Abdullah bin Mas’ud ra bertanya ,’ Wahai
Rasulullah , amalan apa yg paling utama?’. Rasulullah menjawab , yg artinya ,”
Mengerjakan shalat tepat pd waktunya”,... (Hr Muslim). Shalat adl amalan yg paling dicintai Allah utk didirikan
oleh hamba yg hendak mendekatkan diri kepada-Nya. Shalat adl kewajiban yg
ditetapkan pewajibnya.
Bagaimana kita dpt bersikap profesional dlm
hal ini ?
Dalam manajemen
, profesionalisme mrp suatu tingkah laku suatu tujuan atau suatu rangkaian
kualitas yg menandai coraknya suatu profesi. Ada istilah profesi , yg sering dikaitkan
dg kegiatan atau job kita. Dalam perbendaharaan
Angglo Saxon tidak hanya terkandung pengertian pekerjaan saja. Profesi
mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan
latihan, tetapi dalam arti profession yg
lebih kepemahaman suatu “panggilan”. Profesionalisme juga mengacu kpd sikap mental , komitmen seseorang
pada suatu profesi untuk senantiasa
mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya.
Fauzi Muhammad Abu Zayd (Kayfa
Yuhibbujallah Dar Al-Iman Wa Al Hayah), berkata bhw apakah dapat dikatakan
profesional dlm shalat , bila ia menunggu dikumandangkan adzan oleh muadzin
lebih dulu baru kemudian ia berangkat menuju masjid.
Tentu tidak, Mengapa? Karena jika demikian
maka ia belum dikatakan sebagai seorang profesional dalam shalat. Seharunyalah kita sudah menunggu adzan
dirumah Maulanya ‘Azza wa Jalla, karena seperti itulah maka seorang hamba
mendapatkan kemuliaan orang-orang shalih. Dimana mereka tak pernah dikumandangkan
adzan kecuali mereka sudah berada di rumah Allah, bersiap-siap untuk
mengerjakan shalat.
Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, yang
artinya,” Salah seorang diantara kalian masih dianggap mengerjakan shalat selai
ia menunggu shalat, tiada yang mencegahnya dari pulang ke keluarganya kecuali
menunggu shalat”. (dari Abu Hurairah ra, pada jami’al al-ahadits wa
al-Marasil).
Syaikh Fauzi Muhammad, menyatakan sebab
jika aku berbincang-bincang dengan si fulan,lalu muadzin mengumandangkan adzan,
maka aku akan berangkat ke masjid dalam keadaan masih memikirkan perbincangan
kami barusan, aku masih mengingat-ingat hal itu, lantas bagaimana keadaan
shalatku jika demikian ?
Lalu seharusnya bagaimana ?
Aku harus menghentikan berbagai kesibukan
alamiah, segala kesibukan duniawi. Aku harus membersihkan diriku lahir batin.
Aku harus segera berangkat ke rumah
Rabbku, untuk menyibukkan diri selama beberpa menit dengan berzikir mengingat
Allah, atau dengan memohon ampun kepada-Nya atau untuk membaca kitab-Nya atau
dengan membaca shalawat dan salam kepada Rasul-Nya.
Maka dengan itu, seseorang dapat
mempersiapkan hatinya untuk berjumpa dengan Maulanya dan bermunajat kepada-Nya.
Inilah shalat orang-orang yang profesional, shalat orang-orang yang kembali
kepada-Nya. Jadi seseorang harus mempersiapkan diri sebelum shalat.
Imam Sa’id bin Musayyab ra bertutur tentang
masalah ini,’selama aku jalani kehidupan dalam waktu empat puluh tahun,tak
pernah sekalipun muadzin mengumandangkan adzan kecuali aku sudah berada di dalam
masjid Rasulullah SAW (masjid Nabawi).
Seseorang bertanya kpd Sa’id, tentang siapa
yg biasa mengerjakan shalat jama’ah disampingnya ?
Beliau menjawab ,’aku mengerjakan shalat
jamaah selama empat puluh tahun , tanpa pernah terbersit di dalam benakku sekalipun
tentang siapa yang berada di sebelah kananku dan siapa yang berada di sebelah
kiriku’.
Semua itu karena ia terlalu sibuk dengan Allah.
Bisa jadi seperti itulah tentang
shalatnya orang-orang profesional, shalatnya orang-orang yang memahami shalat
dengan baik.
Shalat adalah rukun yang paling penting, rukun pertama
dalam manhaj taqarrub kepada-Nya, dalam rangka menggapai cinta-Nya.
Sebagaimana firman-Nya, yang artinya ,”
Jagalah shalat-shalat itu dan shalat wustha, kemudian berdirilah kalian menghadap
kepada Allah dalam keadaan tunduk”, (Qs. Al-Baqarah : 238).
Dalam ayat tersebut disebutkan lafazh
qanitin , yaitu orang yang rajin beribadah, tetapi itu dilakukan sesudah
menjaga pelaksanaan shalat. Tambahan apapun di dalam ibadah dan di dalam amal shalih,
tidak benar dan tidak diperbolehkan kecuali sesudah kukuhnya asas yang pertama, yakni menjaga shalat fardhu
pada waktunya.
Jadi amatlah penting menjaga shalat fardhu
tepat pada waktunya, terutama shalat yang dipersaksikan, yang Allah berfirman ,
yang artinya,” Dan Shalat Shubuh,sesungguhnya shalat shubuh dihadiri (oleh para
malaikat),” (Qs. Al-Isra’ : 78).
Sesungguhnya shalat shubuh adalah shalat
yang dihadiri wajah Allah, disertai cahaya-cahaya kekasih-Nya dan orang
pilihan-Nya, diiringi perbendaharaan anugerah Allah,dilengkapi dengan
perbendaharaan pemberian Allah, dan semua ini terbuka untuk hamba-hamba-Nya,
karena saat itu adalah saat pembagian rizki yang bersifat spiritual dan psikis
bagi hamba-hamba-Nya yang shalih.
Cukuplah kiranya hal itu dijelaskan oleh
Rasulullah yang artinya ,” Barang siapa
yang mengerjakan shalat selama empat puluh hari secara berjamaah dengan terus
mendapatkan takbiratul ula yang dilakukan imam, maka ditetapkan atasnya dua
pembebasan diri : pembebasan dari api neraka dan pembebasan diri dari
kemunafikan” (Sunan At-Tirmidzi dari
Anas bin Malik ra).
Dalam riwayat lain,” Barang siapa
mengerjakan shalat shubuh secara berjamaah....(dari Abu Mahdzurah ra , pada
sejumlah hadits dan marasil).
Saudaraku, kita harus berupaya menjaga dan
menunaikan kewajiban itu tepat pada waktunya, yakni shalat-shalat fardhu.
Semoga Allah memudahkan, meringankan dan menggerakkan kita untuk dapat berjuang
menjadi profesional dalam mendirikan shalat.
Allahu a’lam
Sumber kutipan : Fauzi Muhammad Abu Zayd : Kayfa Yuhibbujallah
Dar Al-Iman Wa Al Hayah, dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar