Assalamu
‘alaikum. saya mau bertanya mengenai shalat tahajjud di bulan
ramadhan, setelah melaksanakan shalat taraweh dan witir apakah kita
masih dibolehkan untuk bertahajjud lagi tengah malamnya? Tahajud setelah tarawih , diperbolehkan bagi orang yg sudah melaksanakan
shalat tarawih untuk menambah shalat malam dgn shalat tahajud. Ada beberapa
dalil yg dpt dikemukanan al :
Tahajjud
juga disebut dg qiyamullail, sebagaimana firman Allah SWT :
وَمِنَ اللَّيْلِ
فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَى أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا
مَّحْمُودًا
Artinya
: ”Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sbg suatu
ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yg
Terpuji.” (QS. Al Israa : 79)
Juga
firman Allah SWT :
يَا أَيُّهَا
الْمُزَّمِّلُ ﴿١﴾
قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٢﴾
نِصْفَهُ أَوِ انقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا ﴿٣﴾
قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٢﴾
نِصْفَهُ أَوِ انقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا ﴿٣﴾
Artinya : ”Hai orang yang berselimut (Muhammad). Bangunlah (untuk
sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya) (yaitu) seperduanya
atau kurangilah dari seperdua itu sedikit.” (QS Al Muzammil : 1 -3)
Namun
demikian ada juga yang mengatakan bahwa tahajjud dikerjakan pada pertengahan
atau akhir malam dan dilakukan setelah orang itu bangun dari tidur. Sedangkan
qiyamullail bisa dilakukan di awal, pertengahan atau akhir malam dan tidak
mesti setelah bangun dari tidur.
Adapun
shalat tarawih maka para ulama juga menyebutnya dengan qiyamullail di bulan
ramadhan yang dilakukan setelah menunaikan shalat isya dengan memanjangkan
berdirinya. Ia bisa juga disebut dengan tahajjud. Dinamakan tarawih dikarenakan
terdapat istirahat setelah dua kali salam.
Shalat tarawih ini merupakan sunnah muakkadah berdasarkan hadits
riwayat Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairoh bhw Rasulullah saw
bersabda,yg artinya ”Barangsiapa yg melakukan qiyamullail (tarawih) dengan penuh keimanan
dan keikhlasan maka dihapuskan dosa-dosanya yang lalu.”
Tentang
witir sendiri hukumnya adalah sama baik pada bulan ramadhan maupun diluar bulan
ramadhan, yaitu tidak ada dua witir dalam satu malam sebagaimana hadits yang
diriwayatkan Imam yang lima kecuali Ibnu Majah bahwa Rasulullah saw
bersabda,”Tidak ada dua witir dalam satu malam.” juga hadits yang diriwayatkan
oleh jama’ah kecuali Ibnu Majah bahwa Rasulullah saw bersabda,”Jadikanlah akhir
shalat kalian pada malam hari adalah witir.”
Maka
bagi siapa yang telah melakukan shalat tarawih dan witir bersama imam lalu
dirinya ingin melakukan kembali shalat malamnya maka hendaklah dia melakukan
shalat qiyamullailnya saja (genap) tanpa melakukan witir lagi berdasarkan
hadits-hadits diatas, demikian menurut para ulama Hanafi, Maliki, Hambali dan
pendapat yang masyhur dari para ulama Syafi’i.
Dalil
lainnya yang dipakai mereka adalah apa yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari
Ummu Salamah bahwa Nabi saw melakukan shalat dua rakaat setelah witir.” Imam
Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini juga diriwayatkan dari Abu Umamah, Aisyah
dan sahabat lainnya dari Rasulullah saw.
Ada
juga cara kedua yang merupakan pendapat para ulama Syafi’i kitab ”al Mausu’ah
al Fiqhiyah (2/9827)”—yaitu hendaklah orang itu mengawalinya dengan melakukan
shalat sunnahnya satu rakaat untuk menggenapkan witir yang telah dilakukan
sebelumnya kemudian melakukan shalatnya yang genap sekehendaknya kamudian
ditutup dengan witir.
Hal
ini diriwayatkan dari Utsman, Ali, Usamah, Sa’ad, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud dan
Ibnu Abbas sebagaimana ditegaskan oleh Imam Nawawi dan Ibnu Qudamah. Dan dalil
yang bisa jadi digunakan mereka adalah hadits,”Jadikanlah akhir shalat kalian
pada malam hari adalah witir.”
Selanjutnya dalam situs eramuslim seorang ulama
menyarankan dua hal:
Pertama, hendaknya ikut imam sampai selesai, dan jangan pulang sebelum imam
melakukan witir.
Tujuannya, agar kita mendapatkan keutamaan sebagaimana
yang disebutkan dalam hadis berikut,
مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى
يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَة
“Siapa saja yang ikut shalat tarawih berjemaah
bersama imam sampai selesai maka untuknya itu dicatat seperti shalat semalam
suntuk.” (H.r. Abu Daud dan Turmudzi; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Kedua, tidak boleh melakukan witir dua kali. Jika sudah witir bersama imam maka
ketika tahajud tidak boleh witir lagi. Ini berdasarkan hadis,
لَا وِتْرَانِ فِى لَيْلَةٍ
“Tidak boleh ada dua witir dalam satu malam.”
(Hr Abu Daud; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Dalam Fatwa Lajnah Daimah (6:45) disebutkan,
“Jika Anda shalat tarawih bersama imam maka yang lebih utama adalah melakukan
witir bersama imam, agar mendapatkan pahala sempurna, sebagaimana disebutkan
dalam hadis, ‘Barang siapa yang ikut shalat tarawih berjemaah bersama imam
sampai selesai maka untuknya itu dicatat seperti shalat semalam suntuk.’
(H.r. Abu Daud dan Turmudzi).
Jika Anda bangun diakhir malam dan ingin menambah
shalat maka silakan shalat sesuai keinginan, namun tanpa witir, karena tidak
ada witir dalam semalam.” (Ditanda-tangani oleh Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh
Abdurrazaq Afifi, Syekh Abdullah Ghadyan, Syekh Shaleh Al-Fauzan, Syekh Abdul
Aziz Alu Syekh, dan Syekh Bakr Abu Zaid)
Bagaimana cara mengakhiri tarawih bersama imam?
Ada dua cara:
1.
Anda ikut shalat witir bersama imam sampai selesai, dan nanti tidak witir
lagi.
2.
Ketika imam salam pada saat shalat witir, Anda berdiri dan menggenapkannya
dg satu rakaat, sehingga Anda belum dianggap melakukan witir. Kemudian, di
akhir malam, Anda bisa shalat tahajud dan melakukan witir.
Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin mengatakan,
“Apabila orang yang hendak shalat tahajud mengikuti imam dalam shalat witir
maka hendaknya dia genapkan, dengan dia tambahkan satu rakaat. Ini adalah salah
satu cara untuk orang yang hendak tahajud. Dia ikut imam dalam shalat witir dan
dia genapkan rakaatnya dengan menambahkan satu rakaat, sehingga shalatnya yang
terakhir di malam hari adalah shalat witir ….
Dengan demikian, dengan cara ini, dia akan mendapatkan
dua amal: mengikuti imam sampai selesai dan dia juga mendapatkan sunah
menjadikan akhir shalat malam dengan shalat witir. Ini adalah satu amal yang
baik.” (Syarhul Mumthi’, 4:65–66)
Pada
sepertiga terakhir bulan Ramadhan, kaum Muslimin diperintahkan meningkatkan
ibadahnya. Sebab pada hari-hari tersebut dipenuhi dengan kebaikan, keutamaan,
serta pahala yang melimpah. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari
seribu bulan.
“Lailatul
Qadr (malam kemuliaan) itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun
Malaikat-Malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala
urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (Qs. Al-Qadr :
3-5)
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam (SAW) sangat bersungguh-sungguh menghidupkan
hari-hari tersebut. Sebagaimana diriwayatkan Ummul Mu’minin Aisyah Radhiyallahu
‘anha, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sangat bersungguh-sungguh pada
sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, melebihi kesungguhan beliau di waktu
yang lainnya.” (Riwayat Muslim)
Berikut
beberapa adab yang perlu diperhatikan dalam mengarungi hari-hari tersebut.
Pertama,
membaca
doa.
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ
“Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi menyukai permintaan maaf, maka maafkanlah aku.” (Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Kedua,
menghidupkan malam dengan banyak shalat.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yg mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadr karena iman dan mengharapkan pahala (dari Allah), niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yg mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadr karena iman dan mengharapkan pahala (dari Allah), niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Sufyan
Ats-Tsauri mengatakan bahwa amal yang paling ia sukai saat memasuki sepuluh
hari terakhir Ramadhan adalah shalat Tahajjud. Ini karena Rasulullah selalu
membangunkan keluarganya untuk shalat jika mereka mampu untuk itu. (Lathoif
Ma’arif, hal. 331)
Memang
menghidupkan sepuluh hari terakhir tidak harus dengan shalat, tapi bisa pula
dengan zikir, doa, dan membaca al-Qur’an. Namun amalan shalat adalah amalan
yang lebih utama dari amalan lainnya di malam tersebut berdasarkan Hadits di
atas.
Ketiga,
i’tikaf.
Dalam pengertian syariah, I’tikaf berarti berdiam diri di masjid sebagai ibadah yang disunahkan untuk dikerjakan di setiap waktu dan diutamakan pada bulan suci Ramadhan, dan lebih dikhususkan sepuluh hari terakhir untuk mengharapkan datangnya Lailatul Qadr. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda, “Dari Ibnu Umar ra. ia berkata, ‘Rasulullah biasa beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dalam pengertian syariah, I’tikaf berarti berdiam diri di masjid sebagai ibadah yang disunahkan untuk dikerjakan di setiap waktu dan diutamakan pada bulan suci Ramadhan, dan lebih dikhususkan sepuluh hari terakhir untuk mengharapkan datangnya Lailatul Qadr. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda, “Dari Ibnu Umar ra. ia berkata, ‘Rasulullah biasa beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Keempat,
bagi yg sudah berkeluarga dianjurkan menjauhi istrinya pd hari-hari tsb.
Pada
sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, Rasulullah SAW memperbanyak ibadah
dengan menjauhi istri-istrinya dari berjima’ (hubungan badan dengan istri).
Aisyah mengatakan, “Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh
hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya, menghidupkan
malamnya, dan membangunkan keluarganya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Kelima,
bagi wanita yang haid dianjurkan membaca al-Qur`an tanpa menyentuh mushaf.
Kemudian
banyak berzikir dengan membaca tasbih (subhanallah), tahlil (laa ilaha
illallah), tahmid (alhamdulillah), dan zikir lainnya. Selain itu juga
dianjurkan banyak berdoa.
Catatan tambahan
Syekh Shaleh Al-Fauzan mengatakan, “Jika ada orang
yang shalat tarawih dan shalat witir bersama imam, kemudian dia bangun malam
dan melaksanakan tahajud maka itu diperbolehkan, dan dia tidak perlu mengulangi
witir, tetapi cukup dengan witir yang dia laksanakan bersama imam …. Jika dia
ingin mengakhirkan witir di ujung malam maka itu diperbolehkan, namun dia tidak
mendapatkan keutamaan mengikuti imam. Yang paling utama adalah mengikuti imam
dan witir bersama imam.
Mengingat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
‘Barang siapa yang ikut shalat tarawih berjamaah bersama imam sampai selesai
maka untuknya itu dicatat seperti shalat semalam suntuk.’
Hendaknya dia
mengikuti imam, witir bersama imam, dan jangan jadikan ini penghalang untuk
bangun di akhir malam dalam rangka tahajud.” (Majmu’ Fatawa Syaikh Shaleh
Al-Fauzan, 1:435)
Wallahu
A’lam
Sumber kutipan : Ustadz Ammi Nur Baits ,Dewan
Pembina www.Konsultasi Syariah.com.
, eramuslim , ustad menjawab ,http://majalah.hidayatullah.com, Bahrul Ulum/Suara Hidayatullah AGUSTUS 2012,
dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar