Saudaraku, kita perlu belajar begaimana cara tidur yang dianjurkan Rasulullah. Tidur di awal malam merupakan sunnah illahiyah dan sunnah nabawiyah. Allah telah menjadikan kebanyakan makhluk tidur di waktu malam dan bangun di waktu siang, dimana hal ini juga berlaku bagi tumbuh-tumbuhan.Mengapa kita tidak tidur diawal waktu? Mengapa menghabiskan malam dengan begadang sia-sia?
Sebagaimana firman Allah, yang artinya ,” Allah-lah yang menjadikan malam untuk kamu supaya kamu beristirahat padanya ; dan menjadikan siang terang benderang. Sesungguh-nya Allah benar-benar mempunyai karunia yang dilimpahkan atas manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur “, (Qs. Ghafir : 61)
Mengapa kita menghabiskan malamnya hanya untuk begadang, menonton TV. Waktu malam kita akan habis dan tenaga akan hilang sia-sia. Para peneliti memberikan nasihat agar tidur lebih awal dan bangun lebih cepat (sehingga bisa segar bangun lebih awal untuk shalal malam dan shalat subuh). Ini bukan penemuan atau peraturan baru. Semua ini berjalan diatas sunnah kauniah 9aturan alam) yang telah ditetapkan Allah.
Pertanyaan yang sering tertuju ke kita sendiri,
Mengapa kita tidak tidur diawal waktu? Mengapa kita orang Islam menghabiskan malam dengan begadang yang sia-sia?
Diriwayatkan Imam bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah tidak suka tidur sebelum isya (supaya tidak ketinggalan sholat isya) dan tidak suka ngobrol sesudahnya.
Selanjutanya dari Barzah Al-Aslami ra menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam senang mengakhirkan shalat isya’ ,membenci tidur sebelumnya dan berbicara sesudahnya , (Hr riwayat Bukhari).
Al-Hafidz bin Hajar dalam Fath Al-Bari (Ibn Hajar), memberikan penjelasan dalam hadits diatas menyatakan bahwa Beliau (Rasulullah) membenci tidur sebelum isya karena menyebabkan keluar dari waktunya secara mutlak atau dari waktu yang dipilih, sedangkan mengobrol setelahnya bisa menyebabkan tidur sebelum subuh atau dari waktunya yang terpilih atau bangun malam.
Dari Abdullah bin Mas’ud ra berkata bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam, bersabda , “tidak boleh mengobrol (setelah shalat isya’) kecuali orang yang shalat atau musafir (Hr Ahmad).1.
Para salaf juga saling mengingatkan sesamanya agar mereka tidur segera setelah shalat isya dan menegur orang yang ngobrol setelah isya dengan teguran keras.
Dalam Qiyamullail ,Al Muqrizi menyatakan bahwa dari Kharssyah bin Al-Hurr berkata,’ Saya melihat Umar bin Khaththab memukul orang-orang yang mengobrol setelah isya dengan tongkat seraya berkata,’Ngobrollah di awal malam dan tidur di akhir malam’.
Seseorang datang menghadap Hudzaifah bin Al-Yaman ra, lalu mengetuk pintunya setelah isya. Hudzaifah keluar dan berkata kepadanya ,’Apa maumu?’
Dia menjawab ,’Saya ingin ngobrol denganmu,’
Maka udzaifah langsung menutup pintunya seraya berkata,’Umar bin Khaththab tidak menginginkan kita ngobrol setelah isya’ ‘,.
Urwah bin Zubair berkata, setelah isya akhir aku pulang, lalau bibiku Asiyah ra, mendengarkan suaraku, sedangkan aku berada dalam kamar. Dia berkata,’Wahai Urwah, obrolan apa itu? Aku tidak pernah melihat Rasulullah tidur sebelum shalat isya dan tidak suka ngobrol sesudahnya. Beliau langsung tidur setelah shalat isya hingga selamat dari maksiat atau shalat hingga mendapatkan pahala’.
Dari Imarah ra berkata bahwa Aisyah ra jika mendengar salah seorang keluarganya ngobrol setelah shalat isya maka dia berkata,’ Tidurlah kalian dan diamlah.’ Beliau melanjutkan,’Tidak ada obrolan setelah isya kecuali tiga hal : musafir, bertahajud atau pengantin yang bercumbu rayu dengan istrinya’.
Saudaraku, mari kita biasakan tidur lebih awal , sehingga kita segar untuk bangun di awal pagi atau penghujung malam untuk shalat tahajud, shalat fajar dan berjamaah subuh di masjid.
Allahu a’lam
Sumber : Kaifa Tatahammasu Liqiyam al-Lail , Muhammad bin Shahih Ash –Shai’ari. Misteri Shalat subuh, Dr Raghib As Sirjani.
Catatan :
1. Juga diriwayatkan oleh Ath-thalibi, Ibn Nashr Al-Marwazi dalam Qiyamullail, Abu Na’im dalam Al-Hilyah, abu Ya’la dan ditashih oleh al-Albani dalam Shahih Al-Jami’.
Catatan :
1. Juga diriwayatkan oleh Ath-thalibi, Ibn Nashr Al-Marwazi dalam Qiyamullail, Abu Na’im dalam Al-Hilyah, abu Ya’la dan ditashih oleh al-Albani dalam Shahih Al-Jami’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar