Rentang waktu yang panjang antara Rasulullah dengan masa pengumpulan hadits, merupakan suatu tantangan yang perlu diperhatikan. Perjalanan waktu panjang itu membuka peluang adanya penambahan atau pengurangan terhadap materi hadits. Disamping itu , rantai perawi yang tidak sedikit juga merupakan suatu kendala yang harus terpecahkan dalam meneliti hadit sebelum akhirnya diputuskan keshahihannya .
Para muhaddisin , dalam upaya menentukan dapat diterimanya suatu hadits tidak hanya mencukupkan pada terpenuhinya syarat-syarat diterimanya rawi yang bersangkutan. Juga meneliti dengan cermat syarat-syarat lain yang memastikan kebenaran perpindahan hadits disela-sela mata rantai tsb. Bahasan ini, dicoba untuk menyajikan pengertian umum hadits Mutawatir.
Kata Mutawatir menurut lughat adalah mutatabi yang berarti beriring-iringan atau berturut antara satu dengan yang lain.
Menurut pengertian istilah , adalah suatu hadits tanggapanpancaindera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut kebiasaan (logika) mustahil bila mereka berkumpul dan bersepakat untuk dusta. Artinya adalah bagwa hadist mutawatir adalah suatu (hadits) yang diriwayatkan sejumlah rawi yang menurut adat adalah mustahil mereka bersepakat untuk dusta, hal ini seimbang dari permulaan sanad hingga akhirnya, tidak terdapat kejanggalan jumlah dalam setiap tingkatan.
Dalam literatur lain, dikatakan bahwa hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Hadits ini memeiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada setiap lapisan (tsaqabah) yang berimbang.
Ada perbedaan pendapat dari para ulama mengenai jumlah sanda minimum hadits mutawatir , ada sebagian yang menetapkan 20 hingga 40 orang pada setiaplapisan sanad.
Tidak bisa dikategorikan dalam hadits mutawatir , yaitu segala berita yang diriwayatkan dengan tidak bersandar pada pancaindera, seperti meriwayatkan tentang sifat-sifat manusia baik yang terpuji maupun tercela, juga segala berita yang diriwayatkan oleh orang banyak, namun mereka berkumpul dan bersepakat mengadakan berita-berita dusta. Dan tentu saja hadits yang dijadikan sebagai dasar hukum suatu perbuatan haruslah telah diyakini kebenarannya melalui berberapa pengujian dan analisa terentu.
Saudaraku, karena kita tidakmendengar hadits itu secaralangsung dari Rasulullah SAW, maka jalan penyampaian hadits itu dan orang-orang yang menyampaikan hadits itu , harus dapat memberikan keyakinan serta dapat diuji kebenarannya tentang kebenaran hadits itu. Dalam kajian sejarah para perawi diketahui bagaimana cara perawi menerima atau menyampaikan hadits .
1. Ada yang melihat atau mendengar
2. Ada yang tidak melalui perantaraan pancaindera, misalnya dengan lafaz diberitakan dll.
3. Dapat diketahui pula banyak sedikitnya orang yang meriwayatkan hadits itu.
Apabila yang meriwayatkan sedemikian banyak , dan diketahui bahwa sekian banyak perawi itu tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, maka penyampaiannya itu adalah secara mutawatir.
Para ulama membagi hadits mutawatir menjadi 3 macam al
Para ulama membagi hadits mutawatir menjadi 3 macam al
1. Hadit mutawatir lafzi
2. Hadits mutawatir maknawi
3. Hadits mutawatir amali.
Allahu a’lam
Demikian pengertian secara umum tentang hadits mutawatir, semoga bermanfaat. Adapun segala kesalahan maupun kekurangan dalam tulisan ini adalah karena kebodohan saya pribadi.
Sumber : http://qyonglee.multiply.com
Pustaka :
1. Emdang Soetari AD, Ilmu Hadits , Bandung
2. Mahmud Tohan dalam Taisir Mustalah Hadits.
3. Muhammad ‘ajaj al-Khatib, Qodirun Nur
4. Ahmad Musyafiq, Ushulul hadits
5. ‘ushul hadits ‘Ulumuhu wa musthalahuhu
6. Dll
2. Hadits mutawatir maknawi
3. Hadits mutawatir amali.
Allahu a’lam
Demikian pengertian secara umum tentang hadits mutawatir, semoga bermanfaat. Adapun segala kesalahan maupun kekurangan dalam tulisan ini adalah karena kebodohan saya pribadi.
Sumber : http://qyonglee.multiply.com
Pustaka :
1. Emdang Soetari AD, Ilmu Hadits , Bandung
2. Mahmud Tohan dalam Taisir Mustalah Hadits.
3. Muhammad ‘ajaj al-Khatib, Qodirun Nur
4. Ahmad Musyafiq, Ushulul hadits
5. ‘ushul hadits ‘Ulumuhu wa musthalahuhu
6. Dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar