Kemuliaan , keharuman pribadinya tetap dikenang sepanjang sejarah. Siapakah wanita mulia ini ? ia mendapatkan sebuah keutamaan besar yang telah ditetapkan Allah baginya, dialah orang yang pertama kali shalat bersama Rasulullah.
Dalam suatu riwayat Rasulullah,bersabda yang artinya “Sebaik-baik wanita ahli surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”
Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay Al-Qurasyiyah Al-Asadiyah radhiyallahu‘anha . Keluhuran dan kesetiaannya senantiasa dikenang sang kekasih tercintanya , Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam
Dalam suatu riwayat , suatu ketika muncul rasa cemburu ‘Aisyah ra, “Bukankah dia itu hanya seorang wanita tua yang Allah telah mengganti bagimu dengan yang lebih baik darinya?”
Perkataan itu membuat Rasulullah murka , “Tidak, demi Allah!! Tidaklah Allah mengganti dengan seseorang yang lebih baik darinya. Dia beriman ketika manusia mengkufuriku, dia membenarkan aku ketika manusia mendustakanku, dia memberikan hartanya padaku saat manusia menahan hartanya dariku, dan Allah memberikan aku anak darinya yang tidak diberikan dari selainnya.”
Semenjak itu 'Aisyah tidak pernah lagi mengungkit kemuliaan nama Khadijah.
Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay Al-Qurasyiyah Al-Asadiyah radhiyallahu‘anha yang tercatat sebagai istri Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam sekaligus wanita pertama yang membenarkan pengangkatan Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam sebagai nabi dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya Shallallahu `alaihi Wasalam.
Khadijah adalah wanita pertama yang hatinya tersirami keimanan dan dikhususkan Allah untuk memberikan keturunan bagi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam., menjadi wanita pertama yang menjadi Ummahatul Mukminin, serta turut merasakan berbagai kesusahan pada fase awal jihad penyebaran agarna Allah kepada seluruh umat manusia.
Sebelumnya dia dikenal sebagai seorang wanita yang menjaga kehormatan dirinya sehingga melekatlah sebutan ath-thaahirah pada dirinya. Dia seorang janda dari suaminya yang terdahulu, Abu Halah bin Zararah bin an-Nabbasy bin ‘Ady at-Tamimi, kemudian menikah dengan ‘Atiq bin ‘A`idz bin ‘Abdillah bin ‘Umar bin Makhzum.
Saat dia kembali menjanda, seluruh pemuka Quraisy mengangankan agar dapat menyunting-nya. Sebagaimana umumnya Quraisy yang hidup sebagai pedagang, Khadijah ra adalah wanita pedagang yang mulia dan banyak harta. Tiada yang mengira, ternyata pekerjaannya itu akan mengantarkan pertemuannya dengan manusia yang paling mulia, Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam.
Ia memberikan tawaran kepada seorang pemuda bernama Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam untuk membawa hartanya perniagaan ke Syam, disertai pembantunya yang bernama Maisarah. Perdagangan yang dibawa oleh Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam itu memberi-kan keuntungan yang berlipat. Tak hanya itu, Maisarah pun membawa buah tutur yang menge-sankan tentang diri Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam.
Penuturan Maisarah membekas dalam hati Khadijah radhiyallahu`anha. Dia pun terkesan pada kejujuran, amanah, dan kebaikan akhlak Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam. Tersimpan keinginan yang kuat dalam dirinya untuk memperoleh kebaikan itu, hingga diutuslah seseorang untuk menjumpai beliau dan menyampaikan hasratnya. Dia tawarkan dirinya untuk dipersun-ting Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam, seorang pemuda yang saat itu berusia dua puluh lima tahun. Gayung pun bersambut.
Namun, ayah Khadijah enggan untuk menikahkannya. Khadijah, wanita yang cerdas itu tak tinggal diam. Ia tak ingin terluput dari kebaikan yang telah bergayut dalam angannya.
Wanita mulia itu, Khadijah radhiyallahu‘anha, mendapati kembali belahan hatinya dalam usia empat puluh tahun. Tergurat peristiwa ini dalam sejarah lima belas tahun sebelum Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam diangkat sebagai nabi.
Khadijah meyakini seruan suaminya dan menganut agamna yang dibawanya sebelum diumumkan kepada masyarakat. Itulah langkah awal Khadijah dalam menyertai suaminya berjihad di jalan Allah dan turut menanggung pahit getirnya gangguan dalam menyebarkan agama Allah.
Allah Subhanahu wa Ta`ala telah menentukan Khadijah radhiyallahu`anha mendampingi seorang nabi dan rasul. Awal mula wahyu turun kepada Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam berupa mimpi yang baik yang datang dengan jelas seperti munculnya cahaya subuh. Kemudian Allah jadikan beliau Shallallahu `alaihi Wasalam gemar menyendiri di gua Hira’, ber-tahannuts beberapa malam di sana. Lalu biasanya beliau kembali sejenak kepada keluarganya untuk menyiapkan bekal. Demikian yang terus berlangsung, hingga datanglah al-haq, dibawa oleh seorang malaikat.
Beberapa waktu kemudian Jibril kembali mendatangi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam. untuk membawa wahyu kedua dari Allah , yang artinya “Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan dan Tuhanmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlab kamu memberi (dengan maksud) memperoleb (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah” (QS. Al-Muddatstir:1-7).
Peristiwa ini mengguncang hati Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam. Bergegas-gegas beliau kembali menemui Khadijah radhiyallahu`anha dalam keadaan takut dan berkata, “Selimuti aku, selimuti aku!”
Diselimutilah Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam hingga beliau merasa tenang dan hilang rasa takutnya. Kemudian mulailah beliau mengisahkan apa yang terjadi pada dirinya.
Beliau mengatakan kepada Khadijah, “Aku khawatir terjadi sesuatu pada diriku.”
Muhammad bin Abdullah hidup berumah tangga dengan Khadijah binti Khuwailid dengan tenteram di bawah naungan akhlak mulia dan jiwa suci sang suami.
Ketika itu, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. menjadi tempat mengadu orang-orang Quraisy dalam menyelesaikan perselisihan dan pertentangan yang terjadi di antara mereka. Hal itu menunjukkan betapa tinggi kedudukan Rasulullah di hadapan mereka pada masa pra-kenabian. Beliau menyendiri di Gua Hira, menghambakan din kepada Allah yang Maha Esa, sesuai dengan ajaran Nabi Ibrahim a.s.
Khadijah sangat ikhlas dengan segala sesuatu yang dilakukan suaminya dan tidak khawatir selama ditinggal suaminya. Bahkan dia menjenguk serta menyiapkan makanan dan minuman selama beliau di dalam gua, karena dia yakin bahwa apa pun yang dilakukan suaminya merupakan masalah penting yang akan mengubah dunia. Ketika itu, Nabi Muhammad berusia empat puluh tahun.
Mengalirlah tutur kata penuh kebaikan dari lisan Khadijah radhiyallahu`anha, membiaskan ketenangan dalam dada suaminya, “Tidak, demi Allah. Allah tidak akan merendahkanmu selama-lamanya. Sesungguhnya engkau adalah seorang yang suka menyambung kekerabatan, menanggung beban orang yang kesusahan, memberi harta pada orang yang tidak memiliki, menjamu tamu dan membantu orang yang membela kebenaran.”
Lalu Khadijah radhiyallahu`anha membawa suaminya menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza, anak paman Khadijah radhiyallahu`anha, seorang alim yang beragama Nashrani pada masa itu dan telah menulis al-Kitab dalam bahasa Ibrani.
Dia adalah seorang laki-laki yang lanjut usia dan telah buta.
Khadijah ra berkata padanya, “Wahai anak pamanku, dengarkanlah penuturan anak saudaramu ini.”
Waraqah pun bertanya, “Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?”
Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam menuturkan pada Waraqah apa yang beliau lihat.
Setelah itu, Waraqah mengatakan, “Itu adalah Namus yang Allah turunkan kepada Musa. Aduhai kiranya aku masih muda pada saat itu! Aduhai kiranya aku masih hidup ketika kaummu mengusirmu!”
Mendengar itu, Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?”
Waraqah menjawab, “Ya. Tidak ada seorang pun yang membawa seperti yang engkau bawa kecuali pasti dimusuhi. Kalau aku menemui masa itu, sungguh-sungguh aku akan menolongmu.”
Namun tak lama kemudian, Waraqah dipanggil Allah.
Inilah awal perjuangan Khadijah bintu Khuwailid radhiyallahu`anha semenjak masa nubuwah. Dia pulalah orang pertama yang shalat bersama Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam dan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu`anha. Terus mengalir dukungan dan pertolongan Khadijah radhiyallahu`anha kepada Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam dalam menghadapi kaumnya.
Setiap kali beliau mendengar sesuatu yang tidak beliau sukai dari kaumnya, beliau menjumpai Khadijah radhiyallahu`anha. Lalu Khadijah pun menguatkan hati beliau, meringankan beban yang beliau rasakan dari manusia.
Tak hanya itu kebaikan Khadijah radhiyallahu`anha. Dia berikan apa yang dimiliki kepada suami yang dicintainya. Bahkan ketika Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam menampakkan rasa senangnya pada Zaid bin Haritsah, budak yang berada di bawah kepemilikannya, Khadijah pun menghibahkan budak itu kepada suaminya. Inilah yang mengantarkan Zaid memperoleh kemuliaan menjadi salah satu orang yang terdahulu beriman.
Suatu ketika diriwayatkan , tatkala Jibril `Alaihis Salam datang kepada Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam dan mengatakan, “Wahai Rasulullah, ini dia Khadijah. Dia akan datang membawa bejana berisi makanan atau minuman. Bila ia datang padamu, sampaikan-lah salam padanya dari Rabbnya dan dariku, dan sampaikan pula kabar gembira tentang rumah di dalam surga dari mutiara yang berlubang, yang tak ada keributan di dalamnya, dan tidak pula keletihan.”
Kemuliaannya, kebaikannya dan kesetiaannya senantiasa dikenang oleh Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam hingga merebaklah kecemburuan ‘Aisyah radhiyallahu`anha, “Bukankah dia itu hanya seorang wanita tua yang Allah telah mengganti bagimu dengan yang lebih baik darinya?”
Perkataan itu membuat Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam marah, “Tidak, demi Allah. Tidaklah Allah mengganti dengan seseorang yang lebih baik darinya. Dia beriman ketika manusia mengkufuriku, dia membenarkan aku ketika manusia mendustakanku, dia memberi-kan hartanya padaku saat manusia menahan hartanya dariku, dan Allah memberikan aku anak darinya yang tidak diberikan dari selainnya.”
Rasulullah begitu menghormati khadijah ra , sebagaimana Hadist Rasulullah SAW , “ Dari Aisyah ra, ia berkata : “ Saya tidak pernah merasa cemburu terhadap istri-istri Nabi SAW yang lain kecuali terhadap Khadijah ra, padahal saya tidak pernah berjumpa dengan nya, tetapi karena Nabi sering menyebut-nyebutnya, dan beliau sering menyembelih kambing kemudian memotong beberapa bagian dan dikirimkan kepada kenalan-kenalan baik Khadijah,
saya sering berkata kepadanya : “ Seolah-olah didunia ini tidak ada wanita selain Khadijah.”
Maka beliau menjawab :” Sesungguhnya Khadijah itu begini dan begitu, dan hanya dengan dialah aku dikaruniai anak.” ( HR Bukhari dan Muslim )
Dalam riwayat lain dikatakan : “ Apabila beliau menyembelih kambing, beliau memberi kenalan-kenalan baik Khadijah apa yang mereka inginkan.”
Dalam riwayat lain dikatakan : “ Apabila beliau menyembelih kambing, beliau bersabda : “ Kirimlah daging ini kepada kenalan-kenalan Khadijah.”
Dalam riwayat yang lain dikatakan : “ Halah binti Khuwailid saudari Khadijah pernah me-minta izin untuk masuk kerumah Rosulullah SAW, kemudia beliau teringat cara Khadijah meminta izin, maka terharulah beliau seraya bersabda : “ Ya Allah, inilah Halah binti Khu-wailid.” ( Muttafaqun Alaih )
Khadijah bintu Khuwailid radhiyallahu`anha. Kemuliaan itu telah dijanjikan melalui lisan mulia Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam, “Wanita ahli surga yang paling utama adalah Khadijah bintu Khuwailid, Fathimah bintu Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam, Maryam bintu ‘Imran, dan Asiyah bintu Muzahim istri Fir’aun.” Semoga Allah meridhainya.
Khadijah mendapatkan kemuliaan yang tidak pernah dimiliki oleh wanita lain, Dia adalah Ummul Mukminin istri Rasulullah yang pertama, wanita pertama yang mernpercayai risalah Rasulullah, dan wanita pertama yang melahirkan putra-putri Rasulullah.
Dia merelakan semua yang dimilikinya untuk kepentingan di jalan Allah. Dialah orang pertama yang mendapat kabar gembira bahwa dirinya adalah ahli surga. Kenangan terhadap Khadijah senantiasa lekat dalam hati Rasulullah sampai beliau wafat. Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Khadijah binti Khuwailid dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.
Wallahu ta`ala a’lamu bish-shawab.
Sumber : Dzaujatur-Rasulullah, karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh Ummu ‘Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran, http://www.asysyariah.com . http://darussunnah.or.id
Bacaan :
Al-Ishabah, Al-Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani , Mukhtashar Sirah ar-Rasul, Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab ,Shahih Al-Bukhari, Al-Imam Al-Bukhari ,Shahih As-Sirah An-Nabawiyah, Asy-Syaikh Ibrahim Al-‘Aly ,Siyar A’lamin Nubala’, Al-Imam Adz-Dzahabi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar