Sa’id Abdul ‘Azhim dalam , Al-Atqiya’ al-akhfiya’ meriwayatkan bhw dari Amir bin Sa’id bhw
ayahnya, Sa’ad berada ditengah-tengah kambing gembalaannya. Suatu ketika anaknya
datang utk mengunjunginya. Sampai dihadapan ayahnya, si anak berkata, ’Duhai
ayah, puaskan engkau hidup sbg Badui yg hanya berada ditengah-2 kambingmu,
sedangkan banyak orang berjuang mencari kedudukan di Madinah’. Mk sang ayah
menepuk pundak anaknya,” Diamlah! Sungguh aku pernah mendengar Rasulullah
bersabda, yg artinya,” Sesungguhnya Allah mencintai hamba bertaqwa yang tidak
dikenal”. (Hr Muslim dan Ahmad). Sungguh Allah mencintai hamba bertaqwa yg
tidak terkenal dan berbuat kebajikan. Ketika tidak ada, mereka tidak
dicari-cari ketika ada pun tidak menarik perhatian dan juga tidak dikenali. Mereka ibarat
lentera-2 yg bercahaya lembut , yg selamat dari pekatnya debu kegelapan.
‘Abdullah bin Mubarak berkata bhw cintailah kesederhanaan demi menghindarri
popularitas, tetapi jangan menampakkan diri bahwa engkau mencintai kesederhaan
itu, sehingga engkau mengunggulkan dirimu. Sesungguhnya pengakuan sebagai orang
zuhud telah mengeluarkan dirimu dari kezuhudan, karena kamu telah berupaya
memperoleh pengakuan (pujian) orang lain.
Bahkan
Muthorrif bin ‘Abdullah berkata, sungguh , aku lebih suka sekiranya aku tidur
sepanjang malam dan tidur di pagi hari, daripada aku melaksanakan qiyamul lail
di malam hari , lantas bangun pagi dalam keadaan mengaumi diri.
Mereka
para genarsi shalih terdahulu, adalah orang-orang yang senantiasa takut
terhadap perasaan bangga kepada diri sendiri. Sampai-sampai Abu ‘Ubaidah ra
pernah berkata, aku hanyalah seorang Quraisy biasa. Jika ada seseorang dari
kalian , entah ia berkulit merah maupun berkulit hityam, namu ia melebihi
diriku dalam ketaqwaan, maka sungguh aku suka menjadi kulitnya saja.
Banyak
amalan yang dilaksanaka oleh Robi’ , dilakukan secara rahasia. Suatu ketika,
seseorang datang kepadanyasaat ia membuka mushaf. Ia pun segera menutup mushaf
itu dengan bajunya. Ia tak pernah terlihat melaksanakan shalat tathawwu’ di
masjid masyarakatnya, kecuali sekali saja. Ia pernah berkata bhw, semua amalan yang
tidak dimaksudkan untukmenggapai ridha Allah , maka amalan tsb akan musnah.
Diriwayatkan
dari Abdullah bin Mas’ud , ia berkata bahwa, kalian lebih lama shalatnya dan
lebih bersungguh-sungguh dibandingkan dengan para sahabat Rasulullah SAW,
tetapi mereka lebih utama dibanding kalian.
Lalu
kepadanya ditanyakan ,mengapa?
Ia
menjawab bahwa, mereka lebih zuhud terhadap dunia dan lebih besar minatnya
kepada akhirat dibanding kalian.
Banyak
ulama menyatakan beahwa jumlah orang yang taqi (bertaqwa) sekaligus khafi
(tidak terkenal) semakin sedikit. Diriwayatkan bahwa Fudhail bin ‘Iyadh pernah
berkata bahwa,hai manusia yang malang! Engkau berbuat jahat, tapi menganggap
diri telah berbuat baik. Engkau bodoh tetapi merasa pandai, bakhil tetapi
merasa dermawan, dungu tetapi merasa cerdas. Jatah hidupmu pendek, namun
angan-anganmu panjang.
Sufyan
berkata, bahwa sebab , bila seseorang itu paham agama, pasti tidak memburu
kedudukan sebagai pemimpin (jabatan), yang bisa menyebabkan penyesalan dan
kesengsaraaan bagi pemiliknya pada hari kiamat. Kecuali orang yang mengambil
kedudukan tsb sesuai dengan haknya dan menunaikan hak Allah didalamnya.
Saudaraku,
sungguh kita perlu mencontoh lebih dalam perilaku hamba-hamba yang bertaqwa
yang tidak dikenal itu, serta mempelajari ucapan-ucapan dan tindakan mereka. Mereka
adalah Thoi’fah manshuroh (golongan yang mendapat pertolongan Allah). Sebagaimana
hadits, yang artinya,” Sungguh bahagia orang-orang yang terasing. Yaitu orang-orang
shalih yang hidup ditengah mayoritas orang jahat, yg menentang mereka lebih
banyak daripada yang menaati mereka “
(Hr Ahmad, dishahihkan Al albani dll).
Ibn
‘Abdil Barr dalam Jami’u Bayani ‘ilmi Fadhlihi, menyatakan bahwa dimakruhkan
seseorang mempopulerkan dirinya sebagai orang yang memiliki ilmu, kezuhudan ,
keshalihan dengan cara menampakkan amalan-amalan, ucapan-ucapan dan
karomah-karomah agar dirinya banyak dikunjungi, diminta berkah dan doa, serta
dicium tangannya, sedangkan ia menyukai hali itu, bergembira dengannya dan
mengupayakan sebab-sebab terwujudnya.
Para
slafus shalih, sangat menjauhi popularitas bahkan membencinya. Diantara mereka
ada Ayyub, Nakho’i, Sufyan, Ahmad dan ulama-ulama rabbani lainnya. Demikian
pula Fudhoil, Dawud Ath-Tho’i dll dari kalangan ahli zuhud dan makrifat. Mereka
bahkan mencaci dirinya dengan cacian yang keras , dan menyembunyikan amal
mereka serapat mungkin. Banyak kalangan shalaf tidak suka diminta doa, salah seorang
dari mereka mengatakan kepada orang yang meminta doa kepadanya, memagnya aku
ini apa?
Abu
dawud dan Ibn Majah meriwayatkan hadits marfu dari Ibn ‘Umar, yang artinya
bahwa ,” Barang siapa mengenakan pakaian popularitas didunia, maka Allah kelak
akan mengenakan padanya pakaian kehinaan pada hari kiamat”. (Hadits shahih ,
muttafaqu ‘alaih).
Ibn
Ruslan berkata bahwa ancaman diatas disebabkan oleh tindakan orang tsb yang
mengenakan pakaian yang membuatnya menjadi terkenal, untuk berbangga diri
dihadapan orang lain. Sehingga pada hari kiamat kelak, Allah mengenakan padanya
dengann pakaian kehinaan sebagai hukuman baginya.
Allahu
‘alam
Sumber : Sa’id Abdul ‘Azhim
dalam Al-Atqiya’ al-akhfiya’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar