Firman Allah , yang artinya ,” Dan demikianlah Kami uji sebagian mereka dengan yang lain, supaya mereka berkata, “ Apakah mereka orang-orang yang diberi karunia oleh Allah diantara kami ? “ Bukankah Allah lebih mengetahui orang-orang yang bersyukur “, (Qs. Al-An’am : 53).
Syukur karena mendapatkan sesuatu yang dibenci. Ini hanya bisa dilakukan oleh seorang hamba yang tidak terpengaruh oleh berbagai keadaan, dengan tetap memperlihatkan keridha-an, dengan menahan amarah, tidak mengeluh, memperhatikan adab dan ilmu. Syukur pada saat mendapatkan sesuatu yang dibenci jauh lebih berat dibanding syukur karena mendapatkan sesuatu yang disenangi.
Allah mengabarkan bahwa diantara hamba-hamba-Nya , yang berhak atas karunia-
Nya adalah mereka yang pandai bersyukur. Dia menyatakan tidaklah perlu mengazab makhluk , jika hamba bersyukur dan beriman.
Syukur kepada Allah , baik dalam keadaan sempit maupun lapang, dalam keadaan senang maupun dalam kondisi kesusahan. Seorang hamba yang bersyukur dengan cara ini merupakan orang-orang golongan pertama kali yang dipanggil masuk surga. Karena dia menghadapi sesuatu yang dibenci dengan syukur.
Dalam menghadapi musibah ataupun sesuatu yang dibenci , ada beberapa tipe seorang hamba dalam menanggapinya , adanya yang menghadapinya ;
1. ada segolongan menghadapinya dengan kegelisahan dan amarah,
2. ada segolongan lainnya menghadapinya dengan kesabaran,
3. ada sebagian yang menghadapinya dengan ridha.
4. ada juga yang menghadapinya dengan rasa syukur.
Sedangkan syukur merupakan tingkatan yang lebih tinggi dari ridha dalam menghadapi sesuatu yang dibenci.
Allah SWT menjadikan tambahan (rizki), bergantung kepada kesyukuran. Dan tambahan dari-Nya adalah tambahan yang tiada batas, sebagaimana syukur itu sendiri juga tiada batas. Allah menjadikan balasan syukur tanpa adanya pembatasan
Firman Allah, yang artinya , “ Dan Kami membalas orang-orang yang bersyukur “ , (Qs. Ali-‘Imran : 145).
Mengingat kedudukan nilai syukur sebagai kedudukan yang tertinggi dan mulia. Tidaklah mengherankan, iblis berupaya sekuat mungkin untuk menjauhkan manusia dari bersyukur.
Firman Allah, yang artinya ,” Lalu aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang , dari samping kanan dan dari samping kiri. Sehingga Engkau tidak mendapati kebanyakan mereka bersyukur “, (Qs. Al-A’raf : 17).
Dan memang hanya sedikit hamba yang pandai bersyukur.
Firman Allah, yang artinya ,” Dan sedikit saja dari hamba-hamba-Ku yang pandai bersyukur “, (Qs. Saba’ : 13).
Syukur adalah pengikat nikmat dan penyebab bertambahnya nikmat tersebut. Umar bin Abdul Aziz berkata, bahawa ,’ Ikatlah nikmat-nikmat Allah SWT dengan bersyukur kepada-Nya ‘.
Allah menamakan Diri-Nya Asy-Syakir dan Asy-Syakur , dan juga menamakan orang-orang yang bersyukur dengan dua nama ini. Dengan begitu Allah mensifati mereka dengan sifat-Nya dan memberikan nama mereka dengan nama-Nya. Yang demikian itu sudah cukup untuk menggambarkan kecintaan dan karunia Allah yang diberikan kepada orang-orang yang bersyukur.
Saudaraku, syukur pada saat mendapatkan sesuatu yang dibenci tentulah jauh lebih berat dan jauh lebih sulit dibanding syukur pada saat mendapat sesuatu yang disukai atau menyenangkan. Seorang hamba yang bisa melaksanakan ini, tentu mempunyai derajat yang lebih tinggi tingkatannya, yang hanya bisa dilakukan oleh ;
- hamba-hamba yang tidak membedakan berbagai macam keadaan. Seorang hamba yang tidak peduli apakah sesuatu yang dihadapinya itu disukai atau dibenci, dia tetap bersyukur atas keadaanya dengan menampakkan keridhaan atas apa yang dihadapinya.
- Seorang hamba yang bisa membedakan berbagai macam keadaan. Pada dasarnya dia tidak menyukai sesuatu yang dibenci dan tidak ridha jika hal itu menimpanya. Namun kalaupun itu benar-benar menimpanya, hamba itu tetap bersyukur kepada Allah. Dan cara bersyukurnya adalah dengan menahan marah, tidak berkeluh kesah, memperhatikan adab dan ilmu. Sebab ilmu dan adab menyuruh bersyukur kepada Allah, baik dalam keadaan sempit maupun lapang, dalam keadaan susah maupun senang.
Allahu a’lam
Sumber : Madarijus Salikin , pendakian menuju Allah, Ibn Qayyim Al-Jauziyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar