Seorang hamba yang taat dan khusyu’ dalam shalatnya, maka ia akan mempunyai jiwa yang tenang. Shalat selalu berimplikasi pada kehidupan mamalah atau sosialnya. Oleh karena itu bila shalat seorang hamba ingin diketahui apakah baik maupun tidak , cukup melihat sikap dan kepribadian kesehariannya. Perilaku shalat yang baik, akan tampak dari sikap kesehariannya. Semakin jauh hamba tersebut dari kekejian dan kemungkaran, semakin nyata bahwa shalatnya adalah baik.
Dalam mengerjakan shalat, haruslah dengan hati yang ikhlas dan kepasrahan yang total. Dengan pengertian semua amalan shalat hanya diperuntukkan hanya untuk Allah swt, dengan kepasrahan total, tidak ada tujuan lain kecuali mengharap ridha, rahmat dan hidayah Allah. Shalat seperti ini akan menghantarkan seseorang pada keberuntungan.
Sebagaimana diperingatkan Allah dalam firman-Nya, yang artinya ,” Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan Apabila mereka berdiri untuk shlat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali ,” (Qs. An-Nisaa’ : 142).
Bila seorang hamba melaksanakan shalat seperti ini, maka shalat menjadi tidak bernilai dan tidak mempunyai energi spiritual.
Lalau bagaimanakah agar shalat kita menjadi lebih bernilai, bisa menghadirkan sifat-sifat keikhlasan, dansebagainya. Marilah saudaraku, kita selalu perbaiki sholat kita. Sehingga tercapai suatu kondisi , sebagaimana difrimankan Allah SWT, yang artinya ,” (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram ,” (Qs. Ar-Rad : 28).
Ada beberapa kriteria dalam batasan-batasan shalat yang bisa dikemukanan , meliputi :
- Mu’aqqib (pengintai) , dimana dalam kelompok ini adalah orang yang menganiaya diri sendiri, karena banyak kekurangan dalam shalatnya, misalnya kurang sempurna wudhu-nya, pelaksanaan shalat-nya, maupun rukun-rukun-nya.
- Muhasih (penghitung), termasuk dalam kelompok ini, adalah orang yang telah menyempurnakan wudhu-nya, memperhatikan tertib shalat-nya, dan rukun-rukun-nya. Namun masih sulit menguasai hatinya untuk khusyu’ menghadap Allah SWT.
- Mukaffar’anhu (penerima ampunan), kelompok ini sudah mampu memperhatikan tata tertib, rukun-rukun dan pelaksanaanya, baik dalam wudhu maupun shalat-nya. Disamping itu, hamba dalam kategori ini selalu berjuang untuk menguasai hatinya untuk bisa khusyu’ menghadap Allah SWT. Hamba ini berada dalam shalat dan perjuangan perang melawan nafsunya.
- Mutsah (Penerima pahala), Dalam kategori ini seorang hamba telah mampu menyempurnakan segala kewajiban, rukun-rukun, dan hatinya sibuk menjaga shalatnya dari kelalaian. Seluruh potensi yang ada dikerahkan untuk keutuhan dan kesempurnaan shalat secara ideal.
- Muqqarrab min Rabbibi (meraih kedekatan dengan Rabb-nya), kelompok yang mengerjakan shalat sebagaimana peringkat mutsah ditambah upaya menempatkan diri dihadapan Allah Yang Maha Agung. Ia selalu muraqabah dan mahabbah kepada-Nya seakan-akan ia langsung melihat-Nya dan bisikan hatinya mampu ia kendalikan. Sungguh semoga Allah meridhai dan memberikan kepada kita hidayah-Nya untu mencapai tingkatan ini.
Saudaraku, semoga kita diberi hiadayah Allah untuk selalu memperbaiki kualitas shalat kita.
Allahu a’lam.
Sumber : Muhammad Makhdlori, Menyingkap mukjizat shalat Dhuha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar