Firman Allah SWT, yang artinya ,” Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya ,” (Qs. Asy-syams : 9-10).
Firman Allah swt, yang artinya ,”.... Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaanya dari ibadah-ibdah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (Qs. Al-‘ankabuut : 45).
Seorang hamba yang taat dan khusyu’ dalam shalatnya, maka ia akan mempunyai jiwa yang tenang. Shalat selalu berimplikasi pada kehidupan mamalah atau sosialnya. Oleh karena itu bila shalat seorang hamba ingin diketahui apakah baik maupun tidak , cukup melihat sikap dan kepribadian kesehariannya. Perilaku shalat yang baik, akan tampak dari sikap kesehariannya. Semakin jauh hamba tersebut dari kekejian dan kemungkaran, semakin nyata bahwa shalatnya adalah baik.
Dalam mengerjakan shalat, haruslah dengan hati yang ikhlas dan kepasrahan yang total. Dengan pengertian semua amalan shalat hanya diperuntukkan hanya untuk Allah swt, dengan kepasrahan total, tidak ada tujuan lain kecuali mengharap ridha, rahmat dan hidayah Allah. Shalat seperti ini akan menghantarkan seseorang pada keberuntungan.
Ikhlash dan kepasrahan akan menghasilkan kekhusyukan , sebagaimana Allah menjelaskan mengenai khusyu' itu didalam firman-Nya , yang artinya ," Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya." (Qs Al Baqarah 45-46).
Dari kedua ayat tersebut, disimpulkan khusyu' bukanlah konsentrasi, tetapi keyakinan dan kepasrahan ketika sedang menghadap Allah.
Keyakinan sangat mempengaruhi sikap seorang hamba. Orang yang yakin di pohon kamboja ada hantunya, maka dia akan ketakutan jika malam-malam lewat di bawahnya. Sebaliknya, jika orang tersebut berkeyakinan pohon kamboja adalah pohon yang indah, maka orang tersebut justru menemukan kesenangan di bawahnya. Dia akan memungut bunga-bunga yang berguguran untuk diselipkan ditelinga, dibuat rangkaian bunga atau diletakkan mengapung diatas kolam air.
Kata yang sering diterjemahkan sebagai “yakin” pada ayat di atas bukanlah berasal kata “yaqin” tetapi dari berasal kata “zon” - yazunnuuna. Zon sebetulnya sering diterjemahkan sebagai “sangkaan” sebagaimana halnya kata “husnuzon” dan su’uzon”. Ada pula mengartikan sebagai “menduga dengan kuat”. Yang pasti, tingkat keyakinan atau kepastian akan terjadinya sesuatu yang menggunakan kata “zon” berada dibawah kata “yaqin”. Jika kata “yaqin” bisa dikatakan 90%-100% sesuatu itu akan terjadi, maka kata “zon” tingkat kepastiannya mungkin hanya sekitar 70%-90% .
Dalam tata bahasa Arab, berdasarkan waktu berlangsungnya suatu kegiatan, kata kerja terdiri dari 2 bentuk, yaitu fi'il maadhi dan fi'il mudhaari'. Fiil maadhi merupakan kata kerja bentuk lampau (past) sedang fiil mudhaari’ adalah kata kerja untuk kegiatan yang sedang berlangsung saat ini (present continuous), masa depan (future) dan juga untuk kegiatan yang berulang-ulang. Kata kerja yang ada pada surat Al Baqarah ayat 46, yaitu "yazunnuu" menggunakan fi'il mudhaari'.
Kata “menemui” (mulaaquu) dan “kembali” (raaji’uun) adalah kata pelaku dari kegiatan tersebut (isim fa’il), sama dengan kata “orang-orang yang khusyu’ “ (khaasyi’un). Kata ini tidak menunjukkan kapan waktu kegiatan tersebut dilakukan. Bisa lampau, sekarang ataupun yang akan datang. Kebanyakan terjemahan Al Qur'an dalam bahasa Indonesia, memilih menterjemahkannya “khaasyi’un” (orang yang khusyu’) tanpa menggunakan kata “akan”,
Kata “muulaquu” (orang yang menemui) dan “raaji’uun” (orang yang kembali) dengan tambahan kata "akan" (masa yang akan datang). Salah satu pertimbangannya "menemui Tuhan" dan "kembali kepada-Nya" hanya mungkin terjadi "nanti" di akherat. Jika demikian, lalu ketika shalat kepada siapa dia menghadap?.
Dalam beberapa hadits, menjelaskan bahwa Rasulullah selalu menjaga sikapnya ketika sedang shalat. Beliau berpendapat ketika shalat sesungguhnya orang sedang berhadapan dengan Allah, seperti halnya ketika Beliau mi’raj. Karena itu, Beliau melarang orang yang sedang shalat meludah ke depan, memberi tanda batas tempat shalatnya (sutrah) dan mencegah orang melewatinya.
Allah Ta'ala tetap (senantiasa) berhadapan dengan hambaNya yang sedang shalat dan jika ia mengucap salam (menoleh) maka Allah meninggalkannya. (HR. Mashobih Assunnah)
Nabi juga telah mengajarkan caranya agar kita dapat “menemui” dan “kembali” kepada Allah sebagaimana yang dimaksudkan dalam Al Baqarah 46. Petunjuknya dikemas ringkas dalam doa iftitah yang dibaca di awal shalat, setelah takbiratul ihram. Jadi ketika kita baru memulai shalat, kita selalu diingatkan Beliau tentang apa yang harus dilakukan di dalam shata agar kita menjadi orang yang khusyu’.
Aku hadapkan wajahku kepada wajah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dengan lurus dan berserah diri . Sesungguhnya ibadahku, shalatku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam ..
Kita hanya perlu memiliki keyakinan sehingga bisa bersikap untuk menghadapkan diri kita kepada Allah dengan sadar dan mengembalikan seluruh jiwa raga kita kepada Allah.
Karena itu, arti khusyu’ dalam Al Baqarah ayat 46 diatas dapat diterjemahkan sebagai : Orang-orang yang (bersikap) seolah-olah, mereka sedang menemui Tuhannya, dan seolah-olah mereka sedang kembali (berserah diri) kepada-Nya.
Kata khusyu' sendiri disebutkan di dalam Al Qur'an pada 16 ayat . Makna bahasanya berkisar pada hina/menunduk, rendah/ tenang, ketakutan, kering/mati, seperti:
1. Hina dan menunduk ,
sebagaimana firman-Nya , yang artinya ," "Banyak muka pada hari itu tunduk terhina". (Qs. Al Ghasyiyah :2). "Pandangannya tunduk". (Qs.An-Naazi'aat : 9). "Sambil menundukkan pandangan-pandangan mereka keluar dari kuburan seakan-akan mereka belalang yang beterbangan" (Qs. Al Qamar: 7).
2. Rendah dan tenang
Sebagaimana firman-Nya, yang artinya ," Dan merendahlah semua suara kepada Rabb Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja". (Qs. Thaha : 108).
3. Merendahkan dan menundukkan diri
Sebagaimana firman-Nya, yang artinya ,"Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir". (Qs. Al Hasyr : 21).
Sebagaiman firman-Nya ,yang artinya "(dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera". (Qs. Al Qalam : 43).
4. Kering dan mati
Sebagaimana firman-Nya , yang artinya "Dan diantara tanda-tanda kekuasaaan-Nya (ialah) bahwa engkau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air diatasnya, niscaya ia bergerak dan subur". (Qs. Fushshilat : 39).
Berdasarkan ayat-ayat tersebut diatas, maka untuk mendapatkan rasa khusyu’ kita hanya perlu bersikap seolah-olah ketika shalat kita sedang berhadapan dengan Allah dan berserah diri kepada Nya.
Sikap yang patut kita lakukan ketika menghadap Allah adalah tenang, menundukkan pandangan dan merendahkan diri serendah-rendahnya. Sikap yang sepatutnya dilakukan oleh hamba yang hina dihadapan Tuhan semesta alam, Tuhan Yang Maha Agung. Seperti sikap bumi yang kering kerontang dimusim kemarau mengharapkan pertolongan dari Allah swt dalam bentuk curahan hujan agar dapat kembali subur makmur.
Hindarkan sikap sebagaimana diperingatkan Allah dalam firman-Nya, yang artinya ,” Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan Apabila mereka berdiri untuk shlat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali ,” (Qs. An-Nisaa’ : 142).
Bila seorang hamba melaksanakan shalat seperti ini, maka shalat menjadi tidak bernilai dan tidak mempunyai energi spiritual.
Lalau bagaimanakah agar shalat kita menjadi lebih bernilai, bisa menghadirkan sifat-sifat keikhlasan, dansebagainya. Marilah saudaraku, kita selalu perbaiki sholat kita. Sehingga tercapai suatu kondisi ,
sebagaimana difrimankan Allah SWT, yang artinya ,” (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram ,” (Qs. Ar-Rad : 28).
Ada beberapa kriteria dalam batasan-batasan shalat yang bisa dikemukanan , meliputi :
1. Mu’aqqib (pengintai) , dimana dalam kelompok ini adalah orang yang menganiaya diri sendiri, karena banyak kekurangan dalam shalatnya, misalnya kurang sempurna wudhu-nya, pelaksanaan shalat-nya, maupun rukun-rukun-nya.
2. Muhasih (penghitung), termasuk dalam kelompok ini, adalah orang yang telah menyempurnakan wudhu-nya, memperhatikan tertib shalat-nya, dan rukun-rukun-nya. Namun masih sulit menguasai hatinya untuk khusyu’ menghadap Allah SWT.
3. Mukaffar’anhu (penerima ampunan), kelompok ini telah mampu memperhatikan tata tertib, rukun-rukun dan pelaksanaanya, baik dalam wudhu maupun shalat-nya. Disamping itu, hamba dalam kategori ini selalu berjuang untuk menguasai hatinya untuk bisa khusyu’ menghadap Allah SWT. Hamba ini berada dalam shalat dan perjuangan perang melawan nafsunya.
4. Mutsah (Penerima pahala), Dalam kategori ini seorang hamba telah mampu menyempurnakan segala kewajiban, rukun-rukun, dan hatinya sibuk menjaga shalatnya dari kelalaian. Seluruh potensi yang ada dikerahkan untuk keutuhan dan kesempurnaan shalat secara ideal.
5. Muqqarrab min Rabbibi (meraih kedekatan dengan Rabb-nya), kelompok yang mengerjakan shalat sebagaimana peringkat mutsah ditambah upaya menempatkan diri dihadapan Allah Yang Maha Agung. Ia selalu muraqabah dan mahabbah kepada-Nya seakan-akan ia langsung melihat-Nya dan bisikan hatinya mampu ia kendalikan. Sungguh semoga Allah meridhai dan memberikan kepada kita hidayah-Nya untu mencapai tingkatan ini.
Saudaraku, semoga kita diberi hidayah Allah untuk selalu memperbaiki kualitas shalat kita.
Allahu a’lam.
Sumber : Muhammad Makhdlori, Menyingkap mukjizat shalat Dhuha, Shalat Khusyu' Itu Mudah, mardibros.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar