Perbuatan umumnya dilandasi oleh motivasi.
Motivasi inilah yg menjadi acuan pelaku utk mewujudkannya. Motivasi sbg
penyemangat dan konsepsi yg menuntut adanya pemenuhan. Dlm sudut ini, suatu tindakan yg dilakukan akan menjadi bernilai atau
bahkan hilang nilanya tergantung tujuan yg ditargetkan pelakunya. Misal ;
seseorang yg shalat dgn motivasi (tujuan yg ditargetkan) adl mengharap
ridha Allah , mk perbuatan ini menjadi amal terbaik, dan nilai ini akan akan
menjadi sia-sia dihadapan Allah bila ia melaksanakannya untuk msl mendapatkan
kedudukan atau kemuliaan di hadapan manusia lainnya. Dalam pemahaman ini , kita perlu cermat dlm penanaman bentuk
motivasi dalam diri di setiap tindakan kita.
Dr Umar
Sulaiman ‘Abdullah al-Asyqar (Al-Ikhlash , Fa’budullaha Mukhlisan Lahu ad-Din),
berkata bhw ikhlas sbg tujuan tunggal. Ikhlas bukan berarti menghadap kpd
Allah dlm suatu perbuatan, namun mengarahkan seluruh amal perbuatan semata kpd
Allah, bukan yg lain. Kita coba ulas
Tasmi' sbg salah satu bentuk dari berbagai ragam motivasi yg bisa jadi terlewatkan dari
perhatian.
Imam Bukhari dalam Shahihnya bab Ar-Riya’ wa as-Sum’ah, menyatakan bhw
Rasulullah saw bersabda, yg artinya “ Orang yg memperdengarkan sesuatu, mk
Allah memperdengarkannya , dan orang yg memperlihatkan sesuatu , maka Allah
memperlihatkannya “ (Hr Bukhari, riwayat dari Jundub bin abdullah , Fath
al-Bari XI -336).
Dalam sumber lain bahwa
Rasulullah bersabda, “barang
siapa ingin didengar amalnya, mk Allah akan memperdengarkan amalnya kpd
manusia. barang siapa ingin dilihat amalnya, mk Allah akan memperlihatkan
amalnya kepada manusia. (lafadz dari al-Bukhari).
Hadist Abu Hindi ad-Dari riwayat baihaqi, ath-Thabrani, dan
Ahmad dgn redaksi dari Imam Ahmad, sesungguhnya Abu Hindi mendengar Rasulullah
saw bersabda , yg artinya , “Barangsiapa yang melaksanakan suatu
amal dengan riya dan sum’ah, maka Allah akan memperlihatkan dan
memperdengarakan amal itu di hari kiamat. (al-Mundziri
berkata, “Sanadnya baik.” a;-Haitsami berkata, “Perawi Ahmad, al-Bazzar, dan
salah satu sanad at-Thabrani adalah para perawi yang shahih”).
Hadist riwayat Ibnu majah, Baihaqi dan al
Hakim, ia berkata, ” hadist ini shahih tidak ada penyakitnya.
Dari Zaid bin Aslam, dari bapaknya, bahwa
Uamr ra. telah keluar menuju masjid kemudian ia menemukan Muadz sedang menangis
dekat kuburan Rasululah saw. Umar berkata,
“Apa yang membuatmu menangis?” Muadz berkata, “Aku menangis karena ingat suatu
hadist yang pernah aku dengar dari Rasulullah saw, beliau berkata, “Riya yang
sedikit itu syirik. barangsiapa yang memusuhi wali-wali Allah, maka ia telah
memerangi Allah secara terang-terangan.
Sesungguhnya Allah Swt. mencintai orang-orang
yang berbuat baik yang bersih hatinya, dan tersembunyi. Jika mereka tidak ada,
maka mereka di cari, jika mereka hadir, maka mereka tidak di kenal. hati mereka
merupakan pelita-pelita petunjuk, mereka keluar dari setiap debu yang gelap”
Dari hal itu, maka ada perbedaan antara riya’
dan sum’ah , dimana riya’ adalah beramal agar dilihat orang lain, sedangkan
sum’ah beramal agar diperdengarkan orang lain.
Al Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari ,
menyatakan bahwa yang dimaksud engan sum’ah sama seperti dalam pengertian
riya’, hanya saja sum’ah berkaitan dengan indera pendengaran, sedangkan riya’
berkaitan dengan indera penglihatan.
Adapun pemahaman tentang tasmi’ adalah
memperdengarkan. Al-‘Izz bin ‘Abdissalam dalam Qawa’id al Ahkam, berpendapat
bahwa yang dimaksud dengan memperdengarkan adalah menceritakan amal ketaatan
yang telah dilakukan kepada orang yang tidak menyaksikannya. Adapun riya’
adalah ketaatan yang diperlihatkan oleh pelakunya agar dilihat orang lain.
Al-‘Izz juga berkata bahwa amal perbuatan
hati terjaga dari riya’. Mengingat riya’ hanya ada pada amal perbuatan zhahir
(lahiriah) yang tampak atau terdengar. Sedangkan tami’ mempunyai pemahaman
lebih umum, mencakup amal perbuatan hati dan anggota badan. Sebagaimana
dicontohka amalan puasa yang termasuk amal perbuatan yang tidak tampak kecuali
dengan memperdengarkannya.
Al Nawawi dalam Syarh al-arba’in menyatakan
bahwa memperdengarkan adalah menceritakan amal perbuatan yang dilakukan secara
tersembunyi kepada orang lain.
Prof Dr Umar Sulaiman ‘Abdullah al-Asyqar
(Al-Ikhlash , Fa’budullaha Mukhlisan Lahu ad-Din) , menyataakan bahwa dengan
demikian , riya’ tidak termasuk dalam ibadah hati seperti cemas dan harap.
Namun dalam tasmi’ kadangkala orang menceritakan apa yangtersembunyi dengan
tujuan agar mendapat pujian orang lain.
Dalam Min Muqawimat Nafsiyah Islamiyah
(Hizbut Tahrir) , membahas bahwa tasmi’ adalah menceritakan aktivitas taqarub
kepada manusia untuk memperoleh keridhaan mereka. Dimana perbedaan antara riya
dan tasmi’ (sum’ah)
adalah riya itu menyertai suatu amal, sedangkan tasmi’ adalah setelah beramal.
Diulas juga bahwa riya tidak bisa diketahui
oleh orang lain, keculai oleh manusia dan Allah saja, dan tidak ada cara bagi
orang lain untuk mengetahuinya. bahkan orang yang riya sekalipun terkadang
tidak tahu kalo ia sedang riya, kecuali jika ia berubah untuk menjadi IKHLAS.
Tasmi’ bisa terjadi ada pada taqarub yang
dilakukan secara sembuyi-sembunyi seperti orang yang shalat malam, dan di pagi
harinya ia menceritakan taqarubnya itu kepada orang lain. Tasmi’ pun bisa
terjadi pada taqarub yang terang-terangan di suatu tempat, kemudian diceritakan
kepada orang lain yang ada ditempat lain. semua itu dilakukan untuk mencari
keridhaan manusia.
Salah satu pelajaran mulia generasi terbaik para sahabat Rasulullah saw , dalam hal
keseriusan mereka mejauhkan diri dari sifat tasmi’. Sebagaimana diriwayatkan
oleh Abu Yusuf dalam al Atsar dari Abu Hanifah dari Ali bin al -Aqmar, bahwa
Umar bin al-Khattab pernah lewat kepada seorang laki-laki yang sedang makan
dengan tangan kirinya. Umar saat itu berdiri dan menghadap para sahabat yang
sedang makan.
Maka Umar berkata kepada Lelaki itu, “Wahai hamba Allah, makanlah dengan
tangan kananmu!”
Laki-laki itu menjawab, “Tangan kananku ‘sibuk’”.
Kemudian Umar menghampiri kedua dan ketiga
kalinya tapi laki-laki itu tetap makan dengan kirinya dan berkata seperti tadi.
Slanjutnya Umar berkata, “Sibuk dengan apa?”
laki-laki itu berkata, “Tangan kananku terputus pada perang
Mu’tah”. Maka Umar pun terkejut mendengar jawaban itu.
Kemudian berkata, “Lalu siapa yang mencuci pakaianmu? Siapa yang
meminyaki rambutmu? Siapa yang melayanimu?”.
Ali bin Akmar berkata, “Kemudian Umar
menyiapkan kebutuhannya. Umar memerintahkan agar ia diberi seorang budak, satu
tunggangan beserta makanan dan nafkahnya.” Para sahabat berkata, “Umar telah memberikan balasan
kebaikan kepada rakyatnya.”
Dari hadist riwayat al Bukhari dari Abu Musa yang
berkata, ” Kami pernah
keluar bersama Rasulullah saw. pada suatu peperangan. Pada saat itu jumlah kami
ada 6 orang. Diantara kami hanya ada satu unta yang dinaiki secara bergantian,
hingga kakiku pecah-pecah dan kukuku pun terkelupas. Pada saat itu kami
membalut kaki kami. Abu Musa menceritakan hal ini, kemudian ia tidak
menyukainya. ia berkata, “Kami berbuat bukan untuk diceritakan.” Seolah-olah
Abu Musa tidak suka sedikipun amalnya disebarkan.
Riya dan Tasmi’ diharamkan, tanpa ada
perbedaan pendapat tentangnya. dalinya, diantaranya , Sebagaimana Firman Allah, yang artinya ,” Maka siapa
saja yang berharap bertemu Tuhannya maka hendaklah beramal amalan yang shalih
dan tidak menyekutukan (Allah) dalam melakukan ibadah kepada-Nya (Q.S.
al-Kahfi : 110).
Ada beberapa
pendapat ulama ttg pengertian tasmi’ .
Misalnya Imam Nawawi dalam al-Majmû’
dari asy-Syâfi’i, beliau berkata: “Tidak akan mengetahui riya kecuali orang
yang ikhlas.” Ikhlas itu membutuhkan perhatian yang serius dan kesungguhan
jiwa. Tidak akan mampu berbuat ikhlas kecuali orang yang telah memisahkan diri
dari dunia.
Yang dimaksud At-Tasmi’ adalah menceritakan
aktivitas taqarub kepada manusia untuk memperolah keridhaan mereka. Perbedan
antara riya dan tasmi’ (sum’ah) adalah riya itu menyertai suatu amal, sedangkan
tasmi’ adalah setelah beramal. Riya tidak bisa diketahui kecuali oleh Allah dan
tidak ada cara bagi orang lain untuk mengetahuinya. Bahkan orang yang riya
sekali pun tidak akan mengetahui adanya riya dalam dirinya, kecuali jika ia
berubah menjadi ikhlas.
Tasmi’
bisa jadi ada dalam suatu taqarub yg dilakukan secara tersembunyi seperti orang
yang shalat di malam hari, dan di pagi harinya ia meceritakan taqarubnya itu
kepada orang lain. Tasmi’ bisa juga ada pada taqarub yang dilakukan secara terangterangan
di suatu tempat, kemudian diceritakan kepada orang lain yang ada di tempat
lain. Semua itu dilakukan dengan tujuan ingin memperoleh keridhaan manusia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, yg artinya ” Barangsiapa memperdengarkan amalnya kpd manusia,
maka Allah akan memperdengarkan amalnya pd pendengaran seluruh makhluk Allah.
Allah akan mengecilkan dan menghinakannya (di hari kiamat)." (al-Mundziri
berkata, “Salah satu sanad ath-Thabrani adalah perawi yang sahih”).
Sedangkan atsar dari salaf yang menunjukkan kebencian
terhadap riya’ dan menyatakan perang terhadapnya juga banyak sekali. Imam Al
Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin telah menyebutkan sebagian dari atsar tersebut.
Kami nukil sebagiannya untuk anda sebagai pelajaran dan peringatan:
Seorang lelaki berkata kepada Ubadah bin Ash
Shomit, ” Saya berperang dengan pedangku di jalan Allah dengan harapan
mendapat ridha Allah Ta’ala dan pujian manusia.” Ubadah berkata, ” Kamu tidak
mendapat apa-apa.” Lelaki tadi mengulang pernyataanya 3 kali dan Ubadah
menjawab dengan jawaban yang sama. Pada kali yang ketiga, Ubadah berkata, ”
Sesungguhnya Allah berfirman, ” Aku adalah dzat yang paling tidak butuh kepada
sekutu…. Al hadits.
Pendapat lainnya ttg tasmi’ yaitu seseorang melakukan suatu
amalan karena Allah ditempat sunyi yg tidak diketahui orang lain lalu ia
menceritakannya pada orang lain. Rasulullah saw bersabda , yg artinya :
“Barangsiapa yg menyiarkan amal kebaikannya mk Allah akan menyiarkan aibnya;
dan barangsiapa melakukan perbuatan riya’ mk Allah akan memperlihatkan
keburukannya.” [Mutafaqq ‘alaih; A Bukhari (6499, 7152) dan Muslim (2987) dari
Hadits Jundub rahimahullah]
Al-Maqdisi
berkata, “Yang tercela adalah seorang manusia yang
mencari ketenaran, sedangkan keberadaannya yang merupakan karunia dari Allah
subhanahu wata’ala tanpa dicari, maka hal tersebut sama sekali tidak tercela,
akan tetapi keberadaannya merupakan fitnah bagi orang orang yang lemah.”
Syaikh Al Mujahid Abdullah Khalid Al Adami
hafidhahullah, menyatakan bahwa Tasmi’ ialah menerangkan
amal-amal yang dikerjakan kepada orang lain untuk mendapatkan kemuliaan manfaat
dan tidak disakiti, dan ini hukumnya adalah haram.
Beliau
mendasarkan pada hadits Rasulullah yang artinya, “ "Barangsiapa yang beramal kerana sum'ah
(ingin didengar manusia) maka Allah akan membalasnya dengan diperdengarkan
kejelekannya. Dan barangsiapa yang berbuat riya’, maka Allah akan menampakkan
riya'nya" .
Dijelaskannya
bahwa hadis ini dikeluarkan dari jalan sahabat Jundub oleh Imam Bukhari dalam
sahihnya, kitab al Riqaq, bab al Riya’ Wa Al Sum’ah no. hadis 6,499, halaman
11/335. Imam Muslim dalam sahihnya, Ibn Majah dalam sunannya dan Ahmad bin
Hanbal dalam Musnadnya.
Sebagaimana juga dikeluarkan dari jalan riwayat sahabat Abu Sa’id Al Khudri oleh Imam Tarmidzi dalam Jami’ (sunan)nya, Ibn Majah dalam Sunannya dan Imam Ahmad b Hanbal dalam Musnadnya (no 18.055)
At
Tirmidzi berkata: “Hadis ini juga diriwayatkan dari sahabat Jundub dan Abdullah
b Amru. Hadis ini adalah Hasan sahih dari sisi ini”
Dalam memberikan komentar mengenai kenyataan Imam Al Tirmidzi ini, Syaikh Abulrahman Al Mubarakfuri berkata: “Hadis Jundub ini telah dikeluarkan oleh Syaikhan (Al Bukhari dan Muslim). Sedangkan hadis Abdullah b Amru telah dikeluarkan oleh Al Thabarani secara marfu’ (sanadnya sampai kepada nabi) dengan lafaz yang sedikit penambahan.
Al
Mundzhiri, setelah menyampaikan hadis ini berkata dalam kitab Al Taghrib: Hadis
ini diriwayatkan oleh At Thabarani dengan beberapa sanad periwayatan. Salah
satunya sahih dan demikian juga Al Baihaqi”
Adapun menurut beliau bahwa , barangsiapa yang beramal dengan suatu amal dengan niat agar orang lain mendengar perbuatan dan memujinya, maka Allah akan membalas dengan membuatnya terkenal. Pada hari kiamat , niat amal tersebut akan dibongkar dan dibalas dihadapan makhluk. Dan barangsiapa yang melakukan suatu amal dengan niat agar manusia melihatnya di dunia, (riya’) maka Allah akan membalasnya dengan menampakkan riya’ dihadapan makhluk.
Al Musaibi
menyebut bahawa yang menjadi penyebab riya’ adalah kerana “Senang dipuji dan
takut dicela, tunduk kepada dunia dan tamak kepada yang dimiliki orang lain”
. Ini dapat disimpulkan bahawa puncanya
ialah kerana ia amat suka dipuji dan takut dicela.
Kemudian hadits Abdullah bin Amru, riwayat ath-Thabrâni dan Baihaqi, ia berkata; aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda, yang artinya” Barangsiapa memperdengarkan amalnya kepada manusia, maka Allah akan memperdengarkan amalnya pada pendengaran seluruh makhluk Allah. Allah akan mengecilkan dan menghinakannya (di hari kiamat)." (al-Mundziri berkata, “Salah satu sanad ath-Thabrâni adalah perawi yang sahih”).
Hadits Auf
bin Malik al-Asyja’iy riwayat ath-Thabrani dengan sanad yang hasan, ia berkata;
aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda, yang artinya ”Barangsiapa yang
melaksanakan suatu amal dengan riya, maka Allah akan memperlihatkan amal itu di
hari kiamat. Dan barangsiapa yang beramal dengan sum’ah, maka Allah akan
memperdengarkan amal itu di hari kiamat."
Az-Zubaidi
dan ash-Shafi telah mengeluarkan dalam al-Kanz dan al-Hâkim, at-Tirmidzi dalam
an-Nawâdir, serta Abû Nu’im dalam al-Hilyah dengan sanad yang dikatakan oleh
al-Hakim, “Aku tidak mengetahui adanya kecacatan padanya”.
Dari Anas
bin Malik, ia berkata; Rasulullah saw. Bersabda, yang atinya “ Nanti di akhir
zaman akan terdapat “Didan al-Qurra". Siapa saja yang hidup di zaman itu,
maka hendaklah ia berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk dan dari
mereka (Didan al-Qurra). Mereka adalah orang-orang yang berbau busuk. Kemudian
akan bermuculan berbagai jenis penutup kepala dan jubah, maka manusia sudah
tidak lagi merasa malu dari riya. Orang yang berpegang teguh pada agamaku saat
itu bagaikan orang yang menggenggam bara api. Orang yang berpegang teguh pada
agamanya pahalanya seperti pahala lima puluh orang.
Para
sahabat berkata, “Apakah lima puluh itu dari mereka atau dari kami?” Rasulullah
saw. bersabda, “Dari kalian.”
Didan
al-Qura’ adalah orang yang beribadah terfokus pada hal-hal yang dzahir, yang
sengaja dilakukan agar mereka (dpt) (mencari) makan di dunia. (Faidhul Qadir, Syarah Jami’ ash-Shagir) . Hr . Ibnu
Majah, Baihaqi dan al-Hakim, ia berkata, hadits ini shahih tidak ada
penyakitnya.
Allahu a’lam
Sumber : Husain bin ‘Audah
al-‘Awayisyah dlm Kitabul Ikhlaash (Ikhlas – Syarat Diterimanya Ibadah, terjemahan)
, Syaikh Al Mujahid
Abdullah Khalid Al Adami hafidhahullah , Min Muqawimat Nafsiyah Islamiyah (Pilar-pilar pengokoh nafsiyah
Islamiyah- Hizbut Tahrir), Prof Dr Umar Sulaiman ‘Abdullah al-Asyqar
(Al-Ikhlash , Fa’budullaha Mukhlisan Lahu ad-Din – Menyelami telag ikhlas
,terjemahan) , dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar