Apapun yang dapat dipikirkan akal .. akan dapat dicapai (W Clement Stone).
Saudaraku, hidup ini penuh kesempatan yang baik.Kehidupan ini tak pernah menghalangi kita untuk berupaya apa saja menuju kebaikan. Selama ada kemauan dan tekad,seorang hamba dapat meraih setiap kesempatan dengan cepat dan tepat. Hindarilah keraguan, sebab keraguan atau ketakutan menghadapi kegagalan, tak lain adalah faktor penyebab terbesar seoranghamba untukmeraih kesuksesan. Sebagimana pepatah, ‘Siapa takut mendaki gunung, niscaya akan terus hidup diantara celah-celah bukit’.
Kita mengetahui bahwa para penemu pertama seperti Wright bersaudara dan pesawat terbang dst. Penemuan itu bermula dari keyakinan mereka akan dapat membuat sesuatu mesin . mereka meyakini benar kekuatan dalam diri mereka untuk mengungkapkan dan mewujudkan imajinasi pikiran itu. Keyakinan dan imajinasi mereka telah menjadi kenyataan dalam suatu ketika. Dana awal mulapun mereka tidak mengetahuia apa yang harus pertama dilakukan namun keyakinan itu menuntun mereka menemukan cara untuk menemukan tujuan itu.
Sebagaimana Jack Canfield menceritakan dalam The secret bahwa bayangkan mobil yang berjalan dimalam hari. Sorot lampu mobil itu hanya menerangi sekitar tigapuluh meter ke depan, namun seseorang bisa bergerak dari California sampai New York yang jaraknya lratusn mil dengan mengemudi dalam gelap. Karena yang perlu kita lihat hanya enam puluh meter kedepan.
BEgitulan kehidupan kita, jika kita meyakini enam puluh meter lagi akan menguak sesudahnya, dan enam puluh meter lagi sesudahnya, maka kehidupan kita akan terus menguak. Dan akhirnya menemukan tujuan yang sungguh-sungguh didinginkan.
Bangunkanlah kekuatan tersembunyi anda.Barangsiapa bersungguh-sungguh, ia akan sukses , dan orang yang rajin bangun malam akan berbeda dengan orang yang tidur saja.
Saudaraku, bukalah tabir yang selama ini menutupi diri dan kenalilah bakat dan potensi anda. Seorang hamba tak akan bisa menyingkap bakat dan potensi terpendamnya tanpa melakukan penjajakan, percobaan ataupun latihan.
Yang sering terjadi justru dimana cita-cita dan ambisi seorang manusia tenggelam oleh rasa rendah diri,minder dan tak meyakini bahwa dirinya bisa menangkap dan memanfaatkan suatu kesempatan .
Kita sering mengalami krisis kepercayaan diri dan penghargaan terhadap diri sendiri. Hal ini umumnya disebabkan oleh banyaknya rintangan yang harus dihadapi atau karena kegagalan-kegagalan di masa lalu. Bahkan kita juga menghakimi diri sendiri yang terkadang sadar atau tidak sadar sering membandingkan diri sendiri dengan orang lain yang kita yakini lebih unggul dari kita dan merasa tidak mungkin bisa menyamainya.
Krisis kepercayaan ini sangat efektif menghilangkan keseimbangan seseorang, bahkan bisa menghapus kepercayaan diri.
Betapapun begitu, manusia memang sangat lemah apabila harus bersandar pada diri sendiri dalam menghadapi setiap kesulitan kehidupan. Oleh karena ini Rasulullah saw memberi contoh untuk selalu berdoa kepada Allah agar kita tidak menyandarkan diri kepada diri sendiri.
Sebagaimana Rasulullah selalu berdoa, yang artinya ,” Ya Allah dengan rahmat-Mu kuberharap agar Engkau tidak membiarkan sedikitpun untuk menyandarkan diri pada diriku sendiri, dan perbaikilah semua keadaanku. Dan sungguh, tiada tuhan melainkan Engaku semata. “ (Hr Abu Daud 4264 dan Ahmad 19535).
Saudaraku , jangan biarkan diri ini terbelenggu masalalu sehingga membinasakan kepercayaan diri, janganlah meragukan diri sendiri dan merasa yakin tidak mampu berbuat dan memperbaiki kesalahan. Yang benar adalah memandang dan menempatkan kesalahan-kesalahan sebagai sumber pengetahuan, penyadaran dan pengalaman yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin.
Sebagaimana doa Rasulullah saw,
اللهم إني أعو ذبك من المأ ثم والمغر م
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesalahan dan kerugian,”
Allahu a’lam
Sumber : Abdulaziz al-husaini ,Lii madza al-khauf min al mustaqbal, the secret Rhonda Byrne
Selasa, 26 Oktober 2010
Rabu, 20 Oktober 2010
Dirikan, walau hanya 1 rekaat
Dari Abu Umamah ra dan Inb Abbas ra, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya, " Laksanakan shalat malam walau hanya satu rekaat" . Dari Ahmad bin Muni', dari Abu Nadhir Hasyim bin Qasim dari Bakar bin Khunais dari Muhammad al-Qursyi dari Rabia'ah bin Yazid dari Abu Idris al-Khulani dari Bilal, bahwa Rasulullah pernah bersabda, yang artinya ," Hendaklah kalian bangun malam. Karena sesungguhnya itu merupakan kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian. Dan , sesungguhnya bangun malam (untuk bersujud, shalat) merupakan pendekatan diri kepada Allah, melebur keburukan-keburukan, mencegah dari dosa , serta menolak penyakit pada jasad ,".
Saudaraku, sesungguhnya qiyamullail adalah syariat Rabbaniyyah, sunnah Rasulullah yang kuat, jejak para salaf , waktu berkhalwat dengan Allah, taman yang indah dan tenteram, membahagiakan jiwa , menguatkan raga , menhilangkan kesedihan dst.
Saudaraku , gunakanlah waktu malam sebaik-baiknya, karena didalamnya pintu dibuka, kekasih didekatkan, suara didengar, jawaban diberikan, dan pahala mengalir dengan deras.
Sungguh banyak kemuliaan didapat dari bangun malam dan bertahajud dihadapan-Nya. Begitu berharganya kemualiaan qiyamullail, Abu Muslim al-Khulani ra , menyediakan cemeti di sampinnya. Ketika datang waktu sahur dan ia masih mengantuk dan malas, maka ia ambil cmeti itu dan memukulkannya ke tubuhnya sendiri, sambil berkata, engkau lebih berhak untuk dipukul dari pada ternak-ternak yang bandel.
Ingatlah apa yang telah diriwayatkan Yahya dari Hasyim dai Mujalid dari Abu Wadak dari Abu Said al-Khudri ra , bahwa Rasulullah pernah bersabda, yang artinya ," Tiga hal yang membuat Allah tersenyum kepada mereka, yaitu seorang yang bangun malam lantas melakukan shalat, kaum yang berbaris di dalam shalat dan kaum yang berbaris di dalam perang ",
Dari Thalhah bin Musharrif, ia berkata bahwa telah datang kepadaku bahwa jika seorang hamba bangun malam untuk bertahajud, maka dua malaikat akan berkata kepadanya ," kamu sungguh beruntung, sebab engkau berjalan di jalan orang-orang ahli ibadah sebelummu,".
Saudaraku, anjuran untuk bertahajud sebagai bekal motivasi para hamba yang beriman , banyak ditemukan didalam Al-Qur'an :
Sebagaimana Allah SWT berfirman , yang artinya ," Dan , pada sebagian malam hari, bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji ," (Qs. Al-Israa ' : 79).
Sebagaimana Allah SWT berfirman , yang artinya ,"Dan sebutlah nama Tuhan-mu pada (waktu ) pagi dan petang. Dan , pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari ," (Qs. Al-Insaan : 25-26).
Sebagaimana Allah SWT berfirman , yang artinya ," Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai sembahyang ," (Qs. Qaaf : 40).
Sebagaimana Allah SWT berfirman , yang artinya ," … Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhan-mu ketika kamu bangun berdiri dan bertasbihlah kepda-Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (di waktu fajar), " (Qs. Ath Thuur : 48-49).
Sebagaimana Allah SWT berfirman , yang artinya ," sesungguhnya orang yang benar-benar percaya kepada ayat-ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat itu segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabb-nya , dan lagi pula mereka tidaklah sombong. Lambung mereka jauh dari temapt tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabb-nya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rizki yang Kami berikan , " (Qs. As Sajdah : 15-16).
Sebagaimana Allah SWT berfirman , yang artinya ," Didunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar " (Qs. Adz-Dzariyat : 17-18).
Sebagaimana Allah SWT berfirman , yang artinya ," (Apakah kamu hari orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhan-nya ? ..", (Qs. Az-Zumar : 9).
Sebagaimana Allah SWT berfirman , yang artinya ," .. Mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu dimalam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang), " (Qs. Ali Imran : 113).
Sudaraku, mari kita berjuang terus untuk mendapatkan keberkahan keheningan malam dengan bermunajat dihadapan-Nya.
Ingatlah selalu sebagaimana diriwayatkan Yusuf bin Musa al- Quthathan, dari Tsabit bin Musa dari Syuraik dari A'masy dari Abu Sufyan dari Jabir ra, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, yang artinya ," Barang siapa memperbanyak shalat di malam hari maka wajahnya akan menjadi baik di siang harinya ,"
Saudaraku Qiyamullail termasuk salah satu ciri hamba-hamba -Nya yang shalih, karena mereka menyadari akan keutamaan dan kemuliaannya.
Allah membanggakan hamba-Nya yang mendirikan shalat malam kepada para malaikat-Nya. Pintu-pintu langit terbiuka bagi hamba-hamba-Nya yang bermunajat di tengah keheningan malam.
Allahu a'lam
Sumber : Kaifa Tatahammasu liqiyan al-Lail , Muhammad bin Shalih Ash Shai'ari, Abu Abdullah bin Nasr as Samarqandi dalam ingin bahagia? Tegakkanlah shalat malam.
Saudaraku, sesungguhnya qiyamullail adalah syariat Rabbaniyyah, sunnah Rasulullah yang kuat, jejak para salaf , waktu berkhalwat dengan Allah, taman yang indah dan tenteram, membahagiakan jiwa , menguatkan raga , menhilangkan kesedihan dst.
Saudaraku , gunakanlah waktu malam sebaik-baiknya, karena didalamnya pintu dibuka, kekasih didekatkan, suara didengar, jawaban diberikan, dan pahala mengalir dengan deras.
Sungguh banyak kemuliaan didapat dari bangun malam dan bertahajud dihadapan-Nya. Begitu berharganya kemualiaan qiyamullail, Abu Muslim al-Khulani ra , menyediakan cemeti di sampinnya. Ketika datang waktu sahur dan ia masih mengantuk dan malas, maka ia ambil cmeti itu dan memukulkannya ke tubuhnya sendiri, sambil berkata, engkau lebih berhak untuk dipukul dari pada ternak-ternak yang bandel.
Ingatlah apa yang telah diriwayatkan Yahya dari Hasyim dai Mujalid dari Abu Wadak dari Abu Said al-Khudri ra , bahwa Rasulullah pernah bersabda, yang artinya ," Tiga hal yang membuat Allah tersenyum kepada mereka, yaitu seorang yang bangun malam lantas melakukan shalat, kaum yang berbaris di dalam shalat dan kaum yang berbaris di dalam perang ",
Dari Thalhah bin Musharrif, ia berkata bahwa telah datang kepadaku bahwa jika seorang hamba bangun malam untuk bertahajud, maka dua malaikat akan berkata kepadanya ," kamu sungguh beruntung, sebab engkau berjalan di jalan orang-orang ahli ibadah sebelummu,".
Saudaraku, anjuran untuk bertahajud sebagai bekal motivasi para hamba yang beriman , banyak ditemukan didalam Al-Qur'an :
Sebagaimana Allah SWT berfirman , yang artinya ," Dan , pada sebagian malam hari, bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji ," (Qs. Al-Israa ' : 79).
Sebagaimana Allah SWT berfirman , yang artinya ,"Dan sebutlah nama Tuhan-mu pada (waktu ) pagi dan petang. Dan , pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari ," (Qs. Al-Insaan : 25-26).
Sebagaimana Allah SWT berfirman , yang artinya ," Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai sembahyang ," (Qs. Qaaf : 40).
Sebagaimana Allah SWT berfirman , yang artinya ," … Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhan-mu ketika kamu bangun berdiri dan bertasbihlah kepda-Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (di waktu fajar), " (Qs. Ath Thuur : 48-49).
Sebagaimana Allah SWT berfirman , yang artinya ," sesungguhnya orang yang benar-benar percaya kepada ayat-ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat itu segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabb-nya , dan lagi pula mereka tidaklah sombong. Lambung mereka jauh dari temapt tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabb-nya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rizki yang Kami berikan , " (Qs. As Sajdah : 15-16).
Sebagaimana Allah SWT berfirman , yang artinya ," Didunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar " (Qs. Adz-Dzariyat : 17-18).
Sebagaimana Allah SWT berfirman , yang artinya ," (Apakah kamu hari orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhan-nya ? ..", (Qs. Az-Zumar : 9).
Sebagaimana Allah SWT berfirman , yang artinya ," .. Mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu dimalam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang), " (Qs. Ali Imran : 113).
Sudaraku, mari kita berjuang terus untuk mendapatkan keberkahan keheningan malam dengan bermunajat dihadapan-Nya.
Ingatlah selalu sebagaimana diriwayatkan Yusuf bin Musa al- Quthathan, dari Tsabit bin Musa dari Syuraik dari A'masy dari Abu Sufyan dari Jabir ra, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, yang artinya ," Barang siapa memperbanyak shalat di malam hari maka wajahnya akan menjadi baik di siang harinya ,"
Saudaraku Qiyamullail termasuk salah satu ciri hamba-hamba -Nya yang shalih, karena mereka menyadari akan keutamaan dan kemuliaannya.
Allah membanggakan hamba-Nya yang mendirikan shalat malam kepada para malaikat-Nya. Pintu-pintu langit terbiuka bagi hamba-hamba-Nya yang bermunajat di tengah keheningan malam.
Allahu a'lam
Sumber : Kaifa Tatahammasu liqiyan al-Lail , Muhammad bin Shalih Ash Shai'ari, Abu Abdullah bin Nasr as Samarqandi dalam ingin bahagia? Tegakkanlah shalat malam.
Siapa menabur angin mk akan menuai badai
Allah berfirman, yang artinya ," Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula. (Qs. Az-zalzalah : 7-8).
Kita pasti pernah mendengar peribahasa ini, "Siapa yang menanam, Dia yang akan menuai." Maksudnya, jika seseorang menanam kebaikan, maka ia akan menuai kebaikan pula.
Segala puji itu hanyalah milik Allah. Dialah zat yang telah menyempurnakan nikmat-Nya untuk kita dan secara berturut-turut memberikan berbagai pemberian dan anugerah kepada kita. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Saudaraku , hindarilah perbuatan buruk karena jika seseorang menanam kejelekan, maka ia akan menuai hasil yang jelek pula. Berikut beberapa contoh dalam Al Quran dan hadits yang menceritakan maksud dari peribahasa ini.
1. Menjaga Hak Allah, Menuai Penjagaan Allah
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah mengajarkan pada Ibnu Abbas ra sebuah kalimat, "Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu."[1]
Yang dimaksud menjaga Allah di sini adalah menjaga batasan-batasan, hak-hak, perintah, dan larangan-larangan Allah. Yaitu seseorang menjaganya dengan melaksanakan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, dan tidak melampaui batas dari batasan-Nya (berupa perintah maupun larangan Allah).
Orang yang melakukan seperti ini, merekalah yang menjaga diri dari batasan-batasan Allah. Yang utama untuk dijaga adalah shalat lima waktu yang wajib. Dan yang patut dijaga lagi adalah pendengaran, penglihatan dan lisan dari berbagai keharaman. Begitu pula yang mesti dijaga adalah kemaluan, yaitu meletakkannya pada yang halal saja dan bukan melalui jalan haram yaitu zina.[2]
Barangsiapa menjaga diri dengan melakukan perintah dan menjauhi larangan, maka ia akan mendapatkan dua penjagaan.
Penjagaan pertama: Allah akan menjaga urusan dunianya yaitu ia akan mendapatkan penjagaan diri, anak, keluarga dan harta.
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, "Barangsiapa menjaga (hak-hak) Allah, maka Allah akan menjaganya dari berbagai gangguan."
Sebagian salaf mengatakan, "Barangsiapa bertakwa pada Allah, maka Allah akan menjaga diri-nya . Barangsiapa lalai dari takwa kepada Allah, maka Allah tidak ambil peduli padanya. Orang itu berarti telah menyia-nyiakan dirinya sendiri. Allah sama sekali tidak butuh padanya."
Jika seseorang berbuat maksiat, maka ia juga dapat melihat tingkah laku yang aneh pada keluarganya bahkan pada hewan tunggangannya. Sebagaimana sebagian salaf mengatakan, "Jika aku bermaksiat pada Allah, maka pasti aku akan menemui tingkah laku yang aneh pada budakku bahkan juga pada hewan tungganganku."[3]
Penjagaan kedua: Penjagaan yang lebih dari penjagaan pertama, yaitu Allah akan menjaga agama dan keimanannya. Allah akan menjaga dirinya dari pemikiran rancu yang bisa menyesatkan dan dari berbagai syahwat yang diharamkan.[4]
Semoga dengan menjaga hak-hak Allah, kita semua bisa menuai dua penjagaan
ini.
2. Berlaku Jujur, Menuai Kebaikan
Dari sahabat Abdullah bin Masud, ia menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga.
Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta."[5]
Khusus lagi, beliau memerintahkan kejujuran ini pada pedagang karena memang kebiasaan para pedagang adalah melakukan penipuan dan menempuh segala cara demi melariskan barang dagangan.
Dari Rifaah, ia mengatakan bahwa ia pernah keluar bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam ke tanah lapang dan melihat manusia sedang melakukan transaksi jual beli. Beliau lalu menyeru, "Wahai para pedagang!"
Orang-orang pun memperhatikan seruan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sambil menengadahkan leher dan pandangan mereka pada beliau. Lantas Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertakwa pada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur."[6]
Berlaku jujur juga akan menuai berbagai keberkahan. Yang dimaksud keberkahan adalah tetapnya dan bertambahnya kebaikan.
Dari sahabat Hakim bin Hizam, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut. Sebaliknya, bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan bagi mereka pada transaksi itu."[7]
Inilah buah yang dipetik dari pedagang yang tidak berlaku jujur. Sedangkan sebaliknya jika pedagang bisa berlaku jujur, maka ia pun akan menuai berbagai kebaikan dan keberkahan.
3. Mudah Memaafkan dan Tawadhu, Menuai Kemuliaan
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Sedekah tidak mungkin mengurangi harta. Tidaklah seseorang suka memaafkan, melainkan ia akan semakin mulia. Tidaklah seseorang bersikap tawadhu (rendah diri) karena Allah, melainkan Allah akan meninggikan derajatnya."[8]
Seseorang yang selalu memaafkan akan semakin mulia dan bertambah kemuliaannya. Ia juga akan mendapatkan balasan dan kemuliaan di akhirat. Begitu pula orang yang tawadhu (rendah diri) karena Allah, ia akan ditinggikan derajatnya di dunia, Allah akan senantiasa meneguhkan hatinya dan meninggikan derajatnya di sisi manusia, serta kedudukannya pun akan semakin mulia. Di akhirat pun, Allah akan meninggikan derajatnya karena ketawadhuannya di dunia.[9]
4. Berperilaku Baik, Menjadi Teman Akrab
Allah Taala berfirman, "Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar." (QS. Fushilat: 34-35)
Sahabat yg mulia, Ibnu Abbas ra mengatakan, Allah memerintahkan pada orang beriman untuk bersabar ketika ada yang membuat marah, membalas dengan kebaikan jika ada yang buat jahil, dan memaafkan ketika ada yang buat jelek. Jika setiap hamba melakukan semacam ini, Allah akan melindunginya dari gangguan setan dan akan menundukkan musuh-musuhnya. Malah yang semula bermusuhan bisa menjadi teman dekatnya karena tingkah laku baik semacam ini.
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, Namun yang mampu melakukan seperti ini adalah orang yang memiliki kesabaran. Karena membalas orang yg menyakiti kita dengan kebaikan adalah suatu yang berat bagi setiap jiwa.[10]
5. Menolong ,memudahkan urusan orang lain, Menuai Pertolongan dan Kemudahan dari Allah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahan-nya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat.
Barangsiapa menutup 'aib seseorang, Allah pun akan menutupi 'aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut menolong saudara-nya."[11]
Di antara bentuk pertolongan di sini adalah seseorang memberikan kemudahan dalam masalah utang. Ini bisa dilakukan dengan dua cara. Cara pertama, memberikan tenggang waktu pelunasan dari tempo yang diberikan, ini hukumnya wajib.
Karena Allah Taala berfirman, "Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan." (QS. Al Baqarah: 280). Cara kedua, dengan memutihkan hutang tersebut, dan ini dianjurkan.
Sebagaimana Allah Taala berfirman, "Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS. Al Baqarah: 280)
Berkebalikan dari sikap baik ini adalah mengenakan riba pada saudaranya yang menunda utang. Ini adalah berkebalikan dari memberi kemudahan. Maka tentu saja orang yang memberi kesulitan pada saudaranya akan menuai hasil yang sebaliknya.
6. Usaha disertai Tawakkal akan Menuai Hasil
Dari Umar bin Al Khoththob radhiyallahu 'anhu berkata bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang."[12]
Burung ini melakukan usaha dan bertawakkal pada Allah, akhirnya ia pun kenyang ketika pulang di sore hari. Ini berarti tanpa usaha, tidak akan memperoleh hasil apa-apa.
Dan usaha tanpa tawakkal, hanya akan memperoleh sekadar yang Allah takdirkan. Yang tepat adalah usaha disertai tawakkal, niscaya hasil memuaskan yang akan dituai.
7. Berbuat Curang, Menuai Berbagai Musibah
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Dan tidaklah mereka berbuat curang ketika menakar dan menimbangm melainkan mereka akan ditimpa kekeringan, mahalnya biaya hidup dan kelaliman para penguasa."[13]
Dan sebab curang dalam perniagaaan inilah sebab dibinasakannya kaum Madyan, umat Nabi Syuaib alaihis salam. Allah Taala memerintahkan pada kaum Madyan, "Sempurna-kanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang- orang yang merugikan; dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan." (QS. Asy Syuara: 181-183)
Jadi ingatlah, setiap yang kita tanam -baik kebaikan maupun kejelekan-, pasti kita akan menuai hasilnya. Oleh karenanya, bersemangatlah dalam menanam kebaikan dan janganlah pernah mau menanam kejelekan.
Para ulama seringkali mengutarakan, "Balasan dari kebaikan adalah kebaikan setelahnya. Sedangkan balasan dari kejelekan adalah kejelekan setelahnya."[14]
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Allahu a'lam
sumber : Muhammad Abduh Tuasikal, Majalah Pengusaha Muslim, www.muslim.or.id http://muslim.or.id/
Catatan
- Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf AnNawawi, Dar Ihya At Turots Al Arobiy, Beirut, 1392.
- Jaamiul Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, Darul Muayyid, 1424 H.
- Tafsir Al Quran Al Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah, 1421 H.
[1] HR. Tirmidzi no. 2516 dan Ahmad 1/303. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shahih.
[2] Lihat Jaamiul Ulum wal Hikam, hal. 223-224.
[3] Lihat Jaamiul Ulum wal Hikam, hal. 225-226.
[4] Faedah dari Jaamiul Ulum wal Hikam, hal. 224-226.
[5] HR. Muslim no. 2607.
[6] HR. Tirmidzi no. 1210 dan Ibnu Majah no. 2146. Syaikh Al Albani (Shahih At Targhib 1785) bahwa hadits tersebut shahih lighoirihi (shahih dilihat dari jalur lainnya).
[7] HR. Bukhari no. 2079 dan Muslim no. 1532.
[8] HR. Muslim no. 2588, dari Abu Hurairah.
[9] Al Minhaj Syarh Muslim, 16/141-142.
[10] Lihat Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim, 12/243.
[11] HR. Muslim no. 2699, dari Abu Hurairah
[12] HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Al Hakim. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al
Albani (Silsilah Ash Shohihah no.310.)
[13] HR. Ibnu Majah no. 4019. Syaikh Al Albani bahwa hadits ini hasan.
[14] Al Quran Al Azhim, 14/372 [Tafsir Surat Al Lail ayat 7]
Kita pasti pernah mendengar peribahasa ini, "Siapa yang menanam, Dia yang akan menuai." Maksudnya, jika seseorang menanam kebaikan, maka ia akan menuai kebaikan pula.
Segala puji itu hanyalah milik Allah. Dialah zat yang telah menyempurnakan nikmat-Nya untuk kita dan secara berturut-turut memberikan berbagai pemberian dan anugerah kepada kita. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Saudaraku , hindarilah perbuatan buruk karena jika seseorang menanam kejelekan, maka ia akan menuai hasil yang jelek pula. Berikut beberapa contoh dalam Al Quran dan hadits yang menceritakan maksud dari peribahasa ini.
1. Menjaga Hak Allah, Menuai Penjagaan Allah
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah mengajarkan pada Ibnu Abbas ra sebuah kalimat, "Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu."[1]
Yang dimaksud menjaga Allah di sini adalah menjaga batasan-batasan, hak-hak, perintah, dan larangan-larangan Allah. Yaitu seseorang menjaganya dengan melaksanakan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, dan tidak melampaui batas dari batasan-Nya (berupa perintah maupun larangan Allah).
Orang yang melakukan seperti ini, merekalah yang menjaga diri dari batasan-batasan Allah. Yang utama untuk dijaga adalah shalat lima waktu yang wajib. Dan yang patut dijaga lagi adalah pendengaran, penglihatan dan lisan dari berbagai keharaman. Begitu pula yang mesti dijaga adalah kemaluan, yaitu meletakkannya pada yang halal saja dan bukan melalui jalan haram yaitu zina.[2]
Barangsiapa menjaga diri dengan melakukan perintah dan menjauhi larangan, maka ia akan mendapatkan dua penjagaan.
Penjagaan pertama: Allah akan menjaga urusan dunianya yaitu ia akan mendapatkan penjagaan diri, anak, keluarga dan harta.
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, "Barangsiapa menjaga (hak-hak) Allah, maka Allah akan menjaganya dari berbagai gangguan."
Sebagian salaf mengatakan, "Barangsiapa bertakwa pada Allah, maka Allah akan menjaga diri-nya . Barangsiapa lalai dari takwa kepada Allah, maka Allah tidak ambil peduli padanya. Orang itu berarti telah menyia-nyiakan dirinya sendiri. Allah sama sekali tidak butuh padanya."
Jika seseorang berbuat maksiat, maka ia juga dapat melihat tingkah laku yang aneh pada keluarganya bahkan pada hewan tunggangannya. Sebagaimana sebagian salaf mengatakan, "Jika aku bermaksiat pada Allah, maka pasti aku akan menemui tingkah laku yang aneh pada budakku bahkan juga pada hewan tungganganku."[3]
Penjagaan kedua: Penjagaan yang lebih dari penjagaan pertama, yaitu Allah akan menjaga agama dan keimanannya. Allah akan menjaga dirinya dari pemikiran rancu yang bisa menyesatkan dan dari berbagai syahwat yang diharamkan.[4]
Semoga dengan menjaga hak-hak Allah, kita semua bisa menuai dua penjagaan
ini.
2. Berlaku Jujur, Menuai Kebaikan
Dari sahabat Abdullah bin Masud, ia menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga.
Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta."[5]
Khusus lagi, beliau memerintahkan kejujuran ini pada pedagang karena memang kebiasaan para pedagang adalah melakukan penipuan dan menempuh segala cara demi melariskan barang dagangan.
Dari Rifaah, ia mengatakan bahwa ia pernah keluar bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam ke tanah lapang dan melihat manusia sedang melakukan transaksi jual beli. Beliau lalu menyeru, "Wahai para pedagang!"
Orang-orang pun memperhatikan seruan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sambil menengadahkan leher dan pandangan mereka pada beliau. Lantas Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertakwa pada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur."[6]
Berlaku jujur juga akan menuai berbagai keberkahan. Yang dimaksud keberkahan adalah tetapnya dan bertambahnya kebaikan.
Dari sahabat Hakim bin Hizam, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut. Sebaliknya, bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan bagi mereka pada transaksi itu."[7]
Inilah buah yang dipetik dari pedagang yang tidak berlaku jujur. Sedangkan sebaliknya jika pedagang bisa berlaku jujur, maka ia pun akan menuai berbagai kebaikan dan keberkahan.
3. Mudah Memaafkan dan Tawadhu, Menuai Kemuliaan
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Sedekah tidak mungkin mengurangi harta. Tidaklah seseorang suka memaafkan, melainkan ia akan semakin mulia. Tidaklah seseorang bersikap tawadhu (rendah diri) karena Allah, melainkan Allah akan meninggikan derajatnya."[8]
Seseorang yang selalu memaafkan akan semakin mulia dan bertambah kemuliaannya. Ia juga akan mendapatkan balasan dan kemuliaan di akhirat. Begitu pula orang yang tawadhu (rendah diri) karena Allah, ia akan ditinggikan derajatnya di dunia, Allah akan senantiasa meneguhkan hatinya dan meninggikan derajatnya di sisi manusia, serta kedudukannya pun akan semakin mulia. Di akhirat pun, Allah akan meninggikan derajatnya karena ketawadhuannya di dunia.[9]
4. Berperilaku Baik, Menjadi Teman Akrab
Allah Taala berfirman, "Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar." (QS. Fushilat: 34-35)
Sahabat yg mulia, Ibnu Abbas ra mengatakan, Allah memerintahkan pada orang beriman untuk bersabar ketika ada yang membuat marah, membalas dengan kebaikan jika ada yang buat jahil, dan memaafkan ketika ada yang buat jelek. Jika setiap hamba melakukan semacam ini, Allah akan melindunginya dari gangguan setan dan akan menundukkan musuh-musuhnya. Malah yang semula bermusuhan bisa menjadi teman dekatnya karena tingkah laku baik semacam ini.
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, Namun yang mampu melakukan seperti ini adalah orang yang memiliki kesabaran. Karena membalas orang yg menyakiti kita dengan kebaikan adalah suatu yang berat bagi setiap jiwa.[10]
5. Menolong ,memudahkan urusan orang lain, Menuai Pertolongan dan Kemudahan dari Allah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahan-nya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat.
Barangsiapa menutup 'aib seseorang, Allah pun akan menutupi 'aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut menolong saudara-nya."[11]
Di antara bentuk pertolongan di sini adalah seseorang memberikan kemudahan dalam masalah utang. Ini bisa dilakukan dengan dua cara. Cara pertama, memberikan tenggang waktu pelunasan dari tempo yang diberikan, ini hukumnya wajib.
Karena Allah Taala berfirman, "Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan." (QS. Al Baqarah: 280). Cara kedua, dengan memutihkan hutang tersebut, dan ini dianjurkan.
Sebagaimana Allah Taala berfirman, "Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS. Al Baqarah: 280)
Berkebalikan dari sikap baik ini adalah mengenakan riba pada saudaranya yang menunda utang. Ini adalah berkebalikan dari memberi kemudahan. Maka tentu saja orang yang memberi kesulitan pada saudaranya akan menuai hasil yang sebaliknya.
6. Usaha disertai Tawakkal akan Menuai Hasil
Dari Umar bin Al Khoththob radhiyallahu 'anhu berkata bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang."[12]
Burung ini melakukan usaha dan bertawakkal pada Allah, akhirnya ia pun kenyang ketika pulang di sore hari. Ini berarti tanpa usaha, tidak akan memperoleh hasil apa-apa.
Dan usaha tanpa tawakkal, hanya akan memperoleh sekadar yang Allah takdirkan. Yang tepat adalah usaha disertai tawakkal, niscaya hasil memuaskan yang akan dituai.
7. Berbuat Curang, Menuai Berbagai Musibah
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Dan tidaklah mereka berbuat curang ketika menakar dan menimbangm melainkan mereka akan ditimpa kekeringan, mahalnya biaya hidup dan kelaliman para penguasa."[13]
Dan sebab curang dalam perniagaaan inilah sebab dibinasakannya kaum Madyan, umat Nabi Syuaib alaihis salam. Allah Taala memerintahkan pada kaum Madyan, "Sempurna-kanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang- orang yang merugikan; dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan." (QS. Asy Syuara: 181-183)
Jadi ingatlah, setiap yang kita tanam -baik kebaikan maupun kejelekan-, pasti kita akan menuai hasilnya. Oleh karenanya, bersemangatlah dalam menanam kebaikan dan janganlah pernah mau menanam kejelekan.
Para ulama seringkali mengutarakan, "Balasan dari kebaikan adalah kebaikan setelahnya. Sedangkan balasan dari kejelekan adalah kejelekan setelahnya."[14]
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Allahu a'lam
sumber : Muhammad Abduh Tuasikal, Majalah Pengusaha Muslim, www.muslim.or.id http://muslim.or.id/
Catatan
- Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf AnNawawi, Dar Ihya At Turots Al Arobiy, Beirut, 1392.
- Jaamiul Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, Darul Muayyid, 1424 H.
- Tafsir Al Quran Al Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah, 1421 H.
[1] HR. Tirmidzi no. 2516 dan Ahmad 1/303. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shahih.
[2] Lihat Jaamiul Ulum wal Hikam, hal. 223-224.
[3] Lihat Jaamiul Ulum wal Hikam, hal. 225-226.
[4] Faedah dari Jaamiul Ulum wal Hikam, hal. 224-226.
[5] HR. Muslim no. 2607.
[6] HR. Tirmidzi no. 1210 dan Ibnu Majah no. 2146. Syaikh Al Albani (Shahih At Targhib 1785) bahwa hadits tersebut shahih lighoirihi (shahih dilihat dari jalur lainnya).
[7] HR. Bukhari no. 2079 dan Muslim no. 1532.
[8] HR. Muslim no. 2588, dari Abu Hurairah.
[9] Al Minhaj Syarh Muslim, 16/141-142.
[10] Lihat Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim, 12/243.
[11] HR. Muslim no. 2699, dari Abu Hurairah
[12] HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Al Hakim. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al
Albani (Silsilah Ash Shohihah no.310.)
[13] HR. Ibnu Majah no. 4019. Syaikh Al Albani bahwa hadits ini hasan.
[14] Al Quran Al Azhim, 14/372 [Tafsir Surat Al Lail ayat 7]
Senin, 18 Oktober 2010
Tips pengaruhi orang lain
Setiap kita ada keinginan untuk diterima dengan baik di lingkungan sekitar kita. Kita berharap agar mendapat tempat khusus di hati orang lain. Sehingga kita dapat mengarahkan orang lain melakukan seperti apa yang kita inginkan. Namun saringkali kita melewatkan hal-hal kecil yang justru menjadi modal besar dalam hal mempengaruhi orang lain. Atau bahkan hambatan itu datang dari diri kita sendiri. Apalah saya ini , saya bukan orang yang berpengaruh, itu sudah pasti, saya tidak punya apa-apa?
Yakinlah ada, sisi yang menarik, bahwa sebenarnya orang lain terpengaruh dengan kita, bukan hanya karena kedudukan atau kekayaan kita, tapi masih banyak faktor lain sehingga sampai pada kondisi dimana kita bisa mempengaruhi orang lain. Bahasa gampangnya, bagaimana sih cara mempengaruhi orang lain?
Membujuk adalah salah satu kemampuan paling penting yang diperlukan seseorang untuk membuat orang lain mengikuti kehendaknya. Kemampuan ini tak hanya dapat diterapkan di dunia kerja, tetapi juga di rumah, atau dalam kehidupan sosial lainnya.
Bagaimanapun juga pemahaman terhadap teknik mempengaruhi (influence tactics) orang lain menjadi satu hal penting untuk dipelajari.Ada beberapa tips untuk anda bagaimana menjadi orang yang berpengaruh (bisa mempengaruhi orang lain) di lingkungan kita :
Yakinlah ada, sisi yang menarik, bahwa sebenarnya orang lain terpengaruh dengan kita, bukan hanya karena kedudukan atau kekayaan kita, tapi masih banyak faktor lain sehingga sampai pada kondisi dimana kita bisa mempengaruhi orang lain. Bahasa gampangnya, bagaimana sih cara mempengaruhi orang lain?
Membujuk adalah salah satu kemampuan paling penting yang diperlukan seseorang untuk membuat orang lain mengikuti kehendaknya. Kemampuan ini tak hanya dapat diterapkan di dunia kerja, tetapi juga di rumah, atau dalam kehidupan sosial lainnya.
Bagaimanapun juga pemahaman terhadap teknik mempengaruhi (influence tactics) orang lain menjadi satu hal penting untuk dipelajari.Ada beberapa tips untuk anda bagaimana menjadi orang yang berpengaruh (bisa mempengaruhi orang lain) di lingkungan kita :
1. pikirkan bahwa orang lain itu penting bagi kita.
Kita harus meyakinkan diri bahwa orang lain itu penting . Kita mencoba untuk melakukan ini, dan cepat atau lambat sikap kita akan diketahui orang lain. Tentu kita harus berupaya melakukan itu dengan penuh ketulusan , hindarkan sikap pura-pura, jauhi tipu muslihat. Jangan kita menyembunyikan kepura-puraan, karena itu akan menghancurkan ketulusan kita. Kita tidak akan pernah bisa membuat orang lain penting dihadapan kita, kalau diam-diam kita merasa bahwa dia bukan siapa-siapa bagi kita.
Dr JB Rhine (pakar dari Unibversitas Duke), melakukan penelitian sekitar dua puluh tahun lamanya tentang persoalan ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada sesuatu yang bersifat "ekstra fisik" pada diri manusia. Manusia lebih dari sekedar mesin. Manusia merupakan kesatuan sistem yang rumit dari fisik yang deterministik .
Semakin tinggi penghargaan kita terhadap orang lain sebagai sesuatu yang unik sifatnya, merupakan sesuatu yang lebih orisional dan kreatif daripada hanya semata-mata hubungan antar materi ruang-waktu-massa , maka semakin tertarik pula kita kepada mereka sebagai individu. Sehingga kecenderungan kita untuk menghargai mereka akan semakin besar pula. Urusan antar pribadi kita meningkat ke tingkat yang lebih tinggi menjadi perhatian, pengertian dan persabahatan timbal balik. Jadi orang yang punya pengaruh paling besar terhadap orang lain adalah orang yang berkeyakinan bahwa orang lain itu penting.
2. memperhatikan orang lain
Seringkali antar sadar maupun tidak kita sadari, kita hanya memikirkan kenyataan bahwa kita hanya memperhatikan hal-hal yang penting (menguntungkan) bagi kita saja. Kita lebih fokus pada hal-hal yang penting menurut pandangan atau sudut pandang kita saja.
Apabila kita memberikan perhatian kepada orang lain, maka cepat atau lambat kita akan mendapatkan balasan dari orang itu dalam bentuk yang kita inginkan juga. Yakinlah , bahwa apabila seseorang memperhatikan diri kita, maka berarti dia menaruh perhatian bahkan penghargaan pada diri kita. Dan itu bisa diartikan dia mengakui bahwa diri kita penting. Dia memberikan dukungan moral kepada kita. Pada saat itulah kita menjadi lebih ramah, lebih terbuka untuk bekerja sama, bersedia bekerja lebih keras.
Para psikolog dari universitas Michigan mengadakan sebuah penelitian, dengan kesimpulan bahwa memberikan tekanan untuk meningkatkan produksi akan berhasil dalam batas-batas tertentu. Namun hasil yang lebih baik akan dicapai bila motivasi intern seorang pekerja diolah dengan pernyataan dirinya, tekadnya dan rasa harga dirinya. Seseorang akan bekerja lebih baik , bila diperlakukan secara pribadi.
Para ahli juga memberi kesimpulan bahwa 90% kenakalan anak-anak kecil hanyalah sebagai bentuk atau cara mereka untuk mendapatkan perhatian dari orang tua.
Begitu juga dengan para kriminolog, banyak kejahatan dilakukan oleh orang-orang yang tidak pernah terpenuhi keinginannya untuk diperhatikan. Penyebab utama persoalan rumah tangga adalah keluhan masalah perhatian.
3. Jangan merasa menjadi majikan bagi orang lain.
Kita adalah manusia dan kita mempunyai kebutuhan yang sama (sebanding) untuk merasa penting seperti yang dimiliki orang lain. Setiap orang perlu untuk merasa dirinya penting dan merasa bahwa orang lain menyadari segi pentingnya. Hakikat manusia itu sendiri adalah netral. Kita sendirilah yang menggunakannya untuk keuntungan atau kerugian. Seperti halnya kita menggunakan pisau, tergantung kita menggunakannya untuk kepentingan yang mengeuntungkan atau merugikan.
Sudah menjadi dasar tabiat manusia bahwa kita punya kecenderungan untuk menonjolkan diri kita kepada orang lain bahwa kita adalah penting. Secara sadar atau tidak , kita ingin memberikan kesan itu.
Kadang-kala kita merasa bahwa apa yang kita lakukan lebih besar atau lebih berbobot daripada orang lain yang bercerita bahwa yang dilakukannya itu adalah suatu perbuatan besar . Bila seseorang bercerita kepada kita tentang kisahnya yang bagus, maka kita mulai memikirkan bahwa ada kisah kita yang lebih bagus dari yang ia ceritakan.
Kita mempunyai watak dasar kecenderungan kesan bahwa betapa pentingnya diri kita sehingga kita berusaha membuat orang lain merasa kecil, dan membuat diri kita tampak lebih besar.
Kita juga cenderung mudah mengeluarkan kalimat-kalimat bernada permintaan bahkan perintah. Padahal substansinya sama, dan seharusnya kita bisa mengelolanya menjadi kalimat yang lebih bijak. Contoh : " ceritakan peristiwa itu kepada saya",
Bukankah akan lebih menarik bila kita katakan ," Menarik juga peristiwa itu, kalau saja saya bisa tahu lebih detail, saya akan dengarkan".
Allahu a'lam
Kita harus meyakinkan diri bahwa orang lain itu penting . Kita mencoba untuk melakukan ini, dan cepat atau lambat sikap kita akan diketahui orang lain. Tentu kita harus berupaya melakukan itu dengan penuh ketulusan , hindarkan sikap pura-pura, jauhi tipu muslihat. Jangan kita menyembunyikan kepura-puraan, karena itu akan menghancurkan ketulusan kita. Kita tidak akan pernah bisa membuat orang lain penting dihadapan kita, kalau diam-diam kita merasa bahwa dia bukan siapa-siapa bagi kita.
Dr JB Rhine (pakar dari Unibversitas Duke), melakukan penelitian sekitar dua puluh tahun lamanya tentang persoalan ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada sesuatu yang bersifat "ekstra fisik" pada diri manusia. Manusia lebih dari sekedar mesin. Manusia merupakan kesatuan sistem yang rumit dari fisik yang deterministik .
Semakin tinggi penghargaan kita terhadap orang lain sebagai sesuatu yang unik sifatnya, merupakan sesuatu yang lebih orisional dan kreatif daripada hanya semata-mata hubungan antar materi ruang-waktu-massa , maka semakin tertarik pula kita kepada mereka sebagai individu. Sehingga kecenderungan kita untuk menghargai mereka akan semakin besar pula. Urusan antar pribadi kita meningkat ke tingkat yang lebih tinggi menjadi perhatian, pengertian dan persabahatan timbal balik. Jadi orang yang punya pengaruh paling besar terhadap orang lain adalah orang yang berkeyakinan bahwa orang lain itu penting.
2. memperhatikan orang lain
Seringkali antar sadar maupun tidak kita sadari, kita hanya memikirkan kenyataan bahwa kita hanya memperhatikan hal-hal yang penting (menguntungkan) bagi kita saja. Kita lebih fokus pada hal-hal yang penting menurut pandangan atau sudut pandang kita saja.
Apabila kita memberikan perhatian kepada orang lain, maka cepat atau lambat kita akan mendapatkan balasan dari orang itu dalam bentuk yang kita inginkan juga. Yakinlah , bahwa apabila seseorang memperhatikan diri kita, maka berarti dia menaruh perhatian bahkan penghargaan pada diri kita. Dan itu bisa diartikan dia mengakui bahwa diri kita penting. Dia memberikan dukungan moral kepada kita. Pada saat itulah kita menjadi lebih ramah, lebih terbuka untuk bekerja sama, bersedia bekerja lebih keras.
Para psikolog dari universitas Michigan mengadakan sebuah penelitian, dengan kesimpulan bahwa memberikan tekanan untuk meningkatkan produksi akan berhasil dalam batas-batas tertentu. Namun hasil yang lebih baik akan dicapai bila motivasi intern seorang pekerja diolah dengan pernyataan dirinya, tekadnya dan rasa harga dirinya. Seseorang akan bekerja lebih baik , bila diperlakukan secara pribadi.
Para ahli juga memberi kesimpulan bahwa 90% kenakalan anak-anak kecil hanyalah sebagai bentuk atau cara mereka untuk mendapatkan perhatian dari orang tua.
Begitu juga dengan para kriminolog, banyak kejahatan dilakukan oleh orang-orang yang tidak pernah terpenuhi keinginannya untuk diperhatikan. Penyebab utama persoalan rumah tangga adalah keluhan masalah perhatian.
3. Jangan merasa menjadi majikan bagi orang lain.
Kita adalah manusia dan kita mempunyai kebutuhan yang sama (sebanding) untuk merasa penting seperti yang dimiliki orang lain. Setiap orang perlu untuk merasa dirinya penting dan merasa bahwa orang lain menyadari segi pentingnya. Hakikat manusia itu sendiri adalah netral. Kita sendirilah yang menggunakannya untuk keuntungan atau kerugian. Seperti halnya kita menggunakan pisau, tergantung kita menggunakannya untuk kepentingan yang mengeuntungkan atau merugikan.
Sudah menjadi dasar tabiat manusia bahwa kita punya kecenderungan untuk menonjolkan diri kita kepada orang lain bahwa kita adalah penting. Secara sadar atau tidak , kita ingin memberikan kesan itu.
Kadang-kala kita merasa bahwa apa yang kita lakukan lebih besar atau lebih berbobot daripada orang lain yang bercerita bahwa yang dilakukannya itu adalah suatu perbuatan besar . Bila seseorang bercerita kepada kita tentang kisahnya yang bagus, maka kita mulai memikirkan bahwa ada kisah kita yang lebih bagus dari yang ia ceritakan.
Kita mempunyai watak dasar kecenderungan kesan bahwa betapa pentingnya diri kita sehingga kita berusaha membuat orang lain merasa kecil, dan membuat diri kita tampak lebih besar.
Kita juga cenderung mudah mengeluarkan kalimat-kalimat bernada permintaan bahkan perintah. Padahal substansinya sama, dan seharusnya kita bisa mengelolanya menjadi kalimat yang lebih bijak. Contoh : " ceritakan peristiwa itu kepada saya",
Bukankah akan lebih menarik bila kita katakan ," Menarik juga peristiwa itu, kalau saja saya bisa tahu lebih detail, saya akan dengarkan".
Allahu a'lam
Sumber : Les Giblin, Cara memiliki keyakinan dan kekuasaan, majalah Saksi
Jumat, 15 Oktober 2010
mari menilai shalat kita
Firman Allah SWT, yang artinya ,” Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya ,” (Qs. Asy-syams : 9-10).
Firman Allah swt, yang artinya ,”.... Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaanya dari ibadah-ibdah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (Qs. Al-‘ankabuut : 45).
Seorang hamba yang taat dan khusyu’ dalam shalatnya, maka ia akan mempunyai jiwa yang tenang. Shalat selalu berimplikasi pada kehidupan mamalah atau sosialnya. Oleh karena itu bila shalat seorang hamba ingin diketahui apakah baik maupun tidak , cukup melihat sikap dan kepribadian kesehariannya. Perilaku shalat yang baik, akan tampak dari sikap kesehariannya. Semakin jauh hamba tersebut dari kekejian dan kemungkaran, semakin nyata bahwa shalatnya adalah baik.
Dalam mengerjakan shalat, haruslah dengan hati yang ikhlas dan kepasrahan yang total. Dengan pengertian semua amalan shalat hanya diperuntukkan hanya untuk Allah swt, dengan kepasrahan total, tidak ada tujuan lain kecuali mengharap ridha, rahmat dan hidayah Allah. Shalat seperti ini akan menghantarkan seseorang pada keberuntungan.
Ikhlash dan kepasrahan akan menghasilkan kekhusyukan , sebagaimana Allah menjelaskan mengenai khusyu' itu didalam firman-Nya , yang artinya ," Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya." (Qs Al Baqarah 45-46).
Dari kedua ayat tersebut, disimpulkan khusyu' bukanlah konsentrasi, tetapi keyakinan dan kepasrahan ketika sedang menghadap Allah.
Keyakinan sangat mempengaruhi sikap seorang hamba. Orang yang yakin di pohon kamboja ada hantunya, maka dia akan ketakutan jika malam-malam lewat di bawahnya. Sebaliknya, jika orang tersebut berkeyakinan pohon kamboja adalah pohon yang indah, maka orang tersebut justru menemukan kesenangan di bawahnya. Dia akan memungut bunga-bunga yang berguguran untuk diselipkan ditelinga, dibuat rangkaian bunga atau diletakkan mengapung diatas kolam air.
Kata yang sering diterjemahkan sebagai “yakin” pada ayat di atas bukanlah berasal kata “yaqin” tetapi dari berasal kata “zon” - yazunnuuna. Zon sebetulnya sering diterjemahkan sebagai “sangkaan” sebagaimana halnya kata “husnuzon” dan su’uzon”. Ada pula mengartikan sebagai “menduga dengan kuat”. Yang pasti, tingkat keyakinan atau kepastian akan terjadinya sesuatu yang menggunakan kata “zon” berada dibawah kata “yaqin”. Jika kata “yaqin” bisa dikatakan 90%-100% sesuatu itu akan terjadi, maka kata “zon” tingkat kepastiannya mungkin hanya sekitar 70%-90% .
Dalam tata bahasa Arab, berdasarkan waktu berlangsungnya suatu kegiatan, kata kerja terdiri dari 2 bentuk, yaitu fi'il maadhi dan fi'il mudhaari'. Fiil maadhi merupakan kata kerja bentuk lampau (past) sedang fiil mudhaari’ adalah kata kerja untuk kegiatan yang sedang berlangsung saat ini (present continuous), masa depan (future) dan juga untuk kegiatan yang berulang-ulang. Kata kerja yang ada pada surat Al Baqarah ayat 46, yaitu "yazunnuu" menggunakan fi'il mudhaari'.
Kata “menemui” (mulaaquu) dan “kembali” (raaji’uun) adalah kata pelaku dari kegiatan tersebut (isim fa’il), sama dengan kata “orang-orang yang khusyu’ “ (khaasyi’un). Kata ini tidak menunjukkan kapan waktu kegiatan tersebut dilakukan. Bisa lampau, sekarang ataupun yang akan datang. Kebanyakan terjemahan Al Qur'an dalam bahasa Indonesia, memilih menterjemahkannya “khaasyi’un” (orang yang khusyu’) tanpa menggunakan kata “akan”,
Kata “muulaquu” (orang yang menemui) dan “raaji’uun” (orang yang kembali) dengan tambahan kata "akan" (masa yang akan datang). Salah satu pertimbangannya "menemui Tuhan" dan "kembali kepada-Nya" hanya mungkin terjadi "nanti" di akherat. Jika demikian, lalu ketika shalat kepada siapa dia menghadap?.
Dalam beberapa hadits, menjelaskan bahwa Rasulullah selalu menjaga sikapnya ketika sedang shalat. Beliau berpendapat ketika shalat sesungguhnya orang sedang berhadapan dengan Allah, seperti halnya ketika Beliau mi’raj. Karena itu, Beliau melarang orang yang sedang shalat meludah ke depan, memberi tanda batas tempat shalatnya (sutrah) dan mencegah orang melewatinya.
Allah Ta'ala tetap (senantiasa) berhadapan dengan hambaNya yang sedang shalat dan jika ia mengucap salam (menoleh) maka Allah meninggalkannya. (HR. Mashobih Assunnah)
Nabi juga telah mengajarkan caranya agar kita dapat “menemui” dan “kembali” kepada Allah sebagaimana yang dimaksudkan dalam Al Baqarah 46. Petunjuknya dikemas ringkas dalam doa iftitah yang dibaca di awal shalat, setelah takbiratul ihram. Jadi ketika kita baru memulai shalat, kita selalu diingatkan Beliau tentang apa yang harus dilakukan di dalam shata agar kita menjadi orang yang khusyu’.
Aku hadapkan wajahku kepada wajah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dengan lurus dan berserah diri . Sesungguhnya ibadahku, shalatku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam ..
Kita hanya perlu memiliki keyakinan sehingga bisa bersikap untuk menghadapkan diri kita kepada Allah dengan sadar dan mengembalikan seluruh jiwa raga kita kepada Allah.
Karena itu, arti khusyu’ dalam Al Baqarah ayat 46 diatas dapat diterjemahkan sebagai : Orang-orang yang (bersikap) seolah-olah, mereka sedang menemui Tuhannya, dan seolah-olah mereka sedang kembali (berserah diri) kepada-Nya.
Kata khusyu' sendiri disebutkan di dalam Al Qur'an pada 16 ayat . Makna bahasanya berkisar pada hina/menunduk, rendah/ tenang, ketakutan, kering/mati, seperti:
1. Hina dan menunduk ,
sebagaimana firman-Nya , yang artinya ," "Banyak muka pada hari itu tunduk terhina". (Qs. Al Ghasyiyah :2). "Pandangannya tunduk". (Qs.An-Naazi'aat : 9). "Sambil menundukkan pandangan-pandangan mereka keluar dari kuburan seakan-akan mereka belalang yang beterbangan" (Qs. Al Qamar: 7).
2. Rendah dan tenang
Sebagaimana firman-Nya, yang artinya ," Dan merendahlah semua suara kepada Rabb Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja". (Qs. Thaha : 108).
3. Merendahkan dan menundukkan diri
Sebagaimana firman-Nya, yang artinya ,"Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir". (Qs. Al Hasyr : 21).
Sebagaiman firman-Nya ,yang artinya "(dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera". (Qs. Al Qalam : 43).
4. Kering dan mati
Sebagaimana firman-Nya , yang artinya "Dan diantara tanda-tanda kekuasaaan-Nya (ialah) bahwa engkau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air diatasnya, niscaya ia bergerak dan subur". (Qs. Fushshilat : 39).
Berdasarkan ayat-ayat tersebut diatas, maka untuk mendapatkan rasa khusyu’ kita hanya perlu bersikap seolah-olah ketika shalat kita sedang berhadapan dengan Allah dan berserah diri kepada Nya.
Sikap yang patut kita lakukan ketika menghadap Allah adalah tenang, menundukkan pandangan dan merendahkan diri serendah-rendahnya. Sikap yang sepatutnya dilakukan oleh hamba yang hina dihadapan Tuhan semesta alam, Tuhan Yang Maha Agung. Seperti sikap bumi yang kering kerontang dimusim kemarau mengharapkan pertolongan dari Allah swt dalam bentuk curahan hujan agar dapat kembali subur makmur.
Hindarkan sikap sebagaimana diperingatkan Allah dalam firman-Nya, yang artinya ,” Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan Apabila mereka berdiri untuk shlat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali ,” (Qs. An-Nisaa’ : 142).
Bila seorang hamba melaksanakan shalat seperti ini, maka shalat menjadi tidak bernilai dan tidak mempunyai energi spiritual.
Lalau bagaimanakah agar shalat kita menjadi lebih bernilai, bisa menghadirkan sifat-sifat keikhlasan, dansebagainya. Marilah saudaraku, kita selalu perbaiki sholat kita. Sehingga tercapai suatu kondisi ,
sebagaimana difrimankan Allah SWT, yang artinya ,” (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram ,” (Qs. Ar-Rad : 28).
Ada beberapa kriteria dalam batasan-batasan shalat yang bisa dikemukanan , meliputi :
1. Mu’aqqib (pengintai) , dimana dalam kelompok ini adalah orang yang menganiaya diri sendiri, karena banyak kekurangan dalam shalatnya, misalnya kurang sempurna wudhu-nya, pelaksanaan shalat-nya, maupun rukun-rukun-nya.
2. Muhasih (penghitung), termasuk dalam kelompok ini, adalah orang yang telah menyempurnakan wudhu-nya, memperhatikan tertib shalat-nya, dan rukun-rukun-nya. Namun masih sulit menguasai hatinya untuk khusyu’ menghadap Allah SWT.
3. Mukaffar’anhu (penerima ampunan), kelompok ini telah mampu memperhatikan tata tertib, rukun-rukun dan pelaksanaanya, baik dalam wudhu maupun shalat-nya. Disamping itu, hamba dalam kategori ini selalu berjuang untuk menguasai hatinya untuk bisa khusyu’ menghadap Allah SWT. Hamba ini berada dalam shalat dan perjuangan perang melawan nafsunya.
4. Mutsah (Penerima pahala), Dalam kategori ini seorang hamba telah mampu menyempurnakan segala kewajiban, rukun-rukun, dan hatinya sibuk menjaga shalatnya dari kelalaian. Seluruh potensi yang ada dikerahkan untuk keutuhan dan kesempurnaan shalat secara ideal.
5. Muqqarrab min Rabbibi (meraih kedekatan dengan Rabb-nya), kelompok yang mengerjakan shalat sebagaimana peringkat mutsah ditambah upaya menempatkan diri dihadapan Allah Yang Maha Agung. Ia selalu muraqabah dan mahabbah kepada-Nya seakan-akan ia langsung melihat-Nya dan bisikan hatinya mampu ia kendalikan. Sungguh semoga Allah meridhai dan memberikan kepada kita hidayah-Nya untu mencapai tingkatan ini.
Saudaraku, semoga kita diberi hidayah Allah untuk selalu memperbaiki kualitas shalat kita.
Allahu a’lam.
Sumber : Muhammad Makhdlori, Menyingkap mukjizat shalat Dhuha, Shalat Khusyu' Itu Mudah, mardibros.
Firman Allah swt, yang artinya ,”.... Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaanya dari ibadah-ibdah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (Qs. Al-‘ankabuut : 45).
Seorang hamba yang taat dan khusyu’ dalam shalatnya, maka ia akan mempunyai jiwa yang tenang. Shalat selalu berimplikasi pada kehidupan mamalah atau sosialnya. Oleh karena itu bila shalat seorang hamba ingin diketahui apakah baik maupun tidak , cukup melihat sikap dan kepribadian kesehariannya. Perilaku shalat yang baik, akan tampak dari sikap kesehariannya. Semakin jauh hamba tersebut dari kekejian dan kemungkaran, semakin nyata bahwa shalatnya adalah baik.
Dalam mengerjakan shalat, haruslah dengan hati yang ikhlas dan kepasrahan yang total. Dengan pengertian semua amalan shalat hanya diperuntukkan hanya untuk Allah swt, dengan kepasrahan total, tidak ada tujuan lain kecuali mengharap ridha, rahmat dan hidayah Allah. Shalat seperti ini akan menghantarkan seseorang pada keberuntungan.
Ikhlash dan kepasrahan akan menghasilkan kekhusyukan , sebagaimana Allah menjelaskan mengenai khusyu' itu didalam firman-Nya , yang artinya ," Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya." (Qs Al Baqarah 45-46).
Dari kedua ayat tersebut, disimpulkan khusyu' bukanlah konsentrasi, tetapi keyakinan dan kepasrahan ketika sedang menghadap Allah.
Keyakinan sangat mempengaruhi sikap seorang hamba. Orang yang yakin di pohon kamboja ada hantunya, maka dia akan ketakutan jika malam-malam lewat di bawahnya. Sebaliknya, jika orang tersebut berkeyakinan pohon kamboja adalah pohon yang indah, maka orang tersebut justru menemukan kesenangan di bawahnya. Dia akan memungut bunga-bunga yang berguguran untuk diselipkan ditelinga, dibuat rangkaian bunga atau diletakkan mengapung diatas kolam air.
Kata yang sering diterjemahkan sebagai “yakin” pada ayat di atas bukanlah berasal kata “yaqin” tetapi dari berasal kata “zon” - yazunnuuna. Zon sebetulnya sering diterjemahkan sebagai “sangkaan” sebagaimana halnya kata “husnuzon” dan su’uzon”. Ada pula mengartikan sebagai “menduga dengan kuat”. Yang pasti, tingkat keyakinan atau kepastian akan terjadinya sesuatu yang menggunakan kata “zon” berada dibawah kata “yaqin”. Jika kata “yaqin” bisa dikatakan 90%-100% sesuatu itu akan terjadi, maka kata “zon” tingkat kepastiannya mungkin hanya sekitar 70%-90% .
Dalam tata bahasa Arab, berdasarkan waktu berlangsungnya suatu kegiatan, kata kerja terdiri dari 2 bentuk, yaitu fi'il maadhi dan fi'il mudhaari'. Fiil maadhi merupakan kata kerja bentuk lampau (past) sedang fiil mudhaari’ adalah kata kerja untuk kegiatan yang sedang berlangsung saat ini (present continuous), masa depan (future) dan juga untuk kegiatan yang berulang-ulang. Kata kerja yang ada pada surat Al Baqarah ayat 46, yaitu "yazunnuu" menggunakan fi'il mudhaari'.
Kata “menemui” (mulaaquu) dan “kembali” (raaji’uun) adalah kata pelaku dari kegiatan tersebut (isim fa’il), sama dengan kata “orang-orang yang khusyu’ “ (khaasyi’un). Kata ini tidak menunjukkan kapan waktu kegiatan tersebut dilakukan. Bisa lampau, sekarang ataupun yang akan datang. Kebanyakan terjemahan Al Qur'an dalam bahasa Indonesia, memilih menterjemahkannya “khaasyi’un” (orang yang khusyu’) tanpa menggunakan kata “akan”,
Kata “muulaquu” (orang yang menemui) dan “raaji’uun” (orang yang kembali) dengan tambahan kata "akan" (masa yang akan datang). Salah satu pertimbangannya "menemui Tuhan" dan "kembali kepada-Nya" hanya mungkin terjadi "nanti" di akherat. Jika demikian, lalu ketika shalat kepada siapa dia menghadap?.
Dalam beberapa hadits, menjelaskan bahwa Rasulullah selalu menjaga sikapnya ketika sedang shalat. Beliau berpendapat ketika shalat sesungguhnya orang sedang berhadapan dengan Allah, seperti halnya ketika Beliau mi’raj. Karena itu, Beliau melarang orang yang sedang shalat meludah ke depan, memberi tanda batas tempat shalatnya (sutrah) dan mencegah orang melewatinya.
Allah Ta'ala tetap (senantiasa) berhadapan dengan hambaNya yang sedang shalat dan jika ia mengucap salam (menoleh) maka Allah meninggalkannya. (HR. Mashobih Assunnah)
Nabi juga telah mengajarkan caranya agar kita dapat “menemui” dan “kembali” kepada Allah sebagaimana yang dimaksudkan dalam Al Baqarah 46. Petunjuknya dikemas ringkas dalam doa iftitah yang dibaca di awal shalat, setelah takbiratul ihram. Jadi ketika kita baru memulai shalat, kita selalu diingatkan Beliau tentang apa yang harus dilakukan di dalam shata agar kita menjadi orang yang khusyu’.
Aku hadapkan wajahku kepada wajah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dengan lurus dan berserah diri . Sesungguhnya ibadahku, shalatku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam ..
Kita hanya perlu memiliki keyakinan sehingga bisa bersikap untuk menghadapkan diri kita kepada Allah dengan sadar dan mengembalikan seluruh jiwa raga kita kepada Allah.
Karena itu, arti khusyu’ dalam Al Baqarah ayat 46 diatas dapat diterjemahkan sebagai : Orang-orang yang (bersikap) seolah-olah, mereka sedang menemui Tuhannya, dan seolah-olah mereka sedang kembali (berserah diri) kepada-Nya.
Kata khusyu' sendiri disebutkan di dalam Al Qur'an pada 16 ayat . Makna bahasanya berkisar pada hina/menunduk, rendah/ tenang, ketakutan, kering/mati, seperti:
1. Hina dan menunduk ,
sebagaimana firman-Nya , yang artinya ," "Banyak muka pada hari itu tunduk terhina". (Qs. Al Ghasyiyah :2). "Pandangannya tunduk". (Qs.An-Naazi'aat : 9). "Sambil menundukkan pandangan-pandangan mereka keluar dari kuburan seakan-akan mereka belalang yang beterbangan" (Qs. Al Qamar: 7).
2. Rendah dan tenang
Sebagaimana firman-Nya, yang artinya ," Dan merendahlah semua suara kepada Rabb Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja". (Qs. Thaha : 108).
3. Merendahkan dan menundukkan diri
Sebagaimana firman-Nya, yang artinya ,"Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir". (Qs. Al Hasyr : 21).
Sebagaiman firman-Nya ,yang artinya "(dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera". (Qs. Al Qalam : 43).
4. Kering dan mati
Sebagaimana firman-Nya , yang artinya "Dan diantara tanda-tanda kekuasaaan-Nya (ialah) bahwa engkau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air diatasnya, niscaya ia bergerak dan subur". (Qs. Fushshilat : 39).
Berdasarkan ayat-ayat tersebut diatas, maka untuk mendapatkan rasa khusyu’ kita hanya perlu bersikap seolah-olah ketika shalat kita sedang berhadapan dengan Allah dan berserah diri kepada Nya.
Sikap yang patut kita lakukan ketika menghadap Allah adalah tenang, menundukkan pandangan dan merendahkan diri serendah-rendahnya. Sikap yang sepatutnya dilakukan oleh hamba yang hina dihadapan Tuhan semesta alam, Tuhan Yang Maha Agung. Seperti sikap bumi yang kering kerontang dimusim kemarau mengharapkan pertolongan dari Allah swt dalam bentuk curahan hujan agar dapat kembali subur makmur.
Hindarkan sikap sebagaimana diperingatkan Allah dalam firman-Nya, yang artinya ,” Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan Apabila mereka berdiri untuk shlat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali ,” (Qs. An-Nisaa’ : 142).
Bila seorang hamba melaksanakan shalat seperti ini, maka shalat menjadi tidak bernilai dan tidak mempunyai energi spiritual.
Lalau bagaimanakah agar shalat kita menjadi lebih bernilai, bisa menghadirkan sifat-sifat keikhlasan, dansebagainya. Marilah saudaraku, kita selalu perbaiki sholat kita. Sehingga tercapai suatu kondisi ,
sebagaimana difrimankan Allah SWT, yang artinya ,” (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram ,” (Qs. Ar-Rad : 28).
Ada beberapa kriteria dalam batasan-batasan shalat yang bisa dikemukanan , meliputi :
1. Mu’aqqib (pengintai) , dimana dalam kelompok ini adalah orang yang menganiaya diri sendiri, karena banyak kekurangan dalam shalatnya, misalnya kurang sempurna wudhu-nya, pelaksanaan shalat-nya, maupun rukun-rukun-nya.
2. Muhasih (penghitung), termasuk dalam kelompok ini, adalah orang yang telah menyempurnakan wudhu-nya, memperhatikan tertib shalat-nya, dan rukun-rukun-nya. Namun masih sulit menguasai hatinya untuk khusyu’ menghadap Allah SWT.
3. Mukaffar’anhu (penerima ampunan), kelompok ini telah mampu memperhatikan tata tertib, rukun-rukun dan pelaksanaanya, baik dalam wudhu maupun shalat-nya. Disamping itu, hamba dalam kategori ini selalu berjuang untuk menguasai hatinya untuk bisa khusyu’ menghadap Allah SWT. Hamba ini berada dalam shalat dan perjuangan perang melawan nafsunya.
4. Mutsah (Penerima pahala), Dalam kategori ini seorang hamba telah mampu menyempurnakan segala kewajiban, rukun-rukun, dan hatinya sibuk menjaga shalatnya dari kelalaian. Seluruh potensi yang ada dikerahkan untuk keutuhan dan kesempurnaan shalat secara ideal.
5. Muqqarrab min Rabbibi (meraih kedekatan dengan Rabb-nya), kelompok yang mengerjakan shalat sebagaimana peringkat mutsah ditambah upaya menempatkan diri dihadapan Allah Yang Maha Agung. Ia selalu muraqabah dan mahabbah kepada-Nya seakan-akan ia langsung melihat-Nya dan bisikan hatinya mampu ia kendalikan. Sungguh semoga Allah meridhai dan memberikan kepada kita hidayah-Nya untu mencapai tingkatan ini.
Saudaraku, semoga kita diberi hidayah Allah untuk selalu memperbaiki kualitas shalat kita.
Allahu a’lam.
Sumber : Muhammad Makhdlori, Menyingkap mukjizat shalat Dhuha, Shalat Khusyu' Itu Mudah, mardibros.
Rabu, 13 Oktober 2010
Aktiva Kebahagiaan
Ibn Abbs ra, seorang sahabat Rasulullah yang setia Rasulullah SAW. Dalam usia sembilan tahun Ibn Abbas telah hafal al-qur’an dan telah menjadi imam masjid. Ketika ditanya para Tabi’in tentang apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia. Ibn abbas menjawabnya ada tujuh :
Pertama
Hati yang bersyukur, hati yang selalu mengakui bahwa nikmat berasal dari Allah SWT . Hati yang selalu menerima dengan lapang (qona’ah) pemberian Allah. Sehingga bisa terhindar dari ambisi memiliki milik orang lain. Bahkan tetap nyaman ketika orang lain mendapat kelebihan nikmat dan aman ketika diri mendapatkannya.
Sabda Rasulullah ,” Kalau kita sedang sulit , perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita”. Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadah. Dan tidak meratapi nasib atas kegagalan-kegagalan yang menimpa diri. Firman Allah yang artinya ,” Adapun manusia apabila Tuhan-nya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata ; ‘Tuhanku telah memuliakanku ‘. Adapun bila Tuhan-nya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata’ Tuhanku menghinakanku’”. (Qs. Al-Fajr : 15-16).
kedua
Pasangan hidup sholeh, pasangan yang sholeh/ sholikah adalah anugerah Allah. Keberadaanya menciptakan suasana rumah yang sejuk. Antara suami – istri saling bekerjasama untuk mendapatkan ridha Allah.
Allah berfirman yang artinya, “ Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir “. (Qs. Ar-Rum : 21).
Ketiga
Anak yang shaleh, Ia adalah harta simpanan bagi setiap orang tua. Anak shaleh akan meringankan azab dan memudahkan seseorang masuk syurga.
Rasulullah bersabda ,” Jika anak Adam meninggal maka terputuslah amalnya , kecuali tiga perkara : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakannya “.
Keempat
Lingkungan yang baik. Lingkungan yang kondusif adalah lingkungan yang dapat menjaga iman kita . Lingkungan itu termasuk orang-orangnya, suasana dan kebiasaan-kebiasaannya. Lingkungan yang baik bisa menjadi penasihat atas kelalaian kita.
Kelima
Harta halal. Harta yang halal adalah salah satu kunci ridha Allah. Ia akan menjadi berkah untuk keluarga kita. Memakan harta halal membuat hati menjadi tentram . Harta halal menjadikan doa kita mudah dikabulkan Allah.
Keenam
Semangat memahami agama Allah.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, “ Barang siapa dikehendaki baik oleh Allah maka ia akan dipahamkan dalam urusan dien. “ (Hr. Muslim).
Orang yang dipahamkan dalam urusan agama Allah, akan diberi cahaya Allah sehingga ia tidak tersesat. Bahkan bisa membantu orang lain meniti di jalan Allah. Tidak ada yang lebih nikmat menyenangkan dalam kehidupan ini selain menghetahui dan memahami apa yang menjadi kehendak Allah.
Ketujuh
Usia yang barokah. Adalah umur yang selalu memberikan manfaat bagi pemiliknya. Tiada niat untuk banyak bersendau gurau dan main-main. Tidak ada amal yang sia-sia.
Semoga kita diberi keberkahan Allah sehingga dapat meraih hal-hal tersebut.
Allahu a’lam
Sumber lembar tausiyah
Pertama
Hati yang bersyukur, hati yang selalu mengakui bahwa nikmat berasal dari Allah SWT . Hati yang selalu menerima dengan lapang (qona’ah) pemberian Allah. Sehingga bisa terhindar dari ambisi memiliki milik orang lain. Bahkan tetap nyaman ketika orang lain mendapat kelebihan nikmat dan aman ketika diri mendapatkannya.
Sabda Rasulullah ,” Kalau kita sedang sulit , perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita”. Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadah. Dan tidak meratapi nasib atas kegagalan-kegagalan yang menimpa diri. Firman Allah yang artinya ,” Adapun manusia apabila Tuhan-nya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata ; ‘Tuhanku telah memuliakanku ‘. Adapun bila Tuhan-nya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata’ Tuhanku menghinakanku’”. (Qs. Al-Fajr : 15-16).
kedua
Pasangan hidup sholeh, pasangan yang sholeh/ sholikah adalah anugerah Allah. Keberadaanya menciptakan suasana rumah yang sejuk. Antara suami – istri saling bekerjasama untuk mendapatkan ridha Allah.
Allah berfirman yang artinya, “ Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir “. (Qs. Ar-Rum : 21).
Ketiga
Anak yang shaleh, Ia adalah harta simpanan bagi setiap orang tua. Anak shaleh akan meringankan azab dan memudahkan seseorang masuk syurga.
Rasulullah bersabda ,” Jika anak Adam meninggal maka terputuslah amalnya , kecuali tiga perkara : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakannya “.
Keempat
Lingkungan yang baik. Lingkungan yang kondusif adalah lingkungan yang dapat menjaga iman kita . Lingkungan itu termasuk orang-orangnya, suasana dan kebiasaan-kebiasaannya. Lingkungan yang baik bisa menjadi penasihat atas kelalaian kita.
Kelima
Harta halal. Harta yang halal adalah salah satu kunci ridha Allah. Ia akan menjadi berkah untuk keluarga kita. Memakan harta halal membuat hati menjadi tentram . Harta halal menjadikan doa kita mudah dikabulkan Allah.
Keenam
Semangat memahami agama Allah.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, “ Barang siapa dikehendaki baik oleh Allah maka ia akan dipahamkan dalam urusan dien. “ (Hr. Muslim).
Orang yang dipahamkan dalam urusan agama Allah, akan diberi cahaya Allah sehingga ia tidak tersesat. Bahkan bisa membantu orang lain meniti di jalan Allah. Tidak ada yang lebih nikmat menyenangkan dalam kehidupan ini selain menghetahui dan memahami apa yang menjadi kehendak Allah.
Ketujuh
Usia yang barokah. Adalah umur yang selalu memberikan manfaat bagi pemiliknya. Tiada niat untuk banyak bersendau gurau dan main-main. Tidak ada amal yang sia-sia.
Semoga kita diberi keberkahan Allah sehingga dapat meraih hal-hal tersebut.
Allahu a’lam
Sumber lembar tausiyah
Selasa, 12 Oktober 2010
Wanita mulia yang selalu dikenang
Kemuliaan , keharuman pribadinya tetap dikenang sepanjang sejarah. Siapakah wanita mulia ini ? ia mendapatkan sebuah keutamaan besar yang telah ditetapkan Allah baginya, dialah orang yang pertama kali shalat bersama Rasulullah.
Dalam suatu riwayat Rasulullah,bersabda yang artinya “Sebaik-baik wanita ahli surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”
Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay Al-Qurasyiyah Al-Asadiyah radhiyallahu‘anha . Keluhuran dan kesetiaannya senantiasa dikenang sang kekasih tercintanya , Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam
Dalam suatu riwayat , suatu ketika muncul rasa cemburu ‘Aisyah ra, “Bukankah dia itu hanya seorang wanita tua yang Allah telah mengganti bagimu dengan yang lebih baik darinya?”
Perkataan itu membuat Rasulullah murka , “Tidak, demi Allah!! Tidaklah Allah mengganti dengan seseorang yang lebih baik darinya. Dia beriman ketika manusia mengkufuriku, dia membenarkan aku ketika manusia mendustakanku, dia memberikan hartanya padaku saat manusia menahan hartanya dariku, dan Allah memberikan aku anak darinya yang tidak diberikan dari selainnya.”
Semenjak itu 'Aisyah tidak pernah lagi mengungkit kemuliaan nama Khadijah.
Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay Al-Qurasyiyah Al-Asadiyah radhiyallahu‘anha yang tercatat sebagai istri Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam sekaligus wanita pertama yang membenarkan pengangkatan Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam sebagai nabi dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya Shallallahu `alaihi Wasalam.
Khadijah adalah wanita pertama yang hatinya tersirami keimanan dan dikhususkan Allah untuk memberikan keturunan bagi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam., menjadi wanita pertama yang menjadi Ummahatul Mukminin, serta turut merasakan berbagai kesusahan pada fase awal jihad penyebaran agarna Allah kepada seluruh umat manusia.
Sebelumnya dia dikenal sebagai seorang wanita yang menjaga kehormatan dirinya sehingga melekatlah sebutan ath-thaahirah pada dirinya. Dia seorang janda dari suaminya yang terdahulu, Abu Halah bin Zararah bin an-Nabbasy bin ‘Ady at-Tamimi, kemudian menikah dengan ‘Atiq bin ‘A`idz bin ‘Abdillah bin ‘Umar bin Makhzum.
Saat dia kembali menjanda, seluruh pemuka Quraisy mengangankan agar dapat menyunting-nya. Sebagaimana umumnya Quraisy yang hidup sebagai pedagang, Khadijah ra adalah wanita pedagang yang mulia dan banyak harta. Tiada yang mengira, ternyata pekerjaannya itu akan mengantarkan pertemuannya dengan manusia yang paling mulia, Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam.
Ia memberikan tawaran kepada seorang pemuda bernama Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam untuk membawa hartanya perniagaan ke Syam, disertai pembantunya yang bernama Maisarah. Perdagangan yang dibawa oleh Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam itu memberi-kan keuntungan yang berlipat. Tak hanya itu, Maisarah pun membawa buah tutur yang menge-sankan tentang diri Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam.
Penuturan Maisarah membekas dalam hati Khadijah radhiyallahu`anha. Dia pun terkesan pada kejujuran, amanah, dan kebaikan akhlak Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam. Tersimpan keinginan yang kuat dalam dirinya untuk memperoleh kebaikan itu, hingga diutuslah seseorang untuk menjumpai beliau dan menyampaikan hasratnya. Dia tawarkan dirinya untuk dipersun-ting Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam, seorang pemuda yang saat itu berusia dua puluh lima tahun. Gayung pun bersambut.
Namun, ayah Khadijah enggan untuk menikahkannya. Khadijah, wanita yang cerdas itu tak tinggal diam. Ia tak ingin terluput dari kebaikan yang telah bergayut dalam angannya.
Wanita mulia itu, Khadijah radhiyallahu‘anha, mendapati kembali belahan hatinya dalam usia empat puluh tahun. Tergurat peristiwa ini dalam sejarah lima belas tahun sebelum Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam diangkat sebagai nabi.
Khadijah meyakini seruan suaminya dan menganut agamna yang dibawanya sebelum diumumkan kepada masyarakat. Itulah langkah awal Khadijah dalam menyertai suaminya berjihad di jalan Allah dan turut menanggung pahit getirnya gangguan dalam menyebarkan agama Allah.
Allah Subhanahu wa Ta`ala telah menentukan Khadijah radhiyallahu`anha mendampingi seorang nabi dan rasul. Awal mula wahyu turun kepada Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam berupa mimpi yang baik yang datang dengan jelas seperti munculnya cahaya subuh. Kemudian Allah jadikan beliau Shallallahu `alaihi Wasalam gemar menyendiri di gua Hira’, ber-tahannuts beberapa malam di sana. Lalu biasanya beliau kembali sejenak kepada keluarganya untuk menyiapkan bekal. Demikian yang terus berlangsung, hingga datanglah al-haq, dibawa oleh seorang malaikat.
Beberapa waktu kemudian Jibril kembali mendatangi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam. untuk membawa wahyu kedua dari Allah , yang artinya “Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan dan Tuhanmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlab kamu memberi (dengan maksud) memperoleb (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah” (QS. Al-Muddatstir:1-7).
Peristiwa ini mengguncang hati Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam. Bergegas-gegas beliau kembali menemui Khadijah radhiyallahu`anha dalam keadaan takut dan berkata, “Selimuti aku, selimuti aku!”
Diselimutilah Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam hingga beliau merasa tenang dan hilang rasa takutnya. Kemudian mulailah beliau mengisahkan apa yang terjadi pada dirinya.
Beliau mengatakan kepada Khadijah, “Aku khawatir terjadi sesuatu pada diriku.”
Muhammad bin Abdullah hidup berumah tangga dengan Khadijah binti Khuwailid dengan tenteram di bawah naungan akhlak mulia dan jiwa suci sang suami.
Ketika itu, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. menjadi tempat mengadu orang-orang Quraisy dalam menyelesaikan perselisihan dan pertentangan yang terjadi di antara mereka. Hal itu menunjukkan betapa tinggi kedudukan Rasulullah di hadapan mereka pada masa pra-kenabian. Beliau menyendiri di Gua Hira, menghambakan din kepada Allah yang Maha Esa, sesuai dengan ajaran Nabi Ibrahim a.s.
Khadijah sangat ikhlas dengan segala sesuatu yang dilakukan suaminya dan tidak khawatir selama ditinggal suaminya. Bahkan dia menjenguk serta menyiapkan makanan dan minuman selama beliau di dalam gua, karena dia yakin bahwa apa pun yang dilakukan suaminya merupakan masalah penting yang akan mengubah dunia. Ketika itu, Nabi Muhammad berusia empat puluh tahun.
Mengalirlah tutur kata penuh kebaikan dari lisan Khadijah radhiyallahu`anha, membiaskan ketenangan dalam dada suaminya, “Tidak, demi Allah. Allah tidak akan merendahkanmu selama-lamanya. Sesungguhnya engkau adalah seorang yang suka menyambung kekerabatan, menanggung beban orang yang kesusahan, memberi harta pada orang yang tidak memiliki, menjamu tamu dan membantu orang yang membela kebenaran.”
Lalu Khadijah radhiyallahu`anha membawa suaminya menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza, anak paman Khadijah radhiyallahu`anha, seorang alim yang beragama Nashrani pada masa itu dan telah menulis al-Kitab dalam bahasa Ibrani.
Dia adalah seorang laki-laki yang lanjut usia dan telah buta.
Khadijah ra berkata padanya, “Wahai anak pamanku, dengarkanlah penuturan anak saudaramu ini.”
Waraqah pun bertanya, “Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?”
Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam menuturkan pada Waraqah apa yang beliau lihat.
Setelah itu, Waraqah mengatakan, “Itu adalah Namus yang Allah turunkan kepada Musa. Aduhai kiranya aku masih muda pada saat itu! Aduhai kiranya aku masih hidup ketika kaummu mengusirmu!”
Mendengar itu, Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?”
Waraqah menjawab, “Ya. Tidak ada seorang pun yang membawa seperti yang engkau bawa kecuali pasti dimusuhi. Kalau aku menemui masa itu, sungguh-sungguh aku akan menolongmu.”
Namun tak lama kemudian, Waraqah dipanggil Allah.
Inilah awal perjuangan Khadijah bintu Khuwailid radhiyallahu`anha semenjak masa nubuwah. Dia pulalah orang pertama yang shalat bersama Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam dan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu`anha. Terus mengalir dukungan dan pertolongan Khadijah radhiyallahu`anha kepada Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam dalam menghadapi kaumnya.
Setiap kali beliau mendengar sesuatu yang tidak beliau sukai dari kaumnya, beliau menjumpai Khadijah radhiyallahu`anha. Lalu Khadijah pun menguatkan hati beliau, meringankan beban yang beliau rasakan dari manusia.
Tak hanya itu kebaikan Khadijah radhiyallahu`anha. Dia berikan apa yang dimiliki kepada suami yang dicintainya. Bahkan ketika Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam menampakkan rasa senangnya pada Zaid bin Haritsah, budak yang berada di bawah kepemilikannya, Khadijah pun menghibahkan budak itu kepada suaminya. Inilah yang mengantarkan Zaid memperoleh kemuliaan menjadi salah satu orang yang terdahulu beriman.
Suatu ketika diriwayatkan , tatkala Jibril `Alaihis Salam datang kepada Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam dan mengatakan, “Wahai Rasulullah, ini dia Khadijah. Dia akan datang membawa bejana berisi makanan atau minuman. Bila ia datang padamu, sampaikan-lah salam padanya dari Rabbnya dan dariku, dan sampaikan pula kabar gembira tentang rumah di dalam surga dari mutiara yang berlubang, yang tak ada keributan di dalamnya, dan tidak pula keletihan.”
Kemuliaannya, kebaikannya dan kesetiaannya senantiasa dikenang oleh Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam hingga merebaklah kecemburuan ‘Aisyah radhiyallahu`anha, “Bukankah dia itu hanya seorang wanita tua yang Allah telah mengganti bagimu dengan yang lebih baik darinya?”
Perkataan itu membuat Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam marah, “Tidak, demi Allah. Tidaklah Allah mengganti dengan seseorang yang lebih baik darinya. Dia beriman ketika manusia mengkufuriku, dia membenarkan aku ketika manusia mendustakanku, dia memberi-kan hartanya padaku saat manusia menahan hartanya dariku, dan Allah memberikan aku anak darinya yang tidak diberikan dari selainnya.”
Rasulullah begitu menghormati khadijah ra , sebagaimana Hadist Rasulullah SAW , “ Dari Aisyah ra, ia berkata : “ Saya tidak pernah merasa cemburu terhadap istri-istri Nabi SAW yang lain kecuali terhadap Khadijah ra, padahal saya tidak pernah berjumpa dengan nya, tetapi karena Nabi sering menyebut-nyebutnya, dan beliau sering menyembelih kambing kemudian memotong beberapa bagian dan dikirimkan kepada kenalan-kenalan baik Khadijah,
saya sering berkata kepadanya : “ Seolah-olah didunia ini tidak ada wanita selain Khadijah.”
Maka beliau menjawab :” Sesungguhnya Khadijah itu begini dan begitu, dan hanya dengan dialah aku dikaruniai anak.” ( HR Bukhari dan Muslim )
Dalam riwayat lain dikatakan : “ Apabila beliau menyembelih kambing, beliau memberi kenalan-kenalan baik Khadijah apa yang mereka inginkan.”
Dalam riwayat lain dikatakan : “ Apabila beliau menyembelih kambing, beliau bersabda : “ Kirimlah daging ini kepada kenalan-kenalan Khadijah.”
Dalam riwayat yang lain dikatakan : “ Halah binti Khuwailid saudari Khadijah pernah me-minta izin untuk masuk kerumah Rosulullah SAW, kemudia beliau teringat cara Khadijah meminta izin, maka terharulah beliau seraya bersabda : “ Ya Allah, inilah Halah binti Khu-wailid.” ( Muttafaqun Alaih )
Khadijah bintu Khuwailid radhiyallahu`anha. Kemuliaan itu telah dijanjikan melalui lisan mulia Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam, “Wanita ahli surga yang paling utama adalah Khadijah bintu Khuwailid, Fathimah bintu Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam, Maryam bintu ‘Imran, dan Asiyah bintu Muzahim istri Fir’aun.” Semoga Allah meridhainya.
Khadijah mendapatkan kemuliaan yang tidak pernah dimiliki oleh wanita lain, Dia adalah Ummul Mukminin istri Rasulullah yang pertama, wanita pertama yang mernpercayai risalah Rasulullah, dan wanita pertama yang melahirkan putra-putri Rasulullah.
Dia merelakan semua yang dimilikinya untuk kepentingan di jalan Allah. Dialah orang pertama yang mendapat kabar gembira bahwa dirinya adalah ahli surga. Kenangan terhadap Khadijah senantiasa lekat dalam hati Rasulullah sampai beliau wafat. Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Khadijah binti Khuwailid dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.
Wallahu ta`ala a’lamu bish-shawab.
Sumber : Dzaujatur-Rasulullah, karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh Ummu ‘Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran, http://www.asysyariah.com . http://darussunnah.or.id
Bacaan :
Al-Ishabah, Al-Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani , Mukhtashar Sirah ar-Rasul, Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab ,Shahih Al-Bukhari, Al-Imam Al-Bukhari ,Shahih As-Sirah An-Nabawiyah, Asy-Syaikh Ibrahim Al-‘Aly ,Siyar A’lamin Nubala’, Al-Imam Adz-Dzahabi
Dalam suatu riwayat Rasulullah,bersabda yang artinya “Sebaik-baik wanita ahli surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”
Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay Al-Qurasyiyah Al-Asadiyah radhiyallahu‘anha . Keluhuran dan kesetiaannya senantiasa dikenang sang kekasih tercintanya , Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam
Dalam suatu riwayat , suatu ketika muncul rasa cemburu ‘Aisyah ra, “Bukankah dia itu hanya seorang wanita tua yang Allah telah mengganti bagimu dengan yang lebih baik darinya?”
Perkataan itu membuat Rasulullah murka , “Tidak, demi Allah!! Tidaklah Allah mengganti dengan seseorang yang lebih baik darinya. Dia beriman ketika manusia mengkufuriku, dia membenarkan aku ketika manusia mendustakanku, dia memberikan hartanya padaku saat manusia menahan hartanya dariku, dan Allah memberikan aku anak darinya yang tidak diberikan dari selainnya.”
Semenjak itu 'Aisyah tidak pernah lagi mengungkit kemuliaan nama Khadijah.
Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay Al-Qurasyiyah Al-Asadiyah radhiyallahu‘anha yang tercatat sebagai istri Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam sekaligus wanita pertama yang membenarkan pengangkatan Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam sebagai nabi dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya Shallallahu `alaihi Wasalam.
Khadijah adalah wanita pertama yang hatinya tersirami keimanan dan dikhususkan Allah untuk memberikan keturunan bagi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam., menjadi wanita pertama yang menjadi Ummahatul Mukminin, serta turut merasakan berbagai kesusahan pada fase awal jihad penyebaran agarna Allah kepada seluruh umat manusia.
Sebelumnya dia dikenal sebagai seorang wanita yang menjaga kehormatan dirinya sehingga melekatlah sebutan ath-thaahirah pada dirinya. Dia seorang janda dari suaminya yang terdahulu, Abu Halah bin Zararah bin an-Nabbasy bin ‘Ady at-Tamimi, kemudian menikah dengan ‘Atiq bin ‘A`idz bin ‘Abdillah bin ‘Umar bin Makhzum.
Saat dia kembali menjanda, seluruh pemuka Quraisy mengangankan agar dapat menyunting-nya. Sebagaimana umumnya Quraisy yang hidup sebagai pedagang, Khadijah ra adalah wanita pedagang yang mulia dan banyak harta. Tiada yang mengira, ternyata pekerjaannya itu akan mengantarkan pertemuannya dengan manusia yang paling mulia, Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam.
Ia memberikan tawaran kepada seorang pemuda bernama Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam untuk membawa hartanya perniagaan ke Syam, disertai pembantunya yang bernama Maisarah. Perdagangan yang dibawa oleh Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam itu memberi-kan keuntungan yang berlipat. Tak hanya itu, Maisarah pun membawa buah tutur yang menge-sankan tentang diri Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam.
Penuturan Maisarah membekas dalam hati Khadijah radhiyallahu`anha. Dia pun terkesan pada kejujuran, amanah, dan kebaikan akhlak Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam. Tersimpan keinginan yang kuat dalam dirinya untuk memperoleh kebaikan itu, hingga diutuslah seseorang untuk menjumpai beliau dan menyampaikan hasratnya. Dia tawarkan dirinya untuk dipersun-ting Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam, seorang pemuda yang saat itu berusia dua puluh lima tahun. Gayung pun bersambut.
Namun, ayah Khadijah enggan untuk menikahkannya. Khadijah, wanita yang cerdas itu tak tinggal diam. Ia tak ingin terluput dari kebaikan yang telah bergayut dalam angannya.
Wanita mulia itu, Khadijah radhiyallahu‘anha, mendapati kembali belahan hatinya dalam usia empat puluh tahun. Tergurat peristiwa ini dalam sejarah lima belas tahun sebelum Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam diangkat sebagai nabi.
Khadijah meyakini seruan suaminya dan menganut agamna yang dibawanya sebelum diumumkan kepada masyarakat. Itulah langkah awal Khadijah dalam menyertai suaminya berjihad di jalan Allah dan turut menanggung pahit getirnya gangguan dalam menyebarkan agama Allah.
Allah Subhanahu wa Ta`ala telah menentukan Khadijah radhiyallahu`anha mendampingi seorang nabi dan rasul. Awal mula wahyu turun kepada Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam berupa mimpi yang baik yang datang dengan jelas seperti munculnya cahaya subuh. Kemudian Allah jadikan beliau Shallallahu `alaihi Wasalam gemar menyendiri di gua Hira’, ber-tahannuts beberapa malam di sana. Lalu biasanya beliau kembali sejenak kepada keluarganya untuk menyiapkan bekal. Demikian yang terus berlangsung, hingga datanglah al-haq, dibawa oleh seorang malaikat.
Beberapa waktu kemudian Jibril kembali mendatangi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam. untuk membawa wahyu kedua dari Allah , yang artinya “Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan dan Tuhanmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlab kamu memberi (dengan maksud) memperoleb (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah” (QS. Al-Muddatstir:1-7).
Peristiwa ini mengguncang hati Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam. Bergegas-gegas beliau kembali menemui Khadijah radhiyallahu`anha dalam keadaan takut dan berkata, “Selimuti aku, selimuti aku!”
Diselimutilah Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam hingga beliau merasa tenang dan hilang rasa takutnya. Kemudian mulailah beliau mengisahkan apa yang terjadi pada dirinya.
Beliau mengatakan kepada Khadijah, “Aku khawatir terjadi sesuatu pada diriku.”
Muhammad bin Abdullah hidup berumah tangga dengan Khadijah binti Khuwailid dengan tenteram di bawah naungan akhlak mulia dan jiwa suci sang suami.
Ketika itu, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. menjadi tempat mengadu orang-orang Quraisy dalam menyelesaikan perselisihan dan pertentangan yang terjadi di antara mereka. Hal itu menunjukkan betapa tinggi kedudukan Rasulullah di hadapan mereka pada masa pra-kenabian. Beliau menyendiri di Gua Hira, menghambakan din kepada Allah yang Maha Esa, sesuai dengan ajaran Nabi Ibrahim a.s.
Khadijah sangat ikhlas dengan segala sesuatu yang dilakukan suaminya dan tidak khawatir selama ditinggal suaminya. Bahkan dia menjenguk serta menyiapkan makanan dan minuman selama beliau di dalam gua, karena dia yakin bahwa apa pun yang dilakukan suaminya merupakan masalah penting yang akan mengubah dunia. Ketika itu, Nabi Muhammad berusia empat puluh tahun.
Mengalirlah tutur kata penuh kebaikan dari lisan Khadijah radhiyallahu`anha, membiaskan ketenangan dalam dada suaminya, “Tidak, demi Allah. Allah tidak akan merendahkanmu selama-lamanya. Sesungguhnya engkau adalah seorang yang suka menyambung kekerabatan, menanggung beban orang yang kesusahan, memberi harta pada orang yang tidak memiliki, menjamu tamu dan membantu orang yang membela kebenaran.”
Lalu Khadijah radhiyallahu`anha membawa suaminya menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza, anak paman Khadijah radhiyallahu`anha, seorang alim yang beragama Nashrani pada masa itu dan telah menulis al-Kitab dalam bahasa Ibrani.
Dia adalah seorang laki-laki yang lanjut usia dan telah buta.
Khadijah ra berkata padanya, “Wahai anak pamanku, dengarkanlah penuturan anak saudaramu ini.”
Waraqah pun bertanya, “Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?”
Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam menuturkan pada Waraqah apa yang beliau lihat.
Setelah itu, Waraqah mengatakan, “Itu adalah Namus yang Allah turunkan kepada Musa. Aduhai kiranya aku masih muda pada saat itu! Aduhai kiranya aku masih hidup ketika kaummu mengusirmu!”
Mendengar itu, Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?”
Waraqah menjawab, “Ya. Tidak ada seorang pun yang membawa seperti yang engkau bawa kecuali pasti dimusuhi. Kalau aku menemui masa itu, sungguh-sungguh aku akan menolongmu.”
Namun tak lama kemudian, Waraqah dipanggil Allah.
Inilah awal perjuangan Khadijah bintu Khuwailid radhiyallahu`anha semenjak masa nubuwah. Dia pulalah orang pertama yang shalat bersama Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam dan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu`anha. Terus mengalir dukungan dan pertolongan Khadijah radhiyallahu`anha kepada Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam dalam menghadapi kaumnya.
Setiap kali beliau mendengar sesuatu yang tidak beliau sukai dari kaumnya, beliau menjumpai Khadijah radhiyallahu`anha. Lalu Khadijah pun menguatkan hati beliau, meringankan beban yang beliau rasakan dari manusia.
Tak hanya itu kebaikan Khadijah radhiyallahu`anha. Dia berikan apa yang dimiliki kepada suami yang dicintainya. Bahkan ketika Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam menampakkan rasa senangnya pada Zaid bin Haritsah, budak yang berada di bawah kepemilikannya, Khadijah pun menghibahkan budak itu kepada suaminya. Inilah yang mengantarkan Zaid memperoleh kemuliaan menjadi salah satu orang yang terdahulu beriman.
Suatu ketika diriwayatkan , tatkala Jibril `Alaihis Salam datang kepada Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam dan mengatakan, “Wahai Rasulullah, ini dia Khadijah. Dia akan datang membawa bejana berisi makanan atau minuman. Bila ia datang padamu, sampaikan-lah salam padanya dari Rabbnya dan dariku, dan sampaikan pula kabar gembira tentang rumah di dalam surga dari mutiara yang berlubang, yang tak ada keributan di dalamnya, dan tidak pula keletihan.”
Kemuliaannya, kebaikannya dan kesetiaannya senantiasa dikenang oleh Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam hingga merebaklah kecemburuan ‘Aisyah radhiyallahu`anha, “Bukankah dia itu hanya seorang wanita tua yang Allah telah mengganti bagimu dengan yang lebih baik darinya?”
Perkataan itu membuat Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam marah, “Tidak, demi Allah. Tidaklah Allah mengganti dengan seseorang yang lebih baik darinya. Dia beriman ketika manusia mengkufuriku, dia membenarkan aku ketika manusia mendustakanku, dia memberi-kan hartanya padaku saat manusia menahan hartanya dariku, dan Allah memberikan aku anak darinya yang tidak diberikan dari selainnya.”
Rasulullah begitu menghormati khadijah ra , sebagaimana Hadist Rasulullah SAW , “ Dari Aisyah ra, ia berkata : “ Saya tidak pernah merasa cemburu terhadap istri-istri Nabi SAW yang lain kecuali terhadap Khadijah ra, padahal saya tidak pernah berjumpa dengan nya, tetapi karena Nabi sering menyebut-nyebutnya, dan beliau sering menyembelih kambing kemudian memotong beberapa bagian dan dikirimkan kepada kenalan-kenalan baik Khadijah,
saya sering berkata kepadanya : “ Seolah-olah didunia ini tidak ada wanita selain Khadijah.”
Maka beliau menjawab :” Sesungguhnya Khadijah itu begini dan begitu, dan hanya dengan dialah aku dikaruniai anak.” ( HR Bukhari dan Muslim )
Dalam riwayat lain dikatakan : “ Apabila beliau menyembelih kambing, beliau memberi kenalan-kenalan baik Khadijah apa yang mereka inginkan.”
Dalam riwayat lain dikatakan : “ Apabila beliau menyembelih kambing, beliau bersabda : “ Kirimlah daging ini kepada kenalan-kenalan Khadijah.”
Dalam riwayat yang lain dikatakan : “ Halah binti Khuwailid saudari Khadijah pernah me-minta izin untuk masuk kerumah Rosulullah SAW, kemudia beliau teringat cara Khadijah meminta izin, maka terharulah beliau seraya bersabda : “ Ya Allah, inilah Halah binti Khu-wailid.” ( Muttafaqun Alaih )
Khadijah bintu Khuwailid radhiyallahu`anha. Kemuliaan itu telah dijanjikan melalui lisan mulia Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam, “Wanita ahli surga yang paling utama adalah Khadijah bintu Khuwailid, Fathimah bintu Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam, Maryam bintu ‘Imran, dan Asiyah bintu Muzahim istri Fir’aun.” Semoga Allah meridhainya.
Khadijah mendapatkan kemuliaan yang tidak pernah dimiliki oleh wanita lain, Dia adalah Ummul Mukminin istri Rasulullah yang pertama, wanita pertama yang mernpercayai risalah Rasulullah, dan wanita pertama yang melahirkan putra-putri Rasulullah.
Dia merelakan semua yang dimilikinya untuk kepentingan di jalan Allah. Dialah orang pertama yang mendapat kabar gembira bahwa dirinya adalah ahli surga. Kenangan terhadap Khadijah senantiasa lekat dalam hati Rasulullah sampai beliau wafat. Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Khadijah binti Khuwailid dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.
Wallahu ta`ala a’lamu bish-shawab.
Sumber : Dzaujatur-Rasulullah, karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh Ummu ‘Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran, http://www.asysyariah.com . http://darussunnah.or.id
Bacaan :
Al-Ishabah, Al-Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani , Mukhtashar Sirah ar-Rasul, Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab ,Shahih Al-Bukhari, Al-Imam Al-Bukhari ,Shahih As-Sirah An-Nabawiyah, Asy-Syaikh Ibrahim Al-‘Aly ,Siyar A’lamin Nubala’, Al-Imam Adz-Dzahabi
Senin, 11 Oktober 2010
Tajassus
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya,“ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain” [Qs. Al-Hujurat : 12].
Ayat ini terkandung perintah untuk menjauhi kebanyakan berprasangka, karena sebagian besar tindakan berprasangka ada yang merupakan perbuatan dosa. Dalam ayat ini juga terdapat larangan berbuat tajassus dalam arti mencari-cari kesalahan-kesalahan atau keburukan, yang biasanya berawal dari prasangka yang buruk.
At-tajassus dikenal dalam keseharian dengan memata-matai atau mencari-cari kekurangan orang lain. Perilaku memata-matai kekurangan orang lain, apalagi untuk disebarluaskan, adalah perilaku yang sangat tidak terpuji. Ia menjadi sibuk melihat kekurangan dan kesalahan orang lain sedangkan kekurangan yang ada pada dirinya sendiri terlupakan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya ," Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan . Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” [Hr Bukhari hadits no. 6064 dan Muslim hadits no. 2563]
Dalam sunnah, Nabi Saw bersabda, yang artinya ," ..Janganlah kalian saling memata-matai, janganlah kalian saling menyelidik, janganlah kalian saling berlebih-lebihan, janganlah kalian saling berbuat kerusakan…”[HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah, dalam Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, surat al-Hujuraat [49]: 12, semisal riwayat Imam Malik dari Abu Hurairah].
Nabi Saw bersabda , yang artinya ," Sungguh, seorang amir (pemimpin) akan mendurhakai rakyatnya, bila ia memburu kecurigaan pada mereka.” [HR. Abu Dawud dari Abu Umamah].
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda, yang artinya ," Dirah-matilah kiranya orang yang begitu sibuk dengan kesalahan dirinya sendiri, sehingga ia tidak peduli dengan kesalahan orang lain.” [HR. al-Bazaar, dari Anas].
Islam juga sangat mencela seseorang yang suka ikut campur urusan orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan dia.
Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, yang artinya ," Diantara hal yang menyempurnakan keislaman seseorang adalah ia meninggalkan masalah-masalah yang tak memiliki sangkut paut dengan dirinya.” [HR.Tirmidzi dalam [b]shahih at-Tirmidzi].
Ibnu ‘Abbas ra meriwayatkan dari Rasulullah Saw, bahwa beliau bersabda, yang artinya ," Orang yang menyadap pembicaraan orang lain dan mendengarkan apa yang mereka tidak akan suka bila tahu ia telah mendengarnya, kedua telinganya akan dituangi dengan cairan kuningan nanti pada hari Kiamat.” [HR. Thabarani dalam Mu’jam al-Kabir].
Rasulullah Saw bersabda, yang artinya ," Orang yang biasa mencuri-curi dengar tidak akan masuk surga.” [HR. Bukhari dari Hudzaifah, Imam Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Daruqutniy].
Umar bin Khathab berkata, '“Janganlah engkau berprasangka terhadap perkataan yang keluar dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik. Dan hendaknya engkau selalu membawa perkataannya itu kepada prasangka-prasangka yang baik'
Ibnu Katsir menyebutkan perkataan Umar di atas ketika menafsirkan sebuah ayat dalam surat Al-Hujurat.
Bakar bin Abdullah Al-Muzani , dalam kitab Tahdzib At-Tahdzib berkata 'Hati-hatilah kalian terhadap perkataan yang sekalipun benar kalian tidak diberi pahala, namun apabila kalian salah kalian berdosa. Perkataan tersebut adalah berprasangka buruk terhadap saudaramu '.
Dalam Al-Hilyah (Abu Nu’aim ,II/285) bahwa Abu Qilabah Abdullah bin Yazid Al-Jurmi berkata : 'Apabila ada berita tentang tindakan saudaramu yang tidak kamu sukai, maka berusaha keraslah mancarikan alasan untuknya. Apabila kamu tidak mendapatkan alasan untuknya, maka katakanlah kepada dirimu sendiri, 'Saya kira saudaraku itu mempunyai alasan yang tepat sehingga melakukan perbuatan tersebut'.
Sufyan bin Husain berkata, “Aku pernah menyebutkan kejelekan seseorang di hadapan Iyas bin Mu’awiyyah.
Beliaupun memandangi wajahku seraya berkata, “Apakah kamu pernah ikut memerangi bangsa Romawi?”
Aku menjawab, “Tidak”.
Beliau bertanya lagi, “Kalau memerangi bangsa Sind, Hind (India) atau Turki?”
Aku juga menjawab, “Tidak”.
Beliau berkata, “Apakah layak, bangsa Romawi, Sind, Hind dan Turki selamat dari kejelekanmu sementara saudaramu yang muslim tidak selamat dari kejelekanmu?” Setelah kejadian itu, aku tidak pernah mengulangi lagi berbuat seperti itu” (Bidayah wa Nihayah , Ibnu Katsir XIII/121).
Dalam Raudhah Al-‘Uqala, Abu Hatim bin Hibban Al-Busti bekata, bahwa orang yang berakal wajib mencari keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus dan senantiasa sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri.
Sesungguhnya orang yang sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri dan melupakan kejelekan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa capai.
Setiap kali dia melihat kejelekan yang ada pada dirinya, maka dia akan merasa hina tatkala melihat kejelekan yang serupa ada pada saudaranya.
Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan kejelekan orang lain dan lupakan kejelekannya sendiri, maka hatinya akan buta, badannya akan merasa letih dan akan sulit baginya meninggalkan kejelekan dirinya.
Tajassus sendiri bermula dari su’uzhon, setelah su’uzhon kemudian dia berghibah dan setelah berghibah, ia bertajassus. Sehingga apabila dia telah mendapatkan keterangan dari target, maka ia akan sebarkan dihadapan publik.
Di sekitar kita , seringkali berita-berita (media) telah terjebak pada perilaku tajassus secara terbuka ,
Kejelekan dan kesalahan orang lain bahkan bisa menjadi ladang uang, di gunakan untuk bahan berita. Infotaiment, koran dan majalah seringkali laku justru karena berita - berita tajassus , dengan mengungkap rahasia-rahasia rumah tangga dst.
Dalam hadis Nabi yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ia berkata bahwa, Rasulullah pernah naik mimbar kemudian menyeru dengan suara yang keras, yang artinya , "Hai semua orang yang telah menyatakan beriman dengan lidahnya tetapi iman itu belum sampai ke dalam hatinya! Janganlah kamu menyakiti orang-orang Islam dan jangan kamu menyelidiki cacat-cacat mereka. Sebab barangsiapa menyelidiki cacat saudara muslim, maka Allah pun akan menyelidiki cacatnya sendiri; dan barangsiapa yang oleh Allah diselidiki cacatnya, maka Ia akan nampakkan kendatipun dalam perjalanan yang jauh." (Riwayat Tarmizi -Ibn Majah)
Abu Umamah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda , yang artinya "Sesungguhnya seorang kepala apabila mencari keraguraguan terhadap orang lain, maka ia telah merusak mereka." (Hr Abu Daud)
Tajassus adalah cabang dari kemunafikan, sebagaimana sebaliknya prasangka yang baik merupakan cabang dari keimanan. Orang yang berakal akan berprasangka baik kepada saudaranya, dan tidak mau membuatnya sedih dan berduka. Sedangkan orang bodoh akan selalu berprasangka buruk kepada saudaranya dan tidak segan-segan berbuat jahat dan membuatnya menderita”.
Semoga kita diberi kekuatan dan hidayah Allah, sehingga bisa menghindari tindakan mencari-cari kesalahan pihak lain.
Allahu a'lam
sumber : Syaikh Abdul Muhsin Bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badr, Rifqon Ahlassunnah Bi Ahlissunnah Menyikapi Fenomena Tahdzir dan Hajr, Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al’Abbad Al-Badr, http://www.almanhaj.or.id , dll.
Ayat ini terkandung perintah untuk menjauhi kebanyakan berprasangka, karena sebagian besar tindakan berprasangka ada yang merupakan perbuatan dosa. Dalam ayat ini juga terdapat larangan berbuat tajassus dalam arti mencari-cari kesalahan-kesalahan atau keburukan, yang biasanya berawal dari prasangka yang buruk.
At-tajassus dikenal dalam keseharian dengan memata-matai atau mencari-cari kekurangan orang lain. Perilaku memata-matai kekurangan orang lain, apalagi untuk disebarluaskan, adalah perilaku yang sangat tidak terpuji. Ia menjadi sibuk melihat kekurangan dan kesalahan orang lain sedangkan kekurangan yang ada pada dirinya sendiri terlupakan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya ," Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan . Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” [Hr Bukhari hadits no. 6064 dan Muslim hadits no. 2563]
Dalam sunnah, Nabi Saw bersabda, yang artinya ," ..Janganlah kalian saling memata-matai, janganlah kalian saling menyelidik, janganlah kalian saling berlebih-lebihan, janganlah kalian saling berbuat kerusakan…”[HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah, dalam Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, surat al-Hujuraat [49]: 12, semisal riwayat Imam Malik dari Abu Hurairah].
Nabi Saw bersabda , yang artinya ," Sungguh, seorang amir (pemimpin) akan mendurhakai rakyatnya, bila ia memburu kecurigaan pada mereka.” [HR. Abu Dawud dari Abu Umamah].
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda, yang artinya ," Dirah-matilah kiranya orang yang begitu sibuk dengan kesalahan dirinya sendiri, sehingga ia tidak peduli dengan kesalahan orang lain.” [HR. al-Bazaar, dari Anas].
Islam juga sangat mencela seseorang yang suka ikut campur urusan orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan dia.
Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, yang artinya ," Diantara hal yang menyempurnakan keislaman seseorang adalah ia meninggalkan masalah-masalah yang tak memiliki sangkut paut dengan dirinya.” [HR.Tirmidzi dalam [b]shahih at-Tirmidzi].
Ibnu ‘Abbas ra meriwayatkan dari Rasulullah Saw, bahwa beliau bersabda, yang artinya ," Orang yang menyadap pembicaraan orang lain dan mendengarkan apa yang mereka tidak akan suka bila tahu ia telah mendengarnya, kedua telinganya akan dituangi dengan cairan kuningan nanti pada hari Kiamat.” [HR. Thabarani dalam Mu’jam al-Kabir].
Rasulullah Saw bersabda, yang artinya ," Orang yang biasa mencuri-curi dengar tidak akan masuk surga.” [HR. Bukhari dari Hudzaifah, Imam Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Daruqutniy].
Umar bin Khathab berkata, '“Janganlah engkau berprasangka terhadap perkataan yang keluar dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik. Dan hendaknya engkau selalu membawa perkataannya itu kepada prasangka-prasangka yang baik'
Ibnu Katsir menyebutkan perkataan Umar di atas ketika menafsirkan sebuah ayat dalam surat Al-Hujurat.
Bakar bin Abdullah Al-Muzani , dalam kitab Tahdzib At-Tahdzib berkata 'Hati-hatilah kalian terhadap perkataan yang sekalipun benar kalian tidak diberi pahala, namun apabila kalian salah kalian berdosa. Perkataan tersebut adalah berprasangka buruk terhadap saudaramu '.
Dalam Al-Hilyah (Abu Nu’aim ,II/285) bahwa Abu Qilabah Abdullah bin Yazid Al-Jurmi berkata : 'Apabila ada berita tentang tindakan saudaramu yang tidak kamu sukai, maka berusaha keraslah mancarikan alasan untuknya. Apabila kamu tidak mendapatkan alasan untuknya, maka katakanlah kepada dirimu sendiri, 'Saya kira saudaraku itu mempunyai alasan yang tepat sehingga melakukan perbuatan tersebut'.
Sufyan bin Husain berkata, “Aku pernah menyebutkan kejelekan seseorang di hadapan Iyas bin Mu’awiyyah.
Beliaupun memandangi wajahku seraya berkata, “Apakah kamu pernah ikut memerangi bangsa Romawi?”
Aku menjawab, “Tidak”.
Beliau bertanya lagi, “Kalau memerangi bangsa Sind, Hind (India) atau Turki?”
Aku juga menjawab, “Tidak”.
Beliau berkata, “Apakah layak, bangsa Romawi, Sind, Hind dan Turki selamat dari kejelekanmu sementara saudaramu yang muslim tidak selamat dari kejelekanmu?” Setelah kejadian itu, aku tidak pernah mengulangi lagi berbuat seperti itu” (Bidayah wa Nihayah , Ibnu Katsir XIII/121).
Dalam Raudhah Al-‘Uqala, Abu Hatim bin Hibban Al-Busti bekata, bahwa orang yang berakal wajib mencari keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus dan senantiasa sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri.
Sesungguhnya orang yang sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri dan melupakan kejelekan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa capai.
Setiap kali dia melihat kejelekan yang ada pada dirinya, maka dia akan merasa hina tatkala melihat kejelekan yang serupa ada pada saudaranya.
Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan kejelekan orang lain dan lupakan kejelekannya sendiri, maka hatinya akan buta, badannya akan merasa letih dan akan sulit baginya meninggalkan kejelekan dirinya.
Tajassus sendiri bermula dari su’uzhon, setelah su’uzhon kemudian dia berghibah dan setelah berghibah, ia bertajassus. Sehingga apabila dia telah mendapatkan keterangan dari target, maka ia akan sebarkan dihadapan publik.
Di sekitar kita , seringkali berita-berita (media) telah terjebak pada perilaku tajassus secara terbuka ,
Kejelekan dan kesalahan orang lain bahkan bisa menjadi ladang uang, di gunakan untuk bahan berita. Infotaiment, koran dan majalah seringkali laku justru karena berita - berita tajassus , dengan mengungkap rahasia-rahasia rumah tangga dst.
Dalam hadis Nabi yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ia berkata bahwa, Rasulullah pernah naik mimbar kemudian menyeru dengan suara yang keras, yang artinya , "Hai semua orang yang telah menyatakan beriman dengan lidahnya tetapi iman itu belum sampai ke dalam hatinya! Janganlah kamu menyakiti orang-orang Islam dan jangan kamu menyelidiki cacat-cacat mereka. Sebab barangsiapa menyelidiki cacat saudara muslim, maka Allah pun akan menyelidiki cacatnya sendiri; dan barangsiapa yang oleh Allah diselidiki cacatnya, maka Ia akan nampakkan kendatipun dalam perjalanan yang jauh." (Riwayat Tarmizi -Ibn Majah)
Abu Umamah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda , yang artinya "Sesungguhnya seorang kepala apabila mencari keraguraguan terhadap orang lain, maka ia telah merusak mereka." (Hr Abu Daud)
Tajassus adalah cabang dari kemunafikan, sebagaimana sebaliknya prasangka yang baik merupakan cabang dari keimanan. Orang yang berakal akan berprasangka baik kepada saudaranya, dan tidak mau membuatnya sedih dan berduka. Sedangkan orang bodoh akan selalu berprasangka buruk kepada saudaranya dan tidak segan-segan berbuat jahat dan membuatnya menderita”.
Semoga kita diberi kekuatan dan hidayah Allah, sehingga bisa menghindari tindakan mencari-cari kesalahan pihak lain.
Allahu a'lam
sumber : Syaikh Abdul Muhsin Bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badr, Rifqon Ahlassunnah Bi Ahlissunnah Menyikapi Fenomena Tahdzir dan Hajr, Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al’Abbad Al-Badr, http://www.almanhaj.or.id , dll.
Tips , Merawat CD
CD / DVD adalah sejenis cakram optis yang dapat digunakan untuk menyimpan data , termasuk film dengan kualitas video dan audio. "DVD" adalah pengembangan dari eknologi CD . Pada awalnya adalah singkatan dari digital video disc, namun beberapa pihak ingin agar kepanjangannya diganti menjadi digital versatile disc . Ini menunjukkan bahwa format ini bukan hanya untuk video saja.
Terdapat pula perangkat lunak yang membolehkan pengguna back-up DVD sendiri seperti DVD Decrypter dan DVD Shrink
Disamping itu , peralatan keping CD termasuk barang sensitif. Maka hindarkan walau hanya goresan kecil, debu yang menempel pun bisa membuat mata laser head unit, enggan membaca track dengan baik.
Maka, kita biasakan untuk membersihkan dulu, sebelum memasukannya kedalam head unit. Bila berdebu bisa ditiup lebih dulu.
Untuk membersihkan bisa digunakan kain dan cairan pembersih lensa kaca mata. Cara membasuh permukaan CD yang baik dilakukan dengan arah keluar, bukan berputa. Agar tidak sia-sia, setelah dibersihkan, CD dapat disimpan pada tempat yang bisa menghindar dari sinar matahari. Suhu yang baik adalah dibawah 40 derajat Celcius.
Tentu saja, merawat lebih baik ketimbang memperbaiki setelah rusak. Sayang loh keping perak ini gak bisa sempurna dipakai .
Untuk membuat cd/dvd kesayangan atau favorit anda lebih awet dan tahan lama anda perlu melakukan beberapa tips triks berikut ini :
• 1. Bikin backup dulu , sebelum anda pakai. Kalau menurutku seh , yang kita pakai yang back Up saja. Sedangkan keping asli kita simpan saja deh. Untuk itu maka anda harus membuat backup ke medium yang kualitas terbaik. Tidak mengherankan jika cd atau dvd yang dibeli sudah bad sector dalam hitungan hari maupun bulan. Back up cd/dvd ada baiknya juga dilakukan setiap beberapa tahun sekali dan beberapa medium yang berbeda untuk berjaga-jaga. Tidak ada satu medium cd-r, cd-rw, dvd-r dan dvd-rw yang kekal. Semua jenis cd/dvd yang bisa burning bisa rusak dimakan waktu.
• 2. Simpanlah di tempat yang baik, jangan menaruh di sembarang tempat. Letakkan dalam case cd/dvd baik softcase maupun hardcase. Meletakkan cd/dvd sembarangan secara terbuka atau ditumpuk-tumpuk dengan cd/dvd lain dapat merusak cd/dvd. Permukaan cd/dvd bisa baret atau tergores jika anda tidak hati-hati. Jangan terkena sinar matahari langsung, karena akan merusak cd/dvd. Simpan di tempat yang sejuk, kering dan tidak terkena cahaya dan digabung serta diurutkan sesuai dengan selera anda supaya anda mudah untuk mencari cd/dvd koleksi anda.
Semoga bermanfaat buat anda.
Sumber : http://id.shvoong.com/tags/cd/, http://id.88db.com, organisasi.org
Terdapat pula perangkat lunak yang membolehkan pengguna back-up DVD sendiri seperti DVD Decrypter dan DVD Shrink
Disamping itu , peralatan keping CD termasuk barang sensitif. Maka hindarkan walau hanya goresan kecil, debu yang menempel pun bisa membuat mata laser head unit, enggan membaca track dengan baik.
Maka, kita biasakan untuk membersihkan dulu, sebelum memasukannya kedalam head unit. Bila berdebu bisa ditiup lebih dulu.
Untuk membersihkan bisa digunakan kain dan cairan pembersih lensa kaca mata. Cara membasuh permukaan CD yang baik dilakukan dengan arah keluar, bukan berputa. Agar tidak sia-sia, setelah dibersihkan, CD dapat disimpan pada tempat yang bisa menghindar dari sinar matahari. Suhu yang baik adalah dibawah 40 derajat Celcius.
Tentu saja, merawat lebih baik ketimbang memperbaiki setelah rusak. Sayang loh keping perak ini gak bisa sempurna dipakai .
Untuk membuat cd/dvd kesayangan atau favorit anda lebih awet dan tahan lama anda perlu melakukan beberapa tips triks berikut ini :
• 1. Bikin backup dulu , sebelum anda pakai. Kalau menurutku seh , yang kita pakai yang back Up saja. Sedangkan keping asli kita simpan saja deh. Untuk itu maka anda harus membuat backup ke medium yang kualitas terbaik. Tidak mengherankan jika cd atau dvd yang dibeli sudah bad sector dalam hitungan hari maupun bulan. Back up cd/dvd ada baiknya juga dilakukan setiap beberapa tahun sekali dan beberapa medium yang berbeda untuk berjaga-jaga. Tidak ada satu medium cd-r, cd-rw, dvd-r dan dvd-rw yang kekal. Semua jenis cd/dvd yang bisa burning bisa rusak dimakan waktu.
• 2. Simpanlah di tempat yang baik, jangan menaruh di sembarang tempat. Letakkan dalam case cd/dvd baik softcase maupun hardcase. Meletakkan cd/dvd sembarangan secara terbuka atau ditumpuk-tumpuk dengan cd/dvd lain dapat merusak cd/dvd. Permukaan cd/dvd bisa baret atau tergores jika anda tidak hati-hati. Jangan terkena sinar matahari langsung, karena akan merusak cd/dvd. Simpan di tempat yang sejuk, kering dan tidak terkena cahaya dan digabung serta diurutkan sesuai dengan selera anda supaya anda mudah untuk mencari cd/dvd koleksi anda.
Semoga bermanfaat buat anda.
Sumber : http://id.shvoong.com/tags/cd/, http://id.88db.com, organisasi.org
Menghafal AL-QUR'AN
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menjamin kemurnian Al-Qur`ân telah memudahkan umat ini untuk menghafal dan mempelajari kitab-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan para hamba-Nya agar membaca ayat-ayat-Nya, merenungi artinya, dan mengamalkan serta berpegang teguh dengan petunjuknya. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjadikan hati para hamba yang shalih sebagai wadah untuk memelihara firman-Nya. Dada mereka seperti lembaran-lembaran yang menjaga ayat-ayat-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya "Sebenarnya, Al-Qur`ân itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zhalim …"[Qs. al-Ankabût:49].
Berikut ini adalah nasihat yang disampaikan oleh Dr. Anas Ahmad Kurzun dalam , Warattilil Qur'ana Tartila yakni menyangkut metode, sebagai bekal dalam meraih kemampuan untuk dapat menghafal Al-Qur`ân secara baik.
Sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Rajab al-Hanbali : Bahwasanya , para salaf mewasiatkan agar betul-betul memperbagus dan memperbaiki amalan (membaca dan menghafal Al-Qur`ân, Red.) Bukan hanya sekedar memperbanyak (membaca dan menghafalnya, Red.) karena amalan yang sedikit disertai dengan memperbagus dan memantapkannya, itu lebih utama daripada amalan yang banyak tanpa disertai dengan pemantapan. (risalah Syarah Hadits Syadad bin Aus, Ibnu Rajab) .
SATU : IKHLAS, KUCI ILMU DAN PEMAHAMAN
Jadikanlah niat dan tujuan menghafal sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan selalu menyakini bahwa Al-Qur'an ialah Kalamullah. Berhati-hatilah dengan godaan faktor yang menjadi pendorong dalam menghafal, untuk meraih kedudukan di tengah-tengah manusia, ataukah ingin memperoleh sebagian dari keuntungan dunia, upah dan hadiah, sanjungan?
Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak menerima sedikitpun dari amalan melainkan apabila ikhlas karena-Nya.
Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya ," Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dan (menjalankan) agama dengan lurus". [Qs. al-Bayyinah :5]
DUA : MENJAUHI MAKSIAT DAN DOSA
Hati yang penuh dengan kemaksiatan dan sibuk dengan dunia, tidak ada baginya tempat cahaya al-Qur’ân. Maksiat adalah penghalang dalam menghafal, mengulang dan men-tadabburi Al-Qur`ân. Adapun godaan-godaan setan dapat memalingkan seseorang dari mengingat Allah.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya ," "Setan telah mengusai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah". [Qs. A l- Mujadilah :19].
'Abdullâh bin Al-Mubarak meriwayatkan dari adh-Dhahak bin Muzahim, bahwasanya dia berkata;”Tidak seorangpun yang mempelajari Al-Qur`ân kemudian dia lupa, melainkan karena dosa yang telah dikerjakannya. Karena Allah berfirman Subhanahu wa Ta'ala : (Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri) –Qs asy-Syûra/42 ayat 30- . Sungghuh, lupa terhadap Al-Qur`ân merupakan musibah yang paling besar.[1]
Imam asy-Syafi’i , pada suatu hari beliau mengadu kepada gurunya, Waqi`, bahwa hafalan Al-Qur`ânnya terbata-bata. Maka gurunya memberikan terapi mujarab, agar ia meninggalkan maksiat dan mengosongkan hati dari segala hal yang dapat menjauhkan dari Rabb.
Imam asy-Syafi’i berkata: Saya mengadu kepada Waqi’ buruknya hafalanku,
maka dia menasihatiku agar meninggalkan maksiat. Dan ia mengabarkan kepadaku bahwa ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak diberikan kepada pelaku maksiat.
Imam Ibnu Munada berkata,' Sesungguhnya menghafal memiliki beberapa sebab. Di antaranya, yaitu menjauhkan diri dari hal-hal yang tercela. Hal itu dapat terwujud, apabila seseorang mencegah diri (dari keburukan, Pent.), menghadap kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan ridha, memasang telinganya, dan pikirannya bersih dari ar-râin." [2]
Yang dimaksud dengan ar-râ`in, ialah sesuatu yang menutupi hati dari keburukan maksiat, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , yang artinya "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka". [al-Muthaffifin/83:14].
Hamba yang menjauhkan dirinya dari kemaksiatan, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala membukakan hatinya untuk selalu mengingat-Nya, mencurahkan hidayah kepadanya dalam memahami ayat-ayat-Nya, memudahkan baginya menghafal dan mempelajari Al-Qur`ân,
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , yang artinya , "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik". [Qs. al-’Ankabût :69].
Imam Ibnu Katsir membawakan perkataan Ibnu Abi Hatim berkaitan dengan makna ayat ini: "Orang yang melaksanakan apa-apa yang ia ketahui, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memberinya petunjuk terhadap apa yang tidak ia ketahui".[3]
TIGA : MEMANFAATKAN MASA KANAK-KANAK DAN MASA MUDA
Saat masih kecil, hati lebih fokus karena sedikit kesibukannya. Dikisahkan dari al-Ahnaf bin Qais, bahwasanya ia mendengar seseorang berkata: 'Belajar pada waktu kecil, bagaikan mengukir di atas batu'.
Maka al-Ahnaf berkata,”Orang dewasa lebih banyak akalnya, tetapi lebih sibuk hatinya.”
Seharusnya siapa pun yang telah berlalu masa mudanya supaya tidak menyia-nyiakan waktu untuk menghafal. Jika ia konsentrasikan hatinya dari kesibukan dan kegundahan, niscaya ia akan mendapatkan kemudahan dalam menghafal Al-Qur`ân, yang tidak dia dapatkan pada selain Al-Qur`ân.
Allah berfirman Subhanahu wa Ta'ala , yang artinya ," Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur`ân untuk pelajaran, maka adakah yang mau mengambil pelajaran?". [Qs. al-Qomar :17].
Saudaraku, , tatkala manusia telah mencapai usia tua, saraf penglihatannya akan melemah. Kadangkala dia tidak mampu membaca Al-Qur`ân yang ada di mushaf. Dengan demikian, yang pernah dihafal dalam hatinya, akan dia dapatkan sebagai perbendaharaan yang besar. Dengannya ia membaca dan bertahajjud. Tetapi jika sebelumnya ia tidak pernah menghafal Al-Qur`ân , maka alangkah besar penyesalannya.
EMPAT : MEMANFAATKAN WAKTU SEMANGAT DAN KETIKA LUANG
Saudaraku, hindarilah menghafal pada saat jenuh, lelah, atau ketika pikiran Anda sedang sibuk dalam urusan tertentu. Karena hal itu dapat mengganggu kosentrasi menghafal. Tetapi pilihlah ketika semangat dan pikiran tenang. Sebaiknya , jika waktu menghafal (dilakukan) ba’da shalat Subuh. Saat itu merupakan sebaik-baik waktu bagi orang yang tidur segera.
LIMA : MEMILIH TEMPAT YANG TENANG
Tempat yang bising (ramai) akan mengganggu dan membuat pikiran bercabang. Maka ketika Anda sedang berada di rumah bersama anak-anak, atau (sedang) di kantor, di tempat bekerja, di tengah teman-teman, jangan mencoba-coba menghafal sedangkan suara manusia di sekitar Anda. Atau di tengah jalan ketika sedang mengemudi, di tempat dagangan ketika transaksi jual beli.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya,"Allah sekali-kali tidak menjadi-kan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya …" [Qs. al-Ahzab:4].
Sebaik-baik tempat yang Anda pilih untuk menghafal ialah rumah-rumah Allah (masjid) agar mendapatkan pahala berlipat ganda. Atau di tempat lain yang tenang, tidak membuat pendengaran dan penglihatan Anda sibuk dengan yang ada di sekitar Anda.
ENAM : KEMAUAN DAN TEKAD YANG BENAR
Kemauan yang kuat lagi benar sangat memengaruhi dalam menguatkan hafalan, memudahkannya, dan dalam berkosentrasi. Adapun seseorang yang menghafal tanpa didorong oleh kemauannya sendiri, ia tidak akan mampu bertahan. Suatu saat pasti akan tertimpa penyakit futur .
Keinginan bisa terus bertambah dengan motivasi, menjelaskan pahala dan kedudukan para penghafal Al-Qur`ân, orang yang selalu bersama Al-Qur`ân, dan membersihkan jiwa yang berlomba dalam halaqah, di rumah atau di sekolah. Tekad yang benar akan menghancurkan godaan-godaan setan, dan dapat menahan jiwa yang selalu memerintahkan keburukan.
Imam Ibnu Rajab al-Hanbali berkata,'Barang siapa memiliki tekad yang benar, setan pasti akan putus asa (mengganggunya). Kapan saja seorang hamba itu ragu-ragu, setan akan mengganggu dan menundanya untuk melaksanakan amalan, serta akan melemahkannya'.[5]
TUJUH : MENGGUNAKAN PANCA INDRA
Kemampuan dan kesanggupan seseorang dalam menghafal berbeda-beda. Begitu juga kekuatan hafalan seseorang dengan yang lainnya bertingkat-tingkat. Akan tetapi, memanfaatkan beberapa panca indra dapat memudahkan urusan dan menguatkan hafalan dalam ingatan.
Bersungguh-sungguhlah, gunakanlah indra penglihatan, pendengaran dan ucapan dalam menghafal. Karena masing-masing indra tersebut memiliki metode tersendiri yang dapat mengantarkan hafalan ke otak. Apabila metode yang digunakan itu banyak, maka hafalan menjadi semakin kuat dan kokoh.
Adapun caranya, yaitu Anda mulai terlebih dahulu membacanya dengan suara keras, apa yang hendak dihafalkan, sedangkan Anda melihat ke halaman yang sedang Anda baca. Dengan terus melihat dan mengulanginya sampai halaman tersebut terekam dalam memori Anda. Sertakan pendengaran Anda dalam mendengarkan bacaan, lalu merasa senang. Apalagi jika Anda membaca dengan suara senandung yang disukai oleh jiwa.
Seseorang yang menghafal Al-Qur`ân dengan melihat mushaf, sedangkan ia diam, atau dengan cara mendengarkan kaset murottal tanpa melihat mushaf, atau merasa cukup ketika menghafal hanya membaca dengan suara lirih, maka semua metode ini tidak mengantarnya mencapai tujuan dengan mudah.
Perlu diketahui, bahwasanya (dalam menghafal) manusia ada dua macam.
1. Orang yang lebih banyak menghafal dengan cara mendengar daripada menghafal dengan melihat mushaf. Ingatannya ini disebut Sam’iyyah (pendengaran).
2. Orang yang lebih banyak menghafal dengan cara melihat. Apabila ia membaca satu penggal ayat Al-Qur`ân (akan) lebih bisa menghafal daripada (hanya dengan) mendengarkannya. Ingatannya ini disebut Bashariyyah (penglihatan).
Apabila Anda termasuk di antara mereka, maka sebelum menghafal, perbanyaklah membaca ayat dengan melihat mushaf dalam waktu yang lebih lama. Kemudian tutuplah mushaf dan tulis ayat-ayat yang baru saja Anda hafal dengan tangan.
Setelah itu cocokkan yang Anda tulis dengan mushaf, agar Anda mengetahui mana yang salah, dan tempat-tempat hafalan yang lemah, sehingga Anda dapat mengulangi (untuk) memantapkannya.
Jika Anda memperhatikan bahwa Anda selalu salah dalam satu kalimat tertentu atau lupa setiap kali mengulangnya, maka tanamkan kalimat tersebut dalam memori Anda dengan membuat kalimat serupa yang Anda ketahui. Dengan demikian, Anda akan mengingat kalimat tersebut dengan kalimat yang Anda buat.
Imam Ibnu Munada telah menunjukkan kepada kita masalah ini dengan perkataannya: “Seorang guru hendaklah mempraktekkan metode ini kepada murid. Yaitu memerintahkannya agar mengingat nama, atau sesuatu yang dia ketahui yang serupa dengan kalimat al-Qur`ân yang ia selalu lupa, sehingga akan menjadikannya ingat, insya Allah.” [6]
Kemudian beliau berdalil dengan perkataan Ali ra kepada Abu Musa ra : “Sesungguhnya Rasulullah memerintahkan agar aku memohon petunjuk dan kebenaran kepada Allah. Lalu aku mengingat kalimat (petunjuk) dengan (petunjuk jalan), dan aku mengingat (kebenaran) dengan (membetulkan busur)".[7]
DELAPAN : MEMBATASI HANYA SATU CETAKAN MUSHAF
Bagi para penghafal, utamakan memilih cetakan mushaf, yang diawali pada tiap-tiap halamannya permulaan ayat dan diakhiri dengan akhir ayat. Ini memiliki pengaruh sangat besar dalam menanamkan bentuk halaman dalam memori (ingatan), dan mengembalikan konsentrasi terhadap halaman tersebut ketika mengulang. Jika cetakan mushaf berbeda-beda, akan menimbulkan ingatan halaman dalam otak berbeda-beda, dan akan membuyarkan hafalannya, serta tidak bisa konsentrasi.
SEMBILAN : PENGUCAPAN YANG BETUL
Setelah Anda memilih waktu, tempat yang sesuai dan membatasi hanya satu cetakan mushaf yang hendak Anda hafal, maka wajib bagi Anda membetulkan pengucapan dan mengoreksi kalimat-kalimat Al-Qur`ân kepada seorang guru yang mutqin (mampu) sebelum mulai menghafal. Atau dengan cara mendengarkannya melalui kaset murattal seorang qari`. Hal ini supaya Anda terjaga dari kekeliruan. Karena apabila kalimat yang telah Anda hafal itu salah, akan sulit bagi Anda membetulkannya setelah terekam dalam memori.
Imam Ibnu Munada berkata,"Ketahuilah, menghafal itu memiliki beberapa sebab. Di antaranya, seseorang membaca kepada orang yang lebih banyak hafalannya, karena orang yang dibacakan kepadanya lebih mengetahui kesalahan daripada orang yang membaca.” [8]
Wahai saudaraku, bersungguh-sungguhlah menghadiri majlis-majlis tahfizhul-Qur`ân, bertatap muka dengan para hafizh dan guru-guru yang mutqin, agar Anda terhindar dari kesalahan dan dapat menghafal dengan landasan yang kokoh.
SEPULUH : HAFALAN YANG SALING BERSAMBUNG
Jangan lupa, wahai saudaraku! Jadikanlah hafalan Anda saling berkaitan. Setiap kali Anda menghafal satu ayat kemudian merasa telah lancar, maka ulangilah membaca ayat tersebut dengan ayat sebelumnya. Kemudian lanjutkan menghafal ayat berikutnya sampai satu halaman dengan menggunakan metode ini.
Disamping itu, apabila Anda telah menghafal satu halaman, maka harus membacanya kembali sebelum meneruskan ke halaman berikutnya. Begitu pula apabila hafalan Anda sudah sempurna satu surat, hendaklah menggunakan metode tadi, agar rangkaian ayat-ayat itu dapat teringat dalam memori Anda. Sungguh, jika tidak menggunakan metode ini, membuat hafalan Anda tidak terikat. Dan ketika menyetor hafalan, Anda akan membutuhkan seorang guru yag selalu mengingatkan permulaan tiap-tiap ayat. Begitu juga akan membuat Anda mengalami kesulitan ketika muraja`ah hafalan.
SEBELAS :MEMAHAMI MAKNA AYAT
Di antara yang dapat membantu Anda menggabungkan ayat dan mudah dalam menghafal, yaitu terus-menerus meruju` kepada kitab-kitab tafsir yang ringkas, sehingga Anda memahami makna ayat meskipun global. Atau paling tidak, Anda menggunakan kitab karya Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf. Dengan mengetahui makna-makna kalimat, dapat membantu Anda memahami makna ayat secara global.
DUA BELAS : HAFALAN YANG MANTAP
Sebagian pemuda membaca penggalan ayat, dua sampai tiga kali saja. Lalu menyangka bahwa ia telah hafal. Lantas pindah ke penggalan ayat berikutnya karena ingin tergesa-gesa disebabkan waktunya sempit, atau karena persaingan di antara temannya, atau disebabkan desakan seorang guru kepadanya. Perbuatan ini, sama sekali tidak benar dan tidak bermanfaat. Sedikit tetapi terus-menerus itu lebih baik, daripada banyak tetapi tidak berkesinambungan. Hafalan yang tergesa-gesa mengakibatkan cepat lupa.
Fakta ini tersebar di kalangan para penghafal. Penyebabnya, kadangkala seseorang merasa puas dan hanya mencukupkan membaca penggalan ayat beberapa kali saja. Apabila ia merasa penggalan ayat tadi sudah masuk dalam ingatannya, maka ia beralih ke ayat berikutnya. Dia menyangka, semacam ini sudah cukup baginya.
Faktor yang mendukung fakta ini, karena sebagian pengampu hafalan mengabaikan persoalan ini ketika penyetoran hafalan. Padahal semestinya, seorang penghafal tidak boleh berhenti menghafal dan mengulang dengan anggapan bahwa ia telah hafal ayat-ayat tersebut. Bahkan ia harus memantapkan hafalannya secara terus-menerus mengulang ayat-ayat yang dihafalnya. Karena setiap kali mengulang kembali, akan lebih memperbagus hafalannya, dan meringankan bebannya ketika muraja`ah.
TIGA BELAS : TERUS MENERUS MEMBACA
Tetaplah terus membaca Al-Qur`ân setiap kali Anda mendapatkan kesempatan. Karena banyak membaca, dapat memudahkan menghafal dan membuat hafalan menjadi bagus. Banyak membaca termasuk metode paling utama dalam muraja`ah.
Cobalah Anda perhatikan, sebagian surat dan ayat yang sering Anda baca dan dengar, maka ketika menghafalnya, Anda tidak perlu bersusah payah. Sehingga apabila seseorang telah sampai hafalannya pada ayat-ayat tersebut, maka dengan mudah ia akan menghafalnya. Contohnya surat al-Wâqi`âh, al-Mulk, akhir surat al-Furqân, apalagi juz ‘amma dan beberapa ayat terakhir dari surat al-Baqarah.
(Dengan sering membaca), dapat dibedakan antara seorang murid (yang satu) dengan murid lainnya. Barang siapa yang memiliki kebiasaan setiap harinya selalu membaca dan memiliki target tertentu yang ia baca, maka menghafal baginya (menjadi) mudah dan ringan. Hal ini dapat dibuktikan dalam banyak keadaan. Ayat mana saja yang ingin dihafal, hampir-hampir sebelumnya seperti sudah dihafal. Akan tetapi yang sedikit membaca dan tidak membuat target tertentu setiap harinya untuk dibaca, ia akan mendapatkan kesulitan yang besar ketika menghafal.
Perlu diketahui, wahai saudaraku! Membaca Al-Qur`ân termasuk ibadah paling utama dan mendekatkan diri kepada Allah. Setiap huruf yang Anda baca mendapatkan satu kebaikan, dan kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan. Sama halnya dengan banyak membaca surat-surat yang telah dihafal, ia dapat menambah kemantapan hafalan dan tertanamnya dalam memori. Khususnya pada waktu shalat, maka bersungguh-sungguhlah Anda melakukan muraja`ah yang telah dihafal dengan membacanya ketika shalat. Ingatlah, qiyamul-lail (bangun malam) dan ketika shalat tahajjud beberapa raka’at, Anda membaca ayat-ayat yang Anda hafal merupakan pintu paling agung di antara pintu-pintu ketaatan, dan membuat orang lain yang sulit menghafal menjadi iri terhadap apa yang Anda hafal.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah membimbing kita kepada metode ini, yang merupakan kebiasaan orang-orang shalih, supaya hafalan Al-Qur`ân kita menjadi kuat melekat, dan selamat dari penyakit lupa.
Dari Sahabat 'Abdullâh bin 'Umar Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya ,"Dan apabila shahibil-Qur`ân (penghafal Al-Qur`ân) menghidupkan malamnya, lalu membaca Al-Qur`ân pada malam dan sianganya, niscaya ia akan ingat. Dan apabila dia tidak bangun, maka niscaya dia akan lupa". [HR Muslim]
EMPAT BELAS : MENGHAFAL SENDIRI SEDIKIT MANFAATNYA
Karena kebiasaan manusia itu menunda-nunda amalan. Setiap kali terlintas dalam pikirannya bahwa ia harus segera menghafal, datang kepadanya kesibukan-kesibukan dan jiwa yang mendorongnya untuk menunda amalan. Akibatnya membuat tekadnya cepat melemah. Adapun menghafal bersama seorang teman atau lebih, mereka akan membuat langkah-langkah tertentu. Masing-masing saling menguatkan antara yang satu dengan lainnya, sehingga menumbuhkan saling berlomba di antara mereka, serta memberi teguran kepada yang meremehkan. Inilah metode yang dapat mengantarkan kepada tujuan, Insya Allah.
Cobalah perhatikan, betapa banyak pemuda telah menghafal sekian juz di halaqah tahfizhul-Qur'ân di masjid, kemudian mereka disibukkan dari menghadiri halaqah ini. Mereka menyangka akan (mampu) menyempurnakan hafalan sendirian saja, dan tidak membutuhkan halaqah lagi. Tiba-tiba keinginan itu menjadi lemah lalu )ia pun) berhenti menghafal. Yang lebih parah lagi, orang yang seperti mereka kadang-kadang disibukkan oleh berbagai urusan dan pekerjaan. Kemudian mereka tidak mengulang hafalan yang telah dihafalnya. Hari pun berlalu, sedangkan semua hafalan mereka telah lupa. Mereka telah menyia-nyiakan semua yang telah mereka peroleh.
Menghafal sendiri bisa membuka peluang pada diri seseorang terjerumus ke dalam kesalahan saat ia mengucapkan sebagian kalimat. Tanpa ia sadari, kesalahan itu terkadang terus berlanjut dalam jangka waktu yang lama. Tatkala ia menperdengarkan hafalannya kepada orang lain atau kepada seorang ustadz di halaqah, maka kesalahannya akan nampak.
Oleh karena itu, wahai saudaraku! Pilihlah menghafal bersama mereka apa yang mudah bagi Anda untuk menghafalnya dari Kitabullâh, mengulang hafalan Anda bersama mereka. Ini merupakan sebaik-baik perkumpulan orang-orang yang saling mencintai karena Allah Subhanahu wa Ta'ala.
LIMA BELAS : TELITI TERHADAP AYAT-AYAT MUTASYABIHAT
Sangat penting untuk memperhatikan ayat-ayat mutasyabih (serupa) di sebagian lafazh-lafazhnya, dan membandingkan ayat-ayat mutasyabih itu di tempat-tempat (lainnya). Ketika Anda menghafalnya, alangkah baik jika ayat-ayat mutasyabih itu disalin di buku yang khusus. Supaya letak ayat-ayat mutasyabih itu dapat Anda ingat ketika mengulangi membacanya.
Dapat dilihat pada sebagian penghafal yang tidak memperhatikan letak ayat-ayat mutasyabih yang satu dengan lainnya. Sehingga mereka terjatuh dalam kesalahan ketika menyetor hafalan, disebabkan tidak memperhatikan letak ayat-ayat mutasyabih itu. Dalam hal ini, suatu ayat tertentu membuat mereka menjadi ragu dikarenakan menyerupai dengan ayat pada surat lain. Ketika membaca ayat-ayat tersebut, ternyata berpindah ke surat berikutnya tanpa mereka sadari. Bisa jadi ketika menyetor hafalan, kadangkala berpindah ke ayat mutasyabih yang ketiga atau keempat apabila ayat mutasyabih itu ada di beberapa tempat. Oleh karena itu, metode yang paling baik agar hafalan menjadi mantap, yaitu memusatkan perhatian terhadap ayat-ayat yang sama antara satu dengan lainnya. Curahkan kesungguhan dan fokuskan diri Anda dalam mencermatinya.
Para ulama telah menyusun berbagai kitab dalam masalah ini. Di antara kitab yang paling bagus. ialah kitab karya Imam Abi al-Hasan bin al-Munada wafat pada tahun 366 H, dan karya seorang qari` handal, Muhammad bin Hamzah al-Karmani, seorang ulama abad kelima Hijriyah. Sebagian ulama juga menyusun Mandzumah Syi’riyyah (susunan bait-bait sya’ir) dalam masalah ini, untuk memudahkan para penuntut ilmu menghafalnya. Di antaranya, kitab karya Syaikh Muhammad at-Tisyiti, (ia) termasuk ulama abad kesebelas Hijriyah.
Imam Ibnu Munada dalam menjelaskan pentingnya mengetahui letak (tempat-tempat) ayat-ayat Al-Qur`ân yang mutasyabih, (beliau) berkata: “Mengetahui tempat-tempat ayat-ayat mutasyabih, sesungguhnya dapat membantu menambah kekuatan hafalan seseorang, dan melatih orang yang masih menghafal. Sebagian ahli qiraat telah membukukan hal ini, lalu menyebutnya dengan al-mutasyabih, penolak dari buruknya hafalan”.[9]
Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah, wahai saudaraku dengan wasiat dan bimbingan ini. Segeralah menghafal Kitabullâh, merenungi ayat-ayatnya, dan berpegang teguh dengan petunjuknya, sebab Kitabullâh merupakan cahaya yang nyata dan jalan yang lurus.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya ," "Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seidzin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus". [Qs. al-Mâidah :15-16].
sumber : Dr. Anas Ahmad Kurzun , majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XI/1428H/ 2007M., Manhaj.or.id
catatan
[1]. Fadha`ilul-Qur`ân, karya Ibnu Katsir, hlm. 147.
[2]. Mutasyabihul- Qur`ânul-'Azhim, karya Imam Ibnu Munada, hlm. 25.
[3]. Tafsir Ibnu Katsir (3/432).
[4]. Adabud-Dunya wad-Dîn, karya Mawardi, hlm. 57.
[5]. Risalah Syarah Hadits Syadad bin Aus, karya Imam Ibnu Rajab, hlm. 37.
[6]. Mutasyabihul- Qur`ânul-Azhim, karya Ibnu Munada, hlm. 56, secara ringkas.
[7]. Mutasyabihul- Qur`ânul-Azhim, hlm. 55, dan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab shahîhnya, no. 2725.
[8]. Mutasyabihul- Qur`ânul-Azhim, hlm. 25.
[9]. Mutasyabihul-Qur`ânul-Azhim, hlm. 59, secara ringkas.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya "Sebenarnya, Al-Qur`ân itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zhalim …"[Qs. al-Ankabût:49].
Berikut ini adalah nasihat yang disampaikan oleh Dr. Anas Ahmad Kurzun dalam , Warattilil Qur'ana Tartila yakni menyangkut metode, sebagai bekal dalam meraih kemampuan untuk dapat menghafal Al-Qur`ân secara baik.
Sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Rajab al-Hanbali : Bahwasanya , para salaf mewasiatkan agar betul-betul memperbagus dan memperbaiki amalan (membaca dan menghafal Al-Qur`ân, Red.) Bukan hanya sekedar memperbanyak (membaca dan menghafalnya, Red.) karena amalan yang sedikit disertai dengan memperbagus dan memantapkannya, itu lebih utama daripada amalan yang banyak tanpa disertai dengan pemantapan. (risalah Syarah Hadits Syadad bin Aus, Ibnu Rajab) .
SATU : IKHLAS, KUCI ILMU DAN PEMAHAMAN
Jadikanlah niat dan tujuan menghafal sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan selalu menyakini bahwa Al-Qur'an ialah Kalamullah. Berhati-hatilah dengan godaan faktor yang menjadi pendorong dalam menghafal, untuk meraih kedudukan di tengah-tengah manusia, ataukah ingin memperoleh sebagian dari keuntungan dunia, upah dan hadiah, sanjungan?
Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak menerima sedikitpun dari amalan melainkan apabila ikhlas karena-Nya.
Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya ," Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dan (menjalankan) agama dengan lurus". [Qs. al-Bayyinah :5]
DUA : MENJAUHI MAKSIAT DAN DOSA
Hati yang penuh dengan kemaksiatan dan sibuk dengan dunia, tidak ada baginya tempat cahaya al-Qur’ân. Maksiat adalah penghalang dalam menghafal, mengulang dan men-tadabburi Al-Qur`ân. Adapun godaan-godaan setan dapat memalingkan seseorang dari mengingat Allah.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya ," "Setan telah mengusai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah". [Qs. A l- Mujadilah :19].
'Abdullâh bin Al-Mubarak meriwayatkan dari adh-Dhahak bin Muzahim, bahwasanya dia berkata;”Tidak seorangpun yang mempelajari Al-Qur`ân kemudian dia lupa, melainkan karena dosa yang telah dikerjakannya. Karena Allah berfirman Subhanahu wa Ta'ala : (Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri) –Qs asy-Syûra/42 ayat 30- . Sungghuh, lupa terhadap Al-Qur`ân merupakan musibah yang paling besar.[1]
Imam asy-Syafi’i , pada suatu hari beliau mengadu kepada gurunya, Waqi`, bahwa hafalan Al-Qur`ânnya terbata-bata. Maka gurunya memberikan terapi mujarab, agar ia meninggalkan maksiat dan mengosongkan hati dari segala hal yang dapat menjauhkan dari Rabb.
Imam asy-Syafi’i berkata: Saya mengadu kepada Waqi’ buruknya hafalanku,
maka dia menasihatiku agar meninggalkan maksiat. Dan ia mengabarkan kepadaku bahwa ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak diberikan kepada pelaku maksiat.
Imam Ibnu Munada berkata,' Sesungguhnya menghafal memiliki beberapa sebab. Di antaranya, yaitu menjauhkan diri dari hal-hal yang tercela. Hal itu dapat terwujud, apabila seseorang mencegah diri (dari keburukan, Pent.), menghadap kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan ridha, memasang telinganya, dan pikirannya bersih dari ar-râin." [2]
Yang dimaksud dengan ar-râ`in, ialah sesuatu yang menutupi hati dari keburukan maksiat, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , yang artinya "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka". [al-Muthaffifin/83:14].
Hamba yang menjauhkan dirinya dari kemaksiatan, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala membukakan hatinya untuk selalu mengingat-Nya, mencurahkan hidayah kepadanya dalam memahami ayat-ayat-Nya, memudahkan baginya menghafal dan mempelajari Al-Qur`ân,
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , yang artinya , "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik". [Qs. al-’Ankabût :69].
Imam Ibnu Katsir membawakan perkataan Ibnu Abi Hatim berkaitan dengan makna ayat ini: "Orang yang melaksanakan apa-apa yang ia ketahui, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memberinya petunjuk terhadap apa yang tidak ia ketahui".[3]
TIGA : MEMANFAATKAN MASA KANAK-KANAK DAN MASA MUDA
Saat masih kecil, hati lebih fokus karena sedikit kesibukannya. Dikisahkan dari al-Ahnaf bin Qais, bahwasanya ia mendengar seseorang berkata: 'Belajar pada waktu kecil, bagaikan mengukir di atas batu'.
Maka al-Ahnaf berkata,”Orang dewasa lebih banyak akalnya, tetapi lebih sibuk hatinya.”
Seharusnya siapa pun yang telah berlalu masa mudanya supaya tidak menyia-nyiakan waktu untuk menghafal. Jika ia konsentrasikan hatinya dari kesibukan dan kegundahan, niscaya ia akan mendapatkan kemudahan dalam menghafal Al-Qur`ân, yang tidak dia dapatkan pada selain Al-Qur`ân.
Allah berfirman Subhanahu wa Ta'ala , yang artinya ," Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur`ân untuk pelajaran, maka adakah yang mau mengambil pelajaran?". [Qs. al-Qomar :17].
Saudaraku, , tatkala manusia telah mencapai usia tua, saraf penglihatannya akan melemah. Kadangkala dia tidak mampu membaca Al-Qur`ân yang ada di mushaf. Dengan demikian, yang pernah dihafal dalam hatinya, akan dia dapatkan sebagai perbendaharaan yang besar. Dengannya ia membaca dan bertahajjud. Tetapi jika sebelumnya ia tidak pernah menghafal Al-Qur`ân , maka alangkah besar penyesalannya.
EMPAT : MEMANFAATKAN WAKTU SEMANGAT DAN KETIKA LUANG
Saudaraku, hindarilah menghafal pada saat jenuh, lelah, atau ketika pikiran Anda sedang sibuk dalam urusan tertentu. Karena hal itu dapat mengganggu kosentrasi menghafal. Tetapi pilihlah ketika semangat dan pikiran tenang. Sebaiknya , jika waktu menghafal (dilakukan) ba’da shalat Subuh. Saat itu merupakan sebaik-baik waktu bagi orang yang tidur segera.
LIMA : MEMILIH TEMPAT YANG TENANG
Tempat yang bising (ramai) akan mengganggu dan membuat pikiran bercabang. Maka ketika Anda sedang berada di rumah bersama anak-anak, atau (sedang) di kantor, di tempat bekerja, di tengah teman-teman, jangan mencoba-coba menghafal sedangkan suara manusia di sekitar Anda. Atau di tengah jalan ketika sedang mengemudi, di tempat dagangan ketika transaksi jual beli.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya,"Allah sekali-kali tidak menjadi-kan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya …" [Qs. al-Ahzab:4].
Sebaik-baik tempat yang Anda pilih untuk menghafal ialah rumah-rumah Allah (masjid) agar mendapatkan pahala berlipat ganda. Atau di tempat lain yang tenang, tidak membuat pendengaran dan penglihatan Anda sibuk dengan yang ada di sekitar Anda.
ENAM : KEMAUAN DAN TEKAD YANG BENAR
Kemauan yang kuat lagi benar sangat memengaruhi dalam menguatkan hafalan, memudahkannya, dan dalam berkosentrasi. Adapun seseorang yang menghafal tanpa didorong oleh kemauannya sendiri, ia tidak akan mampu bertahan. Suatu saat pasti akan tertimpa penyakit futur .
Keinginan bisa terus bertambah dengan motivasi, menjelaskan pahala dan kedudukan para penghafal Al-Qur`ân, orang yang selalu bersama Al-Qur`ân, dan membersihkan jiwa yang berlomba dalam halaqah, di rumah atau di sekolah. Tekad yang benar akan menghancurkan godaan-godaan setan, dan dapat menahan jiwa yang selalu memerintahkan keburukan.
Imam Ibnu Rajab al-Hanbali berkata,'Barang siapa memiliki tekad yang benar, setan pasti akan putus asa (mengganggunya). Kapan saja seorang hamba itu ragu-ragu, setan akan mengganggu dan menundanya untuk melaksanakan amalan, serta akan melemahkannya'.[5]
TUJUH : MENGGUNAKAN PANCA INDRA
Kemampuan dan kesanggupan seseorang dalam menghafal berbeda-beda. Begitu juga kekuatan hafalan seseorang dengan yang lainnya bertingkat-tingkat. Akan tetapi, memanfaatkan beberapa panca indra dapat memudahkan urusan dan menguatkan hafalan dalam ingatan.
Bersungguh-sungguhlah, gunakanlah indra penglihatan, pendengaran dan ucapan dalam menghafal. Karena masing-masing indra tersebut memiliki metode tersendiri yang dapat mengantarkan hafalan ke otak. Apabila metode yang digunakan itu banyak, maka hafalan menjadi semakin kuat dan kokoh.
Adapun caranya, yaitu Anda mulai terlebih dahulu membacanya dengan suara keras, apa yang hendak dihafalkan, sedangkan Anda melihat ke halaman yang sedang Anda baca. Dengan terus melihat dan mengulanginya sampai halaman tersebut terekam dalam memori Anda. Sertakan pendengaran Anda dalam mendengarkan bacaan, lalu merasa senang. Apalagi jika Anda membaca dengan suara senandung yang disukai oleh jiwa.
Seseorang yang menghafal Al-Qur`ân dengan melihat mushaf, sedangkan ia diam, atau dengan cara mendengarkan kaset murottal tanpa melihat mushaf, atau merasa cukup ketika menghafal hanya membaca dengan suara lirih, maka semua metode ini tidak mengantarnya mencapai tujuan dengan mudah.
Perlu diketahui, bahwasanya (dalam menghafal) manusia ada dua macam.
1. Orang yang lebih banyak menghafal dengan cara mendengar daripada menghafal dengan melihat mushaf. Ingatannya ini disebut Sam’iyyah (pendengaran).
2. Orang yang lebih banyak menghafal dengan cara melihat. Apabila ia membaca satu penggal ayat Al-Qur`ân (akan) lebih bisa menghafal daripada (hanya dengan) mendengarkannya. Ingatannya ini disebut Bashariyyah (penglihatan).
Apabila Anda termasuk di antara mereka, maka sebelum menghafal, perbanyaklah membaca ayat dengan melihat mushaf dalam waktu yang lebih lama. Kemudian tutuplah mushaf dan tulis ayat-ayat yang baru saja Anda hafal dengan tangan.
Setelah itu cocokkan yang Anda tulis dengan mushaf, agar Anda mengetahui mana yang salah, dan tempat-tempat hafalan yang lemah, sehingga Anda dapat mengulangi (untuk) memantapkannya.
Jika Anda memperhatikan bahwa Anda selalu salah dalam satu kalimat tertentu atau lupa setiap kali mengulangnya, maka tanamkan kalimat tersebut dalam memori Anda dengan membuat kalimat serupa yang Anda ketahui. Dengan demikian, Anda akan mengingat kalimat tersebut dengan kalimat yang Anda buat.
Imam Ibnu Munada telah menunjukkan kepada kita masalah ini dengan perkataannya: “Seorang guru hendaklah mempraktekkan metode ini kepada murid. Yaitu memerintahkannya agar mengingat nama, atau sesuatu yang dia ketahui yang serupa dengan kalimat al-Qur`ân yang ia selalu lupa, sehingga akan menjadikannya ingat, insya Allah.” [6]
Kemudian beliau berdalil dengan perkataan Ali ra kepada Abu Musa ra : “Sesungguhnya Rasulullah memerintahkan agar aku memohon petunjuk dan kebenaran kepada Allah. Lalu aku mengingat kalimat (petunjuk) dengan (petunjuk jalan), dan aku mengingat (kebenaran) dengan (membetulkan busur)".[7]
DELAPAN : MEMBATASI HANYA SATU CETAKAN MUSHAF
Bagi para penghafal, utamakan memilih cetakan mushaf, yang diawali pada tiap-tiap halamannya permulaan ayat dan diakhiri dengan akhir ayat. Ini memiliki pengaruh sangat besar dalam menanamkan bentuk halaman dalam memori (ingatan), dan mengembalikan konsentrasi terhadap halaman tersebut ketika mengulang. Jika cetakan mushaf berbeda-beda, akan menimbulkan ingatan halaman dalam otak berbeda-beda, dan akan membuyarkan hafalannya, serta tidak bisa konsentrasi.
SEMBILAN : PENGUCAPAN YANG BETUL
Setelah Anda memilih waktu, tempat yang sesuai dan membatasi hanya satu cetakan mushaf yang hendak Anda hafal, maka wajib bagi Anda membetulkan pengucapan dan mengoreksi kalimat-kalimat Al-Qur`ân kepada seorang guru yang mutqin (mampu) sebelum mulai menghafal. Atau dengan cara mendengarkannya melalui kaset murattal seorang qari`. Hal ini supaya Anda terjaga dari kekeliruan. Karena apabila kalimat yang telah Anda hafal itu salah, akan sulit bagi Anda membetulkannya setelah terekam dalam memori.
Imam Ibnu Munada berkata,"Ketahuilah, menghafal itu memiliki beberapa sebab. Di antaranya, seseorang membaca kepada orang yang lebih banyak hafalannya, karena orang yang dibacakan kepadanya lebih mengetahui kesalahan daripada orang yang membaca.” [8]
Wahai saudaraku, bersungguh-sungguhlah menghadiri majlis-majlis tahfizhul-Qur`ân, bertatap muka dengan para hafizh dan guru-guru yang mutqin, agar Anda terhindar dari kesalahan dan dapat menghafal dengan landasan yang kokoh.
SEPULUH : HAFALAN YANG SALING BERSAMBUNG
Jangan lupa, wahai saudaraku! Jadikanlah hafalan Anda saling berkaitan. Setiap kali Anda menghafal satu ayat kemudian merasa telah lancar, maka ulangilah membaca ayat tersebut dengan ayat sebelumnya. Kemudian lanjutkan menghafal ayat berikutnya sampai satu halaman dengan menggunakan metode ini.
Disamping itu, apabila Anda telah menghafal satu halaman, maka harus membacanya kembali sebelum meneruskan ke halaman berikutnya. Begitu pula apabila hafalan Anda sudah sempurna satu surat, hendaklah menggunakan metode tadi, agar rangkaian ayat-ayat itu dapat teringat dalam memori Anda. Sungguh, jika tidak menggunakan metode ini, membuat hafalan Anda tidak terikat. Dan ketika menyetor hafalan, Anda akan membutuhkan seorang guru yag selalu mengingatkan permulaan tiap-tiap ayat. Begitu juga akan membuat Anda mengalami kesulitan ketika muraja`ah hafalan.
SEBELAS :MEMAHAMI MAKNA AYAT
Di antara yang dapat membantu Anda menggabungkan ayat dan mudah dalam menghafal, yaitu terus-menerus meruju` kepada kitab-kitab tafsir yang ringkas, sehingga Anda memahami makna ayat meskipun global. Atau paling tidak, Anda menggunakan kitab karya Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf. Dengan mengetahui makna-makna kalimat, dapat membantu Anda memahami makna ayat secara global.
DUA BELAS : HAFALAN YANG MANTAP
Sebagian pemuda membaca penggalan ayat, dua sampai tiga kali saja. Lalu menyangka bahwa ia telah hafal. Lantas pindah ke penggalan ayat berikutnya karena ingin tergesa-gesa disebabkan waktunya sempit, atau karena persaingan di antara temannya, atau disebabkan desakan seorang guru kepadanya. Perbuatan ini, sama sekali tidak benar dan tidak bermanfaat. Sedikit tetapi terus-menerus itu lebih baik, daripada banyak tetapi tidak berkesinambungan. Hafalan yang tergesa-gesa mengakibatkan cepat lupa.
Fakta ini tersebar di kalangan para penghafal. Penyebabnya, kadangkala seseorang merasa puas dan hanya mencukupkan membaca penggalan ayat beberapa kali saja. Apabila ia merasa penggalan ayat tadi sudah masuk dalam ingatannya, maka ia beralih ke ayat berikutnya. Dia menyangka, semacam ini sudah cukup baginya.
Faktor yang mendukung fakta ini, karena sebagian pengampu hafalan mengabaikan persoalan ini ketika penyetoran hafalan. Padahal semestinya, seorang penghafal tidak boleh berhenti menghafal dan mengulang dengan anggapan bahwa ia telah hafal ayat-ayat tersebut. Bahkan ia harus memantapkan hafalannya secara terus-menerus mengulang ayat-ayat yang dihafalnya. Karena setiap kali mengulang kembali, akan lebih memperbagus hafalannya, dan meringankan bebannya ketika muraja`ah.
TIGA BELAS : TERUS MENERUS MEMBACA
Tetaplah terus membaca Al-Qur`ân setiap kali Anda mendapatkan kesempatan. Karena banyak membaca, dapat memudahkan menghafal dan membuat hafalan menjadi bagus. Banyak membaca termasuk metode paling utama dalam muraja`ah.
Cobalah Anda perhatikan, sebagian surat dan ayat yang sering Anda baca dan dengar, maka ketika menghafalnya, Anda tidak perlu bersusah payah. Sehingga apabila seseorang telah sampai hafalannya pada ayat-ayat tersebut, maka dengan mudah ia akan menghafalnya. Contohnya surat al-Wâqi`âh, al-Mulk, akhir surat al-Furqân, apalagi juz ‘amma dan beberapa ayat terakhir dari surat al-Baqarah.
(Dengan sering membaca), dapat dibedakan antara seorang murid (yang satu) dengan murid lainnya. Barang siapa yang memiliki kebiasaan setiap harinya selalu membaca dan memiliki target tertentu yang ia baca, maka menghafal baginya (menjadi) mudah dan ringan. Hal ini dapat dibuktikan dalam banyak keadaan. Ayat mana saja yang ingin dihafal, hampir-hampir sebelumnya seperti sudah dihafal. Akan tetapi yang sedikit membaca dan tidak membuat target tertentu setiap harinya untuk dibaca, ia akan mendapatkan kesulitan yang besar ketika menghafal.
Perlu diketahui, wahai saudaraku! Membaca Al-Qur`ân termasuk ibadah paling utama dan mendekatkan diri kepada Allah. Setiap huruf yang Anda baca mendapatkan satu kebaikan, dan kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan. Sama halnya dengan banyak membaca surat-surat yang telah dihafal, ia dapat menambah kemantapan hafalan dan tertanamnya dalam memori. Khususnya pada waktu shalat, maka bersungguh-sungguhlah Anda melakukan muraja`ah yang telah dihafal dengan membacanya ketika shalat. Ingatlah, qiyamul-lail (bangun malam) dan ketika shalat tahajjud beberapa raka’at, Anda membaca ayat-ayat yang Anda hafal merupakan pintu paling agung di antara pintu-pintu ketaatan, dan membuat orang lain yang sulit menghafal menjadi iri terhadap apa yang Anda hafal.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah membimbing kita kepada metode ini, yang merupakan kebiasaan orang-orang shalih, supaya hafalan Al-Qur`ân kita menjadi kuat melekat, dan selamat dari penyakit lupa.
Dari Sahabat 'Abdullâh bin 'Umar Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya ,"Dan apabila shahibil-Qur`ân (penghafal Al-Qur`ân) menghidupkan malamnya, lalu membaca Al-Qur`ân pada malam dan sianganya, niscaya ia akan ingat. Dan apabila dia tidak bangun, maka niscaya dia akan lupa". [HR Muslim]
EMPAT BELAS : MENGHAFAL SENDIRI SEDIKIT MANFAATNYA
Karena kebiasaan manusia itu menunda-nunda amalan. Setiap kali terlintas dalam pikirannya bahwa ia harus segera menghafal, datang kepadanya kesibukan-kesibukan dan jiwa yang mendorongnya untuk menunda amalan. Akibatnya membuat tekadnya cepat melemah. Adapun menghafal bersama seorang teman atau lebih, mereka akan membuat langkah-langkah tertentu. Masing-masing saling menguatkan antara yang satu dengan lainnya, sehingga menumbuhkan saling berlomba di antara mereka, serta memberi teguran kepada yang meremehkan. Inilah metode yang dapat mengantarkan kepada tujuan, Insya Allah.
Cobalah perhatikan, betapa banyak pemuda telah menghafal sekian juz di halaqah tahfizhul-Qur'ân di masjid, kemudian mereka disibukkan dari menghadiri halaqah ini. Mereka menyangka akan (mampu) menyempurnakan hafalan sendirian saja, dan tidak membutuhkan halaqah lagi. Tiba-tiba keinginan itu menjadi lemah lalu )ia pun) berhenti menghafal. Yang lebih parah lagi, orang yang seperti mereka kadang-kadang disibukkan oleh berbagai urusan dan pekerjaan. Kemudian mereka tidak mengulang hafalan yang telah dihafalnya. Hari pun berlalu, sedangkan semua hafalan mereka telah lupa. Mereka telah menyia-nyiakan semua yang telah mereka peroleh.
Menghafal sendiri bisa membuka peluang pada diri seseorang terjerumus ke dalam kesalahan saat ia mengucapkan sebagian kalimat. Tanpa ia sadari, kesalahan itu terkadang terus berlanjut dalam jangka waktu yang lama. Tatkala ia menperdengarkan hafalannya kepada orang lain atau kepada seorang ustadz di halaqah, maka kesalahannya akan nampak.
Oleh karena itu, wahai saudaraku! Pilihlah menghafal bersama mereka apa yang mudah bagi Anda untuk menghafalnya dari Kitabullâh, mengulang hafalan Anda bersama mereka. Ini merupakan sebaik-baik perkumpulan orang-orang yang saling mencintai karena Allah Subhanahu wa Ta'ala.
LIMA BELAS : TELITI TERHADAP AYAT-AYAT MUTASYABIHAT
Sangat penting untuk memperhatikan ayat-ayat mutasyabih (serupa) di sebagian lafazh-lafazhnya, dan membandingkan ayat-ayat mutasyabih itu di tempat-tempat (lainnya). Ketika Anda menghafalnya, alangkah baik jika ayat-ayat mutasyabih itu disalin di buku yang khusus. Supaya letak ayat-ayat mutasyabih itu dapat Anda ingat ketika mengulangi membacanya.
Dapat dilihat pada sebagian penghafal yang tidak memperhatikan letak ayat-ayat mutasyabih yang satu dengan lainnya. Sehingga mereka terjatuh dalam kesalahan ketika menyetor hafalan, disebabkan tidak memperhatikan letak ayat-ayat mutasyabih itu. Dalam hal ini, suatu ayat tertentu membuat mereka menjadi ragu dikarenakan menyerupai dengan ayat pada surat lain. Ketika membaca ayat-ayat tersebut, ternyata berpindah ke surat berikutnya tanpa mereka sadari. Bisa jadi ketika menyetor hafalan, kadangkala berpindah ke ayat mutasyabih yang ketiga atau keempat apabila ayat mutasyabih itu ada di beberapa tempat. Oleh karena itu, metode yang paling baik agar hafalan menjadi mantap, yaitu memusatkan perhatian terhadap ayat-ayat yang sama antara satu dengan lainnya. Curahkan kesungguhan dan fokuskan diri Anda dalam mencermatinya.
Para ulama telah menyusun berbagai kitab dalam masalah ini. Di antara kitab yang paling bagus. ialah kitab karya Imam Abi al-Hasan bin al-Munada wafat pada tahun 366 H, dan karya seorang qari` handal, Muhammad bin Hamzah al-Karmani, seorang ulama abad kelima Hijriyah. Sebagian ulama juga menyusun Mandzumah Syi’riyyah (susunan bait-bait sya’ir) dalam masalah ini, untuk memudahkan para penuntut ilmu menghafalnya. Di antaranya, kitab karya Syaikh Muhammad at-Tisyiti, (ia) termasuk ulama abad kesebelas Hijriyah.
Imam Ibnu Munada dalam menjelaskan pentingnya mengetahui letak (tempat-tempat) ayat-ayat Al-Qur`ân yang mutasyabih, (beliau) berkata: “Mengetahui tempat-tempat ayat-ayat mutasyabih, sesungguhnya dapat membantu menambah kekuatan hafalan seseorang, dan melatih orang yang masih menghafal. Sebagian ahli qiraat telah membukukan hal ini, lalu menyebutnya dengan al-mutasyabih, penolak dari buruknya hafalan”.[9]
Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah, wahai saudaraku dengan wasiat dan bimbingan ini. Segeralah menghafal Kitabullâh, merenungi ayat-ayatnya, dan berpegang teguh dengan petunjuknya, sebab Kitabullâh merupakan cahaya yang nyata dan jalan yang lurus.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya ," "Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seidzin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus". [Qs. al-Mâidah :15-16].
sumber : Dr. Anas Ahmad Kurzun , majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XI/1428H/ 2007M., Manhaj.or.id
catatan
[1]. Fadha`ilul-Qur`ân, karya Ibnu Katsir, hlm. 147.
[2]. Mutasyabihul- Qur`ânul-'Azhim, karya Imam Ibnu Munada, hlm. 25.
[3]. Tafsir Ibnu Katsir (3/432).
[4]. Adabud-Dunya wad-Dîn, karya Mawardi, hlm. 57.
[5]. Risalah Syarah Hadits Syadad bin Aus, karya Imam Ibnu Rajab, hlm. 37.
[6]. Mutasyabihul- Qur`ânul-Azhim, karya Ibnu Munada, hlm. 56, secara ringkas.
[7]. Mutasyabihul- Qur`ânul-Azhim, hlm. 55, dan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab shahîhnya, no. 2725.
[8]. Mutasyabihul- Qur`ânul-Azhim, hlm. 25.
[9]. Mutasyabihul-Qur`ânul-Azhim, hlm. 59, secara ringkas.
Kamis, 07 Oktober 2010
Investasi
Firman Allah, “ Siapakah yang mau memberikan pinjaman kepada Allah , pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya dijalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan,” (QS Al-Baqarah 245).
Anda yang bersedekah di jalan Allah pada hakikatnya, anda sedang memberikan pinjaman kepada Allah SWT , sebagaimana orang memberikan piutang, maka anda yang bersedekah akan mendapat kembalian.
Kemudian peminjam (Allah) akan mengembalikan pinjaman anda ini, dengan membawa pembayaran dan kembalian yang sangat banyak, pada saat anda yang bersedekah ini dalam keadaan sangat memerlukan. Allah juga memberikan ampunan, kemudahan, kesehatan maupun pahala yang berlipat-lipat .
Dari firman Allah ini, jelas bahwa siapa pun pelaku sedekah maka Allah akan memberikan kembalian kepada pelaku sedekah ini. Kembalian Allah bisa berupa ampunan, hidayah, kesehatan, pahala atau pun juga diberikan kemudahan jalan ketika menemui kesulitan.
Sempit atau lapangnya rezeki itu datangnya dari Allah SWT. Lapangnya rezeki terjadi bukan karena kita tidak membelanjakan harta atau sempitnya rezeki bukan karena kita banyak membelanjakan harta. Bahkan harta apa saja yang dibelanjakan di jalan Allah SWT pasti akan diperoleh di akhirat, atau didunia sekaligus di akhirat.
Dalam sebuah hadits, disebutkan bahwa malaikat Jibril meriwayatkan firman Allah,” Wahai hamba-hamba-Ku, Aku telah memberimu kenikmatan dengan karunia-Ku, dan aku meminta pinjaman dari kalian. Maka barang siapa yang mau memberi kepada-Ku dengan sukarela dan dengan semangat. Aku akan mempercepat balasannya di dunia. Dan di akhirat akan aku simpan pahala itu untuknya. Dan barang siapa memberi dengan tidak senang, tetapi dengan terpaksa, Aku akan mengambil darinya apa yang telah Aku berikan kepadanya. Tetapi jika kemudian ia bersabar atasnya dan mengharap pahala, Aku mewajibkan rahmat-Ku kearah atasnya. Dan Aku akan memasukannya kedalam orang-orang yang mendapat hidayah, dan Aku mengizinkan kepada-Nya untuk melihat-Ku “.(Kanzul ‘ummal)
Sungguh besar karunia Allah SWT bahkan ketika seseorang memberi dengan tidak senang, tetapi kemudian ia bersabar ketika harta itu diambil dengan paksaan, maka Allah SWT akan memberikan pahala kepadanya. Padahal jika ia memberikannya dengan kerelaan hati, Allah tidak akan mengambil kembali kenikmatan yang telah diberikan kepadanya.
Firman Allah ,” Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) lebih banyak ,” (Qs Al-Muddatsir 6).
Firman ini perlu menjadi perhatian kita semua, mengenai larangan bagi pelaku sedekah untuk mengharapkan balasan terhadap apa yang telah diberikan.
Barang siapa yang memberikan sedekah, zakat, atau pemberian lainnya dengan harapan orang yang diberi itu akan berbuat baik kepadanya, berarti, ia telah mengurangi sendiri pahalanya akibat menurunnya keikhlasan itu.
Ka’ad Qurzhi ra, berkata bahwa apabila ada seseorang yang memberi sesuatu dengan niat agar orang yang diberi akan membalas kepadanya sesuatu yang lebih baik dan lebih banyak, maka ia tidak akan mendapatkan suatu tambahan apapun dari sisi Allah SWT.
Dan barang siapa, yang memberi sesuatu semata-mata karena Allah SWT dan tidak mengharap orang lain membalasnya dengan pemberian yang lebih baik atau lebih banyak atau sama dengan pemberian yang telah diberikan olehnya, maka ia akan mendapat tambahan yang terus-menerus dari Allah SWT. (Darrul Mantsur).
Alangkah indahnya bila kita bersedekah lalu kita melupakan sedekah tersebut .
Allah berfirman,” Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir , pada tiap-tiap bulirseratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa saja yang Dia kehendaki . Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS : 261).
Memberikan pinjaman kepada Allah merupakan suatu investasi yang amat sangat menguntungkan. Ini merupakan ibdah sosial yang membawa dampak secara horizontal kepada sesama kita.
Sumber: Keajaiban Shodaqoh, the real stories, Sugeng D T
Anda yang bersedekah di jalan Allah pada hakikatnya, anda sedang memberikan pinjaman kepada Allah SWT , sebagaimana orang memberikan piutang, maka anda yang bersedekah akan mendapat kembalian.
Kemudian peminjam (Allah) akan mengembalikan pinjaman anda ini, dengan membawa pembayaran dan kembalian yang sangat banyak, pada saat anda yang bersedekah ini dalam keadaan sangat memerlukan. Allah juga memberikan ampunan, kemudahan, kesehatan maupun pahala yang berlipat-lipat .
Dari firman Allah ini, jelas bahwa siapa pun pelaku sedekah maka Allah akan memberikan kembalian kepada pelaku sedekah ini. Kembalian Allah bisa berupa ampunan, hidayah, kesehatan, pahala atau pun juga diberikan kemudahan jalan ketika menemui kesulitan.
Sempit atau lapangnya rezeki itu datangnya dari Allah SWT. Lapangnya rezeki terjadi bukan karena kita tidak membelanjakan harta atau sempitnya rezeki bukan karena kita banyak membelanjakan harta. Bahkan harta apa saja yang dibelanjakan di jalan Allah SWT pasti akan diperoleh di akhirat, atau didunia sekaligus di akhirat.
Dalam sebuah hadits, disebutkan bahwa malaikat Jibril meriwayatkan firman Allah,” Wahai hamba-hamba-Ku, Aku telah memberimu kenikmatan dengan karunia-Ku, dan aku meminta pinjaman dari kalian. Maka barang siapa yang mau memberi kepada-Ku dengan sukarela dan dengan semangat. Aku akan mempercepat balasannya di dunia. Dan di akhirat akan aku simpan pahala itu untuknya. Dan barang siapa memberi dengan tidak senang, tetapi dengan terpaksa, Aku akan mengambil darinya apa yang telah Aku berikan kepadanya. Tetapi jika kemudian ia bersabar atasnya dan mengharap pahala, Aku mewajibkan rahmat-Ku kearah atasnya. Dan Aku akan memasukannya kedalam orang-orang yang mendapat hidayah, dan Aku mengizinkan kepada-Nya untuk melihat-Ku “.(Kanzul ‘ummal)
Sungguh besar karunia Allah SWT bahkan ketika seseorang memberi dengan tidak senang, tetapi kemudian ia bersabar ketika harta itu diambil dengan paksaan, maka Allah SWT akan memberikan pahala kepadanya. Padahal jika ia memberikannya dengan kerelaan hati, Allah tidak akan mengambil kembali kenikmatan yang telah diberikan kepadanya.
Firman Allah ,” Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) lebih banyak ,” (Qs Al-Muddatsir 6).
Firman ini perlu menjadi perhatian kita semua, mengenai larangan bagi pelaku sedekah untuk mengharapkan balasan terhadap apa yang telah diberikan.
Barang siapa yang memberikan sedekah, zakat, atau pemberian lainnya dengan harapan orang yang diberi itu akan berbuat baik kepadanya, berarti, ia telah mengurangi sendiri pahalanya akibat menurunnya keikhlasan itu.
Ka’ad Qurzhi ra, berkata bahwa apabila ada seseorang yang memberi sesuatu dengan niat agar orang yang diberi akan membalas kepadanya sesuatu yang lebih baik dan lebih banyak, maka ia tidak akan mendapatkan suatu tambahan apapun dari sisi Allah SWT.
Dan barang siapa, yang memberi sesuatu semata-mata karena Allah SWT dan tidak mengharap orang lain membalasnya dengan pemberian yang lebih baik atau lebih banyak atau sama dengan pemberian yang telah diberikan olehnya, maka ia akan mendapat tambahan yang terus-menerus dari Allah SWT. (Darrul Mantsur).
Alangkah indahnya bila kita bersedekah lalu kita melupakan sedekah tersebut .
Allah berfirman,” Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir , pada tiap-tiap bulirseratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa saja yang Dia kehendaki . Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS : 261).
Memberikan pinjaman kepada Allah merupakan suatu investasi yang amat sangat menguntungkan. Ini merupakan ibdah sosial yang membawa dampak secara horizontal kepada sesama kita.
Sumber: Keajaiban Shodaqoh, the real stories, Sugeng D T
Langganan:
Postingan (Atom)