Ibnu Qudamah
(Minhajul Qashidin,Shahih
Muslim ), dari Amr bin Al-Ash ra
Rasulullah SAW bersabda , yg artinya : “Beruntunglah orang yg
memasrahkan diri, dilimpahi rezeki yg sekedar mencukupi dan diberi kepuasan
oleh Allah thd apa yg diberikan kepadanya.” (Hr .
Muslim, At-Tirmidzi, Ahmad dan Al-Baghawy)
Ada istilah well being yg coba disandingkan dg bahagia. Ada pendapat bhw bahagia lebih dekat
dg keadaan terpenuhinya keinginan. Yg lain berkata bhw , well being lebih dekat
dg perasaan berkecukupan. Ada istilah psychological well-being, subjective well-being dst.
Namun
bagaimana kebahagiaan yg sesungguhnya ? Salah kunci menuju
kebahagiaan (ketentraman) adl dari sikap orang itu sendiri. Ada istilah Qonaah
, yg dikaitkan perasaan hati yg berkecukupan dg kondisi yg dimiliki. Muhammad
bin Hasan Fatal Naisyaburi (Raudhah
al-Wa’izhin, Intisyarat-e Razhi, Qum) , berkata bhw Rasulullah Saw bersabda, yg artinya “Qanaah adalah harta karun yg
tidak akan pernah punah. Beliau juga bersabda, yg artinya “Qanaah adalah harta yg tidak akan pernah
habis.”
Dlm psikologi dikenal psychological well-being (kesejahteraan
psikologis) dan subjective well-being (kesejahteraan subjektif). Kesejahteraan
psikologis bersifat eudamonik , disebut sejahtera bila orang mengisi hidupnya
dg positif, yg bertujuan, yg berguna bagi orang lain dan pertumbuhan dirinya
sendiri. Sedangkan kesejahteraan subjektif bersifat hedonis berprinsip kesenangan: sejauh mana seseorang
merasa hidupnya senang, bebas stres, bebas dari rasa cemas (depresi), dll yg
intinya mengalami perasaan-perasaan menyenangkan dan bebas dari perasaan tidak
menyenangkan.Di dalam qanaah, ada kemuliaan dan ketentraman hati karena sudah merasa tercukupi, ada kesabaran serta keridhaan terhadap pembagian rezeki yg telah diatur-Nya. Dan semua itu akan mendatangkan kebahagiaan dan pahala di dunia akhirat. Dan sesungguhnya dalam kerakusan dan ketamakan itu ada kehinaan dan kesusahan karena ia akan terbelenggu dalam penjara ketidakpuasan terhadap pemberian Allah.
Abdulaziz ibn Abdullah al Husaini dalam Li
Madza al-Khuf min al-Mustaqbal, Qona’ah dimaknai sebagai kerelaan seorang hamba terhadap segala
pemberian Allah kepadanya. Sehingga
apapun profesi ataupun ambisi seseorang, maka hendaknya disesuaikan dengan apa
yang telah ditakdirkan. Dalam arti , janganlah seorang hamba hidup dibawah
angan-angan yang tiada mungkin dicapai oleh dirinya sendiri, dan jangan pula
melihat kenikmatan orang lain yang tidak ia dapatkan.
Sikap qanaah bisa dimaknai juga sebagai sikap merasa cukup, ridha atau puas atas
karunia dan rezeki yang diberikan Allah SWT Qana’ah ialah kepuasan hati
dengan rezeki yang ditentukan Allah.
Dari Abu Muhammad bahwa Fadhalah bin Ubaid al-Anshari r.a. bahwa dia
mendengar Rasulullah SAW bersabda: "beruntunglah kehidupan seseorang yang
telah dikaruniai petunjuk untuk memasuki Agama Islam, sedang kehidupannya
berada dalam keadaan cukup dan ia bersifat qanaah (menerima)." (Hadis
Hasan Shahih di sisi Imam Tirmidzi) .
Rasulullah SAW bersabda: “Jadilah
kamu seorang yang wara’, nanti kamu akan menjadi sebaik-baik hamba Allah,
jadilah kamu seorang qana’ah, nanti kamu akan menjadi orang yang paling bersyukur
kepada Allah, sedikitkanlah tertawa karena banyak tertawa itu mematikan hati.”
(Hr al-Baihaqi)
Perhatikan juga sabda Rasulullah SAW , yang
artinya “Tidaklah kekayaan itu dengan banyak harta, tetapi sesungguhnya
kekayaan itu ialah kekayaan jiwa.” (Hr Bukhari dan Muslim).
Kadangkala pola pikir dan pemahaman qanaah
ini seperti melawan arus di zaman ini. Namun
sebenarnya ini adalah proses termudah menuju kebahagiaan (kesejateraan jiwa) .
Bahkan para psikolog Barat membahas pola pemahaman yang berkecukupan ini
dalam beberapa tulisan yang bertajuk well being, dan tidak sedikit sudah
menulis psychology of flow. Keadaan kejiwaan yang serba mengalir, tenteram. Dan ini hanya mungkin terjadi kalau manusia
merasa berkecukupan.
Bila seorang hamba menuruti gejolak
ambisinya, mk hal ini justru akan membahayakan diri sendiri dan lingkungannya. Karena
sifat dasar nafsu manusia adalah ambisius , tamak , panjang angan-angan terhadap
dunia. Gejolak nafsu juga menjadikan seseorang
menjadi tidak senang dan tidak rela
dengan apa yang diberikan serta dikaruniakan Allah Swt kepadanya, akhirnya munculah sikap serakah dan rakus
terhadap harta dan kekayaan orang lain yang akan berujung pada perbuatan
mengemis kepada orang lain atau bahkan berupasaya merampasnya dan hal ini
akan menyebabkannya menjadi hina di hadapan orang lain.
Sebagaimana
Allah Azza wa Jalla berfirman , yg artinya , “ Maka pernahkah kamu melihat
orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahannya dan Allah
menjadikannya tersesat berdasarkan ilmu-Nya, dan Allah telah mengunci mati
pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutup di atas penglihatannya. Maka
siapakah yang akan bisa memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat)
?. Mk mengapa kamu tidak mengambil pelajaran". (Qs. al-Jatsiyah : 23).
Saudaraku, tiada penjara yg lebih sempit dan mengerikan
daripada penjara hawa nafsu. Tiada belenggu yg lebih kejam dari belenggu menuruti
gejolak ambisi hawa nafsu. Penjara adalah benteng angkuh yang membelenggu jiwa.
Itulah makna penjara yang sebenarnya. Ketika
manusia terkekang dalam nafsunya, pikirannya, atau ambisinya maka sesungguhnya
dia ada di dalam penjara. Sungguh manusia memiliki nafsu utk berbuat
jahat. Dan itu adalah musuh pertama dari bagian tentara iblis. Karena kekuatan
setan terletak pd hawa nafsu kita sendiri. Maka jangan beri kesempatan nafsu
utk menghayalkan hal-hal kosong penuh tipu daya. Semua ajakannya adalah batil.
Bila menuruti perintahnya mk kita akan rusak, Dan bila tidak memperhitungkannya
, maka kita akan hanyut dan semakin sulit menolak keinginannya.
sebagaimana sabda Rasulullah di hadits qudsi,
yang artinya ,” Seandainya keturunan adam memiliki satu buah lembah emas ,
niscaya ia akan menginginkan lembah yang kedua dan mulutnya tak akan pernah
penuh kecuali dengan debu “, (Hr Ibn Majah,19006).
Sebagaimana Nabi Muhammad saw bersabda: "Jika anak Adam telah mencapai
usia pikun (lanjut usia) tetapi ia masih merasa muda dalam dua hal, yaitu dalam
hal angan-angan dan cinta harta."
Ketika kedua hal ambisi tersebut telah
menjadi karakter seseorang maka hal itu jalan yang menyesatkan dan merupakan kecemburuan
yang membinasakan. Seorang hamba seharunyalah tidak terlalu berlebihan dalam
bekerja mengumpulkan harta dan senantiasa menjalankan cara yang baik dan halal
dalam mencari rizki. Dengan cara ini akan tercapai keseimbangan dalam diri dan
kehidupannya, merasakan kedamaian dan menjauhkannya dari tindakan berlebihan
yang merusak tubuh dan jiwanya.
Secara bahasa qanaah berarti merasa cukup dengan apa yang ada
(sedikit) atas barang-barang yang dibutuhkan dan kerelaan seseorang atas segala
sesuatu yang diperoleh dan diberikan kepadanya.
Dalam beberapa hadis, terkadang kata qanaah dipahami sebagai salah
satu bentuk kerelaan dan keridhaan. Tentu
qanaah mempunyai arti yang berlawanan dengan sifat kikir. Qanaah disifati
sebagai merasa cukup,
lebih sering berkaitan dengan masalah etika dan akhlak yang bersifat individual
dan berhubungan dengan masalah penghematan dalam menggunakan berbagai fasilitas
kehidupan dan menghindari sikap berlebihan dalam berbagai bentuk pengeluaran
dan pembiayaan serta rela dengan nikmat-nikmat Ilahi kendati hanya sedikit.
Sementara kikir atau pelit lebih
identik dengan masalah akhlak dan etika sosial, dimana manusia seharusnya
berlomba-lomba serta bergegas untuk menyalurkan berbagai bantuan kepada orang lain.
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mencontohkan bagaimana harus bersikap
terhadap harta, yaitu menyikapi harta dengan sikap qana’ah (kepuasan dan
kerelaan). Sikap qana’ah ini bisa dimiliki oleh siapa saja baik hamba yang kaya
maupun miskin
Wujud qana’ah yaitu merasa cukup dengan
pemberian Allah, tidak tamak terhadap apa yang dimiliki orang lain, tidak iri
melihat apa yang ada di tangan orang lain dan tidak rakus mencari harta benda
dengan menghalalkan semua cara, sehingga dengan semua itu akan melahirkan rasa
puas dengan apa yang sekedar dibutuhkan. Qana’ah sangat diperlukan untuk
mengatasi sifat dasar manusia yang tidak pernah cukup atas apa yang sudah
dimiliki.
Saudaraku , apabila seorang hamba dikaruniai
sikap qanaah, maka akan bersinarlah cahaya kebahagiaan, tetapi apabila
sebaliknya (apabila tidak memiliki sikap
qanaah), maka hidupnya akan keruh dan akan bertambah pula kepedihan dan
kerugiannya, terhimpit jiwanya oleh
tamak dan rakus. Seandainya jiwa itu bersikap qanaah, maka sedikitlah
musibahnya. Sebab orang yang tamak adalah orang yang terpenjara dalam keinginan
dan sebagai tawanan nafsu syahwat.
Dalam bahasan umum , bisa dikatakan bahwa qanaah berhubungan dengan upaya ‘adaptasi’ dalam jiwa
seseorang. Yakni penyesuaian secara ruhani orang untuk tidak selalu menuruti
nafsu dirinya saja, atau mengejar segala kenikmatan semu sepanjang hidupnya,
tanpa pernah merasa berkecukupan. Sehingga bila seseorang bersikap demikian
maka ini adalah modal utama untuk menuju
taraf bahagia. Sebagaimana orang-orang bijak menasihati bahwa, mengejar dunia
itu ibarat minum air laut saat haus: makin banyak Anda minum semakian hauslah
Anda.
Sikap hidup yang qanaah , selanjutnya akan
berbuah kepada kondisi dimana seseorang bisa merasakan kebahagiaan yang sangat
tinggi yaitu bersyukur.
Seorang yang qanaah tentu lebih mudah meraih
tingkatan bersyukur kepada-Nya
atas rezeki yang diperoleh. Sebaliknya barangsiapa yang memandang sedikit
rezeki yang diperolehnya, justru akan sedikit rasa syukurnya, bahkan terkadang
dirinya berkeluh-kesah.
Sebagaimana Rasulullah memberi nasihat kepada
Abu Hurairah,
يَا أَبَا هُرَيْرَةَ
كُنْ وَرِعًا، تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ، وَكُنْ قَنِعًا، تَكُنْ أَشْكَرَ
النَّاسِ
“Wahai Abu Hurairah, jadilah orang yang wara’
niscaya dirimu akan menjadi hamba yang paling taat. Jadilah orang yang qana’ah,
niscaya dirimu akan menjadi hamba yang paling bersyukur” [HR. Ibnu Majah:
4217].
Dari kacamata psikologi dikatakan sebagai psychological well-being
(kesejahteraan psikologis) adalah kondisi individu yang ditandai dengan adanya
perasaan bahagia, mempunyai kepuasaan hidup (karena syukur) dan tidak ada
gejala-gejala depresi. Kondisi tersebut dipengaruhi adanya fungsi psikologis
yang positif seperti penerimaan diri, relasi sosial yang positif, mempunyai
tujuan hidup, perkembangan pribadi, penguasaan lingkungan dan otonomi.
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW
bersabda: "Bukannya yang dinamakan kaya itu karena banyaknya harta tetapi
yang dinamakan kaya (yang sebenarnya) ialah kayanya jiwa."
(Muttafaqu alaih)
Dalam suatu riwayat , Rasulullah bersabda , yang artinya bahwa ,”
Rasulullah bersabda , bahwa "Nabi Musa bertanya kepada
Rabb-nya tentang enam perkara. Beliau menyangka bahwa keenam perkara tersebut
telah menjadi miliknya secara murni.
1. Nabi Musa AS bertanya, 'Wahai Rabb-ku,
siapakah hamba-Mu yang paling takwa? ' Allah Tabbaraka wa Ta'ala menjawab,
'Yang selalu ingat dan tidak lupa.'
2. Nabi Musa AS bertanya, 'Wahai Rabb-ku,
siapakah hamba-Mu yang paling mendapat petunjuk? ' Allah Tabbaraka wa Ta'ala
menjawab, 'Yang mengikuti hidayah.'
3. Nabi Musa AS bertanya, 'Wahai Rabb-ku,
siapakah hamba-Mu yang paling bijak?' Allah Tabbaraka wa Ta'ala menjawab,
'Yang menghukumi manusia sebagaimana ia menghukumi dirinya sendiri.'
4. Nabi Musa AS bertanya, 'Wahai Rabb-ku,
siapakah hamba-Mu yang paling alim?' Allah Tabbaraka wa Ta'ala menjawab,
'Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan, tapi tidak pernah kenyang dengan
ilmu. la selalu menghimpun ilmu manusia ke dalam ilmunya.'
5. Nabi Musa AS bertanya, 'Wahai Rabb-ku,
siapakah hamba-Mu yang paling gagah (mulia) ?' Allah Tabbaraka wa Ta'ala
menjawab, 'Yang mampu membalas (kejahatan orang terhadapnya), tetapi ia
menawarkan ampunan.'
6. Nabi Musa AS bertanya,
'Wahai Rabb-ku, siapakah hamba-Mu yang paling kaya?' Allah Tabbaraka wa Ta'ala
menjawab, 'Yang menerima (rela) terhadap apa yang diberikan kepadanya.'
7. Nabi Musa AS bertanya, 'Wahai Rabb-ku,
siapakah hamba-Mu yang paling fakir?' Allah Tabbaraka wa Ta'ala menjawab,
'Orang yang senantiasa merasa kurang.'"
Lalu
Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda,bahwa "Kaya itu bukan yg terlihat secara
zhahir. Akan tetapi kaya itu bersumber dari kekayaan hati. Apabila Allah
Tabbaraka wa Ta'ala berkehendak menjadikan hamba-Nya seorang yg baik, mk
Allah Azza wa Jalla akan menjadikan kekayaannya dalam jiwanya, dan ketakwaan
dii hatinya. Dan apabila Allah tabb hendak menjadikan seorang hamba-Nya
buruk, maka Allah Tabbaraka wa Ta'ala akan menjadikan kefakiran di antara dua
matanya." [Silsilah ash-Shahiihah (no. 3350) ]
Allah berfirman, yang
artinya ,” Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami
berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia
untuk Kami cobia mereka dengannya. Dan karunia Tuhan adalah lebih baik dan
lebih kekal, “ (Qs. Thaha : 131).
Mari kita bedoa kepada Allah agar Allah menghadirkan qanaah
di hati kita,
“Ya Allah, jadikanlah aku
merasa qona’ah (merasa cukup, puas, rela) terhadap apa yang telah engkau
rizkikan kepadaku, dan berikanlah berkah kepadaku di dalamnya, dan jadikanlah
bagiku semua yang hilang dariku dengan lebih baik.”
Sa’ad bin Abi Waqqash ra menasihati putranya, “Wahai putraku, jika dirimu hendak
mencari kekayaan, carilah dia dengan qana’ah, karena qana’ah merupakan harta
yang tidak akan lekang” [Uyun al-Akhbar : 3/207].
Di antara kalimat yang indah berkenaan dengan qanaah adalah sya’ir yang dinisbatkan kepada Amirul Mukminin, ‘Ali bin Abi Thalib ra:
Qana’ah memberikan manfaat kepadaku berupa kemuliaan
adakah kemuliaan yang lebih mulia dari qana’ah
Jadikanlah ia sebagai modal bagi dirimu
kemudian setelahnya, jadikanlah takwa sebagai barang dagangan
Niscaya akan engkau peroleh keuntungan
dan tidak perlu memelas kepada orang yang bakhil
Engkau akan memperoleh kenikmatan dalam Surga
dengan kesabaran yang hanya sesaat
Berkata Imam asy-Syafi’i rahimahullahu dalam Diiwaan al-Imam
asy-Syafi’i :
Aku melihat qana’ah sebagai perbendaharaan kekayaan
maka aku pegangi ekor-ekornya
Tidak ada orang yang melihatku di depan pintunya
dan tidak ada orang yang melihatku bersungguh-sungguh dengannya
Aku menjadi kaya dengan tanpa dirham
dan aku berlalu di hadapan manusia seperti raja
Aku melihat qana’ah sebagai perbendaharaan kekayaan
maka aku pegangi ekor-ekornya
Tidak ada orang yang melihatku di depan pintunya
dan tidak ada orang yang melihatku bersungguh-sungguh dengannya
Aku menjadi kaya dengan tanpa dirham
dan aku berlalu di hadapan manusia seperti raja
Saudaraku , jalan yang terbuka lebar untuk
kebebasan dari penjara-penjara penderitaan kehidupan adalah qonaah. Dan Qonaah
adalah kendaraan tercepat menuju tingkatan yang tertinggi yaitu bersyukur , dan jalan termulus sampai ke titik bersyukur adalah taat kepada
Allah dan Rasul-Nya . Inilah jalan pembebasan yang terbaik, terindah dan paling
membahagiakan.
Selain itu ,
orang yang terpenjara ambisi hawa nafsu , maka Allah menimpakan rasa takut dalam hati. Oleh karena ketaatan kepada Allah
adalah benteng Allah yang paling kuat. Maka barang siapa yang berada didalamnya
, ia termasuk orang yang aman dari bencana dunia dan bencana di akhirat. Barang
siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya ,maka segala ketakutan akan
hilang berganti menjadi keamanan dan
ketenteraman, kedamaian, kebahagiaan.
Allahu a’lam
Sumber : Abdul aziz al Husainia (Li Madza al-Khauf min al-Mustaqbal) Ummu ‘Athiyah, Ustadz Abu Salman ,Hisnul Muslim min Udzkuril Kitaabi wa Sunnati oleh Sa’id Bin Wahf Al-Qahthani , Terjemah Minhajul Qashidin; “Jalan Orang-Orang yang Mendapat Petunjuk”, Terjemah Tafsir Ibnu Katsier terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’I, Do’a & Wirid Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah- Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawwas , Kisah Para Nabi (Pustaka Azzam) , terjemahan dari Qishashul Anbiya' oleh Abu Fida'Ismail Ibn Katsir (700-774H), Diiwaan al-Imam asy-Syafi’i, Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd dlm almanhaj.or.id , Muslim.or.id , Al Qana’ah, Mafhumuha, Manafi’uha, ath-Thariqu ilaiha karya Ibrahim bin Muhammad al-Haqil , Al Jawabul al Kafi liman Sa’ala ‘an al-Jawab al-Syafi (Ibn Qayyim al-Jauziyah), Mukasyafatul Qulub (Imam Ghazali), al-Wâbilush Shayyib Minal Kalimith Thayyib (Ibn Qayyim al-Jauziyah) Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya (Ajahn Bram), Hisnul Muslim min Udzkuril Kitaabi wa Sunnati oleh Sa’id Bin Wahf Al-Qahthani , Terjemah Minhajul Qashidin; “Jalan Orang-Orang yang Mendapat Petunjuk”, Terjemah Tafsir Ibnu Katsier terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Do’a & Wirid Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah- Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawwas dll
Sumber : Abdul aziz al Husainia (Li Madza al-Khauf min al-Mustaqbal) Ummu ‘Athiyah, Ustadz Abu Salman ,Hisnul Muslim min Udzkuril Kitaabi wa Sunnati oleh Sa’id Bin Wahf Al-Qahthani , Terjemah Minhajul Qashidin; “Jalan Orang-Orang yang Mendapat Petunjuk”, Terjemah Tafsir Ibnu Katsier terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’I, Do’a & Wirid Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah- Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawwas , Kisah Para Nabi (Pustaka Azzam) , terjemahan dari Qishashul Anbiya' oleh Abu Fida'Ismail Ibn Katsir (700-774H), Diiwaan al-Imam asy-Syafi’i, Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd dlm almanhaj.or.id , Muslim.or.id , Al Qana’ah, Mafhumuha, Manafi’uha, ath-Thariqu ilaiha karya Ibrahim bin Muhammad al-Haqil , Al Jawabul al Kafi liman Sa’ala ‘an al-Jawab al-Syafi (Ibn Qayyim al-Jauziyah), Mukasyafatul Qulub (Imam Ghazali), al-Wâbilush Shayyib Minal Kalimith Thayyib (Ibn Qayyim al-Jauziyah) Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya (Ajahn Bram), Hisnul Muslim min Udzkuril Kitaabi wa Sunnati oleh Sa’id Bin Wahf Al-Qahthani , Terjemah Minhajul Qashidin; “Jalan Orang-Orang yang Mendapat Petunjuk”, Terjemah Tafsir Ibnu Katsier terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Do’a & Wirid Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah- Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawwas dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar