*****Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yg sabar.(Qs.Al-Baqarah 2 : 155).*****Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga , padahal (cobaan) belum datang kepadamu seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yg beriman bersamanya , berkata, 'kapankah datang pertolongan Allah?' Ingatlah , sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.(Qs.Al-Baqarah 2 : 214). *****Dan sungguh, Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelum engkau, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kemelaratan dan kesengsaraan , agar mereka memohon (kepada Allah) dengan kerendahan hati.(Qs.Al-An'am 6 : 42). *****Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yg baik-baik dan (bencana) yg buruk-buruk, agar mereka kembali (kepda kebenaran). (Qs. Al-A'raf 7 : 168). *****Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yg apabila disebut nama Allah gemetar hatinya , dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yg melaksanakan shalat dan yg menginfakkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yg benar-benar beriman. Mereka akan memperoleh derajat (tinggi) di sisi Tuhannya dan ampunan serta rizki (nikmat) yg mulia. (Qs.An-anfal 8 : 2-4). *****Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), padahal Allah belum mengetahui orang-orang yg berjihad diantara kamu dan tidak mengambil teman yg setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Allah Mahateliti terhadap apa yg kamu kerjakan. (Qs. At-Taubah 9 : 16) *****Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yg sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan. (Qs. Al-Anbiya 21 : 35). *****Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sungguh , Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yg dusta. (Qs. Al-'Ankabut 29 : 2-3)

Selasa, 05 Juli 2011

Menyembunyikan kebaikan

Rasulullah ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya , " “Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, hamba yang hatinya selalu merasa cukup dan yang suka mengasingkan diri.
Mengasingkan diri berarti amalan sering tidak ditampakkan pada orang lain. Ibnul Mubarok mengatakan, Jadilah orang yang suka mengasingkan diri (sehingga amalan mudah tersembunyi, pen), dan janganlah suka dengan popularitas. Az Zubair bin Al ‘Awwam mengatakan, Barangsiapa yang mampu menyembunyikan amalan sholihnya, maka lakukanlah. Ibrahim An Nakho’i mengatakan, Kami tidak suka menampakkan amalan sholih yang seharusnya disembunyikan. Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan bahwa Abu Hazim berkata, Sembunyikanlah amalan kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan amalan kejelekanmu. Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, Sebaik-baik ilmu dan amal adalah sesuatu yang tidak ditampakkan di hadapan manusia.

Imam Asy Syafi’i mengatakan, Sudah sepatutnya bagi seorang alim memiliki amalan rahasia yang tersembunyi, hanya Allah dan dirinya saja yang mengetahuinya. Karena segala sesuatu yang ditampakkan di hadapan manusia akan sedikit sekali manfaatnya di akhirat kelak.

Saudaraku, marilah kita menyimak para salaf dalam menyembunyikan amalan mereka :
1. Ar Robi bin Khutsaim (murid ‘Abdullah bin Mas’ud) tidak pernah mengerjakan shalat sunnah
di masjid kaumnya kecuali hanya sekali saja.

2. Ayub As Sikhtiyaniy memiliki kebiasaan bangun setiap malam. Ia pun selalu berusaha menyembunyikan amalannya. Jika waktu shubuh telah tiba, ia pura-pura mengeraskan suaranya seakan-akan ia baru bangun ketika itu. Ketiga: Bersedekah secara sembunyi-sembunyi.

Rasulullah pernah bersabda, yang artinya ," Di antara golongan yang mendapatkan naungan Allah di hari kiamat nanti adalah, “Seseorang yang bersedekah kemudian ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.”

Sahabat ‘Ali bin Al Husain bin ‘Ali. Beliau biasa memikul karung berisi roti setiap malam hari. Beliau pun membagi roti-roti tersebut ke rumah-rumah secara sembunyi-sembunyi.
Beliau mengatakan, "Sesungguhnya sedekah secara sembunyi-sembunyi akan meredam kemarahan Rabb ‘azza wa jalla.” Penduduk Madinah tidak mengetahui siapa yang biasa memberi mereka makan. Tatkala ‘Ali bin Al Husain meninggal dunia, mereka sudah tidak lagi mendapatkan kiriman makanan setiap malamnya. Di punggung Ali bin Al Husain terlihat bekas hitam karena seringnya memikul karung yang dibagikan kepada orang miskin Madinah di malam hari.

Dalam rangka menyembunyikan amalan puasa sunnah, sebagian salaf senang berhias agar tidak nampak lemas atau lesu karena puasa. Mereka menganjurkan untuk menyisir rambut dan memakai minyak di rambut atau kulit di kala itu. Ibnu ‘Abbas mengatakan, 'Jika salah seorang di antara kalian berpuasa, maka hendaklah ia memakai minyak-minyakan dan menyisir rambutnya.

Daud bin Abi Hindi berpuasa selama 40 tahun dan tidak orang, termasuk keluarganya yang mengetahuinya. Ia adalah seorang penjual sutera di pasar. Di pagi hari, ia keluar ke pasar sambil membawa sarapan pagi. Dan di tengah jalan menuju pasar, ia pun menyedekahkannya. Kemudian ia pun kembali ke rumahnya pada sore hari, sekaligus berbuka dan makan malam bersama keluarganya.
Jadi orang-orang di pasar mengira bahwa ia telah sarapan di rumahnya. Sedangkan orang-orang yang berada di rumah mengira bahwa ia menunaikan sarapan di pasar. Masya Allah, luar biasa trik dalam menyembunyikan amalan.

Begitu pula para ulama seringkali membatalkan puasa sunnahnya karena khawatir orang-orang mengetahui kalau ia puasa. Jika Ibrohim bin Ad-ham diajak makan (padahal ia sedang puasa), ia pun ikut makan dan ia tidak mengatakan, “Maaf, saya sedang puasa”.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya , “Orang yang mengeraskan bacaan Al Qur’an sama halnya dengan orang yang terang-terangan dalam bersedekah. Orang yang melirihkan bacaan Al Qur’an sama halnya dengan orang yang sembunyi-sembunyi dalam bersedekah.”

Setelah menyebutkan hadits di atas, At Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini bermakna bahwa melirihkan bacaan Qur’an itu lebih utama daripada mengeraskannya karena sedekah secara sembunyi-sembunyi lebih utama dari sedekah yang terang-terangan sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama. Mereka memaknakan demikian agar supaya setiap orang terhindar dari ujub. Seseorang yang menyembunyikan amalan tentu saja lebih mudah terhindar dari ujub daripada orang yang terang-terangan dalam beramal.”

Yang dipraktekan oleh para ulama, mereka sampai-sampai menutupi mushafnya agar orang tidak tahu kalau mereka membaca Qur’an. Ar Robi’ bin Khutsaim selalu melakukan amalan dengan sembunyi-sembunyi. Jika ada orang yang akan menemuinya, lalu beliau sedang membaca mushaf Qur’an, ia pun akan menutupi Qur’annya dengan bajunya. Begitu pula halnya dengan Ibrohim An Nakho’i. Jika ia sedang membaca Qur’an, lalu ada yang masuk menemuinya, ia pun segera menyembunyikan Qur’annya.] Mereka melakukan ini semua agar amalan sholihnya tidak terlihat oleh orang lain.

Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Tangisan itu ada sepuluh bagian. Sembilan bagian biasanya untuk selain Allah (tidak ikhlas) dan satu bagian saja yang biasa untuk Allah. Jika ada satu tangisan saja dilakukan dalam sekali setahun (ikhlas) karena Allah, maka itu pun masih banyak.

Dalam rangka menyembunyikan tangisnya, seorang ulama pura-pura mengatakan bahwa dirinya sedang pilek karena takut terjerumus dalam riya’. Itulah yang dicontohkan oleh Ayub As Sikhtiyaniy. Ia pura-pura mengusap wajahnya, lalu ia katakan, “Aku mungkin sedang pilek berat.” Tetapi sebenarnya ia tidak pilek, namun ia hanya ingin menyembunyikan tangisannya.

Seorang salaf pun ada yang pura-pura tersenyum ketika ingin mengeluarkan tangisannya. Tatkala Abu As Sa-ib ingin menangis ketika mendengar bacaan Al Qur’an atau hadits, ia pun pura-pura menyembunyikan tangisannya (di hadapan orang lain) dengan sambil tersenyum. Mu’awiyah bin Qurroh mengatakan, “Tangisan dalam hati lebih baik daripada tangisan air mata.

‘Uqbah bin ‘Abdul Ghofir mengatakan, “Do’a yang dilakukan sembunyi-sembunyi lebih utama 70 kali dari do’a secara terang-terangan. Jika seseorang melakukan amalan kebaikan secara terang-terangan dan melakukannya secara sembunyi-sembunyi semisal itu pula, maka Allah pun akan mengatakan pada malaikat-Nya, “Ini baru benar-benar hamba-Ku.

Saudaraku, amalan-amalan apa saja yang perlu disembunyikan?

Para ulama ada yang menjelaskan bahwa untuk amalan sunnah –seperti sedekah sunnah dan shalat sunnah-, maka lebih utama dilakukan sembunyi-sembunyi. Melakukan seperti inilah yang lebih mendekatkan pada ikhlas dan menjauhkan dari riya’. Sedangkan amalan wajib –seperti zakat yang wajib dan shalat lima waktu-, lebih utama dengan ditampakkan.

Namun kadang amalan sholih juga boleh ditampakkan jika memang ada faedah, misalnya agar memotivasi orang lain untuk beramal atau ingin memberikan pengajaran kepada orang lain. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Kaum muslimin sudah mengetahui bahwa amalan yang tersembunyi itu lebih baik. Akan tetapi amalan tersebut kadang boleh ditampakkan jika ada faedah.”

Yang pantas menampakkan amalan semacam ini agar bisa sebagai contoh atau uswah bagi orang lain adalah amalan para Nabi ‘alaihimus sholaatu wa salaam.

Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab: 21)
Yang semisal dengan para Nabi yang pantas menjadi uswah (teladan) adalah para Khulafaur Rosyidin, pewaris Nabi yaitu ulama dan da’i serta setiap orang yang menjadi uswah (teladan).

Imam Al-Iz bin ‘Abdus Salam telah menjelaskan hukum menyembunyikan amalan kebajikan secara lebih terperinci. Beliau berkata, “Ketaatan (pada Allah) ada tiga:

1. Pertama:
Amalan yang disyariatkan untuk ditampakkan seperti adzan, iqomat, ucapan takbir ketika shalat, membaca Qur’an secara jahr dalam shalat jahriyah (Maghrib, Isya’ dan Shubuh, pen), ketika berkhutbah, amar ma’ruf nahi mungkar, mendirikan shalat jum’at dan shalat secara berjamaah, merayakan hari-hari ‘ied, jihad, mengunjungi orang-orang yang sakit, dan mengantar jenazah, maka amalan semacam ini tidak mungkin disembunyikan. Jika pelaku amalan-amalan tersebut takut berbuat riya, maka hendaknya ia berusaha keras untuk menghilangkannya hingga dia bisa ikhlas dalam beramal. Sehingga dengan demikian dia akan mendapatkan pahala amalannya dan juga pahala karena kesungguhannya menghilangkan riya’ tadi, karena amalan-amalan ini maslahatnya juga untuk orang lain.

2. Kedua:
Amalan yang jika diamalkan secara sembunyi-sembunyi lebih utama daripada jika ditampakkan. Contohnya seperti membaca Qur’an dengan sir (lirih) dalam shalat siriyah (zhuhur dan ashar, pen), dan berdzikir dalam solat secara perlahan. Maka dengan perlahan lebih baik daripada jika dijahrkan.

3. Ketiga:
Amalan yang terkadang disembunyikan dan terkadang ditampakkan seperti amalan sedekah. Jika dia kawatir tertimpa riya’ atau dia tahu bahwasanya biasanya kalau dia nampakan amalannya dia akan riya’, maka amalan (sedekah) tersebut disembunyikan lebih baik daripada jika ditampakkan.

Allah Ta’ala berfirman, yang artinya ," Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.” (QS. Al Baqarah: 271)

Adapun orang yang aman dari riya’ maka ada dua keadaan sebagai berikut.

Pertama:
Dia bukanlah termasuk orang yang jadi uswah (jadi contoh), maka lebih baik dia menyembunyikan sedekahnya, karena bisa jadi dia tertimpa riya’ tatkala menampakkan amalannya.

Kedua:
Dia adalah orang yang jadi uswah, maka menampakan amalan –seperti amalan sedekahnya- lebih baik karena hal itu akan membuat lebih akrab dengan orang miskin dan dia pun bisa jadi uswah bagi orang lain. Dia telah memberi manfaat kepada fakir miskin dengan sedekahnya dan dia juga bisa mendorong orang-orang kaya untuk bersedekah pada fakir miskin karena mencontohi dia, dan dia juga telah memberi manfaat pada orang-orang kaya tersebut karena mengikuti dia beramal soleh.”

Termasuk point ini adalah menjahrkan atau mensirkan bacaan surat pada shalat malam (shalat tahajud). Yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah terkadang mengeraskan bacaan dan terkadang melirihkan bacaan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah shalat ketika bersama Abu Bakr beliau memelankan suaranya dan ketika bersama Umar beliau mengeraskan suaranya.
Suatu saat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan Abu Bakr untuk mengeraskan suara dan memerintahkan ‘Umar untuk melirihkan suaranya.[21]

An Nawawi mengatakan, “Terdapat berbagai hadits yang menjelaskan keutamaan mengeraskan suara ketika membaca al Qur’an dan juga terdapat hadits yang menjelaskan keutamaan melirihkan bacaan. Dari sini, para ulama menjelaskan bahwa kompromi dari hadits-hadits tersebut yaitu: melirihkan bacaan jadi lebih utama pada orang yang khawatir tertimpa riya’. Jika tidak khawatir demikian, maka bacaannya boleh dikeraskan asalkan tidak mengganggu orang lain yang sedang shalat atau tidur.”[22]

Bagaimana dengan dosa dan maksiat yang pernah dilakukan? Apakah boleh ditampakkan?
Setelah kita mengetahui dari penjelasan di atas, untuk amalan ketaatan diberi keringanan dalam beberapa kondisi untuk ditampakkan semisal untuk amalan wajib dan amalan sunnah (dalam beberapa keadaan). Sedangkan untuk maksiat sudah sepatutnya untuk disembunyikan.

Menyembunyikan dosa dan tidak menampakkan aib-aibnya pada manusia, itu malah terpuji dilihat dari beberapa sebab.

Pertama:
Kita diperintahkan untuk menutup maksiat yang kita lakukan dan tidak perlu membuka kejelekan-kejelekan diri kita.
Disebutkan dalam hadits, Rasulullah bersabda, yang artinya ," Jauhilah dosa yang telah Allah larang. Siapa saja yang telah terlajur melakukan dosa tersebut, maka tutuplah rapat-rapat dengan apa yang telah Allah tutupi.

Juga jika kita tidak suka dengan maksiat, maka kita pun hendaklah tidak suka orang lain mengetahuinya atau sampai melakukan hal yang sama. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya ," Seseorang di antara kalian tidak dikatakan beriman (dengan iman yang sempurna) hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

Kebalikannya (mafhumnya) adalah jika engkau tidak suka sesuatu pada dirimu, maka engkau haruslah tidak suka hal itu menimpa saudaramu. Oleh karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menafikan iman dalam hadits ini, maka menunjukkan bahwa hal tersebut wajib dilakukan Sehingga menutup dosa dan maksiat adalah wajib.

Kedua:
Agar jangan sampai ‘aib tersebut terbuka dan terkoyak di hadapan orang lain. Karena jika seseorang sudah merasa takut ‘aibnya terbuka di dunia, maka niscaya ‘aib tersebut sampai di akhirat akan terus tertutup. Oleh karena itu, orang-orang sholih seringkali berdo’a: “Ya Allah, sebagaimana engkau menutupi ‘aib-‘aibku di dunia, maka janganlah buka ‘aib-‘aibku di akhirat.”

Ketiga:
Agar orang lain tidak ikutan melakukan maksiat yang telah dilakukan dan agar maksiat tersebut tidak tersebar luas di muka bumi. Oleh karena itu, sudah sepantasnya ‘aib atau maksiat ditutupi sampai pula pada orang terdekat kita (misalnya kerabat dan orang tua).

Keempat:
Agar kita lebih mudah mendapatkan ampunan dari Allah dan tidak termasuk orang-orang yang dicela dan tidak diterimanya taubatnya karena memamerkan maksiat yang ia lakukan.

“Setiap umatku akan diampuni kecuali orang yang melakukan jahr. Di antara bentuk melakukan jahr adalah seseorang di malam hari melakukan maksiat, namun di pagi harinya –padahal telah Allah tutupi-, ia sendiri yang bercerita, “Wahai fulan, aku semalam telah melakukan maksiat ini dan itu.” Padahal semalam Allah telah tutupi maksiat yang ia lakukan, namun di pagi harinya ia sendiri yang membuka ‘aib-‘aibnya yang telah Allah tutup.

Kelima:
Agar ia termasuk orang-orang yang memiliki rasa malu. Rasa malu inilah yang akan menghalangi dirinya menampakkan maksiat. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya ," “Rasa malu tidaklah datang kecuali membawa kebaikan.”

Keenam:
Agar ia tidak mendapat ejekan atau celaan dari manusia. Karena celaan biasanya akan menusuk ke hati. Sedangkan hukuman had hanya akan menyakiti anggota badan.

Inilah beberapa tanda dari ikhlas. Hanya Allah yang memberi taufik untuk berbuat ikhlas. Semoga Allah memudahkan kita untuk membaca posting lanjutan dari pembahasan tanda ikhlas yaitu tidak mencari ketenaran dan merasa diri selalu kurang dalam beramal.
Allahu a'lam

Sumber : Muhammad Abduh Tuasikal
Catatan :

[1] HR. Muslim no. 2965, dari Sa’ad bin Abi Waqqash.
[2] Ta’thirul Anfas min Haditsil Ikhlas, Sayyid bin Husain Al ‘Afaniy,
[3] Az Zuhud, Imam Ahmad, 5/60, Mawqi’ Jami’ Al Hadits.
[4] Hilyatul Auliya’, Abu Nu’aim Al Ash-bahaniy, 3/8, Darul Kutub Al ‘Arobiy, Beirut.
[5] HR. Bukhari no. 1423 dan Muslim no.1031,dari Abu Hurairah.
[6] Syarh Muslim, 3/481.
[7] Lihat Hilyatul Auliya’, 3/135-136.
[8] Disebutkan oleh Al Bukhari dalam kitab Shahihnya tanpa sanad (secara mu’allaq).
[9] Lihat Shifatus Shofwah, Ibnul Jauziy, 3/300, Darul Ma’rifah, Beirut,
[10] Lihat Ta’thirul Anfas,hal. 246
[11] HR. Abu Daud no. 1333 dan At Tirmidzi no. 2919,
[12] Lihat Hilyatul Awliya’, 2/107, Darul Kutub ‘Arobiy, cetakan keempat, 1405 H.
[13] Lihat Ta’thirul Anfas, hal. 246.
[14] Hilyatul Awliya’, 7/11.
[15] Lihat Ta’thirul Anfas, hal. 248.
[16] Lihat Ta’thirul Anfas, hal. 251.
[17] Lihat Ta’thirul Anfas, hal. 252.
[18] Lihat Ta’thirul Anfas, hal. 253.
[19] Diringkas dari Ta’thirul Anfas, hal. 263-267.
[20] Syarh Muslim, An Nawawi, 3/481, Mawqi’ Al Islam.
[21] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, 1/410-411, Al Maktabah At Taufiqiyah.
[22] Faidul Qodir, Al Munawi, 3/354, Al Maktabah At Tijariyah Al Kubro, Mesir,
[23] HR. Al Hakim, dari ‘Abdullah bin ‘Umar. Al Hakim
[24] HR. Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45, dari Anas bin Malik.
[25] Faedah dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Kitab Al Iman.
[26] HR. Bukhari no. 6069 dan Muslim no. 2990, dari Abu Hurairah.
[27] HR. Bukhari no. 6117 dan Muslim no. 37, dari ‘Imron bin Hushain. (rumaysho.com)

Senin, 04 Juli 2011

Merdeka dari budak kelalaian

Firman Allah yang artinya ,” Dan orang-orang yang menghabiskan waktu malam untuk beribadah kepada Tuhan mereka dengan bersujud dan berdiri ,” (Qs. Al-Furqan : 64).
Abu Na’im dalam Hiyatul Auliya ‘ , bahwa Dzunnun al-Mishri mensifati orang-orang sebagaimana dimaksud ayat itu adalah bahwa orang-orang yang bangun malam bersujud dihadapan-Nya ketika malam bertemu dengan kegelapan dan suara-suara makhluk menjadi sunyi.
Saudaraku , jika kita melihat salah seorang dari mereka sedang berdiri shalat dan membaca ayat-ayat-Nya, terbersitlah dalam hati bahwa kedudukan mereka adalah kedudukan hamba-hamba yang sedang berdiri dihadapan Tuhan semesta alam. Sungguh mereka telah lepas dari budak kelalaian dan menikmati kemerdekaan sejati . Dan semoga Allah mengantarkan kita kepada derajat kedudukan seperti mereka

Al ‘afani dalam Rahbanullai, menyatakan bahwa Ahmad Shalihin berkata tentang orang-orang yang bertahajud pada akhir malam (waktu sahur), demi Allah , ada suatu kaum yang menganggap kegelapan bagaikan siang seperti seorang pengembala yang mengarapkan pagi untuk gembalaanya. Mereka merindukan tenggelamnya matahari seperti burung yang merindukan sarangnya. Jika malam tiba , orang –orang tidur, keluarga berkumpul, setiapkekasih bercengkerama dengan kekasihnya. Dan mereka bangun menghadapa Allah, wjah mereka menengadah kepada-Nya, bermunajad dalam kalam-Nya,menjerit dan mengadu kepada-Nya,berteriak dan menangis untukmemeohon ampunan-Nya, mengharap nikmat-Nya, antara berdiri dan duduk, antara rukuk dan sujud. Itu semu demi cinta kepada-Nya, mereka tabah menerima cobaan dan tidakmengeluh.

Dalam mensifati hamba-hamba-Nya yang bertahajud di malam hari , Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya ,” Mereka sedikit tidur pada waktu malam. Dan pada akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah), “ (Qs. Az-Zariyat : 17-18).

Sayyid Quthb dalam Fi Dzilalir Qur’an ,menyatakan mereka adalah kaum yang meninggalkan nikmat tidur untuk mendapatkan sesuatu yang jauh lebih nikmat (lebih menyenangkan) , yaitu sibuk dengan menghadapkan diri kepada Rabb-nya, menggantungkan roh dan anggota badan mereka kepada-Nya, ketika makhluk lainnya seang tidur. Ketika orang lain tidur mereka bangun untukbersujud, dan ketika manusia jatuh ke bumi, mereka naik ke singgasana dihadapan Allah Yang Mahamulia dan Mahaagung.

Begitu mulianya derajad mereka , sehingga Al Ahnaf Qays ra dalam tafsir Al_Qurtubi, mengatakan amal aku dibandingkan dengan amal penghuni surga, namu ada suatu kaum yang berbeda dengan kami dengan perbedaan yang sangat jauh, sehingga amal kami tidak mencapai amal mereka. Kemudian dia membaca friman Allah, yang artinya ,” Mereka sedikit tidur di waktu malam ,”.

Itulah sifat-sifat hamba-hamba-Nya yang berkedudukan khusus dihadapan Allah. Seakan akan mereka adalah inti manusia (orang-orang yang tersisa) pada akhir sebuah peperangan yang sangat panjang antara petujuk dan kesesatan.

Sayyid Quthb, menyatakan bahwa mereka adalah hamba-hamba yang memilikikeyakinan kuat dan tidak goyah, bertakwa, rendah hati, bangun malam,menyembah dan memohon ampun dan tidakmenghabiskan waktunya dalam kesenangan dan kehinaan. Inilah hamba yang bertakwa yang terjaga dan yang merasakan kehadiran Allah.

Ali bin abi Tahlib dalam Al Bidayah Wa an-Nihayah (Ibn Katsir) berkata tentang orang-orang yang bangun malam , bahawa ketahuilah sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba seperti orang yang pernah melihat penghuni surga dan melihat penghuni neraka. Mereka itu adalah orang-orang yang kejahatannya tertahan, hatinya terjaga, dirinya terkendali, keinginannya sederhana, bersabar didunia untuk mendapatkan kebahagiaan di akhirat . Dimalam hari menreka mengencangkan kaki, air matanya berlinang dipipi, menghadapa Allah dengan penuh ketundukan. Disiang hari mereka menjadi ulama yang bijak dan bertakwa, seakan akan mereka adalah dokter yang didatangi para pasien .

Hasan Basri juga pernah berkata, bahawa Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman “Dan hamab-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan diatas bumi dengan rendah hati dan apabila orangt-orang jahi menyapa mereka,mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka “ , (Al Furqan : 63-64).

Sungguh indah orang-orang yang bangun malam untuk bersujdu dihadapan-Nya.

Allahu a’lam
Sumber : Muhammad bin Shlaih Ash Shai’ari dalam Kaifa Tatahammasu Lkiqiyan al-lail.

Jangan Bersedih,

Kesedihan tidaklah berguna bagi diri kita, karena kesedihan hanya mendatangkan kesusahan, memadamkan semangat dan cita-cita, memadamkan harapan, dan membekukan semangat jiwa. Kesedihan itu bagaikan dpt melumpuhkan aktifitas tubuh dari kesehariannya. Penyebabnya adalah kesedihan itu tidak ubahnya dengan benteng atau barikade pasukan bersenjata yg tdk mudah untuk dilalui dan juga bukan sesuatu yg membawa kebaikan dan kebahagiaan.
Sesungguhnya kesedihan memperkeruh dan menyengsarakan kehidupan ini karena kesedihan adalah racun yg memberikan ketegangan, kesengsaraan, dan kegalauan. Manusia yg dilingkupi oleh kesedihan hatinya akan menjadi mendung, layu, dan tidak memancarkan keindahan. Kesedihan yg mendalam akan membuat diri seseorang menjadi terpuruk dan padam untuk menampilkan kecerahannya. Sehingga membuat penderitanya merengut ketidakberuntungan, kekecewaan, dan kepedihan.

Kesedihan merupakan kepastian yg dialami oleh setiap org dlm realita kehidupan. Jangan karena kesedihan kita menghancurkan cita, memadamkan harapan, dan membekukan semangat jiwa. Sungguh merupakan sebuah kebodohan, jika kita menyia- yiakan kehidupan yg sangat singkat dan berharga ini.

Bila kita menengok keatas, kita akan selalu merasa kekurangan, tetapi tengoklah kebawah dan sepatutnya kita bersyukur atas apa yg telah kita miliki hari ini. Tidak ada seorangpun didunia yg tidak luput dari derita. Lihatlah di sekitar kita , masih sangat banyak yang jauh lebih menderita dari kita. Persaingan kehidupan material, persaingan , perubahan lingkungan yang cepat dalam kehidupan ini membuat banyak dari kita terhanyaut terbawa hingga menjauh dari Allah.

Secara psikologis kesedihan atau kebahagiaan berawal dari pola pikiran, karena pikiran bagaikan sambaran kilat yg dgn sekejap dpt memberikan cahaya dan dgn sekejap pula dpt menimbulkan kobaran api.

Pikiran ini berjalan berdasarkan prinsip , apapun yang kita pikirkan , negatif atau positif , akan pasti menyebar dan meluas dalam hal-hal yang sejenis dengan apa yang sedang kita pikirkan. Jika kita memikirkan kecemasan maka kita akan menjadi sangat sensitif terhadap sesuatu yang mencemaskan atah bahkan melahirkan kecemasan baru.
Selanjutnya kita akan lebih intensif memperhatikan hal-hal yang menyebabkan kecemasan, orang-orang yang , sehingga makin menumpuklah kecemasan demi kecemasan.

Seorang bijak berkata, "Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dgn pikiran baik maka kebahagiaan akan mengikutinya bagai bayang-bayang yg tak pernah meninggalkan bendanya"

Dr. Ibrahim Elfiky dalam Quwwat al-Tafkir, menyatakan bahwa didalam otak ada wilayah logika , yang berada di wilayah akal analitik . Dimana tugasnya memberi atau mencari alasan logis pada apapun yang dipikirkan seseorang dan menjadi kekuatan konsentrasi pada segala sesuatu yang berhubungan dengan pikiran itu, langsung maupun tidka langsung.

Jadi dpt dikatakan bahwa pikiranlah yg menciptakan Kebahagiaan. Melalui pikiran pula penderitaan terbentuk. Sayangnya, manusia telah membiarkan pikiran ini mengembara dgn liar dan penuh ambisi. namun melupakan hakikat kemuliaan dan kebahagiaannya yg sejati, yaitu Hati. Ia dibiarkan kering dlm lahan yg tandus akan kebajikan dan miskin akan embun kebijaksanaan.

Disebutkan pula bahwa sistem kerja akal bawah sadar bekerja mendukung kita ketika kita memikirkan sesuatu yang negatif. Dimana wilayah logika akan memberikan berbagai alasan yang kita inginkan untuk memperkuat pikiran. Ia juga akan membuat kita menjadi sangat peka terhadap setiap informasi atau orang yang berhubungan dengan pikiran kita. Jika kita memikirkan kegagalan , dan kita katakan pada diri kita sendiri , bahwa aku akan gagal, maka hukum ketetapan ini akan melakukan sesuatu agar kita melihat diri sendiri benar-benar gagal dan kegagalan selalu hadir di sekitar kehidupan kita.

Jika kita berpikir kesepian, sia-sia , cemas , dengki , marah , dendam, ataupun pikiran negatif lainnya maka sistem hukum pikiran bawah sadar akan mendukung kita.
Oleh karena itu, padamkanlah api kemarahan, bara kebencian, dan singkirkan candu2 keserakahan, iri hati dan kebodohan . Kemarahan, kebencian, keserakahan, dan kebodohan adalah masalah terberat dlm hidup manusia yg menyebabkan manusia selalu terjatuh dlm duka dan kesedihan.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menerima perlakuan buruk dari sesama. Pada saat2 seperti itu, ketimbang marah atau bersedih lebih baik kita menggunakannya sebagai Latihan. Bila belenggu emosi muncul, selalu ingatlah bahwa dgn mengikuti hawa nafsu kita akan terjebak dalam lingkaran samsara. Jangan membesar-besarkan masalah sehingga masalah sekecil benih diubah menjadi sebesar pohon, dan masalah seriak air diubah menjadi sebesar dan sedalam danau. Lupakan semua perlakuan buruk yg ditujukan kepada kita dan jangan membalas, tetapi latihlah kesabaran. Jangan pula menyimpan bekas perlakuan buruk di dlm hati, memendam amarah, atau memupuk keinginan untuk membalas dendam, tetapi cinta kasihlah yg harus kita kembangkan.

Tersenyum akan menawarkan kesusahan dan pereda kesedihan, namun memiliki efek yg menakjubkan untuk membahagiakan hati dan menyehatkan jiwa. Tersenyum merupakan pertanda yg menggambarkan puncak kelegaan dan kebahagiaan.

Tersenyum harus dilakukan dengan tulus tanpa harus melakukan kepura-puraan. Lihatlah keluar, semuanya tersenyum dgn tulus; bunga2 tersenyum, hutan belantara tersenyum, laut, sungai2, langit, bintang2 dan hewan2 semuanya tersenyum. Bahkan manusia itu sendirinya sesungguhnya tersenyum dgn tulus, tetapi kekotoran batin yg meliputi kemarahan, kebencian, keserakahan dan kebodohan mengakibatkan manusia menjadi murung, sehingga menyimpang dari ritme alam yg harmonis.

Apapun yang kita pikirkan pasti menyebar luas sesuai dengan apa yang kita pikirkan. Maka akalpun memberinya tanda-tanda yang sejenis dengan pikikiran itu yang tersimpan dalam memori.
Jadi berpikirlah positif , bersyukurlah kepada Allah. Karena berpikir positif adalah kekuatan dan kebebasan. Dimana akan membantu anda memikirkan solusi dan mendapatkannya, dan sumber kebebasan karena anda akan terbebas dari penderitaan dan kungkungan pikiran negatif serta pengaruhnya pada fisik.

Allahu a'lam
Sumber : dari beberpa sumber bacaan.

Nikmat Berdoa

Secara ilmiah tidak diragukan lagi bahwa energi doa memiliki pengaruh psikis yang luar biasa. Statistik membuktikan bahwa orang-orang yang selalu berhubungan dengan Tuhan melalui doa-doa lebih tahan dalam menghadapi peristiwa yang menyakitkan.
Doa itu sendiri adalah salah satu bentuk ibadah dan media komunikasi seorang hamba dengan Penciptanya. Doa mempunyai peran besar dalam membentuk ketenangan jiwa, karena dioa akan memperkuat jalinan tali antara Allah dengan hamba-Nya.
Rasulullah bersabda, yang artinya ," doa dalah senjata orang mukmin".
Karena doa merupakan ibadah utama, maka doa harus dilakukan dalam kondisi apapun, di kala senang , atau sedih, dikala lapang maupun sempit.
Dari riwayat Tirmidzi, Rasulullah bersabda , yang artinya , " barang siapa yang ingin dikabulkan Tuhan doanya di waktu sempit, hendaklah dia memperbanyak do adi waktu lapang",.


Dalam hadits qudsi, Rasulullah bersabda, yang artinya ," Barang siapa berdoa (memohon) kepada-Ku ketika ia senang (bahagia) maka Aku akan mengabulkan doanya ketika dia dalam kesulitan,".
Beberapa ulama ada yang berpendapat, bahwa hamba yang hanya berdoa di kala susah saja, maka doanya tidak dikabulkan Allah. Sebagaimana ulama Ali bin Husein berkata, bahwa doa setelah diturunkannya bala tidak akan bermanfaat.

Saudaraku , bersungguh-sungguhlah dalam berdoa dan janganlah ragu dalam berdoa. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, yang artinya ," Sesungguhnya Allah tidak mengabulkan doa seorang hamba yang lalai hatinya ,".

Dalam suatu riwayat dikisahkan, Nabi Musa as pernah menemui seorang umatnya yang tengah berdoa dengan menunduk.
Lalu Nabi Musa as, bermunajat," Ya Allah , jika saja aku mempunyai apa yang dimintanya, niscaya aku akan berikan kepadanya!".
Allah kemudian menjawab doa Nabi Musa," Wahai Musa, ketahuilah bahwa Aku sayang kepada orang itu. Akan tetapi ia berdoa kepada-Ku sedangkan hatinya masih mengingat kambing yang dimilikinya. Aku tidak mau mengabulkan doa seorang hamba yang ketika berdoa hatinya masih mengingat selain Aku!".

Saudaraku, adalah bijaksana bila dalam berdoa, kita tidak meminta sesuatu yang belum jelas manfaatnya bagi kita , seperti meminta untuk segera mendapat jabatan tinggi dst, namun mintalah kepada-Nya sesuatu yang telah pasti manfaatnya dalam upaya kita menjadai manusia yang bertaqwa atau untuk mencapai ridha Allah. RAsulullah SAW dalam doanya tidak pernah meminta kedudukan , pangkat maupun kekayaan, ataupun yang berupa nafsu diri pribadi. Namun yang selalu dimintanya adalah perlengkapan dan sarana peningkatan jiwa untuk menuju ridha Allah.

Dalam Surah Al-Kahfi , diriwayatkan , bahawa ," pemuda-pemuda penghuni gua yang beriman kepada Allah, ketika bersembunyi dalam goa dari kejaran penguasa zalim, tidak berdoa meminta selamat tetapi yang diminta mereka adalah agar diberi rahmat dan jalan yang lurus.
Begitu juga ketika Thalut berperang melawan jalut, ia tidak berdoa meminta kemenangan dalam peperangan, tetapi yang diminta dalah kesabaran, kekokohan pendirian, dan pertolongan Allah dari gangguan orang-orang yang kafir (Qs. Al-Baqarah : 250).
Dalam hakikat berdoa, Sayid Abu Hasan ra, berkata bahwa, janganlah tujuanmu berboa itu untuk mendapatkan apa yang menjadi hajatmu. Kalau tujuanmu demikian , maka jadilah doamu itu terhalang. Tetapi hendaklah tujuanmu dalam berdoa itu hanya sebagai munajat kepada Tuhanmu. Dan sebaik-baiknya doa adalah sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW. Yakinlah tidak ada yang mustahil bagi orang yang yakin pada janji Allah.

Allahu a'lam
Sumber : bahan renungan kalbu Permadi Alibasyah.