Rasulullah SAW, pernah bersabda : "Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya."
Rasulullah SAW, memandang Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab dan bersabda, "Suatu saat nanti, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do'a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi".
Saudaraku, siapakah orang ini , apa keistimewaanya, padahal ia kesehariaanya tak ada orang yang menghiraukannya. Padahal jika ia bersumpah ‘demi Allah’ pasti terkabul.
Bagi sahabat , Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khatthab, pesan Rasulullah saw. itu menimbulkan teka-teki dan rasa ingin tahu yang sangat . Siapakah sebenarnya Uwais Al-Qarni yang disebut sebagai penghuni langit itu?
“Jangan lalai kalau kalian berjumpa dengan dia, mintalah doa dan istighfar kepadanya. Sebab ia bukan penduduk bumi. Ia salah seorang penghuni langit.” Demikian wasiat Rasulullah. “Perhatikanlah tanda putih di tengah telapak tangannya.”
Mengapa sekeras itu beliau berpesan?
Kemuliaan apa yang dimiliki Uwais Al-Qarni?
Kejadiannya bermula ketika mereka berdua bersama para sahabat lainnya baru kembali dari medan perang yang dipimpin langsung oleh Rasulullah.
Begitu tiba di rumah, Rasulullah segera mendatangi istrinya, Aisyah, dan bertanya, “Apakah ada seseorang dari Yaman yang mencari aku?”
‘Betul ,ya Rasulullah ‘ jawab Aisyah. ‘Ia sengaja berangkat dari Yaman ingin menemuimu. Karena engkau tidak ada dan ia telah berjanji tak kan meninggalkan ibunya terlalu lama, maka buru-buru ia pulang ke Yaman walaupun sudah saya katakan sebentar lagi. Rasulullah akan tiba.’
Ali dan Umar saling keheranan .Jarak dari Yaman ke Madinah terbentang lebih 400 mil. Ia telah datang begitu susah payah. Namun, demi menunaikan janji kepada ibunya ia lebih suka tidak bertemu dengan Nabi daripada membuat ibunya tidak senang hati. Masya AllAh, alangkah agungnya kebaktian Uwais Al-Qarni kepada ibunya.
“Karena pengabdiannya yang begitu tulus kepada ibunya, maka Uwais Al-Qarni diangkat menjadi penghuni langit,” demikianlah sabda Rasulullah saw. Para sahabat termenung menyadari kualitas keimanannya masing-masing.
Waktu terus berjalan , tahun demi tahun berlalu , Rasulullah pun telah wafat, khalifah, Abu Bakar As-Shiddiq, juga telah wafat .
Sampai saat itupun , Umar bin Khatthab masih terus mencari-mencari kesempatan agar dapat menjumpai Uwais Al-Qarni.
Berdua dengan Ali bin Abi Thalib, tiap kali ada kafilah dari Yaman, mereka selalu bertanya apakah ada Uwais Al-Qarni terdapat di antara rombongannya. Begitu sering mereka menanyakan Uwais Al-Qarni kepada kafilah yang lalu lalang antara Yaman dan Hijaz, sampai orang Yaman sangat keheranan.
Bagi mereka , Uwais Al-Qarni hanyalah seorang fakir penggembala ternah. Ia tidak mempunyai keistimewaan apa-apa. Tetapi, mengapa khalifah bersemnagat mencarinya?
Akhirnya keinginan Umar bin Khatthab dan Ali bin Abi Thalib baru terpenuhi sesudah mendapat kabar kedatangan kafilah dari Yaman yang singgah di Madinah dalam perjalanan menuju ke Syam.
Kepada kafilah , Umar bertanya, “Adakah di antara pelayan Saudara seorang bijak bernama Uwais Al-Qarni?”
Orang itu menjawab, “Memang nama itu terdapat dalam rombongan kami. Tetapi ia bukan orang bijak. Ia hanya pelayan paling bawah yang bertugas mengurusi unta-unta kami.”
Tanpa membuang waktu lagi, Umar dan Ali pergi ketempat yang ditunjukkan pimpinan kafilah tadi. Tiba di kemah orang yang dicari-carinya itu, Umar mengucapkan salam. Tidak ada jawaban dari dalam karena Uwais sedang mengerjakan shalat sunnah.
Sesudah selesai , barulah Uwais keluar dari kemahnya dan mengulurkan tangan. Dengan serta merta disambut hangat oleh kedua sahabat besar tersebut. Oleh Umar tangan Uwais dibalikkan untuk dapat melihat telapak tangannya. Sungguh benar apa yang disabdakan Rasulullah. Terdapat sebuah tanda putih di telapak tangan Uwais. Dan begitu tanda putih tersebut terlihat nyata, mendadak wajah Uwais bersinar gemerlapan.
Umar pun bertanya untuk menegaskan rasa ingin tahunya, “Siapakah Saudara?”
Uwais menjawab ringan, “Saya? Hanyalah hamba Allah (Abdullah),”
Umar dan Ali tersenyum, “Kami pun Abdullah, hamba Allah. Maksud kami, siapakah nama Saudara sebenarnya ?”
Dijawabnya “Nama saya Uwais Al-Qarni”.
Sebagaimana telah disabdakan Rasulullah dahulu , Khalifah Umar ra dan Sayyidina Ali kemudian meminta Uwais mendo’akan mereka.
Uwais menghindar, “Saya yang sebenarnya lebih pantas meminta do’a tuan berdua”.
Mengingat sudah disabdakan Nabi saw maka dua Sahabat ra ini mendesak, “Kami berdua datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari Anda”.
Akhirnya Uwais al-Qorni mengangkat dua tangan, berdo’a dan bacakan istighfar bagi keduanya.
Kemudian saat Khalifah hendak mensedekahkan dirham untuk kesejahteraan Uwais.
Tapi Uwais al-Qarni menolaknya , dan memohon, ‘ Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir hina ini tidak diketahui orang lagi". Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya.
Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais, dan bercerita bahwa suatu ketika kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang. Tiba-tiba datanglah angin topan dan air laut bergolak hebat . Hempasan ombak menghantam kapal hingga oleng kesana kemari. Kami jadi sangat ketakutan .
Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Namun , lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan sholat di atas air.
Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. "Wahai waliyullah," Tolonglah kami!" tetapi lelaki itu tidak menoleh.
Lalu kami berseru lagi, "Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!" Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata,
"Apa yang terjadi ?"
"Tidakkah tuan melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak?" tanya kami.
"Dekatkanlah diri kalian pada Allah!" katanya.
"Kami telah melakukannya."
"Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim!"
Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih.
Demi Allah, sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut.
Lalu orang itu berkata pada kami ,"Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat". "Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? "Tanya kami.
"Uwais al-Qorni". Jawabnya dengan singkat.
Kemudian kami berkata lagi kepadanya, "Sesungguhnya harta yang ada dikapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir."
"Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?" tanyanya.
"tentu ,tuan "jawab kami. Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdo'a.
Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Benar sabda Rasulullah, bahwa dia adalah penghuni langit, seorang sahabat yang sangat sederhana, dilupakan dan diremehkan orang-orang sekitarnya. Namun para makhluk penghuni langit menghormatinya, karena ketaqwaan dan kezuhudan-nya kepada Allah, serta karena baktinya kepada ibunya.
Allahu a’lam
Sumber : dikutip secara bebas dari beberapa sumber bacaan.
Begitu tiba di rumah, Rasulullah segera mendatangi istrinya, Aisyah, dan bertanya, “Apakah ada seseorang dari Yaman yang mencari aku?”
‘Betul ,ya Rasulullah ‘ jawab Aisyah. ‘Ia sengaja berangkat dari Yaman ingin menemuimu. Karena engkau tidak ada dan ia telah berjanji tak kan meninggalkan ibunya terlalu lama, maka buru-buru ia pulang ke Yaman walaupun sudah saya katakan sebentar lagi. Rasulullah akan tiba.’
Ali dan Umar saling keheranan .Jarak dari Yaman ke Madinah terbentang lebih 400 mil. Ia telah datang begitu susah payah. Namun, demi menunaikan janji kepada ibunya ia lebih suka tidak bertemu dengan Nabi daripada membuat ibunya tidak senang hati. Masya AllAh, alangkah agungnya kebaktian Uwais Al-Qarni kepada ibunya.
“Karena pengabdiannya yang begitu tulus kepada ibunya, maka Uwais Al-Qarni diangkat menjadi penghuni langit,” demikianlah sabda Rasulullah saw. Para sahabat termenung menyadari kualitas keimanannya masing-masing.
Waktu terus berjalan , tahun demi tahun berlalu , Rasulullah pun telah wafat, khalifah, Abu Bakar As-Shiddiq, juga telah wafat .
Sampai saat itupun , Umar bin Khatthab masih terus mencari-mencari kesempatan agar dapat menjumpai Uwais Al-Qarni.
Berdua dengan Ali bin Abi Thalib, tiap kali ada kafilah dari Yaman, mereka selalu bertanya apakah ada Uwais Al-Qarni terdapat di antara rombongannya. Begitu sering mereka menanyakan Uwais Al-Qarni kepada kafilah yang lalu lalang antara Yaman dan Hijaz, sampai orang Yaman sangat keheranan.
Bagi mereka , Uwais Al-Qarni hanyalah seorang fakir penggembala ternah. Ia tidak mempunyai keistimewaan apa-apa. Tetapi, mengapa khalifah bersemnagat mencarinya?
Akhirnya keinginan Umar bin Khatthab dan Ali bin Abi Thalib baru terpenuhi sesudah mendapat kabar kedatangan kafilah dari Yaman yang singgah di Madinah dalam perjalanan menuju ke Syam.
Kepada kafilah , Umar bertanya, “Adakah di antara pelayan Saudara seorang bijak bernama Uwais Al-Qarni?”
Orang itu menjawab, “Memang nama itu terdapat dalam rombongan kami. Tetapi ia bukan orang bijak. Ia hanya pelayan paling bawah yang bertugas mengurusi unta-unta kami.”
Tanpa membuang waktu lagi, Umar dan Ali pergi ketempat yang ditunjukkan pimpinan kafilah tadi. Tiba di kemah orang yang dicari-carinya itu, Umar mengucapkan salam. Tidak ada jawaban dari dalam karena Uwais sedang mengerjakan shalat sunnah.
Sesudah selesai , barulah Uwais keluar dari kemahnya dan mengulurkan tangan. Dengan serta merta disambut hangat oleh kedua sahabat besar tersebut. Oleh Umar tangan Uwais dibalikkan untuk dapat melihat telapak tangannya. Sungguh benar apa yang disabdakan Rasulullah. Terdapat sebuah tanda putih di telapak tangan Uwais. Dan begitu tanda putih tersebut terlihat nyata, mendadak wajah Uwais bersinar gemerlapan.
Umar pun bertanya untuk menegaskan rasa ingin tahunya, “Siapakah Saudara?”
Uwais menjawab ringan, “Saya? Hanyalah hamba Allah (Abdullah),”
Umar dan Ali tersenyum, “Kami pun Abdullah, hamba Allah. Maksud kami, siapakah nama Saudara sebenarnya ?”
Dijawabnya “Nama saya Uwais Al-Qarni”.
Sebagaimana telah disabdakan Rasulullah dahulu , Khalifah Umar ra dan Sayyidina Ali kemudian meminta Uwais mendo’akan mereka.
Uwais menghindar, “Saya yang sebenarnya lebih pantas meminta do’a tuan berdua”.
Mengingat sudah disabdakan Nabi saw maka dua Sahabat ra ini mendesak, “Kami berdua datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari Anda”.
Akhirnya Uwais al-Qorni mengangkat dua tangan, berdo’a dan bacakan istighfar bagi keduanya.
Kemudian saat Khalifah hendak mensedekahkan dirham untuk kesejahteraan Uwais.
Tapi Uwais al-Qarni menolaknya , dan memohon, ‘ Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir hina ini tidak diketahui orang lagi". Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya.
Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais, dan bercerita bahwa suatu ketika kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang. Tiba-tiba datanglah angin topan dan air laut bergolak hebat . Hempasan ombak menghantam kapal hingga oleng kesana kemari. Kami jadi sangat ketakutan .
Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Namun , lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan sholat di atas air.
Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. "Wahai waliyullah," Tolonglah kami!" tetapi lelaki itu tidak menoleh.
Lalu kami berseru lagi, "Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!" Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata,
"Apa yang terjadi ?"
"Tidakkah tuan melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak?" tanya kami.
"Dekatkanlah diri kalian pada Allah!" katanya.
"Kami telah melakukannya."
"Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim!"
Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih.
Demi Allah, sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut.
Lalu orang itu berkata pada kami ,"Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat". "Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? "Tanya kami.
"Uwais al-Qorni". Jawabnya dengan singkat.
Kemudian kami berkata lagi kepadanya, "Sesungguhnya harta yang ada dikapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir."
"Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?" tanyanya.
"tentu ,tuan "jawab kami. Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdo'a.
Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Benar sabda Rasulullah, bahwa dia adalah penghuni langit, seorang sahabat yang sangat sederhana, dilupakan dan diremehkan orang-orang sekitarnya. Namun para makhluk penghuni langit menghormatinya, karena ketaqwaan dan kezuhudan-nya kepada Allah, serta karena baktinya kepada ibunya.
Allahu a’lam
Sumber : dikutip secara bebas dari beberapa sumber bacaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar