lain, haram darahnya, kehormatan dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat ke tubuh-tubuh kalian, tidak pula ke rupa kalian akan tetapi ia melihat ke hati-hati dan amalan kalian.” (HR. ِAl-Bukhari no. 6066 dan Muslim no. 6482)
Zhan (menurut sebagian ulama ) adalah tuhmah (tuduhan). Zhan yang diperingatkan dan dilarang adalah tuhmah tanpa ada sebabnya. Seperti seseorang yang dituduh berbuat fahisyah (zina) atau dituduh minum khamr padahal tidak tampak darinya tanda-tanda yang mengharuskan dilemparkannya tuduhan tersebut kepada dirinya.
Al-Imam Al-Qurthubi ra menyebutkan dari mayoritas ulama dan menukil dari Al-Mahdawi, bahwa zhan yang buruk terhadap orang yang zahirnya baik tidak dibolehkan. Sebaliknya, tidak berdosa berzhan yang jelek kepada orang yang zahirnya jelek. (Al Jami’ li Ahkamil Qur`an, 16/218)
Sehingga, Ibnu Hubairah Al-Wazir Al-Hanbali berkata, “Demi Allah, tidak halal berbaik sangka kepada orang yang menolak kebenaran, tidak pula kepada orang yang menyelisihi syariat.” (Al-Adabus Syar’iyyah, 1/70)
Dari hadits: Al-Imam An-Nawawi ra berkata menjelaskan ucapan Al-Khaththabi tentang zhan yang dilarang dalam hadits ini, “Zhan yang diharamkan adalah zhan yang terus menetap pada diri seseorang, terus mendiami hatinya, bukan zhan yang sekadar terbetik di hati lalu hilang tanpa bersemayam di dalam hati. Karena zhan yang terakhir ini di luar kemampuan seseorang. Sebagaimana yang telah lewat dalam hadits bahwa Allah SWT memaafkan umat ini dari apa yang terlintas di hatinya selama ia tidak mengucapkannya atau ia bersengaja.” (Al-Minhaj, 16/335)
Sufyan ra berkata, “Zhan yang mendatangkan dosa adalah bila seseorang berzhan dan ia membicarakannya. Bila ia diam/menyimpannya dan tidak membicarakannya maka ia tidak berdosa.”
Al-Qadhi ‘Iyadh ra, bahwa zhan yang dilarang adalah zhan yang murni /tidak beralasan, tidak dibangun di atas asas dan tidak didukung dengan bukti. (Ikmalul Mu’lim bi Fawa`id Muslim, 8/28)
Kepada hamba beriman yang secara zahir baik agamanya serta menjaga kehormatannya, tidaklah pantas kita berzhan buruk. Bila sampai pada kita berita yang “miring” tentangnya maka tidak ada yang sepantasnya kita lakukan kecuali tetap berbaik sangka kepadanya.
Karena itu, tatkala terjadi peristiwa Ifk di masa Nubuwwah, di mana orang-orang munafik menyebarkan fitnah berupa berita dusta bahwa istri Rasulullah SAW yang mulia, shalihah, dan thahirah (suci dari perbuatan nista) Aisyah ra berbuat tidak baik, wal’iyadzubillah, dengan sahabat yang mulia Shafwan ibnu Mu’aththal ra, Allah SWT mengingatkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar tetap ber-prasangka baik dan tidak ikut-ikutan dengan munafikin menyebarkan kedustaan tersebut.
Firman Allah , yang artinya ,“Mengapa di waktu kalian mendengar berita bohong tersebut, orang-orang mukmin dan mukminah tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri dan mengapa mereka tidak berkata, ‘Ini adalah sebuah berita bohong yang nyata’.” (Qs .An-Nur: 12)
Wallahu a’lam bish-shawab.
sumber kutipan : Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah, Muhammad Nuh , http://www/. dakwatuna.com, http://majalahsyariah.com
Rabu, 28 April 2010
Kemuliaan Shalat
Firman Allah ,yang artinya ,” Dan jika mereka berdiri untuk shalat mereka pun berdiri dengan penuh kemalasan “, (Qs. An-Nisa’ : 142).
Shalat mempunyai karekteristik khusus dalam Islam. Ciri khas dari ibadah ini adalah disematkan kata ‘mendirikan’ bukan mengerjakan. Sedangkan ibadah lainnya tidak disematkan kata mendirikan seperti mendirikan puasa, zakat, haji dst. Sebagimana dikatakan Hudzaifah, bahwa demi Tuhan , orang-orang yang mendirikan shalat. Tidaklah ada kebaikan dalam hal yang seperti itu. Allah Yang Maha Suci mengancam orang yang mengerjakan shalat namun tidak mendirikan shalat.
Yang dimaksudkan dengan mendirikan shalat adalah menhgadirkan hakikat shalat dan berdiri menghadap Allah Yang Mahaesa. Sungguh berbeda dengan orang yang menger-jakan shalat . Mengerjakan shalat sebats hanya melakukan gerakan-gerekan shalat dan melafalkan doa-doa, namun sayang hati dan jiwanya tidak hadir bersama. Ini dapat dikatakan sebagai lalai dengan shalatnya. Sehingga shalat belum menghadirkan pengaruh kuat dalam hati dan perilaku hamba tersebut.
Ibn Qoyyim berkata , betapa sedikt orang yang mengerjakan shalat , dan yang mendirikan shalat lebih sedikit lagi.
Sungguh suatu perjuangan yang sangat berat. Perjuangan seorang hamba yang menjadikan shalatnya bagaikan musim semi di hatinya, kelapangan serta penyejuk pandangannya, pengusir gundah, penawar resah. Mereka mengesampingkan pandangan bahwa shalat menjadikan beban dan penghalang kebebasannya.
Allah berfirman , yang artinya ,” Maka datanglah sesudah mereka generasi yang menelantarkan shalat dan mempertutukan hawa nafsu mereka. Maka mereka kelak akan menemui kesesatan. “ (Qs. Maryam : 59).
Para ulama menyatakan arti kata ,’menelantarkan’, sebagai tafsir dari kata ADHA’U , dimaksudkan disini bukanlah meninggalkan shalat sama sekali ataupun menghindari kewajiban . Melainkan maksudnya adalah mengerjakan shalat dengan tidak sempurna, baik dari segi syarat maupun kesucian, waktu dan kekhusyukan.
Abdullah bin Mas’ud berpendapat , bahwa maksud dari menelantarkan adalah menunda waktu shalat, dan tidak mendirikan sesuai dengan hakikat shalat.
Hudzaifah ra berkata kepada seseorang yang shalat dengan terburu-buru, ‘Sejak kapan engkau shalat seperti itu, kawanku ?’
Orang itu menjawab ,’ sejak empat puluh tahun lalu...’.
Hudzaifah berkata ,’ Sesungguhnya anda belum shalat .....
Kemudian Hudzaifah melanjutkan,’ hendaknya setiap orang menikmati shalat dan menyempurnakannya, hingga menjadi baik....
Saudaraku , bagaimanakah dengan kita? Sungguh masih banyak kekurangan yang harus segera diperbaiki. Sebagai seorang muslim , kita seharusnya selalu memperhatikan shalat kita, berpegang teguh padanya dan senantiasa memperbaiki kesempurnaan shalatnya, dan selalu menjadi prioritas utama. Terus menerus melakukan perbaikan , serta berupaya menjauhkan diri dari kesalahan-kesalahan yang menghampiri.
Inilah karakteristik shalat yang lain daripada ibadah lainnya. Kewajiban haji, puasa, zakat bisa ditinggalkan jika belum memenuhi persyaratan atau ada alasan yang dibenarkan. Akan tetapi shalat tidak bisa dilepaskan, walaupun bagaimanapun kondisinya. Shalat adalah ibadah yang tidak akan pernah bisa ditinggalkan.
Semoga kita selalu mengingat firman Allah yang artinya ,” Dan dirikanlah shalat untuk mengungat-Ku..” (Qs. Thaha : 14).
Allahu a’lam
Sumber : Jaddid shalataka , Syaikh Mu’min Fathi al-Haddad
Selasa, 27 April 2010
adab berHutang
Saudaraku, sebaiknya pembeli menghindari utang jika ia mampu membeli dengan tunai. Karena utang, bisa menyebabkan kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari. sebagaimana Rasulullah bersabda , yang artinya , “Sesungguhnya seseorang apabila berutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (HR. Bukhari).
“ Siapa yang memberi pinjaman atas kesusahan orang lain, maka dia ditempatkan di bawah naungan singgasana Allah pada hari kiamat.” (HR. Thabrani, Ibnu Majah, Baihaqi)
“ Barangsiapa meminjamkan (harta) kepada orang lain, maka pahala shadaqah akan terus mengalir kepadanya setiap hari dengan jumlah sebanyak yang dipinjamkan, sampai pinjaman tersebut dikembalikan.” (HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Majah).
Saudaraku , hutang-pihutang merupakan salah satu permasalahan yang selalu ada dalam keseharian kita. Selanjutnya bagaimana perilaku hutang piutang yang dianjurkan ?
Dalam Al-Qur’an Allah menjelaskan permasalahan yang berkaitan dengan uurusan hutang piutang.
Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya , “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabbnya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil, dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli ; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian) maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah ; Allah mengajarmu ; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” [Qs. Al-Baqarah : 282]
BOLEHKAH BERHUTANG
Tidak ada keraguan lagi bahwa menghutangkan harta kepada orang lain merupakan perbuatan terpuji yang dianjurkan syari’at.
Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , bersabda, yang artinya “Baragsiapa yang melapangkan seorang mukmin dari kedurhakaan dunia, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan melapangkan untuknya kedukaan akhirat”
Dilihat dari sudut kebutuhan yang darurat, biasanya orang yang berhutang selalu berada pada posisi terjepit dan terdesak, sehingga dia berhutang. Dimana menghutangkan disebutkan lebih utama dari sedekah, karena seseorang yang diberikan pinjaman hutang, orang tersebut pasti membutuhkan. Adapun bersedekah, belum tentu yang menerimanya pada saat itu membutuhkannya.
Dari riwayat Ibnu Majah , bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau berkata kepada Jibril : “Kenapa hutang lebih utama dari sedekah?”
Jibril menjawab, “Karena peminta, ketika dia meminta dia masih punya. Sedangkan orang yang berhutang, tidaklah mau berhutang, kecuali karena suatu kebutuhan”. Akan tetapi hadits ini dianggap dhaif, karena adanya Khalid bin Yazid Ad-Dimasyqi.
Adapun hukum asal berhutang harta kepada orang lain adalah mubah, jika dilakukan sesuai tuntunan syari’at. Yang pantas disesalkan, saat sekarang ini orang-orang tidak lagi wara’ terhadap yang halal dan yang haram. Di antaranya, banyak yang mencari pinjaman bukan karena terdesak oleh kebutuhan, atau untuk usaha atau invenstasi yang baik , namun juga untuk kegiatan-kegiatan konsumtif yangbelum tentu menjadi kebutuhan utama si pernghutang.
ADAB BERHUTANG
[1]. Hutang tidak boleh mendatangkan keuntungan bagi si pemberi hutang
Kaidah fikih berbunyi : “Setiap hutang yang membawa keuntungan, maka hukumnya riba”. Hal ini terjadi jika salah satunya mensyaratkan atau menjanjikan penambahan. Sedangkan menambah setelah pembayaran merupakan tabi’at orang yang mulia, sifat asli orang dermawan dan akhlak orang yang mengerti membalas budi.
Syaikh Shalih Al-Fauzan –hafizhahullah- berkata : “Hendaklah diketahui, tambahan yang terlarang untuk mengambilnya dalam hutang adalah tambahan yang disyaratkan. (Misalnya), seperti seseorang mengatakan “saya beri anda hutang dengan syarat dikembalikan dengan tambahan sekian dan sekian, atau dengan syarat anda berikan rumah atau tokomu, atau anda hadiahkan kepadaku sesuatu”. Atau juga dengan tidak dilafadzkan, akan tetapi ada keinginan untuk ditambah atau mengharapkan tambahan, inilah yang terlarang, adapun jika yang berhutang menambahnya atas kemauan sendiri, atau karena dorongan darinya tanpa syarat dari yang berhutang ataupun berharap, maka tatkala itu, tidak terlarang mengambil tambahan.
[2]. Kebaikan harus dibalas dengan kebaikan
Itulah makna firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tertera dalam surat Ar-Rahman ayat 60, semestinya harus ada di benak para penghutang, Dia telah memperoleh kebaikan dari yang memberi pinjaman, maka seharusnya dia membalasnya dengan kebaikan yang pantas atau lebih baik. Hal seperti ini, bukan saja dapat mempererat jalinan persaudaraan antara keduanya, tetapi juga memberi kebaikan kepada yang lain, yaitu yang sama membutuhkan seperti dirinya. Artinya, dengan pembayaran tersebut, saudaranya yang lain dapat merasakan pinjaman serupa.
Dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Nabi mempunyai hutang kepada seseorang, (yaitu) seekor unta dengan usia tertentu.orang itupun datang menagihnya.
(Maka) beliaupun berkata, “Berikan kepadanya” kemudian mereka mencari yang seusia dengan untanya, akan tetapi mereka tidak menemukan kecuali yang lebih berumur dari untanya.
Nabi (pun) berkata : “Berikan kepadanya”,
Dia pun menjawab, “Engkau telah menunaikannya dengan lebih. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas dengan setimpal”.
Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam pengembalian”
Dari Jabir bin Abdullah ra ia berkata. “Aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid, sedangkan beliau mempunyai hutang kepadaku, lalu beliau membayarnya dam menambahkannya”
[3]. Berhutang dengan niat baik
Jika seseorang berhutang dengan tujuan buruk, maka dia telah zhalim dan melakukan dosa. Diantara tujuan buruk tersebut seperti.
a). Berhutang untuk menutupi hutang yang tidak terbayar
b). Berhutang untuk sekedar bersenang-senang
c). Berhutang dengan niat meminta. Karena biasanya jika meminta tidak diberi, maka digunakan istilah hutang agar mau memberi.
Dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda , yang artinya “Barangsiapa yang mengambil harta orang (berhutang) dengan tujuan untuk membayarnya (mengembalikannya), maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan tunaikan untuknya. Dan barangsiapa mengambilnya untuk menghabiskannya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membinasakannya”
[4]. Hutang tidak boleh disertai dengan jual beli
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia telah melarangnya, karena ditakutkan dari transaksi ini mengandung unsur riba. Seperti, seseorang meminjam pinjaman karena takut riba, maka kiranya dia jatuh pula ke dalam riba dengan melakuan transaksi jual beli kepada yang meminjamkan dengan harga lebih mahal dari biasanya.
[5]. Wajib memabayar hutang
Ini merupakan peringatan bagi orang yang berhutang. Semestinya memperhatikan kewajiban untuk melunasinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan agar kita menunaikan amanah. Hutang merupakan amanah di pundak penghutang yang baru tertunaikan (terlunaskan) dengan membayarnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya : “ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimnya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” [Qs. An-Nisa : 58]
Dari Abu Hurairah ra berkata, telah bersabda Rasulullah , yang artinya “Sekalipun aku memiliki emas sebesar gunung Uhud, aku tidak akan senang jika tersisa lebih dari tiga hari, kecuali yang aku sisihkan untuk pembayaran hutang” [Hr Bukhari no. 2390]
Orang yang menahan hutangnya padahal ia mampu membayarnya, maka orang tersebut berhak mendapat hukuman dan ancaman, diantaranya.
- a). Berhak mendapat perlakuan keras. Dari Abu Hurairah ra berkata. : “Seseorang menagih hutang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sampai dia mengucapkan kata-kata pedas. Maka para shahabat hendak memukulnya, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam berkata, “Biarkan dia. Sesungguhnya si empunya hak berhak berucap. Belikan untuknya unta, kemudian serahkan kepadanya”. Mereka (para sahabat) berkata : “Kami tidak mendapatkan, kecuali yang lebih bagus dari untanya”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Belikan untuknya, kemudian berikan kepadanya. Sesungguhnya sebaik-baik kalian ialah yang paling baik dalam pembayaran” . Imam Dzahabi mengkatagorikan penundaan pembayaran hutang oleh orang yang mampu sebagai dosa besar dalam kitab Al-Kabair pada dosa besar no. 20
- b). Berhak dighibah (digunjing) dan diberi pidana penjara. Dari Abu Hurairah ra berkata, telah bersabda Rasulullah, yang artinya “Menunda (pembayaran) bagi orang yang mampu merupakan suatu kezhaliman” Dalam riwayat lain Nabi bersabda, yang arti-nya ,“Menunda pembayaran bagi yang mampu membayar, (ia) halal untuk dihukum dan (juga) keehormatannya”. Sufyan Ats-Tsauri berkata, “Halal kehormatannya ialah dengan mengatakan ‘engkau telah menunda pebayaran’ dan menghukum dengan me-menjarakannya” .
- c). Hartanya berhak disita .Dari Abu Hurairah ra berkata, telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang artinya , “Barangsiapa yang mendapatkan hartanya pada orang yang telah bangkrut, maka dia lebih berhak dengan harta tersebut dari yang lainnya” .
- d). Berhak di-hajr (dilarang melakukan transaksi apapun). Jika seseorang dinyatakan pailit dan hutangnya tidak bisa ditutupi oleh hartanya, maka orang tersebut tidak diperkenankan melakukan transaksi apapun, kecuali dalam hal yang ringan (sepele) saja. Hasan berkata, “Jika nyata seseorang itu bangkrut, maka tidak boleh memerdekakan, menjual atau membeli” .Bahkan Dawud berkata, “Barangsiapa yang mempunyai hutang, maka dia tidak diperkenankan memerdekakan budak dan bersedekah. Jika hal itu dilakukan, maka dikembalikan” .
Beberapa hadits yang berkaitan dengan hutang adalah sbb:
- Sebaik-baik orang adalah yang mudah dalam membayar utang (tidak menunda-nunda). (HR. Bukhari, Nasa’i, Ibnu Majah, Tirmidzi).
- Yang berutang hendaknya berniat sungguh-sungguh untuk membayar. (HR. Bukhari, Muslim)
- Menunda-nunda utang padahal mampu adalah kezaliman. (HR. Thabrani, Abu Dawud).
- Barangsiapa menunda-nunda pembayaran utang, padahal ia mampu membayarnya, maka bertambah satu dosa baginya setiap hari. (HR. Baihaqi).
- Bagi yang memiliki utang dan ia belum mampu membayarnya, dianjurkan banyak-banyak berdoa kepada Allah agar dibebaskan dari utang, serta banyak-banyak membaca surat Ali Imran ayat 26. (HR. Baihaqi)
- Disunnahkan agar segera mengucapkan tahmid (Alhamdulillah) setelah dapat membayar utang. (HR Bukhari,
Adapun adab kreditur atau pihak yang memberi hutang..
Islam memuji pedagang yang menjual barang kepada orang yang tidak mampu membayar tunai, lalu memberi tempo, membolehkan pembelinya berutang.
Sebagaimana hadits Rasulullah saw: “Bahwasanya ada seseorang yang meninggal dunia lalu dia masuk surga, dan ditanyakanlah kepadanya, ‘amal apakah yang dahulu kamu kerjakan?’ Ia menjawab, ‘Sesungguhnya dahulu saya berjualan. Saya memberi tempo (berutang) kepada orang yang dalam kesulitan, dan saya memaafkan terhadap mata uang atau uang.” (Hr. Muslim)
Menurut ulama pensyarah hadits, kata-kata “memaafkan terhadap mata uang atau uang” di situ adalah, bahwa yang bersangkutan memberikan kemurahan kepada pengutang dalam membayar utangnya. Bila terdapat sedikit kekurangan pembayaran dari yang semestinya, kekurangan itu di abaikan dengan hati lapang.
- Dua kali memberikan pinjaman, sama derajatnya dengan sekali bershadaqah. (HR. Bukhari, Muslim, Thabrani, Baihaqi).
- Sebaiknya memberi tempo pembayaran kepada yang meminjam agar ada kemudahan untuk membayar. (HR. Muslim, Ahmad).
- Jangan menagih sebelum waktu pembayaran yang sudah ditentukan. (HR. Ahmad)
- Hendaknya menagih dengan sikap yang lembut penuh maaf. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi).
- Boleh menyuruh orang lain untuk menagih utang, tetapi terlebih dahulu diberi nasihat agar bersikap baik, lembut dan penuh pemaaf kepada orang yang akan ditagih. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Hakim).
Saudaraku , secara umum Islam memperbolehkan transaksi hutang piutang. Sebagaimana rasulullah bersabda sbb ;
- Agama membolehan adanya utang-piutang, untuk tujuan kebaikan. Tidak dibenarkan meminjam atau memberi pinjaman untuk keperluan maksiat. (HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Hakim)
- Pembayaran tidak boleh melebihi jumlah pinjaman. Selisih pembayaran dan pinjaman dan pengembalian adalah riba. Jika pinjam uang sejuta, kembalinya pun sejuta, tidak boleh lebih. Boleh ada kelebihan pembayaran, berubah hadiah, asal tidak diakadkan sebelumnya. (HR. Bukhari, Muslim, Abdur Razak).
- Jangan ada syarat lain dalam utang-piutang kecuali (waktu) pembayarannya. (HR. Ahmad, Nasa’i).
Semoga kita semua dijauhkan olehNya dari lilitan hutang, dianugerahkanNya ilmu yang bermanfaat, amal yang shalih dan rizqi yang halal dan baik.
Allahu a’lam
Sumber kutipan : Ustadz Armen Halim Naro Lc, almanhaj.or.id , Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun IX/1426H / 2005M. Ali Athwa/SHW – Majalah Suara Hidayatullah edisi 10/XV/Dzulqa’dah-Dzulhijjah 1423.
catatan :
[1]. Ahkamul Qur’an, Ibnul Arabi, Beirut, Darul Ma’rifah, 1/247
[2]. Tafsir Quranil Azhim, 3/316
[3]. Ahkamul Qur’an, Ibnu Katsir, Madinah, Maktabah Jami’ Ulum wal Hikam, 1993, 1/247
[4]. Ibid
[5]. Sunan Ibnu Majah, no. 2431
[6]. Al-Mulakhkhashul Fiqhi, Shalih Al-Fauzan, KSA, Dar Ibnil Jauzi, Cet.IV, 1416-1995, hal. 2/51
[7]. Shahih Bukhari, kitab Al-Wakalah, no. 2305
[8]. Shahih Bukhari, kitab Al-Istiqradh, no. 2394
[9]. Shahih Bukhari, kitab Al-Istiqradh, no. 2387
[10]. Lihat Fathul Bari (5/54)
[11]. Shahih Bukhari, kitab Al-Istqradh, no. 2390
[12]. Ibid, no. 2400, akan tetapi lafazhnya dikeluarkan oleh Abu Dawud, kitab Al-Aqdhiah, no. 3628 dan Ibnu Majah, bab Al-Habs fiddin wal Mulazamah, no. 2427
[13]. Ibid, no. 2401
[14]. Ibid, no. 2402
[15]. Fathul Bari (5/62)
[16]. Ibid (5/54)
[17}. HR Abu Dawud, Al-Buyu, Tirmidzi, Al-buyu dan lain-lain
[18]. HR Bukhari, Al-Hawalah, no. 2288
[19]. HR Bukhari, Al-Istiqradh, no. 2405
[20]. HR Bukhari, Al-Istiqradh, no. 2391
[21].Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah, Tahqiq Ali Hasan bin Abdul Hamid, Oman, Dar Ammar, cet II, 1415-1994 hal. 262-263
Senin, 26 April 2010
Setiap masalah ada solusi spiritual
Saudaraku, marilah kita menjaga hubungan dengan Allah , dan yakinlah bahwa kesem-buhan / kelonggaran pasti datang. Sesungguhnya segala cobaan dalam kehidupan adalah anugerah-Nya untk menjadikan kita semakin dekat dengan-Nya. Sehingga kita tahu dan menyadari bahwa selalu ada penyelesaian secara spiritual bagi setiap masalah.
Selama ini mungkin kita telahmengetuk ratusan bahkan ribuan pintu , namun melalaikan satu pintu yang selalu terbuka. Pintu ini adalah Allah. Kita banyak mengandalkan obat namun melupakan Sang Penyembuh yaitu Allah. Kita lebih mengadalkan makhluk namun melalaikan Sang Khalik.
Sungguh, sesulit apapun masalah , bila kita bertawkal kepada Allah, maka masalah itu bisa diatasi. Dan bertawakal adalah sifat yang disukai Allah.
Sebagaimana Dia berfirman, yang artinya ,” Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tawakal kepada-Nya “, (Qs. Ali ‘imran : 159).
Sebagaimana Dia berfirman , yang artinya ,” ... Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya) “, (Qs. At Talaq : 3).
Kadangkala kita, tidak tahan menunggu datangnya kelapangan. Di saat-saat itu seringkali godaan-godaan pikiran negatif mulai bermunculan. Untuk mendaaptkan perubahan positif yang diharapkan, kita harus mulai mengubah diri kita ke arah positif.
Sebagaimana Allah berfirman yang artinya, “ Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri, “ (Qs. Ar-ra’d : 11).
Saudaraku, kadangkala Allah menutup pintu yang ada di depan kita, namun Dia membuka pintu lain yang lebih baik. Namun kita manusia kebanyakan menyia-nyiakan waktu, konsentrasi, dan tenaga untuk memandang pintu tertutu daripada menyambut pintu yang terbuka lebar.
Mulai hari ini, mari kita bertawakal kepada-Nya dan berupaya dengan segala kemampuan yang ada. Ini adalah jalan menuju tawakal yang sebenarnya. Sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala bagi hamba-Nya yang berbuat kebaikan.
Sebagaimana firman-Nya , yang artinya ,” Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala bagi orang-orang yang berbuat kebajikan “, (Qs. At-Taubah : 120).
Apapun masalah yang dihadapi, tetaplah berfikir positif. Pusatkan perhatian pada upaya mencari solusi dan tawakal kepada-Nya. Sehingga pikiran anda penuh dengan semangat spiritualitas. Pada saatnya nanti, kita akan tercengang ketika Allah memberikan jalan keluar dari arah yang tiada terduga. Banyak hal positif yang akan terjadi dan tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Saudarku, sudah menjadi dasar tabiat kita, bahwa manusia sulit untuk sabar dalam menghadapi cobaan hidup, kecemasan dan ketakutan. Namun dengan berjalannya waktu, baru kita menyadari bahwa cobaan itu adalah anugerah terindah dari Allah. Allah menutup satu pintu bagi kita untuk kebaikan kita sendiri. Sebagai gantinya Dia membukakan pintu yang lain yang lebih baik.
Sumber : Dr ibrahim Elfiky.
Minggu, 25 April 2010
mind Illusion
Dalam Quwwat al-tahakhum fi al-Dzat, Dr Ibrahim Elfiky, menyatakan bahwa hari ini anda tergantung pada pikiran yang datang saat ini . Esok anda ditentukan oleh kemana pikiran membawa anda.
Jack Canfield – Mark Victor Hansen dalam Allddin Factor, menyatakan bahwa setiap hari menusia menghadapi lebih dari 60.000 pikiran yang masuk. Dalam kondisi ini seleksi dan pengarahan pikiran sangat dibutuhkan. Mengingat berdasar penelitian Fak kedokteran Universitas San Francisco tahun 1986, bahwa 80% pikiran bersifat negatif. Kondisi ini rentan mempengaruhi perasaan, perilaku serta penyakit jiwa dan fisik. Jadi kita harus lebih berhati-hati dalam memilih pikiran di benak kita.
Saudaraku, bila kita tidak ingin meletakkan sesuatu yang berbahaya dalam tubuh kita, mengapa kita harus mengisi pikiran kita dengan hal-hal yang berpengaruh negatif terhadap kesehatan jiwa dan raga.
Mengapa kita harus mengisi gizi pikiran kita dari keranjang sampah?
Karena kita tidak bisa membendung informasi yang masuk ke benak / pikiran kita . Kini sudah saatnya kita memilih , meyeleksi makanan pikiran yang masuk.
Untuk memwujudkan itu kita harus tawakal kepada Allah. Kita harus mulai memahami arti pikiran dan kekuatannya.
Pikiran adalah kekuatan.
Dalam Al-Qur’an telah membedakan anatara hamba yang berilmu dan tidak. Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya ,” katakanlah, “ Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui ?”, (Qs. Al- Zumar : 9).
Edmun Spencer menyatakan bahwa , pikiran yang membuat anda baik menjadi buruk,bahagia menjadi sengsara,kaya menjadi miskin.
Budha menyatakan bahwa kita adalah apa yang dipikirkan. Kita semua bangkit dari pikiran. Dengan pikiran kami membuat dunia.
Saudaraku, kehidupan adalah skenario yang kita ciptakan sendiri,kita sendiri yang mengintre-prestasikan hidup ini.
Dalam kehidupan dan perilaku kita berlaku adanya mindset. Disetiap ruang dan waktu kita tidak terlepas dari mindset. Midset adalah sekumpulan pikiran yang terjadi berkali-kali diberbagai tempat dan waktu yang diperkuat dengan keyakinan dan proyeksi sehingga menjadi kenyataan yang dapat dipastikan di suatu tempat dan waktu yang sama (Dr. Ibrahim Elfiky).
Saudaraku, berfikir negatif adalah candu yang merusak. Elanor Roosevelt , menyatakan bahwa manusia bisa saja berbuat salah namun yang tidak dibenarkan adalah mempertahankan sesuatu yang negatif dan mengulanginya sehingga menjadi kenyataan.
Pada tahun 1986 , Fakultas kedokteran di San Fransico mengadakan penelitian tentang hubungan pikiran dan tubuh dalam hal merebaknya penyakit, baik penyakit jiwa maupun pe-nyakit fisik. Hasil penelitian menegaskan bahwa lebih dari 95% penyebab munculnya penyakit bersumber dari akal.
Dimana Akal berpikir, lalu mengirimkan pesan ke tubuh. Selanjutnya tubuh merespon. Respon inilah yang mempengaruhi tubuh.
Pikiran negatif membuat sistem syaraf menjadi tegang. Sistem kekebalan tubuh pun merespon dengan mengerahkan pasukan untuk melindungi. Tarikan nafas menjadi pendek dan cepat, tekanan darah meningkat, suhu tubuh berubah dan kadar adrenalin bertambah. Akhirnya ketidakseimbangan tubuh pun terganggu. Pikiran negatif , membuat seseorang menjadi cemas, gelisah hingga frustasi.
Saudaraku, pikiran anda adalah alat. Anda bisa memilih pikiran-pikiran apa saja untuk melakukan sesuatu. Andalah satu-satunya orang yang dapat mengontrol pikiran anda sendiri. Bukan guru anda , bukan atasan anada, bukan orang tua anda. Dan bukan lingkungan anda. Karena hanya alat maka bagaimana menggunakan alat itu , inilah yang terpenting.
Saudaraku, mulai saat ini berdoalah dan serahkanlah seluruh permasalahan ini kepada Allah, Tuhan Yang Maha Mencipta. Jangan pernah meninggalkan satu permasalahanpun pada diri anda. Kita harus benar-benar menyerahkan seluruh masalah hidup kita kepada-Nya. Biarkanlah Allah yang bekerja untuk kita. Allah Maha Menyelesaikan setiap masalah.
Allahu a’lam
Sumber : Quwwat El Tafkir, Dr Ibrahim Elfiky, Gagal itu indah, Yusran Pora.
Kamis, 22 April 2010
Kajian ilimah tentang Wudhu
Wudhu merupakan aktivitas yang harus dilakukan sebelum kita melaksanakan ibadah shalat. Berwudhu juga menunjukkan keseriusan seorang hamba dalam menghadap Allah. Wudhu menyingkirkan kotoran-kotoran lahirian dan batiniah.
Rangsangan dari aktivitas wudhu muncul keseluruh tubuh, khususnya pada area yang disebut BASes (Biological Active Spots ) atau tiktik-titik aktif biologis. Menurut riset ini, BASes mirip dengan titik-titik refleksologi Cina.
Menurut Dr Magomedov, untuk menguasai titik-titik refleksi Cina dengan tuntas umumnya dibutuhkan waktu berlatih antara 15 – 20 tahun. Bisa dibandingkan dengan praktek wudhu yang sangat sederhana. Kelebihan wudhu, dimana refelsologi hanya berfungsi menyembuhkan, sedangkan wudhu juga sangat efektif mencegah masuknya bibit penyakit.
Saudaraku, menurut peneliti Dr Magomedov dikatakan bahwa 61 dari 65 titik refleksi Cina adalah bagian yang dibasuh air wudhu. Lima titik lainnya terletak antara tumot dan lutut, dimana bagaian ini juga merupakan wilayah wudhu yang tidak diwajibkan.
Sebagaimana Firman Allah, dalam surat Al-Maidah ayat 6, yang artinya : “ Wahai orang-orang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka dan tangan kalian sampai ke siku. Kemudian sapulah kepala kalian dan basuhlah kaki kalian sampai pada kedua mata kaki.”
Sedangkan dalam hadist Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda :
“Allah tidak akan menerima shalat seseorang di antara kalian apabila kalian berhadast, sehingga dia berwudhu” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Wudhu mungkin bukan sudah menjadi rutinitas para muslim yang senantiasa menunaikan shalat. Akan tetapi sejauh manakah kita mengetahui rahasia-rahasia yang menakjubkan serta keutamaan wudhu yang sebenarnya?
Saudaraku, sistem metabolisme tubuh manusia terhubung dengan jutaan syaraf yang ujungnya tersebar di sepanjang kulit. Guyuran air wudhu dalam konsep pengobatan modern adalah hidromessage alias pijat dengan memanfaatkan air sebagai media penyembuhan.
Membasuh daerah wajah misalnya pijatan air akan memberi efek positif pada usus, ginjal dan system saraf maupun reproduksi. Membasuh kaki kiri berefek positif pada kelenjar pituitary, otak yang mengatur fungsi-fungsi kelenjar endokrin (kelenjar yang bertugas mengatur pengeluaran hormon dan mengendalikan pertumbuhan). Di telinga terdapat ratusan titik biologis yang akan menurunkan tekanan darah dan mengurangi sakit.
Mohtar Saleem, dalam bukunya A Sport for the body and soul, menjelaskan bahwa wudhu bisa mencegah kanker kulit. Jenis kanker ini lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang setiap hari menempel dan terserap kulit. Pencegahan paling efektif adalah meminimalkan resiko dengan cara membersihkan secara rutin. Berwudhu lima kali sehari adalah antisipasi yang lebih dari cukup. Aktivitas wudhu juga meremajakan selaput lender yangmenjadi gugus depan pertahanan tubuh. Peremajaan menjadi penting karena salah satu tugas utama lender adalah ibarat membawa contoh benda asing yang masuk kepada dua senjata pamungkas yang sudah dimiliki manusia secara alami, yaitu sel T (limfosit T) dan sel B (limfosit B). Dimana keduanya bersiaga di jaringan limfosit dan system getah bening dan mampu menghancurkan penyusup yang berniat buruk terhadap tubuh.
Aktivitas wudhu meningkatkan daya kerja mereka.
Aktivitas wudhu lainnya, yang tidak kalah penting adalah disunatkannya menghirup air dari hidung dan dikeluarkan lewat mulut. Cara ini mampu menangkal secara efektif ISPA (infeksi saluran pernafasan akut), TBC, kanker n. asofaring secara dini.
Saudaraku , seorang hamba beriman disarankan juga untuk tidak hanya mengambil wudhu ketika akan shalat, tetapi juga untuk aktivitas yang lain. Misalnya, saat hendak membaca Al-Qur’an, berangkat tidur , akan berangkat kerja dst.
Selain fungsi-fungsi fisiologis, wudhu juga efektif untuk pengendalian emosi. Setiap kali marah, seorang hamba beriman disarankan untuk mengambil air wudhu. Saudaraku, apapun yang diperintahkan Allah tentu sangat bernfaat bagi hamba-Nya.
Rasulullah bersabda, yang arinya ,” Seorang muslim atau mukmin ketika membasuh wajahnya dlam berwudhu, dosa yang telah dilakukan matanya akan lebur dari wajahnya bersama tetesan air wudhunya. Hingga tetetsan air yang terakhir. Jika ia membasuh kedua tangannya , dosa yang telah dilakukan kedua tangannya akan lebur bersama tetesan air wudhunya, hingga tetesan air yang terakhir. Kemudian jika ia membasuh kedua kakinya, maka setiap dosa yang telah dilakukan oleh kedua kakinya, akan lebur bersama tetesan air wudhunya, hingga tetesan air yang terakhir, sapai akhirnya ia pun bersih dari dosa-dosa.
Dari Abdulla Ash-Shanaji radiallahuanhu, Rasulullah saw bersabda : “Apabila seorang hamba berwudhu, lalu berkumur, maka dikeluarkanlah (dihapuskan) kesalahan-kesalahan itu dari mulutnya. Apabila ia memasukkan air ke rongga hidung, maka keluarlah kesalahan-kesalahan itu dari hidungnya. Apabila ia membasuh wajahnya, maka keluarlah kesalahan-kesalahan yang pernah ia perbuat dengan wajahnya, sehingga kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi keluar dari bawah tempat tumbuhnya rambut dari kedua matanya. Apabila ia membasuh kedua tangannya, maka keluarlah kesalahan-kesalahan itu dari kedua tangannya, sehingga kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi dari bawah (celah) kukunya. Apabila ia mengusap kepalanya, maka keluarlah kesalahan-kesalahan itu dari kepalanya, sehingga kesalahan-kesalahan itu keluar dari kedua telinganya. Apabila membasuh kedua kakinya, maka keluarlah kesalahan-kesalahan tersebut dari kedua kakinya, sehingga kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi dari bawah kuku-kuku kedua kakinya. Kemudian perjalanannya ke masjid dan shalatnya merupakan nilai ibadah tersendiri baginya” (HR. Imam Malik, An-Nasaai, Ibnu Majah dan Al-Hakim)
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa pernah mendengar Rasulullah bersabda : “Sungguh umatku kelak akan datang pada hari kiamat dalam keadaan (muka dankedua tangannya) kemilau bercahaya karena bekas wudhu. Karenanya, barangsiapa dari kalian yang mampu memperbanyak kemilau cahayanya, hendaklah dia melakukannya (dengan memperlebar basuhan wudhunya)” .(HR. Bukhari Muslim)
Saudaraku, masihkah kita menyangsikan betapa Allah Maha Pengasih dan Maha Menyayangi hamba-hamba-Nya. Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Allah pasti dipenuhi .
Allahu a’lam
Sumber : Cara Nabi menghadapi kesulitan hidup, Hendra Setiawa
Rabu, 21 April 2010
Jangan Meremehkan orang lain
Melihat tawa itu, Rasulullah segera bersabda, yang artinya ,” Apakah kamu menertawakan kecilnya betis Ibnu Mas’ud. Demi Allah yang diriku dalam kekuasaan-Nya, bahwa kedua betisnya itu timbangannya lebih berat daripada gunung Uhud “ . (Hr Thayalisi dan Ahmad).
Saudaraku, Allah melarang memperolokkan orang lain. Sehingga tidak boleh seorang hamba mukmin yang mengenal Allah dan mengharapkan kebahagiaan kehidupan , memperolokkan orang lain. Sebab dalam hal ini ada unsur kesombongan walau tersembunyi dan penghinaan terhadap orang lain.
Hal itu menunjukkan kebodohan tentang neraca kebajikan di sisi Allah. Allah mengatakan,” Jangan ada sutu kaum memperolokkan kaum lainnya, sebab barangkali mereka yang diperolokkan itu lebih baik daripada yang memperolokkan, dan jangan pula perempuan memperolokkan perempuan lain, sebab barangkali mereka yang diperolokkan itu lebih baik daripada mereka yang memperolokkan.”.
Yang dinamakan baik dalam pandangan Allah, ialah iman, ikhlas dan mengadakan kontak yang baik dengan Allah. Bukan dinilai dari rupa, badan, pangkat dan kekayaan.
Sebagaimana Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan kekayaan kalian, tetapi Allah melihat hati dan amal kalian, “ (Hr Muslim).
Jangan memberi gelar yang buruk
Dan umumnya yang bergandengan dengan tindakan memperolokkan itu adalah memberi gelar / panggilan yang tidak baik kepada orang lain. Termasuk dalam kegiatan mencela, adalah memberi beberapa gelar yang tidak baik , yaitu suatu panggilan yang tidak layak dan tidak menyenangkan. Dan mengandung unsur penghinaan dan celaan.
Kita seringkali menyadari, sbenarnya maksud kita memberi gelar kepada kawan kita, dengan maksud agar memancing tawa atau kelucuan. Atau dengan maksud mengakrabkan persahabatan. Namun apapun alasannya , tindakan ini adalah penghinaan terhadap orang lain. Jangan mengira orang yang kita beri panggilan lucu itu, merasa senang atau bangga , bisa jadi dia tidak ikhlas walaupun tidak dia tampakkan.
Tidak layak bagi kita untuk berbuat jahat kepada orang lain. Dengan memanggil kawan kita dengan gelar yang tidak menyenangkan bahkan menjengkelkan. Tindakan ini bisa menyebabkan timbulnya kebencian dan permusuhan sesame kawan serta hilangnya jiwa kesopanan dan perasaaan lebih tinggi dari orang lain.
Sungguh indah apa yang telah dicontohkan Rasulullah. Dimana ketika Rasulullah jika berbincang dengan para sahabatnya selalu berusaha menghormati dengan cara duduk yang penuh perhatian, ikut tersenyum jika sahabatnya melucu, dan ikut merasa takjub ketika sahabatnya mengisahkan hal yang mempesona, sehingga setiap orang merasa dirinya sangat diutamakan oleh Rasulullah.
Saudaraku , pujilah dengan tulus dan tepat terhadap sesuatu yang layak dipuji sambil kita kaitkan dengan kebesaran Allah sehingga yang dipuji pun teringat akan asal muasal nikmat yang diraihnya, nyatakan terima kasih dan do’akan.
Bukankah ini sangat indah dan membahagiakan. Dan ingat jangan pernah kikir untuk berterima kasih.
Allahu a'lam
Sumber : Halal wal haram fil Islam, Yusuf Qaradhawi.
Selasa, 20 April 2010
Unfinished emotion
Unfinished emotion dapat terjadi karena manusia tidak segera atau tidak mau menyelesaikan permasalahan emosinya. Manusia tidak mau menerima masa lalu atau memaafkan orang-orang yang menyakitinya. Emosi itu bertumpuk sedemikian rupa dalam waktu yang lama. Manusia biasanya dapat bertahan karena ia melakukan mekanisme penyangkalan. Mekanisme ini berfungsi ibarat obat simtomatis yang hanya dapat meringankan gejala, tetapi tidak menyembuhkan. Cara ini mungkin efektif hanya sesaat dan sama sekali tidak menyentuh akar permasalahan.
Sesungguhnya, akibat dari menahan emosi dan memendam rasa tentu akan berakibat pada kesehatan pschychologis seseorang, akan tetapi cara anda dengan berdiam diri dan menghindar dari faktor yang memicu emosi tadi adalah suatu cara yang dapat dikategorikan dengan cara yang tepat, sehingga bisa membuat anda cooling down atau mengurangi ketegangan yang terjadi, hanya saja perlu ditambahkan umpama emosi yang terjadi harus disalurkan secara sadar ke tempat lain.
Menurut Ernie Larsen, pada saat kita merasakan, menyimpan dan menahan emosi di masa lalu saat itulah terjadi suatu siklus unfinished emotion.
Dio Martin dalam Emotional Quality Management prosesnya adalah seperti ini : Mula-mula ada peningkatan persepsi mengenai ketidakadilan atau ketidaknyamanan yang mencetuskan amarah, benci, dendam maupun sakit hati.
Kejadian inilah yang disebut unfair trigerred events. Selanjutnya akan muncul respons dalam diri kita yang menolak atau mempertanyakan, “Kok tega-teganya dia melakukan itu padaku”. Kecenderungannya, kita mengatakan yang membenarkan perasaan tidak nyaman kita dan menolak kejadian tersebut.
Perasaan yang tidak nyaman akan berkembang menjadi energi kemarahan, kebencian dan dendam yang akumulatif dan meningkat. Proses pembenaran terhadap ketidak-adilan tersebut akan semakin menguat. Demikian seterusnya hingga siklus ini terus membesar menimbulkan medan energi negatif yang semakin besar.
Secara umum seseorang bisa saja menahan emosi yang tak terselesaikan ini, dengan melakukan beberapa usaha bentuk penyangkalan terhadap persoalan yang dihadapi.
Bentuk penyangkalan ini beragam.
- represi, dimana kita mengaburkan masalah atau berpura-pura tidak ada masalah. Ini adalah cara konyol yang hanya berujung pada penumpukkan masalah di alam bawah sadar kita.
- pengalihan dan penghindaran. Contohnya, menenggelamkan diri kita asyik membaca koran saat ada sesuatu yang harus dilakukan. Penghindaran terhadap masalah kecil hanya membuat masalah itu berkembang menjadi masalah yang lebih besar. Dan saat itu akan semakin sulit kita mengontrolnya.
- proyeksi. Hal ini terjadi ketika emosi kita memuncak dan melampiaskan- nya pada benda atau orang lain yang sering tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan permasalahan kita.
- perilaku menyamankan. Kita melakukan perilaku yang membuat kita nyaman untuk sementara. Yang paling sering adalah makan, ngemil, dan tidur, atau hal-hal kecil lainnya seperti menggigit pena.
Selanjutnya , sebenarnya bagaimana untuk menghilangkan unfinished emotion ini ?
Untuk menyelesaikan persoalan ini, terdapat beberapa kata kunci. Kunci yang membuka pintu ruang jiwa.Terdapat sebuah kunci yang merupakan kekuatan besar, yaitu…
Memaafkan (forgiveness).
Kata maaf, memang lebih mudah diucapkan dibanding diterapkan. Karena perasaan terluka terkadang meninggalkan bekas tersendiri. /saudaraku ,kita tidak sendiri. Berjuta-juta orang pun pernah terluka, karena memang itulah wajah kehidupan. Kadang senyum, kadang memaki. Sama sekali tidak ada yang salah dengan luka itu, karena itu hanya membuktikan bahwa kita benar-benar menjalani sebuah kehidupan.
Ibnu Qudamah dalam Minhaju Qashidin menjelaskan bahwa makna memberi maaf di sini ialah sebenarnya engkau mempunyai hak, tetapi engkau melepaskannya, tidak menun-tut qishash atasnya atau denda atau pembalasan kepadanya.
Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Quran menjelaskan, bahwa kata maaf berasal dari bahasa Al-Quran alafwu yang berarti "menghapus" karena yang memaafkan menghapus bekas-bekas luka di hatinya.
Bukanlah memaafkan namanya, apabila masih ada tersisa bekas luka itu didalam hati, bila masih ada dendam yang membara. Boleh jadi, ketika itu apa yang dilakukan masih dalam tahaf "masih menahan amarah". Usahakanlah untuk menghilangkan noda-noda itu, sebab dengan begitu kita baru bisa dikatakan telah memaafkan orang lain.
Saudaraku, memaafkan orang yang pernah melukai kita adalah kunci pembuka pintu kebahagiaan yang utama, dan tentu perbuatan yang sangat berat untuk dijalani. Memaafkan orang lain membutuhkan sebuah ketulusan yang luar biasa, karena mungkin sebenarnya kita bisa membalas tindakannya.
Saudaraku memaafkan orang lain sebenarnya bukanlah untuk musuh kita, melainkan untuk diri sendiri, untuk kebahagiaan kita.
Dr. Frederic Luskin dalam bukunya, Forgive for Good , menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres.
Sebaliknya, kebencian adalah pencuri yang dapat mencuri saat bahagia kita. Kebencian adalah kegelapan yang dapat meredupkan cahaya kebahagiaan dalam hati kita. Kebencian adalah mesin penyakit yang mengundang kesengsaraan bagi jiwa dan jasad kita. Kebencian adalah kesesakkan di alam jiwa kita yang dapat melahirkan tindakan kekanak-kanakan, merusak, dan menghancurkan jiwa kita sendiri.
Dendam yang masih berdiri kukuh dalam hati kita mungkin menghalangi kita dari kebahagiaan. Dendam itu selalu mencari-cari pembenaran. Dendam itu mungkin telah melahirkan sedemikian banyak aksi yang tidak seperlunya. Dan sekali lagi… kita mencari-cari pembenarannya. Pembenaran-pembenaran ini justru sesungguhnya hanya memenjarakan kita, semakin mempersempit ruang gerak kita.
Ibarat pupuk, pembenaran-pembenaran yang kita buat itu sebenarnya membuat dendam terus tumbuh berakar dalam hati kita. Pembenaran-pembenaran itu sendiri sebenarnya adalah tanda bahwa jiwa kita jauh dari kedamaian, karena perasaan emosi bisa datang kapan saja dan dimana saja. Jika disadari, pembenaran itu tidak pernah kalah apalagi mengalah. Karena pembenaran itu sebenarnya manifestasi dari ego kita, ego yang lama terpojok, terhina, terluka, dan terpinggirkan. Sekarang ia menunjukkan kekuatannya. Ia ingin berontak. Hanya sayangnya, ego tidak hanya memberontak, tapi juga ingin membalas.
Memaafkan membutuhkan sikap yang sangat besar. Kerelaan, menerima dan ikhlas merupakan sikap yang luhur dan mulia. Tak kan melahirkan sebuah pemaafan jika sikap yang mulia tersebut tidak dimiliki tergabung sepenuhnya. Memaafkan adalah akhlak langit yang luar biasa indah. Memaafkan juga adalah salah satu tiang kukuh dalam bangunan takwa.
Seseorang yang sanggup memaafkan kesalahan orang lain merupakan salah satu ciri orang muttaqin.
Sebagaimana Allah SWT berfirman, yang artinya "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu, Allah menyediakan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik diwaktu lapang atau sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain, Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Al-Imran: 133-134).
Saudaraku janganlah kita melakukan pembenaran atas kesalahan atau kezaliman yang pernah kita lakukan. Pembenaran yang dipertahankan, tidak pernah, dan tidak akan pernah mengembalikan perasaan yang terluka menjadi sembuh, Justru menambah luka lain yang semakin besar. Hanya dengan memaafkan luka itu mewujud kebijaksanaan dan meraih titik yang meringankan dan mencerahkan jiwa.
Sungguh , Allah memberikan karunia yang agung kepada kita untuk menjadi manusia yang mudah meminta maaf dan memaafkan .
Dari Uqbah bin Amir, Bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang artinya "wahai Uqbah, bagaimana jika kuberitahukan kepadamu tentang akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling utama? Hendaklah engkau menyambung hubungan persaudaraan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu, hendaklah engkau memberi orang yang tidak mau memberimu dan maafkanlah orang yang telah menzalimimu." (HR.Ahmad, Al-Hakim dan Al-Baghawy).
Saudaraku, sesaat ketika melakukan pembebasan Makkah (Fardhu Makkah), dan dihadapan orang-orang yang selama 23 tahun gigih memusuhinya, Rasulullah berkata , yang artinya "Wahai orang-orang Quraisy. Menurut pendapat kamu sekalian apa kira-kira yang akan aku perbuat terhadapmu sekarang?
Mereka, menjawab : "Yang baik-baik. Saudara kami yang pemurah. Sepupu kami yang pemurah."
Mendengar jawaban itu Nabi kemudian berkata: "Pergilah kamu semua, sekarang kamu sudah bebas."
Ketika Matsah yang kehidupannya dibiayai oleh Abu Bakar , justru membalasnya menyebarkan gosip yang menyangkut kehormatan putri Abu Bakar (Aisyah yang juga istri Nabi).
Kemarahan Abu Bakar memuncak hingga ia bersumpah tidak akan membiayainya lagi. Tapi, Allah melarangnya sambil menganjurkan untuk memberika maaf dan berlapang dada.(Q.S. an-Nur : 22).
Begitulah teladan yang telah dicontoh Rasulullah , dan para sahabat tentang arti memaafkan. “Memaafkan adalah sebuah perjuangan. Kendalikan emosi Anda dan belajarlah untuk menjadi hamba yang pemaaf.
Allahu a’lam
Sumber: http://alfach.com
Minggu, 18 April 2010
Cinta Allah kepada hamba-Nya
Cinta adalah energi, penyejuk pandangan dan kebahagiaan nurani, cahaya akal dn pelipur lara. Kemuliaan seorang hamba akan diperoleh saat ia mencintai Allah. Secara bahasa cinta adalah terjemahan dari Mahabbah.
Mahabbah berasal dari kata Al-Hubb, ada literatur lain menyatakan berasal dari kata Shafa (bening dan bersih). Ada yang menyatakan berasa dari kata Al-Habab (air jernih yang meluap saat turun hujan).
Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa mahabbah berasal dari kata Al-Habbu, yang berarti biji pohon dan asal muasalnya. Atau berasal dari kata Al-Hibb , yang berarti gelas besar untuk mencampur bahan-bahan yang banyak. Atau berasal dari kata Habbatul Qulub atau buah hati , dimana cinta itu sampai ke buah hatinya.
Beberapa tanda cinta Allah Yang Maha Pencipta kepada hamba-hamba-Nya adalah :
- Allah mengarahkan hamba-Nya dengan mendidik dan membibingnya semenjak kecil dengan cara yang terbaik.
Allah telah menuliskan iman didalam hatinya, menerangi akalnya. Allah telah memilihnya karena cinta dan membersihkannya agar beribadah, lisannya senantiasa berzikir dan anggota badannya bergerak dalam ketaatan. Allah juga menimpakan rasa takut dari semua perbuatan yang menjauhkan dirinya dengan Allah. Allah memberikan kemudahan untuk hamba-hamba yang dicintai-Nya dengan memudahkan segala urusannya tanpa harus merendahkan diri dihadapan makhluk laiinya. - Keberadaan seorang hamba yang diterima oleh penduduk bumi. Maksudnya adalah semua hati manusia menerima, mencintai, ridha dan memuji keberadaan hamba yang dicintai Allah.
Sebagaimana Rasulullah bersabda, yang artinya ,”Sesungguhnya Allah apabila mencintai seorang hamba, Dia memanggil jibril dengan berkata ,” Sesungguhnya Aku mencintai si fulan, maka cintailah ia, kemudian jibril mencintainya “.
Lalu /jibril menyeru ke seluruh langit, dengan berkata ,” sesungguhnya Allah mencintai si fulan, karenanya cintailah ia. Maka penghuni langitpun mencintainya.
Lalu orang tersebut didudukkan sebagai orang yang diterima di bumi.
Dan apabila Allah membenci seorang hamba, maka Allah memanggil jibril , sesungguhnya Aku membenci si fulan, karena bencilah ia, maka jibril pun membencinya.
Lalu ia menyeru kepada seluruh penghuni langit bahwa sesungguhnya Allah membanci si fulan, karenanya bencilah ia. Lalu orang tersebut didudukkan sebagai orang yang dibenci di muka bumi “. (Hr Bukhari Muslim). - Allah memberinya ujian.
Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya ,” Dan sesungguhnya benar-benar Kami akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar diantara kamu, dan agar Kami menyatakan baik buruknya hal ikhwalmua”, (Qs. Muhammad : 31).
Sebagaimana Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Sesungguhnya besarnya balasan berhubungan dengan besarnya ujian. Dan sesungguhnya Allah apabila mencintai suatu kaum. Dia akan mengujinya, maka barangsiapa ridha, Allah pun ridha, dan barangsiapa murka, maka Allah pun murka “,
Saudaraku ketahuilah bahwa Allah menguji hamba yang dicintai-Nya dengan beragam ujian, hingga dosanya terhapus sehingga tidak lagi disibukkan dengan urusan-urusan dunia yang membelenggu. Allah akan sangat cemburu apabila hamba yang dicintai-Nya sibuk dengan selain-Nya.
Saudaraku, ketika kita sakit, atau tertimpa musibah, maka kita akan makin banyak mengingat Allah sehingga tidak lagi disibukkan dengan urusan gemerlapan dunia, disamping hal ini akan menjauhkan diri hamba-Nya dari perbuatan maksiat.
Allah akan menguji hamba-Nya dengan himpitan hidup, keruwetan urusan , atau kekerasan penduduk dunia, agar Allah mengetahui kejujuran dan kesungguhan dalam berjuang.
Saudaraku, ujian Allah SWT kepada hamba-Nya disesuaikan dengan kadar keimana dan kecintaan Allah kepada hamba tersebut.
Sebagaimana ketika Sa’ad ibn Abi Waqqas berkata, ‘ Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berat ujiannya?’
Rasulullahmenjawab , yang artinya ,” Para Nabi , kemudian setelahnya dan setelahnya. Allah SWT menguji seorang hamba sesuai kadar keimanannya, apabila agamanya kuat dan kokoh, ujiannya semakin berat, dana apabila agamanya lemah, Dia menguji sebatas kadar agamanya. Dan ujian akan terus ada pada seorang hamba samapi ia meninggalkannya berjalan dimuka buni tanpa ada kesalahan sedikitpun pada dirinya ,” (Hr Tirmidzi, Al-Albani menyatakan hasan shahih).
Diriwayatkan , Sai’d Al-Khudri ra, berkata, ‘suatu ketika saya menemui Rasulullah Muhammad SAW, pada saat terserang demam. Aku merasakan panasnya saat meletakkan tanganku diatas selimutnya, kemudia aku berkata ,’ Ya Rasulullah , alangkah berat ujianmua ?’
Beliau menjawab, yang artinya ,” Demikianlah ujian akan dilipatkan kepada kami dan juga pahal dilipatkan untuk kami”.
Saya bertanya ,’ Ya Rasulullah, siapakah yang paling berat ujiannya ?’.
Beliau menjawab, yang artinya ,” Para Nabi”.
Saya bertanya lagi,’ Kemudian siapa ya Rasulullah ?’.
Beliau menjawab, yang artinya ,” Orang-orang shalih, apabila salah seorang dari mereka diuji dengan kefakiran sampai ia tidak mendapati selain jubah (pakaian) yang menutupinya, dan apabila salah seorang mereka berbahagia dengan ujian sebagaimana salah seorang dari kalian bahagia dengan kelapangan “, (Hr. Ibn Majah , dan dishahihkan Al-Albani).
Allahu a’lam
Sumber : Syekh Muhammad Shalih al-Munajjid سلسه ٵعما ل ا لقلو ب
Rabu, 14 April 2010
Hanya Allah yg menyembuhkan
Sebagaimana firman-Nya dalam kisah Nabi Ibrahim AS,
و إذا مرضت فهويشفين
“ Dan Apabila aku sakit, Dia-lah Yang menyembuhkan aku”. (Qs. As-Syua’ra : 80).
Kita harus berdoa dengan merendahkan diri di hadapan-Nya semoga Dia memberi kesembuhan dan mengangkat penyakit kita.
Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Dekat dan Meha Menjawab segala doa, Dia mencintai hamba-Nya yang memohon kepada-Nya. Dan pasti membalas permohonan kita dengan pahala yang agung.
Sebagaimana firman-Nya , yang artinya ,” Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) –Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku , agar mereka selalu berada dalam kebenaran ,” (Qs. Al-Baqarah : 186).
Sebagaimana firman-Nya , yang artinya ,” Atau siapakah yang memperkanankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan “, (Qs. An-Naml : 62).
Saudaraku, banyak sekali bukti bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala itu amat dekat dan mengabulkan doa-doa kita. Sesungguhnya doa itu dapat menyebabkan tertolaknya bala’ sebelum turun dan mengangkatnya setelah bala’ itu turun.
Sebagaimana Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Doa memberikan manfaat terhadap sesuatu yang belum terjadi maupun yang sudah terjadi, maka hendaklah kalian wahai hamba-hamba Allah untuk selalu berdoa “, (Hr Turmudzi).1*.
Dari Salman ra, bahwa Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Tidak ada yang dapat menolak takdir kecuali doa dan tidak ada yang dapat menambah umur kecuali perbuatan baik ,” (Hr Turmudzi).2*
Dari Tsauban ra berkata, bahwa Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Tidak ada yang bertambah dalam usia kecualikebaikan, tidak ada yang menolak takdir kecuali doa, seorang mencegah rizkinya dengan dosa yang ia lakukan ,” (Hr Ahmad , Ibn Majah dan Hakim). 3*
Saudaraku bersabarlah ketika menghadapi kesulitan, dan mari kita berdoa, sebagaimana Al Baihaqi dalam Syu’ab Al Iman , menyatakan bahwa Abu Darda’ berkata , siapa yang paling banyak mengetuk pintu , maka pintu akanpasti dibukakan untuknya, dan siapa yang paling banyak berdoa maka akan lebih banyak kesempatan doanya dikabulkan.
Allahu a'lam
Sumber : Abdullah bin Ali al-Juatisin , hukum-hukum seputar orang sakit.Catatan :
1. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, 5/516 hadits no.5348 , Al-Hakim 1-493. Al-Albany menggolongkan kedalam hadits hasan dalam Shahih Al Jami’ no.3409. terdapat riwayat yang lemah dalam hadits ini, pertama dari Mu’adz dari Ahmad 5-234, sedangkan yang kedua dari Aisyah menurut Al Hakim 1-492. Sedangkan menurut banyak riwayat, hadits ini tergolong hasan.
2. Dikerluarkan At-Tirmidzi 4-390 no. 2139, hasan menurut At Tirmidzi, demikian juga dalam Al-Albani dalam Shahih Al Jami’ 7687.
3. Diriyatakan Ahmad 5-277, 280 dan 282, Ibn Majah 2/1334 no. 4022, Al-Hakim 1-493, dishahihkan dan disetujui Az Zahabi. Al Iraqi dalam Qurratul’ain bi Al-Masarrah bi wafa’ ad-Din 36, ini shahih. Al Bushiry dalam Misbah Az-Zujajah 4-187, sanad hadits ini hasan. Ibn Hibban mensahihkan dalam Al Ihsan no872.
Selasa, 13 April 2010
Kemuliaan Rawatib
Shalat Sunnat atau shalat nawafil (jamak : nafilah) adalah shalat yang dianjurkan untuk dilaksanakan namun tidak diwajibkan dengan kata lain apabila dilakukan dengan baik dan benar serta penuh ke ikhlasan akan tampak hikmah dan rahmat dari Allah taala yang begitu indah . Melaksanakan sunnah adalah salah satu realisasi cinta kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Meniru dan meneladani sebagai bukti cinta, di antaranya diukur dengan kesungguhan meneladani ucapan dan tindakan beliau.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, menyatakan shalat sunnah Rawatib , sebagai shalat yang terus dilakukan secara kontinyu mendampingi shalat fardhu.Jadi : “Faidah Rawatib ini, ialah menutupi (melengkapi) kekurangan yang terdapat pada shalat fardhu”.
Syaikh ‘Abdullah Al-Basam mengatakan dalam Ta’udhihul Ahkam (II/383-384) bahwa shalat sunnah Rawatib memiliki manfaat dan keuntungan yang besar. Yaitu berupa tambahan kebaikan, menghapus kejelekan, meninggikan derajat, menutupi kekurangan dalam shalat fardhu. Sehingga Syaikh al-Basam mengingatkan, menjadi keharusan bagi kita untuk memperhatikan dan menjaga kesinambungannya.
Saudaraku , begitu pentingnya, maka Rasulullah tidak pernah meninggalkan shalat sunnah ini kecuali ketika beliau dalam perjalanan. Kalaupun tertinggal karena lupa, sakit atau tertidur, beliau meng-qadha’nya. Keistimewaan shalat sunnah rawatib adalah merupakan penambal kekurangan dan kesalahan seseorang ketika melaksanakan shalat fardlu. Karena manusia tidak terlepas dari kesalahan, maka ia membutuhkan sesuatu yang dapat menutupi kesalahannya tersebut.
Dr. Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani , menyebutkan keutamaan-keutamaan shalat sunnah (rawatib) dalam “Himpunan dan Tata Cara Shalat Sunnah” karya yang diterbitkan oleh Pustaka At-Tibyan.
Dari Ummu Habibah -Radhiyallahu ‘anha-, Istri Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّى لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلاَّ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ أَوْ إِلاَّ بُنِىَ لَهُ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ. قَالَتْ أُمُّ حَبِيبَةَ فَمَا بَرِحْتُ أُصَلِّيهِنَّ بَعْدُ
“Setiap hamba muslim yang shalat sunnah setiap harinya duabelas rakaat, selain shalat wajib, pasti Allah bangunkan untuknya rumah di dalam surga, atau dibangunkan untuknya satu rumah di dalam surga.” (Kemudian) Ummu Habibah -Radhiyallahu ‘anha- berkata, “Setelah aku mendengar hadits ini aku tidak pernah meninggalkan shalat-shalat tersebut.” (HR. Muslim, no. 728).
Shalat sunnah Rawâtib , yang, baik sebelum maupun sesudah shalat wajib . Ada yang mendefinisikannya dengan shalat sunnah yang ikut shalat wajib.[1]
Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin mengatakan, yaitu shalat yang terus dilakukan secara kontinyu yang mendampingi shalat fardhu.[2]
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya ,“Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab dari seorang hamba adalah shalatnya. Apabila bagus maka ia telah beruntung dan sukses, dan bila rusak maka ia telah rugi dan menyesal. Apabila kurang sedikit dari shalat wajibnya maka Rabb 'Azza wa jalla berfirman: "Lihatlah, apakah hamba-Ku itu memiliki shalat tathawwu' (shalat sunnah)?" Lalu shalat wajibnya yang kurang tersebut disempurnakan dengannya, kemudian seluruh amalannya diberlakukan demikian” [Hr At-Tirmidzi] [3]
Saudaraku , fungsi utama shalat sunnah Rawâtib adalah untuk menutupi kekurang-sempurnaan yang melanda shalat wajib seseorang. Karena sangat sulit mendapatkan kesempurnaan dari shalat wajib saja ,
Sebagaimana Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya ,“Sesungguh-nya seseorang selesai shalat dan tidak ditulis kecuali hanya sepersepuluh shalat, seper-sembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempat-nya sepertiganya, setengahnya” [HR Abu Dawud dan Ahmad] [4]
Hadits riwayat Ummu Habîbah, yang artinya ,"Tidaklah seorang muslim shalat karena Allah setiap hari dua belas raka'at shalat sunnah, bukan wajib, kecuali akan Allah membangun untuknya sebuah rumah di surga” [5]
Jumlah raka'at ini ditafsirkan dalam riwayat at-Tirmidzi dan an-Nasâ-i, dari hadits Ummu Habibah sendiri, bahwa “Ummu Habibah berkata,"Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda :'Barang siapa yang shalat dua belas raka'at maka Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di surga; empat raka'at sebelum Zhuhur dan dua raka'at setelahnya, dua raka'at setalah Maghrib, dua raka'at sesudah 'Isya`, dan dua raka'at sebelum shalat Subuh."
Dalam riwayat lain dengan lafazh : “Barang siapa yang terus-menerus melakukan shalat dua belas raka'at, maka Allah membangunkan baginya sebuah rumah di surga” [HR An-Nasâ-i] [6]
Saudaraku, sungguh indah bila kita membiasakan dan secara rutin agar kita mengerjakan shalat dua belas raka'at tersebut setiap hari. Sehingga, siapapun yang membiasakan diri melakukan sunnah-sunnah Rawâtib ini, ia termasuk dalam keutamaan tersebut.
Sebagaimana tersebut dalam hadits Ibnu 'Umar berikut ini,” “Aku hafal dari Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam sepuluh raka'at: dua raka'at sebelum Zhuhur dan dua raka'at sesudahnya, dua raka'at setelah Maghrib, dua raka'at setelah 'Isya, dan dua raka'at sebelum shalat Subuh. Dan ada waktu tidak dapat menemui Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam . Hafshah menceritakan kepadaku, bila muadzin beradzan dan terbit fajar, beliau shollallahu 'alaihi wa sallam shalat dua raka'at.” [7]
Dalam riwayat Bukhari dan Muslim terdapat tambahan lafazh.“Dan dua raka'at setelah Jum'at. Adapun (shalat sunnah Rawatib) Maghrib dan 'Isya dilakukan di rumahnya” [8]
Hadits riwayat Muslim berbunyi. “Adapun (shalat sunnah Rawâtib) Maghrib, Isya dan Jum'at, aku lakukan bersama Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam di rumahnya” [9]
Adapun hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan-keutamaan shalat sunnah rawatib antara lain:
- Hadits Ummu Habibah ra, berkata “Aku pernah mendengar Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:“Barangsiapa menjaga empat rakaat sebelum Zhuhur dan empat rakaat sesudah Zhuhur, akan Allah haramkan dirinya dari Neraka.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya (VI/326))
- Hadits Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :“Semoga Allah memberi rahmat kepada seseorang yang shalat sunnah sebelum Ashar empat rakaat.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya (II/117).
- Diriwayatkan ‘Aisyah ra, bahwa Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda:“Dua rakaat sunnah Fajar (Shubuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim dalam kitab Shalatul Musafirin, bab: Dianjurkanya shalat dua rakaat sebelum Shubuh, no. 725).
JUMLAH RAKA'AT SUNNAH RAWÂTIB
Dalam masalah jumlah raka'at sunnah Rawatib ini, di kalangan para ulama ada perbedaan pendapat, yang terbagai dalam dua pendapat.
- Ada yang menyatakan jumlah raka'atnya adalah sepuluh dengan dasar hadits Ibnu 'Umar ra, dan ini pendapat para ulama madzhab Hambaliyah dan Syafi'iyyah.[10]
- Ada yang menyatakan jumlah raka'atnya ialah dua belas, berdasarkan hadits Ummu Habibah di atas, dan inilah pendapat madzhab Hanafiyyah dan Ibnu Taimiyyah.[11]
- Ada yang menyatakan tidak ada batasan jumlah raka'at, bahkan cukup dengan melakukan dua raka'at dalam setiap waktu untuk mendapatkan keutamaan shalat sunnah Rawatib, dan ini pendapat madzhab Malikiyyah.
- Ada yang menyatakan jumlah raka'atnya delapan belas, ini pendapat Imam asy-Syairazi dan disetujui Imam an-Nawawi dalam al-Majmû' Syarhul-Muhadzdzab. Pendapat ini berdalil dengan hadits Ummu Habibah di atas, serta hadits Ummu Habibah lainnya yang berbunyi:“Aku mendengar Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Barang siapa yang menjaga empat raka'at sebelum Zhuhur dan empat raka'at setelahnya maka Allah mengharamkannya dari neraka." [12]
- Dari Ibnu 'Umar ra,bahwa Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda: "Semoga Allah merahmati seseorang yang shalat sebelum 'Ashar empat raka'at".[13]
- Menurut Imam Nawâwi, yang paling sempurna dalam Rawatib yang mendampingi shalat fardhu selain witir, adalah delapan belas raka'at, dan paling sedikit adalah sepuluh, sebagaimana yang beliau sebutkan.
- Di antara ulama ada yang berpendapat delapan raka'at dengan menghapus sunnah Isya'; (demikian) ini pendapat al-Khudari.
- Dan ada yang menyatakan bahwa jumlahnya dua belas, (yaitu) dengan menambah dua raka'at lain sebelum Zhuhur, dan
- ada yang menambah dua raka'at sebelum shalat 'Ashar. Semua ini sunnah, namun perbedaan pendapat ada pada yang muakkad (yang lebih ditekankan) darinya.[14]
Saudaraku, sungguh sayang bila kita melewatkan shalat ini . Semoga Allah memberi hidayah kepada kita semua sehingga istiqomah melaksanakan shalat sunnah rowatib.
Allahu a'lam
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XI/1428H/2007M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Alamat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183.telp.0271-5891016], Izzudin Karimi, Rujukan utama Sunan Majhulah Abdul Ilah Abdurrahman Salamah. Oleh Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia sumber file al_islam.chm
Catatan :
[1]. Shahîh Fiqhis-Sunnah, Abu Mâlik Kamâl bin as-Sayyid Sâlim, al-Maktabah at-Taufiqiyyah, Mesir, tanpa cetakan dan tahun (1/372).
[2]. Syarhul-Mumti' 'ala Zâdil-Mustaqni', Syaikh Muhammad bin Shalih al- 'Utsaimin, Tahqîq: Dr. Khâlid al-Musyaiqih dan Sulaimân Abu Khail, Muassasah Âsâm, Cetakan Kedua, Tahun 1414 H (3/93).
[3]. HR At-Tirmidzi no. 413 dan Ibnu Majah no. 1425. Dishahihkan Al-Albani dalam shahih Al-Jami Ash-Shaghir no. 2020
[4]. HR Abu Daud no. 796 dan dihasankan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud dan Shahih at-Targhib Wa at-Tarhib no. 537
[5]. HR Muslim, kitab Shalat al-Musâfir wa Qashruha, Bab: Fadhlus-Sunan ar-Râtibah Qablal-Farâ-idh wa Ba'daha, no. 1199.
[6]. HR An-Nasa’i no. 1804 dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih Sunan an-Nasa’i. (Lihat no. 1804 no. 1804, 261 dan 1696)
[7]. HR al-Bukhari, kitab Tahajjud, Bab: ar-Rak'atain Qablal-Zhuhur (no. 1180), dan Muslim, kitab Shalat al-Musafirin wa Qashruha, Bab: Fadhlus-Sunan ar-Râtibah (no. 729).
[8] HR al-Bukhari, kitab Jum'at, Bab: Tathawwu' Ba'dal-Maktubah (no. 1120), dan Muslim, kitab Shalat al-Musafirin wa Qashruha, Bab: Fadhlus-Sunan ar-Râtibah (no. 1200).
[9]. HR Muslim kitab Shalat al-Musafirîn wa Qashruha, Bab: Fadhlus-Sunan ar-Râtibah (no. 1200).
[10]. Syarhul-Mumti' (3/93) dan Shahih Fiqhis-Sunnah (1/372).
[11]. Ibid.
[12]. HR at-Tirmidzi, kitab ash-Shalat (no. 428), Ibnu Majah, kitab ash-Shalat (no. 428), Abu Dawud, kitab ash-Shalat, Bab: al-Arba' Qablal-Zhuhri wa Ba'daha (no. 1269) dan Ibnu Majah, kitab ash-Shalat was-Sunnah fiha, Bab: Mâ Jâ-a fiman Shalla Qablal-Zhuhri `Arba'an wa Ba'daha `Arba'an (no. 1160). Dishahihkan Syaikh al-Albani dalam Shahîh Sunan Ibni Majah (1/191).
[13]. HR Ahmad dalam Musnad-nya (4/203), at-Tirmidzi dalam kitab ash-Shalat, Bab: Mâ Jâ-a fil-Arba' Qablal-'Ashr (no. 430), Abu Dawud dalam kitab ash-Shalat, Bab ash-Shalat Qablal-'Ashr (no. 1271), dan dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîh Sunan Abi Dawud (1/237).
[14]. Al- Majmu' Syarhul-Muhadzab, Imam an-Nawawi dengan penyempurnaan oleh muhammad Najîb al-Muthi'i, Dar Ihyâ-ut-Turats al-'Arabi, Beirut, Cetakan Tahun 1419H (3/502).
[15]. Syarhul-Mumti' (4/96).
[16]. HR al-Bukhari dalam kitab al-Jum'at, Bab: ar-Rak'ata-in Qablal-Zhuhri (no. 1110).
[17]. Zâdul-Ma'âd, Ibnul-Qayyim, Tahqiq: Syu'aib al-Arnauth, Mu-assasah ar-Risalah, Cetakan Kedua, Tahun 1418 H (1/298).
[18]. Ta-udhihul-Ahkâm min Bulughul-Maram, Syaikh 'Abdullah bin 'Abdur-Rahman al-Basâm, Maktabah al-Asadi, Mekkah, Cetakan Kelima, Tahun 1423 H (2/382-383).
[19]. Syarhul-Mumti' (4/96).
Senin, 12 April 2010
Mencari makna syukur
Sebagian ulama mengungkapkan bahwa kalimat ini diambil dari akar kata syakara yang berarti membuka. Kata tersebut merupakan lawan kata dari kafarat (kufur) yang berarti menutup atau melupakan nikmat dan menutupi segala rahmat yang dirasakan.
Sungguh tak terhitung nikmat yang diberikan Allah SWT kepada manusia. Seringkali potensi ini membawa malapetaka bagi manusia itu sendiri. Hal ini terjadi bila seorang hamba tidak melengkapi potensi diri dengan rasa syukur kepada Allah SWT. Tiada pernah dapat terhitung kemudahan yang Dia berikan, namun kita sering tidak mensyukuri dan justru mengingkari nikmat tersebut. Manusia juga amat rakus, berlaku aniaya, gemar membantah, kikir dan selalu merasa kekurangan.
Oleh karena itu, berawal dari syukur dan selalu mengawali hari dengan ungkapan syukur akan memberikan energi baru bagi kita untuk selalu melakukan kebaikan, kebaikan yang terus menerus, tidak berhanti oleh rintangan yang menghadang.
Akhirnya, hanya kebaikanlah yang mendiami benak dan hati seorang hamba.
Syukur dapat dimaknai sebagi membuka dan menyatakan kenikmatan. Kita membuka dan menyatakan kenikmatan kepada orang lain dengan lisan.
Sementara itu hakekat syukur adalah suatu kondisi dimana kita menggunakan nikmat Allah SWT untuk lebih taat beribadah kepada-Nya dan tidak menggunakannya untuk bermaksiat kepada-Nya.
Abu Said al-Kharraz mengungkapkan makna yang senada, yaitu ,”Syukur adalah bila kita mengakui nikmat kepada yang memberikan nikmat tersebut dan menyatakan rububiyah-Nya”.
Dalam kamus besar bahasa Arab, syukur diartikan sebagai ungkapan terima kasih kepada Allah SWT.
Dalam Al-Qur’an, syukur bermakna menyatakan segala pujian atas kebaikan yang diterima, dirasakan dan diikmati manusia dan didalamnya termasuk ke-ridha-an serta kepuasan, walaupun nikmat itu dirasakannya hanya sedikit.
Allah SWT menjanjikan kepada manusia didalam Al-Qur’an bahwa apabila seorang hamba bersyukur, maka Allah akan menambah nikmat-Nya. Namun disisi lain, jika seorang hamba meng-ingkari nikmat yang diberikan Allah SWT, maka azab-Nya sungguh amat pedih.
Dalam kehidupan manusia, Allah SWT memberikan banyak ujian, baik berupa ujian kemudahan maupun kesulitan. Adakalanya kemudahan sering kita anggap sebagai nikmat, sesungguhnya merupakan ujian juga dari Allah. Pada dasarnya, apa yang kita syukuri adalah untuk kebaikan diri sendiri.
Jika kita mengingkari nikmat allah sekalipun, hal itu tidak membuat-Nya merugi barang sedikitpun , karena sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Mulia.
Raghib al-Isfahani, seorang ulama ahli bahasa Al-Qur’an, menyatakan bahwa “ syukur mengandung gambaran tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan”.
Syukur juga memiliki arti membuka, maka bisa dianalogikan bahwa kekayaan itu akan datang apabila kita membuka diri untuk menerimanya.
Bila kita kufur (kafarat = menutupi) , menutupi diri dari menyongsong nikmat, maka bagaimana mungkin kita akan menjadi kaya ?
Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, yang artinya “ Tidak akan masuk surga orang yang didalam hatinya terdapat sifat sombong, walaupun sebesar biji zarrah.” “ Ada oran laki-laki berkata,”Sesungguhnya seseorang itu suka berpakaian yang bagus dan sandal yang bagus pula”. Nabi saw bersabda,”Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan. Sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia”. (Hr Muslim).
Setiap hari , mari kita berusaha mengawali hari dengan doa bangun tidur , wudhu, mendirikan shalat malam, shalat subuh, tilawah dsb. Semua itu sungguh akan memberikan energi yang lebih untuk mebuka lembaran hari dengan bersyukur. Rasa syukur yang kita persembahkan kepada Allah , itu menghampiri kita dalam wujud energi untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas ibadah yang indah.
Benar, walaupun kita , kehidupan kita serba terhimpit, mari kita usahakan awali setiap hari dengan bersyukur .
Firman Allah, yang artinya ,” Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu , dan bersyukurlah kepada-Ku , dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku “, (Qs. Al-Baqarah : 152).
Allahu a’lam
Sumber : Inilah rahasia bersyukur ,Rusdin S Rauf , Ummu Alif