Maksiat
atau perbuatan dosa , akan menumbuhkan perbuatan maksiat yg serupa dan satu
sama lainnya saling mendukung shg melahirkan melahirkan maksiat-maksiat bentuk
baru. Shg seorang hamba akan terus terbeenggu dari satu maksiat ke maksiat baru
yg lebih besar , dan akhirnya ia tak bisa lagi melepaskan diri dari lingkaran
keburukan maksiat itu.
Disisi
lain , para ulama salaf berkata, bhw sesungguhnya hukuman dari perbuatan buruk
adl munculnya perbuatan buruk
sesudahnya. Sementara pahala dari perbuatan baik adl perbuatan baik
selanjutnya. Ketika seorang hamba melakukan kebaikan, mk kebaikan yg lain akan
berkata ,’kerjakan aku juga’. Apabila hamba itu melakukan kebaikan kedua, mk
kebaikan ketiga akan mengatakan hal serupa dan demikian seterusnya. Shg
akhirnya semakin bertambahlah keuntungan , juga motivasi utk melakukan kebaikan
selanjutnta dan semakin bertumpuklah aset kebaikannya.
Dr
Ibrahim elfiky dalam Quwwat al Tafkir , menyatakan bahwa kebiasaan perilaku
manusia terbentuk dari cara yang sama, yaitu pengulangan perilaku, kemudian
terikat dalam perasaan. Selanjutnya terbentuklah file khusus yang berkaitan dengan
kebiasaan itu . Setiap kali perilaku tersebut diulang, maka makin kuatlah
rekaman yang tersimpan di akal bawah sadarnya. Jika pada kesempatan lain ia
menghadapi kondisi yang sama maka ia akan berikap sama.
Demikian
juga sistem yang berlaku pada seluruh sikap perilaku termasuk di dunia maksiat.
Akhirnya , ketaatan dan maksiat itu akan menjadi kondisi yang mendarah daging,
sifat yang bersenyawa dalam jiwa seseorang dan watak yang melekat.
Seseorang
hamba yang mempunyai kebiasaan perperilaku buruk (maksiat). Sebenarnya ia tahu
dan menyadari bahwa kebiasaan ini negatif dan merugikan. Ia juga tahu bahwa
perbuatan itu akan menyebabkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain. Namun
yang menjadi keanehan ia tetap melakukan atau mengulai perbuatan itu. Mengapa
demikian ?
Ya
karena sudah menjadi kebiasaan, yang tersimpan kuat di alam bawah sadarnya
bahwa seakan ia mendapatkan kesengangan dari perbuatan itu.
Kalau
seseorang hamba yang pada dasarnya baik ( terbiasa dengan perbuatan baik dan
bermanfaat) , bila suatu ketika ia menelantarkan kebaikan, maka ia akan merasa
hatinya sempit, seakan bumipun terasa sempit baginya. Ia merasa laksana ikan
dipisahkan dari air yang menjadi habitatnya. Bila ia sudah dikembalikan lagi ke
habitatnya (kebiasaanya yang baik) , maka ia akan merasakan ketenangan dan kedamaian.
Para
pelaku dosa ketika tidak melakukan maksiat dan harus taat kepada Allah, maka
akan merasakan hidupnya tertekan dan dadanya sempit sampai akhirnya ia terbiasa
dengan perilaku barunya yaitu ketaatan kepada-Nya.
Sehingga
kebanyakan orang fasiq akan terjerembab dalam kemaksiatan yang terus menerus
tanpa mereka bisa merasakan kelezatannya, dan tidak ada pendorongnya kecuali
mereka akan merasakan kesakitan ketika harus berpisah dengan perbuatan maksiat
itu.
Seorang
hamba yang terus menerus bergumul dalam ketaatan, mengakrabinya, mencintainya ,
memilihnya , hingga akhirnya Allah memberinya dengan rahmat-Nya malaikat yang
mendorongnya dan menganjurkannya untuk terus mengerjakan ketaatan itu.
Pengulangan perbuatan ketaatan atau kebiasaan dalam
ketaatan ini akan berkelanjutan , sehingga tertanam kuat dalam akal seorang
hamba, sehingga meyakini kebiasaan ini menjadi bagian terpenting dari
perilakunya yang telah mengakar kuat.
Golongan
pertama memperkuat pasukan ketaatan dan menambah jumlahnya sehingga mereka
menjadi rekan dan pembantunya yang paling dekat.
Sementara
golongan yang lain memperkuat pasukan kemaksiatan dalamjumlah yang semakin
banyaksehingga akhirnya pasukan itu membisikan ataumemotivasi serta membantunya
makin terjerumus dalam kemaksiatan.
Allahu
a’lam
Sumber
: Dr Ibrahim elFiky ; Quwwat al Tafkir , Ibn Qayyim al-Jauziyah ; Al Jawab
al-kafi liman Sa’ala ‘an al jawab al-Syafi, dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar