Manusia tak lepas dari hinanya sifat kesombongan dan kecenderungan meninggikan keberadaannya. Tidak terkecuali para ahli ibadah, ahli ilmu dst. Sifat kesombongan bisa merasuki siapa saja. Ada kesombongan yang terkait dengan dunia, dimana orang alim bisa terjerumus untuk yang disebut-sebut dengan wara’ dan taqwa. Karena merasa lebih dalam berilmu dan beribadah , seakan akan mereka memandang ibadahnya itu sebagai karunia khusus dari Allah. Sedangkan terkait dengan urusan ibadah, ia memandang manusia lainnya akan binasa dan merasa dirinya yang selamat. Padahal sebenarnya dirinya itulah yang binasa.
Sebagaimana Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Jika kamu mendengar seseorang mengatakan orang-orang lain telah hancur binasa,maka ia telah menghancurkannya. Allah SWT berfirman, “ Ses ungguhnya dia sendiri binasa, “ (Hr Ahmad).
Sesungguhnya ucapannya itu menunjukkan penghinaan terhadap makhluk Allah yg lain, terperdaya oleh nilai dirinya di sisi-Nya, merasa aman dari murka-Nya, tidak takut kepada kekuasaan-Nya. Cukup baginya keburukan karena merendahkan hamba yg lain.
Ada pula sebagian diantara para hamba, apabila diremehkan atau disakiti orang lain, maka ia menjadi marah dan segera memohon agar pelakunya dijauhkan dari ampunan Allah.
Tidak diragukan lagi ia pun menjadi yang terlaknat disisi Allah, karena merasa lebih besar nilai dirinya dibanding orang lain dihadapan Allah. Kemarahan bahkan kebodohan yang menyebabkan seorang hamba segera melontarkan perkataan (ancaman) , ‘ Kau akan melihat apa yang akan terjadi padanya ‘.
Apabila si pelaku ditimpa bencana (musibah), maka ia menganggapnya sebagai bagian dari karomahnya, sedangkan Allah tidaklah menghendaki kecuali hukuman baginya.
Saudaraku, bukankah kita telah mengetahui , bahawa dalam masa perjuangannya Rasulullah banyak dicaci dan dianiaya orang-orang yang ingkar dan bodoh.
Bahkan sejarah sebelumnya , para Rasul para Nabi, banyak mengalami perlakuan yang sangat menyakitkan dari orang-orang kafir.
Tetapi kemudian Allah menangguhkan adzab-Nya bagi beberapa dari mereka. Allah tidak menghukum mereka didunia bahkan ada sebagian dari mereka akhirnya menjadi hamba beriman dengan mengikuti para Rasul dan Nabi-Nya. Sehingga mereka tidak mendapatkan murka dan adzab dari Allah.
Apakah orang-orang bodoh dan tertipu ini mengira bahwa dirinya lebih mulia disisi-Nya dari para Rasul dan Nabi-Nya?
Mereka telah menghukum dengan hukuman yang Allah belum menimpakannya karena membela Rasul dan Nabi-Nya? Ataukah barangkali ia berada dalam kemurkaan Allah karena ujub dan rasa kesombongan , sedangkan ia lengah dari hal itu?.
Saudaraku , marilah kita berlindung kepada Allah dari tanda-tanda kesombongan yang bisa jadi telah lama menimpa diri kita. Kesombongan pun juga tidak luput menyerang para ahli ibadah, sehingga ia merasa seakan-akan lebih bersih , dan jauh dari manusia yang lain. Bahkan yang lebih parah menganggap yang lain lebih kotor.
Saudaraku, bahwa sebenarnya wara’ bukanlah tampak di keningnya hingga kening itu hitam berkerut, muka yang masam, juga tidak terletak pada leher yang membuatnya selalu tertunduk, dan atau tidak pula terletak pada ekor yang tergulung. Wara’ sesungguhnya hanyalah terletak di dalam hati.
Rasulullah adalah mnusia yang paling mulia dan paling bertaqwa disisi Allah. Namun beliau adalah manusia yang paling lemah lembut akhlaknya, paling banyak tersenyum dan paling ramah, selalu menyapa lebih dahulu.
Sebagaimana firman Allah , yang artinya ,” Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman ,” (Qs. Asy Syuara’ : 215).
Saudaraku, janganlah kita menganggap diri kita mulia diahadapan orang lain, karena sifat ini akan mengakibatkan mudah merendahkan orang lain. Padahal kita tidak pernah tahu, bisa jadi orang lain tersebut jauh lebih mulia di hadapan Allah daripada kita sendiri. Kesombongan bisa keluar dari lisan kita, bisa keluar dari perilaku kita, bisa keluar dari kebanggaan diri.
Saudaraku, janganlah berbangga karena merasa lebih berilmu atau lebih taat. Ketahuilah bahwa hujjah Allah terhadap orang yang berilmu akan lebih keras terhadap orang yang tak berilmu. Keberadaan ilmu hendaknya menambah rasa takut dan tawadhu’. Sebagaimana sebuah pohon yang berbuah lebat, sehingga dahanya cenderung merun-duk ke tanah , agar orang-orang yang membutuhkan dapat mudah memetik buah nya yang lezat.
Seseorang yang melihat dirinya lebih baik daripada orang lain, maka sesungguhnya dia telah benar-benar sombong dan telah menantang hak Allah SWT.
Sebagaimana Rasulullah pernah bersabda, yang artinya ,” Allah telah berfirman,” Keagungan adalah pakaian-Ku, kesombongan adalah ridha-Ku. Maka barang siapa menantang-Ku (dengan) salah satu dari keduanya maka Aku akan mengazabnya ,”
Ditengah-tengah manusia ada orang yang tidak bisa diharapkan kemanfaatannya, kecuali jika ia telah disentuh mudarat, atau musibah yang menimpanya. Bagaikan kayu gaharu, yang tidak akan keluar bau wanginya kecuali bila ia telah dibakar dengan api.
Allahu a’lam:
Sumber : Man tawadha’a lillahi rafa’ahu al-kibru , abdul Malik bin Muhammad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar