Saudaraku , kemarahan dan juga permusuhan adalah salah satu ancaman paling besar yang merusak kebahagiaan manusia. Selagi api amarah berkobar, maka seseorang akan menjadi buta dan tuli untuk mendengarkan kebaikan. Jika amarah dipendam karena ketidakmampuan untuk melampiaskan, maka amarah akan berbalik ke batinnya, mendekam didalamnya dan menjadi penyakit baru yaitu dengki. Dengki adalah buah dari amarah, sedangkan iri merupakan buah dari dengki.
Rasulullah pernah bersabda, yang artinya ,”Barang siapa menahan amarah padahal dia sanggup untuk melampiaskannya, maka Allah memanggilnya diatas kepala para makhluk (pada hari kaiamat), hingga Dia menyuruhnya untuk memilih bidadari dari manapun yang dia kehendaki “, (Hr Tirmidzi, Ibn Majah dan Ahmad).
Pada dasarnya, tabiat manusia yang beragam: keras dan tenang, cepat dan lambat, bersih dst, berhubungan erat dengan keteguhan dan kesabarannya saat berinteraksi dengan orang lain. Orang yang memiliki keteguhan iman akan menyelurusi lorong-lorong hati orang lain dengan respon pemaaf, tenang, dan lapang dada.
Saudaraku , setiap kita pasti pernah merasakan kesulitan , setiap persoalan datang silih berganti. Dari sinilah bibit-bibit kemarahan kadang muncul. Oleh karena itu, kita diperintahkan al-Qur’an untuk mencari tempat berlindung dari marah, iri hati, dengki dan kedengkian orang lain kepada diri kita. Karena akibat kemarahan, kedengkian akan menjalar kepada perilaku kita keseharian. Kemarahan adalah penghalang utama jalan menuju kebahagiaan, sesungguhnya kemarahan, sakit hati bertentangan dengan kebahagiaan, laksana virus yang melumpuhkan daya tahan tubuh kita.
Kemarahan adalah salah satu bentuk emosi negatif. Energi negative ini akan menurunkan frekuensi getaran kita, dan membuat kita akan semakin terjerumus kedalam rasa gelisah, sesak. Semua in akan menyebabkan rasa sakit dalam tubuh.Emosi-emosi ini dengan mudah akan menghambat aliran energi positif kedalam kehidupan kita dan hanya akan menarik energi negatif lebih banyak lagi.
Menurut riwayat, ada seorang Badwi datang menghadap Rasulullah S.A.W. dengan maksud ingin meminta sesuatu pada beliau.
Beliau memberinya, lalu bersabda, "Aku berbuat baik padamu."
Badwi itu berkata, "Pemberianmu tidak bagus."
Para sahabat merasa tersinggung, lalu mengerumuninya dengan kemarahan. Namun, Nabi memberi isyarat agar mereka bersabar.
Kemudian, Nabi S.A.W. pulang ke rumah. Nabi kembali dengan membawa barang tambahan untuk diberikan ke Badwi. Nabi bersabda pada Badwi itu, "Aku berbuat baik padamu?"
Badwi itu berkata, "Ya, semoga Allah membalas kebaikan Tuan, keluarga dan kerabat."
Keesokan harinya, Rasulullah S.A.W. bersabda kepada para sahabat, "Nah, kalau pada waktu Badwi itu berkata yang sekasar engkau dengar, kemudian engkau tidak bersabar lalu membunuhnya. Maka, ia pasti masuk neraka. Namun, karena saya bina dengan baik, maka ia selamat."
Rasulullah S.A.W. memberikan contoh kepada kita tentang berlapang dada. Pada saat itulah, beliau S.A.W. ingin menunjukkan pada kita bahwa kesabaran dan lapang dada lebih tinggi nilainya daripada harta benda apa pun.
Adakalanya, Rasulullah S.A.W. juga marah. Namun, marahnya tidak melampaui batas kemuliaan. Itu pun ia lakukan bukan karena masalah pribadi. Melainkan, karena menjaga kehormatan agama Allah.
Rasulullah S.A.W. bersabda, "Memaki-maki orang muslim adalah fasik (dosa), dan memeranginya adalah kufur (keluar dari Islam)." (HR. Bukhari)
Sabdanya pula, "Bukanlah seorang mukmin yang suka mencela, pengutuk, kata-katanya keji dan kotor." (HR. Turmudzi).
Bagi orang yang imannya telah tumbuh dengan suburnya dalam dadanya. Maka, tumbuh pula sifat-sifat jiwa besarnya. Subur pula rasa kesadarannya dan kemurahan hatinya. Kesabarannya pun bertambah besar dalam menghadapi sesuatu masalah. Tidak mudah memarahi seseorang yang bersalah dengan begitu saja, sekalipun telah menjadi haknya.
Dari Abdullah bin Shamit, Rasulullah S.A.W. bersabda, "Apakah tiada lebih baik saya beritahukan tentang sesuatu yang dengannya Allah meninggikan gedung-gedung dan mengangkat derajat seseorang?"
Para sahabat menjawab, "Baik, ya Rasulullah."
Rasulullah saw bersabda, "Berlapang dadalah kamu terhadap orang yang membodohi kamu. Engkau suka memberi maaf kepada orang yang telah menganiaya kamu. Engkau suka memberi kepada orang yang tidak pernah memberikan sesuatu kepadamu. Dan, engkau mau bersilaturahim kepada orang yang telah memutuskan hubungan dengan engkau." (HR. Thabrani).
Sabdanya pula, "Bahwasanya seorang hamba apabila mengutuk kepada sesuatu, naiklah kutukan itu ke langit. Lalu, dikunci pintu langit-langit itu buatnya. Kemudian, turunlah kutukan itu ke bumi, lalu dikunci pula pintu-pintu bumi itu baginya. Kemudian, berkeliaranlah ia kekanan dan kekiri. Maka, apabila tidak mendapat tempat baru, ia pergi kepada yang dilaknat. Bila layak dilaknat (artinya kalau benar ia berhak mendapat laknat), tetapi apabila tidak layak, maka kembali kepada orang yang mengutuk (kembali ke alamat si pengutuk)." (HR. Abu Dawud).
Allahu a'lam
sumber ; Edi S. Kurniawan, Muhammad Haryadi, e-mail : Riyadi_albatawy@ yahoo.co.id), La Tahzan - Ghalib ahmad Masri,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar