Dalam
pergaulan sehari-hari seakan tidak pernah terlepas darikegiatan bertamu atau
menerima tamu. Islam memberikan tuntunan tentang bagaimana sebaiknya kegiatan
bertamu atau menerima tamu dilakukan. Sebagaimana Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا
عَلَىٰ أَهْلِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin
dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar
kamu (selalu) ingat. (QS. An-Nuur : 27)
Sebelum memasuki rumah
seseorang, hendahlah hamba beriman yang bertamu terlebih dahulu meminta izin
dan mengucapkan salam kepada penghuni rumah.
Manakah yang lebih dahulu
dilakukan, meminta izin atau mengucapkan salam?
Pada sebagian ulama berpendapat bahwa yang pertama dilakukan adalah meminta izin
baru kemudian mengucapkan salam. Sebagian ulama ada yang berpendapat
sebaliknya, dengan menyebutkan beberapa hadits Rasulullah yang diriwayatkan
Bukhari, ahmad, tirmidzi , Ibn abi syaibah dan Ibn ‘Abd al-Bar, yang
disimpulkan bahwa mengucapkan salam lebih dahulu dari meminta izin (as-salam
qabl al-kalam).
Sebagian ulama lainnya ,
menyatakan bahwa apabila tamu melihat salah seorang penghuni rumah, maka ia mengucapkan
salam terlebih dahulu . Tetapi apabila ia tidak melihat siapa-siapa hendaklah
ia meminta izin terlebih dahulu (al Mawarid).
Meminta izin bisa dengan
kata-kata dan bisa pula dengan ketukan pintu atau menekan tombol bel rumah atau
cara lainnya yang umum dikenal masyarakat setempat. Bahkan salam itu sendiri
bisa juga dianggap sebagai sekaligus permohonan izin.
Dari Abu Musa Al-Asy’ary
radhiallahu’anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ‘Minta izin masuk rumah itu tiga kali, jika diizinkan untuk kamu
(masuklah) dan jika tidak maka pulanglah!’” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah berpesan bahwa meminta izin maksimal boleh
dilakukan tiga kali. Apabila tidak ada jawaban sebaiknya yang akan bertamu
kembali pulang. Jangan sekali-kalimasuk rumah orang lain tanpa izin, karena hal
ini akan mengganggu tuan rumah dan dapat menimbulkan fitnah.
Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya ,” “Jika kamu tidak
menemui seorangpun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat
izin. Dan jika dikatakan kepadamu: Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu
kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. An-Nuur : 28)
Rasulullah bersabda,
اِنَّ رَجُلاً اِسْتَأْذَنَ
عَلى النَّبِيِّ ص م وَ هُوَ فِى بَيْتٍ فَقَالَ : “اَلِجُ” فَقَالَ النَّبِيُّ ص م
لِجَادِمِهِ : اُخْرُجْ اِلَى هَذَا فَعَلِّمْهُ الاِسْتِأْذَانَ فَقَلَ لَهُ :
قُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَسَمِعَهُ الرِّجَلْ فَقُلْ
“السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَاَذِنَ النَّبِيُّ ص م قَدْ دَخَلَ (رواه
ابو داود)
Artinya:
“Bahwasanya seorang
laki-laki meminta izin ke rumah Nabi Muhammad SAW sedangkan beliau ada di dalam
rumah. Katanya: Bolehkah aku masuk?
Nabi
SAW bersabda kepada pembantunya: temuilah orang itu dan ajarkan kepadanya minta
izin dan katakan kepadanya agar ia mengucapkan “Assalmu alikum, bolehkah aku
masuk”
lelaki
itu mendengar apa yang diajarkan nabi, lalu ia berkata “Assalmu alikum,
bolehkah aku masuk?” nabi SAW memberi izin kepadanya maka masuklah ia.
(HR Abu Daud)
Meminta izin maksimal tiga kali, karena ketukan yang pertama
sebagai pemberitahuan kepada tuan rumah akan kedatangan tamu, ketukan kedua
memberi kesempatan kepada penghuni rumah untuk mempersiapkan segala hal yang
diperlukan, ketukan ktiga diharapkan penghuni rumah sudah siap dan berjalan
menuju pintu. Bila sampai ketukan ketiga tetap tidak ada yang membukakan pintu,
ada kemungkinan tidak ada orang di rumah itu atau penghuni rumah tidak bersedia
menerima tamu.
Tamu tidak boleh mendesakkan keinginan untuk bertamu setelah
ketukan ketiga, karena hal ini akan menzalimi tuan rumah. Setiap orang
mempunyai hak privasi di rumah masing-masing. Walaupun si tuan rumah dianjurkan
untuk menerima dan memuliakan tamu, namun tetap punya hak untukmenolak
kedatangan tamu.
Disamping meminta izin dan mengucapkan salam , beberap hal lain
yang perlu diperhatikan dalam bertamu adala sbb ;
1. Ambillah posisi berdiri dengan tidak menghadap pintu
masuk. Sebaiknya posisi berdiri tamu tidak persis di depan pintu dengan
menghadap ke ruangan. Sikap ini untuk menghormati pemilik rumah dalam
mempersiapkan dirinya ketika menerima tamu. Ambillah posisi menghadap ke
samping sambil mengucap salam. Dengan posisi tersebut, ketika pintu terbuka,
apa yang ada di dalam rumah tidak langsung terlihat oleh tamu sebelum diizinkan
oleh pemilik rumah.
2. Jangan mengintip ke dalam rumah. Terkadang kita
berusaha mengintip ke dalam rumah ketika penasaran apa ada orang di dalam
rumah. Padahal Rasulullah SAW sangat membenci sikap seperti ini karena tidak
menghormati pemilik rumah.
3. Pulanglah jika kita disuruh pulang. Jika kita diminta
pulang oleh pemilik rumah, maka kita harus segera mematuhinya tanpa merasa
tersinggung karena hal tersebut adalah hak si pemilik rumah.
4. Jawablah dengan nama jelas jika pemilik rumah bertanya
“Siapa?”. Ketika pemilik rumah menanyakan nama kita, jawablah dengan nama kita
secara jelas, jangan hanya “saya” atau “aku” saja.
5. Bagi
seorang yang diundang, hendaknya memenuhinya sesuai waktunya kecuali ada udzur,
seperti takut ada sesuatu yang menimpa dirinya atau agamanya. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ دُعِىَ فَلْيُجِبْ
“Barangsiapa yang diundang maka datangilah!” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْـوَةَ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ
“Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)
مَنْ دُعِىَ فَلْيُجِبْ
“Barangsiapa yang diundang maka datangilah!” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْـوَةَ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ
“Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)
Untuk menghadiri undangan maka hendaknya memperhatikan syarat-syarat berikut:
* Orang yang mengundang bukan orang yang harus dihindari dan dijauhi.
* Tidak ada kemungkaran pada tempat undangan tersebut.
* Orang yang mengundang adalah muslim.
* Penghasilan orang yang mengundang bukan dari penghasilan yang diharamkan.
* Orang yang mengundang bukan orang yang harus dihindari dan dijauhi.
* Tidak ada kemungkaran pada tempat undangan tersebut.
* Orang yang mengundang adalah muslim.
* Penghasilan orang yang mengundang bukan dari penghasilan yang diharamkan.
Namun, ada sebagian ulama
menyatakan boleh menghadiri undangan yang pengundangnya berpenghasikan haram.
Dosanya bagi orang yang mengundang, tidak bagi yang diundang.
* Tidak menggugurkan suatu kewajiban tertentu ketika menghadiri undangan tersebut.
* Tidak ada mudharat bagi orang yang menghadiri undangan.
* Tidak menggugurkan suatu kewajiban tertentu ketika menghadiri undangan tersebut.
* Tidak ada mudharat bagi orang yang menghadiri undangan.
6. Hendaknya tidak
membeda-bedakan siapa yang mengundang, baik orang yang kaya ataupun orang yang
miskin.
7. Jangan bertamu sembarang waktu, bertamulah pada waktu yang tepat,
saat dimana tuan rumah diperkirakan tidak akan terganggu. Bila diterima bertamu
,janganlah terlalu lama sehingga merepotkan tuan rumah. Setelah selesai urusan
segeralah pulang.
8. Masuk dengan seizin tuan rumah, begitu juga
segera pulang setelah selesai memakan hidangan, kecuali tuan rumah menghendaki
tinggal bersama mereka, hal ini sebagaimana dijelaskan Allah ta’ala dalam
firman-Nya:
يَاأََيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَدْخُـلُوْا بُيُـوْتَ النَّبِي ِّإِلاَّ أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَـعَامٍ غَيْرَ نَاظِـرِيْنَ إِنهُ وَلِكنْ إِذَا دُعِيْتُمْ فَادْخُلُوْا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِـرُوْا وَلاَ مُسْتَئْنِسِيْنَ لِحَدِيْثٍ إَنَّ ذلِكُمْ كَانَ يُؤْذِى النَّبِيَّ فَيَسْتَحِي مِنْكُمْ وَاللهُ لاَ يَسْتَحِي مِنَ اْلحَقِّ
يَاأََيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَدْخُـلُوْا بُيُـوْتَ النَّبِي ِّإِلاَّ أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَـعَامٍ غَيْرَ نَاظِـرِيْنَ إِنهُ وَلِكنْ إِذَا دُعِيْتُمْ فَادْخُلُوْا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِـرُوْا وَلاَ مُسْتَئْنِسِيْنَ لِحَدِيْثٍ إَنَّ ذلِكُمْ كَانَ يُؤْذِى النَّبِيَّ فَيَسْتَحِي مِنْكُمْ وَاللهُ لاَ يَسْتَحِي مِنَ اْلحَقِّ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi
kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu
masak makanannya! Namun, jika kamu diundang, masuklah! Dan bila kamu selesai
makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan! Sesungguhnya yang
demikian itu akan mengganggu Nabi. Lalu, Nabi malu kepadamu untuk menyuruh kamu
keluar. Dan Allah tidak malu menerangkan yang benar.” (Qs. Al Azab: 53)
9. Apabila kita dalam
keadaan berpuasa, tetap disunnahkan untuk menghadiri undangan karena
menampakkan kebahagiaan kepada muslim termasuk bagian ibadah. Puasa tidak
menghalangi seseorang untuk menghadiri undangan, sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إذَا دُعِىَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَانَ صَاِئمًا فَلْيُصَِلِّ وِإِنْ كَانَ مُفْـطِرًا فَلْيُطْعِمْ
“Jika salah seorang di antara kalian di undang, hadirilah! Apabila ia puasa, doakanlah! Dan apabila tidak berpuasa, makanlah!” (HR. Muslim)
إذَا دُعِىَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَانَ صَاِئمًا فَلْيُصَِلِّ وِإِنْ كَانَ مُفْـطِرًا فَلْيُطْعِمْ
“Jika salah seorang di antara kalian di undang, hadirilah! Apabila ia puasa, doakanlah! Dan apabila tidak berpuasa, makanlah!” (HR. Muslim)
10. Hendaknya seseorang
berusaha semaksimal mungkin agar tidak memberatkan tuan rumah, sebagaimana
firman Allah ta’ala dalam ayat di atas: “Bila kamu selesai makan, keluarlah!”
(Qs. Al Ahzab: 53)
11. Sebagai tamu, kita
dianjurkan membawa hadiah untuk tuan rumah karena hal ini dapat mempererat
kasih sayang antara sesama muslim,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berilah hadiah di antara kalian! Niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berilah hadiah di antara kalian! Niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari)
12. Jika seorang tamu datang
bersama orang yang tidak diundang, ia harus meminta izin kepada tuan rumah
dahulu, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:
كَانَ مِنَ اْلأَنْصَارِ رَجـُلٌ يُقَالُ لُهُ أَبُوْ شُعَيْبُ وَكَانَ لَهُ غُلاَمٌ لِحَامٌ فَقَالَ اِصْنَعْ لِي طَعَامًا اُدْعُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَامِسَ خَمْسَةٍ فَدَعَا رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَامِسَ خَمْسَةٍ فَتَبِعَهُمْ رَجُلٌ فَقَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ دَعَوْتَنَا خَامِسَ خَمْسَةٍ وَهذَا رَجُلٌ قَدْ تَبِعَنَا فَإِنْ شِئْتَ اْذَنْ لَهُ وَإِنْ شِئْتَ تَرَكْتُهُ قَالَ بَلْ أَذْنْتُ لَهُ
“Ada seorang laki-laki di kalangan Anshor yang biasa dipanggil Abu Syuaib. Ia mempunyai seorang anak tukang daging. Kemudian, ia berkata kepadanya, “Buatkan aku makanan yang dengannya aku bisa mengundang lima orang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengundang empat orang yang orang kelimanya adalah beliau. Kemudian, ada seseorang yang mengikutinya. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Engkau mengundang kami lima orang dan orang ini mengikuti kami. Bilamana engkau ridho, izinkanlah ia! Bilamana tidak, aku akan meninggalkannya.” Kemudian, Abu Suaib berkata, “Aku telah mengizinkannya.”" (HR. Bukhari)
كَانَ مِنَ اْلأَنْصَارِ رَجـُلٌ يُقَالُ لُهُ أَبُوْ شُعَيْبُ وَكَانَ لَهُ غُلاَمٌ لِحَامٌ فَقَالَ اِصْنَعْ لِي طَعَامًا اُدْعُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَامِسَ خَمْسَةٍ فَدَعَا رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَامِسَ خَمْسَةٍ فَتَبِعَهُمْ رَجُلٌ فَقَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ دَعَوْتَنَا خَامِسَ خَمْسَةٍ وَهذَا رَجُلٌ قَدْ تَبِعَنَا فَإِنْ شِئْتَ اْذَنْ لَهُ وَإِنْ شِئْتَ تَرَكْتُهُ قَالَ بَلْ أَذْنْتُ لَهُ
“Ada seorang laki-laki di kalangan Anshor yang biasa dipanggil Abu Syuaib. Ia mempunyai seorang anak tukang daging. Kemudian, ia berkata kepadanya, “Buatkan aku makanan yang dengannya aku bisa mengundang lima orang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengundang empat orang yang orang kelimanya adalah beliau. Kemudian, ada seseorang yang mengikutinya. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Engkau mengundang kami lima orang dan orang ini mengikuti kami. Bilamana engkau ridho, izinkanlah ia! Bilamana tidak, aku akan meninggalkannya.” Kemudian, Abu Suaib berkata, “Aku telah mengizinkannya.”" (HR. Bukhari)
13. Seorang tamu hendaknya
mendoakan orang yang memberi hidangan kepadanya setelah selesai mencicipi
makanan tersebut dengan doa:
أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ, وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارَ,وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ اْلمَلاَئِكَةُ
“Orang-orang yang puasa telah berbuka di samping kalian. Orang-orang yang baik telah memakan makanan kalian. semoga malaikat mendoakan kalian semuanya.” (HR Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albani)
اَللّهُـمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِي, وَاْسقِ مَنْ سَقَانِي
“Ya Allah berikanlah makanan kepada orang telah yang memberikan makanan kepadaku dan berikanlah minuman kepada orang yang telah memberiku minuman.” (HR. Muslim)
اَللّهُـمَّ اغْـفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَبَارِكْ لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُمْ
“Ya Allah ampuni dosa mereka dan kasihanilah mereka serta berkahilah rezeki mereka.” (HR. Muslim)
أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ, وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارَ,وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ اْلمَلاَئِكَةُ
“Orang-orang yang puasa telah berbuka di samping kalian. Orang-orang yang baik telah memakan makanan kalian. semoga malaikat mendoakan kalian semuanya.” (HR Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albani)
اَللّهُـمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِي, وَاْسقِ مَنْ سَقَانِي
“Ya Allah berikanlah makanan kepada orang telah yang memberikan makanan kepadaku dan berikanlah minuman kepada orang yang telah memberiku minuman.” (HR. Muslim)
اَللّهُـمَّ اغْـفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَبَارِكْ لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُمْ
“Ya Allah ampuni dosa mereka dan kasihanilah mereka serta berkahilah rezeki mereka.” (HR. Muslim)
Menerima tamu
Menerima
dan memuliakan tamu tanpa membedakan status sosial adalah salah satu sifat
terpuji yang sangat dianjurkan dalam islam. Rasulullah bersabda,
مَنْ كَاَنَ يُؤْمِنُ بِا اللهِ وَالْيَوْمِ الاَخِرِ فَالْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ (رواه البخارى)
“Barang
siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya.”
(HR Bukhari)
Memuliakan tamu antara lain dengan menyambut
kdatangannya dengan rasa hormat dan gembira serta tutur kata yang baik.
Adad dalam menerima tamu antara lain:
1. Berpakaian yang pantas
Sebagaimana
orang yang bertamu, tuan rumah hendaknya mengenakan pakaian yang pantas pula
dalam menerima kedatangan tamunya. Berpakaian pantas dalam menerima kedatangan
tamu berarti menghormati tamu dan dirinya sendiri. Islam menghargai kepada
seorang yang berpakaian rapih, bersih dan sopan.
Rasululah
SAW bersabda yang artinya: “Makan
dan Minunmlah kamu, bersedekahlah kamu dan berpakaianlah kamu, tetapi tidak
dengan sombong dan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah amat senang melihat
bekas nikmatnya pada hambanya.” (HR Baihaqi)
2. Menjamu
tamu sesuai kemampuan
Termasuk
salah satu cara menghormati tamu ialah memberi jamuan kepadanya.
3. Tidak perlu mengada-adakan
Kewajiban
menjamu tamu yang ditentukan oleh Islam hanyalah sebatas kemampuan tuan rumah.
Oleh sebab itu, tuan rumah tidak perlu memaksakan
diri dalam menjamu tamunya. Bagi tuan rumah yang
mampu hendaknya menyediakan jamuan yang pantas, sedangkan bagi yang kurang
mampu henaknya menyesuaikan kesanggupannya. Jika hanya mampu memberikan air
putih maka air putih itulah yang disuguhkan. Apabila air putih tidak ada,
cukuplah menjamu tamunya dengan senyum dan sikap yang ramah
4. Lama waktu
Apabila tamu datang dan ingin menginap, maka tuan rumah
wajib menerima dan menjamunya tidak lebih dari tiga hari. Lebih dari itu maka
hak tuan rumah untuk tetap menjamunya maupun tidak. Sesuai dengan hak
tamu, kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari, termasuk hari istimewanya.
Selebihnya dari waktu itu adalah sedekah baginya.
Sabda
Rasulullah SAW:
اَلضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ
اَيَّامٍ فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَالِكَ فَهُوَ صَدَقَةُ عَلَيْهِ (متفق عليه
“ Menghormati tamu itu sampai tiga
hari. Adapun selebihnya adalah merupakan sedekah baginya,.” (HR
Muttafaqu Alaihi)
Dalam riwayat lain , Nabi bersabda yang artinya , “
Menjamu tamu itu hanya tiga hari. Jaizahnya sehari semalam. Apa yang
dibelanjakan untu tamu diatas tiga hari adalah sedekah. Dan tidak boleh bagi
tamu tetap menginap (lebih dari tiga hari) karena hal itu akan memberatkan tuan
rumah.” (Hr Tirmidzi).
5. Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu pulang
Ini adalah
satu cara terpuji yg dapat menyenangkan tamu adalah apabila tuan rumah mengantarkan tamunya sampai ke pintu halaman. Tamu akan merasa lebih dihormati tuan rumah dan kehadirannya diterima dengan baik.
Allahu a’lam
Semoga bermanfaat
Sumber : LPPI UMY 2003, Bustamal Ismail http://hbis.wordpress.com,
dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar