Diantara kita , bisa dikatakan pernah atau bahkan sering mengalami sakit hati dalam keseharian kita. Baik dalam lingkungan keluarga, berteman, maupun dalam lingkungan yang lebih besar lainnya. Sebagaimana sifat sedih dan gembira, rasa yang menyakitkan hati ini ini adalah suatu kewajaran dalam hidup manusia. Apalagi, mengingat manusia adalah mahluk sosial, yang dalam setiap interaksinya tidak lepas dari kekhilafan.
Sebab-sebab datangnya perasaan ini pun bisa bermacam-macam. Dari masalah yang mungkin dianggap orang lain sepele hingga masalah besar, dapat menjadi pemicunya. Bisa berawal dari perbedaan pendapat, perbedaan sudut pandang , adanya potensi konflik kepentingan ,atau ketidakcocokan, hingga sampai pada iri dan dengki. Bila ini dibiarkan lama bercokol dalam hati, maka akan menjadikan hati menjadi tidak sehat. Pemiliknya pun akan stress dan jauh dari ketentraman. Lebih jauh lagi, hal itu bisa menjauhkan manusia dari Rabb-Nya.
Bagaimana mengelola rasa sakit hati, agar tidak membuahkan dosa dan azab-Nya bagi kita sendiri?
Allah dan Rasul-Nya telah mengajarkan penawarnya, antara lain
Muhasabah (Koreksi Diri)
Sebelum kita menyalahkan orang lain, seharusnyalah kita melihat diri kita sendiri. Bisa jadi kita merasa tersakiti oleh saudara kita, padahal ia tak bermaksud menyakiti. Cobalah bertanya pada diri sendiri, mengapa saudara kita sampai bersikap demikian. Jangan-jangan kita sendiri yang telah membuat kesalahan.
Menjauhkan diri dari sifat iri, dengki dan ambisi
Iri, dengki dan ambisi adalah beberapa celah yang menjadi pintu bagi syetan untuk memasuki hati manusia. Ambisi yang berlebihan, dapat membutakan seseorang hambai. Bila tidak dikendalikan dengan iman, sifat yang ambisius cenderung akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan ambisinya.
Demikian sifat iri dan dengki. Sifat ini berasal dari kecintaan terhadap hal-hal yang bersifat materi, kehormatan dan pujian. Kita tidak akan tenang bila dalam hati ada sifat ini. Seorang hamba akan sulit dan dijauhkan dari rasa bersyukur, karena selalu merasa kurang. Ia selalu memandang ke atas, dan seolah tidak rela melihat orang lain memiliki kelebihan atas dirinya. Maka hapuslah terlebih dahulu sikap cinta dunia, sehingga dengki pun sirna.
Rasulullah bersabda, “Tidak boleh dengki kecuali kepada dua orang. Yaitu orang yang diberi harta oleh Allah, kemudian memenangkannya atas kerakusannya di jalan yang benar. Dan orang yang diberi hikmah oleh Allah, kemudian memutuskan persoalan dengannya dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
Menjauhkan diri dari sifat amarah dan keras hati
Bila marah telah menguasai hati manusia, maka seorang hamba bisa bertindak tanpa pertimbangan akal. Jika akal sudah melemah, tinggallah hawa nafsu. Dan syetan pun semakin mudah melancarkan serangannya, lalu mempermainkan diri manusia.
Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qashidin menyebutkan bahwa Iblis pernah berkata, “Jika manusia keras hati, maka kami bisa membaliknya sebagai anak kecil yang membalik bola.”
Menumbuhkan sifat pemaaf
Firman Allah, yang artinya “Jadilah engkau pemaaf, dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (Qs. Al-A’raf: 199).
Allah sang Khaliq adalah Maha Pemaaf terhadap hamban-Nya. Tak peduli sebesar gunung atau sedalam lautan kesalahan seorang hamba, jika ia bertaubat dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan membukakan pintu maaf selebar-lebarnya.
Kita sebagai manusia yang lemah, sungguh tidak sepantasnya berlaku sombong. Dengan berusaha untuk bisa memaafkan kesalahan orang lain, sebelum ia meminta maaf. Insya Allah, yakinlah , hati akan lebih terasa lapang.
Rasulullah bersabda,yang artinya “Bertakwalah kepada Allah dimana engkau berada, tindaklanjutilah kesalahan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut menghapus kesalahan tersebut, dan pergaulilah manusia dengan ahlak yang baik.” (HR. Hakim dan At-Tirmidzi)
Husnudhdhan (berprasangka baik)
Allah berfirman, yang artinya “Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan jangalah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (QS. Al-Hujurat : 12)
Adakalanya diantara kita kadang berburuk sangka terhadap seorang lainnya sehingga ia melecehkan saudaranya. Ia mengatakan yang macam-macam tentang saudaranya, dan menilai dirinya lebih baik. Tentu, itu adalah hal yang tidak dibenarkan. Akan tetapi, hendaknya setiap muslim harus mawas diri terhadap titik-titik rawan yang sering memancing tuduhan, agar orang lain tidak berburuk sangka kepadanya.
Menumbuhkan Sikap Ikhlas
Ikhlas adalah kata yang ringan untuk diucapkan, tetapi sungguh berat untuk dilakukan. Seorang hamba yang ikhlas dapatmenjaga hatinya dan meniatkan segala tindakannya kepada Allah. Apabila Allah mengujinya dengan kenikmatan, maka ia bersyukur. Bila Allah mengujinya dengan kesusahannya pun ia bersabar. Ia selalu percaya bahwa Allah akan senantiasa memberikan yang terbaik bagi hambanya.
Orang yang ikhlas akan lebih mudah menentramkan kalbunya untuk menyerahkan segalanya hanya kepada Allah. Hanya kepada-Nyalah ia mengantungkan harapan.
Dada pun terasa lapang.
Insya Allah.
Sumber : http://safuan.wordpress.com ,Minhajul Qashidin. Ibnu Qudamah
Minhajul Muslim. Abu Bakr Jabir Al-Jazairi Majalah Nikah edisi 6/I/2002. hal. 32-33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar