Ibnu Taimiyah, berkata dalam Qaidah fi al-Mahabbah, bahwa siapa yang diuji oleh Allah Ta’ala dengan kepahitan, seperti penderitaan, kesempitan, kepedihan dan dibatasi kelapangan rizkinya, sesungguhnya hal itu bukanlah bentuk hinaan Allah kepada dirinya, akan tetapi hal itu merupkanan cobaan dan ujian bagi dirinya. Apabila ia tetap taat kepda Allah terhadap ujian itu, maka ia termasuk orang yang berbahagia. Akan tetapi jika ia mengkhianati-Nya akibat ujian yang diterimanya, maka hal itu tidak lebih hanya menjadi sebuah penderitaan baginya. Ujian dan cobaan merupakan sarana untuk memperoleh kebahagiaan bagi para Rasul dan Nabi dan orang-orang yang beriman. Akan tetapi sebaliknya, ujian dan cobaan itu hanya menjadi suatu penderitaan bagi orang-orang yang inkar dan gemar melakukan perbuatan maksiat .
Saudaraku, mari kita renungkan firman Allah, yang artinya,” Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang memper-sekutukan Allah , gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan ,” (Qs. Ali Imran : 186).
Sebagian ulama menyatakan bahwa, jika seandainya tidak ada berbagai peristiwa pada hari-hari yang dilalui manusia, maka tidak akan diketahui sejauh mana kesabaran orang-orang yang mulia , juga tidak akan diketahui sejauh mana ketidaksabaran orang-orang yang hina.2.
Ibnu Katsir , dalam tafir Ibnu Katsir,(2/155)..nya menyatakan, bahwa seorang mukmin itu harus diuji harta dan jiwanya, atau anak keturunan dan keluarganya. Seorang mukmin juga harus diuji tingkat keagamaannya, jika agamanya kuat maka akan bertambah pula cobaan yang akan diterimanya.
Saudaraku yang sedang mengalami penderitaan, sesungguhnya penderitaan yang sedang menimpa anda merupakan sebab terhapusnya kesalahan anda yang telah dilakukan oleh hati, pendengaran, penglihatan, lisan dan seluruh anggota tubuh anda. Karena sesungguhnya penderitaan atau penyakit anda sebagai akibat dari perbuatan-perbuatan dosa kita.
Sebagaimana firman Allah, yang artinya ,” Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu),” (Qs. Asy syura : 30).
Saudaraku, mempercepat hukuman didunia bagi seorang hamba beriman adalah lebih baik baginya, sehingga seluruh dosanya dapat terhapus dan allah menjadikannya sebagai orang yang selamat dari segala kesalahan.
Dari Anas ra, ia berkata bahwasanya Rasulullah pernah bersabda, yang artinya ,” Jika Allah menginginkan kebaikan bagi seorang hamba, maka Allah akan mempercepat hukuman bagi dirinya di dunia ini. Dan jika Allah menginginkan keburukan bagi seorang hamba, maka Allah akan menangguhnkan hukuman dari segala dosa-dosanya hingga ia akan mendapat-kan balasannya pada hari kiamat nanti ,” (Hr Turmudzi).3.
Saudaraku, yakinlah penderitaan anda karena penyakit atau musibah, yang menyebabkan timbulnya rasa kekhawatiran, atau kelelahan atau putus asa adalah nikmat dan pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hibah rabbaniyah (anugerah ilahi) yang diberikan allah kepada hamba-hambaNya. Sehingga para Nabi,orang-orang shaleh terdahulu selalu gembira ketika ditimpa suatu penyakit atau bala, seperti gembiranya salah seorang diantara kita ketika mendapatkan kemwahaan (kelapangan).
Sebagaimana Rasulullah saw, bersabda, yang artinya, “ Sehingga salah seorang diantara mereka, merasa sangat bergembira dengan bala yang menimpanya, seperti gembiranya salah seorang diantara kalian ketika mendapatkan kemewahan (kelapangan), “ (Hr. Ibn Majah).4.
Allahu a’lam bissawab.
Sumber :Abdullah bin ali Ju’aitsin, hikmah bagi orang sakit.
Catatan:
1. Asy-Syukr, karya Ibn Abi Ad Dunya dan Iddah Shabirin , dan Abdul Malik bin Ishaq sepakat dengan kitab ini.
2. Jannah ar-ridha fi at Taslim Lima Qaddarahullah wa Qadha, karya Al-Gharnathi.
3. Ditakhrij oleh tirmidzi (4,519 no.2396), dan ia juga menganggapnya sebagai hadits hasan. Al-albani mengatakan bahwa hadits tersebut adalah hadits hasan shahih (Shahih Tirmidzi-2/5), hadits ini juga diperkuat oleh hadits Abdullah bin al-Mughaffal yang dianggap shahih oleh Ibnu Hibban (no.2455, Al Mawarid), al Minawi dalam at-Taisir (1/64).
4. Dikeluarkan Ibn Majah (2/1334-1335), Ahmad dengan lafazhnya sendiri (4024), Hakim (4/307) dengan lafazh sama seperti ahmad dari hadits Abi Sa’ad.
Catatan:
1. Asy-Syukr, karya Ibn Abi Ad Dunya dan Iddah Shabirin , dan Abdul Malik bin Ishaq sepakat dengan kitab ini.
2. Jannah ar-ridha fi at Taslim Lima Qaddarahullah wa Qadha, karya Al-Gharnathi.
3. Ditakhrij oleh tirmidzi (4,519 no.2396), dan ia juga menganggapnya sebagai hadits hasan. Al-albani mengatakan bahwa hadits tersebut adalah hadits hasan shahih (Shahih Tirmidzi-2/5), hadits ini juga diperkuat oleh hadits Abdullah bin al-Mughaffal yang dianggap shahih oleh Ibnu Hibban (no.2455, Al Mawarid), al Minawi dalam at-Taisir (1/64).
4. Dikeluarkan Ibn Majah (2/1334-1335), Ahmad dengan lafazhnya sendiri (4024), Hakim (4/307) dengan lafazh sama seperti ahmad dari hadits Abi Sa’ad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar