Allah Ta’ala berfirman, yang artinya,“ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain” [Qs. Al-Hujurat : 12].
Ayat ini terkandung perintah untuk menjauhi kebanyakan berprasangka, karena sebagian besar tindakan berprasangka ada yang merupakan perbuatan dosa. Dalam ayat ini juga terdapat larangan berbuat tajassus dalam arti mencari-cari kesalahan-kesalahan atau keburukan, yang biasanya berawal dari prasangka yang buruk.
At-tajassus dikenal dalam keseharian dengan memata-matai atau mencari-cari kekurangan orang lain. Perilaku memata-matai kekurangan orang lain, apalagi untuk disebarluaskan, adalah perilaku yang sangat tidak terpuji. Ia menjadi sibuk melihat kekurangan dan kesalahan orang lain sedangkan kekurangan yang ada pada dirinya sendiri terlupakan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya ," Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan . Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” [Hr Bukhari hadits no. 6064 dan Muslim hadits no. 2563]
Dalam sunnah, Nabi Saw bersabda, yang artinya ," ..Janganlah kalian saling memata-matai, janganlah kalian saling menyelidik, janganlah kalian saling berlebih-lebihan, janganlah kalian saling berbuat kerusakan…”[HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah, dalam Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, surat al-Hujuraat [49]: 12, semisal riwayat Imam Malik dari Abu Hurairah].
Nabi Saw bersabda , yang artinya ," Sungguh, seorang amir (pemimpin) akan mendurhakai rakyatnya, bila ia memburu kecurigaan pada mereka.” [HR. Abu Dawud dari Abu Umamah].
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda, yang artinya ," Dirah-matilah kiranya orang yang begitu sibuk dengan kesalahan dirinya sendiri, sehingga ia tidak peduli dengan kesalahan orang lain.” [HR. al-Bazaar, dari Anas].
Islam juga sangat mencela seseorang yang suka ikut campur urusan orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan dia.
Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, yang artinya ," Diantara hal yang menyempurnakan keislaman seseorang adalah ia meninggalkan masalah-masalah yang tak memiliki sangkut paut dengan dirinya.” [HR.Tirmidzi dalam [b]shahih at-Tirmidzi].
Ibnu ‘Abbas ra meriwayatkan dari Rasulullah Saw, bahwa beliau bersabda, yang artinya ," Orang yang menyadap pembicaraan orang lain dan mendengarkan apa yang mereka tidak akan suka bila tahu ia telah mendengarnya, kedua telinganya akan dituangi dengan cairan kuningan nanti pada hari Kiamat.” [HR. Thabarani dalam Mu’jam al-Kabir].
Rasulullah Saw bersabda, yang artinya ," Orang yang biasa mencuri-curi dengar tidak akan masuk surga.” [HR. Bukhari dari Hudzaifah, Imam Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Daruqutniy].
Umar bin Khathab berkata, '“Janganlah engkau berprasangka terhadap perkataan yang keluar dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik. Dan hendaknya engkau selalu membawa perkataannya itu kepada prasangka-prasangka yang baik'
Ibnu Katsir menyebutkan perkataan Umar di atas ketika menafsirkan sebuah ayat dalam surat Al-Hujurat.
Bakar bin Abdullah Al-Muzani , dalam kitab Tahdzib At-Tahdzib berkata 'Hati-hatilah kalian terhadap perkataan yang sekalipun benar kalian tidak diberi pahala, namun apabila kalian salah kalian berdosa. Perkataan tersebut adalah berprasangka buruk terhadap saudaramu '.
Dalam Al-Hilyah (Abu Nu’aim ,II/285) bahwa Abu Qilabah Abdullah bin Yazid Al-Jurmi berkata : 'Apabila ada berita tentang tindakan saudaramu yang tidak kamu sukai, maka berusaha keraslah mancarikan alasan untuknya. Apabila kamu tidak mendapatkan alasan untuknya, maka katakanlah kepada dirimu sendiri, 'Saya kira saudaraku itu mempunyai alasan yang tepat sehingga melakukan perbuatan tersebut'.
Sufyan bin Husain berkata, “Aku pernah menyebutkan kejelekan seseorang di hadapan Iyas bin Mu’awiyyah.
Beliaupun memandangi wajahku seraya berkata, “Apakah kamu pernah ikut memerangi bangsa Romawi?”
Aku menjawab, “Tidak”.
Beliau bertanya lagi, “Kalau memerangi bangsa Sind, Hind (India) atau Turki?”
Aku juga menjawab, “Tidak”.
Beliau berkata, “Apakah layak, bangsa Romawi, Sind, Hind dan Turki selamat dari kejelekanmu sementara saudaramu yang muslim tidak selamat dari kejelekanmu?” Setelah kejadian itu, aku tidak pernah mengulangi lagi berbuat seperti itu” (Bidayah wa Nihayah , Ibnu Katsir XIII/121).
Dalam Raudhah Al-‘Uqala, Abu Hatim bin Hibban Al-Busti bekata, bahwa orang yang berakal wajib mencari keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus dan senantiasa sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri.
Sesungguhnya orang yang sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri dan melupakan kejelekan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa capai.
Setiap kali dia melihat kejelekan yang ada pada dirinya, maka dia akan merasa hina tatkala melihat kejelekan yang serupa ada pada saudaranya.
Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan kejelekan orang lain dan lupakan kejelekannya sendiri, maka hatinya akan buta, badannya akan merasa letih dan akan sulit baginya meninggalkan kejelekan dirinya.
Tajassus sendiri bermula dari su’uzhon, setelah su’uzhon kemudian dia berghibah dan setelah berghibah, ia bertajassus. Sehingga apabila dia telah mendapatkan keterangan dari target, maka ia akan sebarkan dihadapan publik.
Di sekitar kita , seringkali berita-berita (media) telah terjebak pada perilaku tajassus secara terbuka ,
Kejelekan dan kesalahan orang lain bahkan bisa menjadi ladang uang, di gunakan untuk bahan berita. Infotaiment, koran dan majalah seringkali laku justru karena berita - berita tajassus , dengan mengungkap rahasia-rahasia rumah tangga dst.
Dalam hadis Nabi yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ia berkata bahwa, Rasulullah pernah naik mimbar kemudian menyeru dengan suara yang keras, yang artinya , "Hai semua orang yang telah menyatakan beriman dengan lidahnya tetapi iman itu belum sampai ke dalam hatinya! Janganlah kamu menyakiti orang-orang Islam dan jangan kamu menyelidiki cacat-cacat mereka. Sebab barangsiapa menyelidiki cacat saudara muslim, maka Allah pun akan menyelidiki cacatnya sendiri; dan barangsiapa yang oleh Allah diselidiki cacatnya, maka Ia akan nampakkan kendatipun dalam perjalanan yang jauh." (Riwayat Tarmizi -Ibn Majah)
Abu Umamah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda , yang artinya "Sesungguhnya seorang kepala apabila mencari keraguraguan terhadap orang lain, maka ia telah merusak mereka." (Hr Abu Daud)
Tajassus adalah cabang dari kemunafikan, sebagaimana sebaliknya prasangka yang baik merupakan cabang dari keimanan. Orang yang berakal akan berprasangka baik kepada saudaranya, dan tidak mau membuatnya sedih dan berduka. Sedangkan orang bodoh akan selalu berprasangka buruk kepada saudaranya dan tidak segan-segan berbuat jahat dan membuatnya menderita”.
Semoga kita diberi kekuatan dan hidayah Allah, sehingga bisa menghindari tindakan mencari-cari kesalahan pihak lain.
Allahu a'lam
sumber : Syaikh Abdul Muhsin Bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badr, Rifqon Ahlassunnah Bi Ahlissunnah Menyikapi Fenomena Tahdzir dan Hajr, Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al’Abbad Al-Badr, http://www.almanhaj.or.id , dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar