Kita
, bisa jadi pernah (sering) mengalami sakit hati di keseharian kita. Baik di
lingkungan keluarga, atau di lingkungan yg lebih besar. Sebagaimana sifat sedih
dan gembira, rasa yg sakit hati ini adl sesuatu yg wajar. Manusia adalah mahluk
sosial, yg dalam setiap interaksinya tidak lepas dari kekhilafan. Marah adalah
reaksi spontan atas sesuatu yg tidak
menyenangkan dan mengganggu pd seseorang. Mulai dari kejengkelan sampai mengamuk. Penyebab perasaan ini pun beragam. Dari yg dianggap sepele
hingga masalah besar, dapat menjadi pemicu. Bisa dari perbedaan pendapat, sudut pandang , perbedaan
kepentingan , hingga sampai pd iri dan
dengki. Bila ini dibiarkan lama bercokol dalam hati, maka akan menjadikan hati
menjadi sakit. Pemiliknya pun akan menderita dan jauh dari ketentraman. Lebih
jauh lagi, hal itu bisa menjauhkan manusia dari Rabb-Nya. Reaksi terhadap apa
yang membuat kita marah, akan menentukan kelas kita.
Ada
pepatah lama yg mengatakan bahwa siapapun yang membuat kita marah, berarti dia
telah mengalahkan kita. Kemarahan seringkali lebih tinggi daripada nilai yang menyebabkan
kita marah, inilah yang disebut reaksi
berlebihan. Namun apabila kita memahami kerugian yang disebabkan dari reaksi kemarahan
kita, maka kita akan bisa lebih berhati-hati dalam bereaksi terhadap segala
sesuatu.
Ada
banyak pendekatan dalam mengelola kemarahan . Secara
umum , kita lebih mudah marah pada orang-orang
terdekat, keluarga kita misalnya. Sementara dengan orang-orang yang tidak kita
kenal, kita bersikap lebih lunak dan tidak begitu peduli.
Dalam Kompas.com , beberpa waktu lalu ada ulasan tentang bagaimana mengelola kemarahan. Ahli psikologi, Livia Iskandar Dharmawan, Psi., MSc., melakukan penelitaian tentang program rehabilitasi kemarahan di LP Cipinang, Jakarta. Dr. Livia adalah konsultan psikologi yang banyak menangani kasus kekerasan dalam rumahtangga. Dalam proyek Anger management ini , ia membentuk grup-grup diskusi untuk membicarakan faktor-faktor pemicu kemarahan dan bagaimana mengatasinya. Setelah pelatihan tersebut, para peserta mengaku lebih mampu mengontrol diri dan tidak gampang lepas kendali.
Dalam Kompas.com , beberpa waktu lalu ada ulasan tentang bagaimana mengelola kemarahan. Ahli psikologi, Livia Iskandar Dharmawan, Psi., MSc., melakukan penelitaian tentang program rehabilitasi kemarahan di LP Cipinang, Jakarta. Dr. Livia adalah konsultan psikologi yang banyak menangani kasus kekerasan dalam rumahtangga. Dalam proyek Anger management ini , ia membentuk grup-grup diskusi untuk membicarakan faktor-faktor pemicu kemarahan dan bagaimana mengatasinya. Setelah pelatihan tersebut, para peserta mengaku lebih mampu mengontrol diri dan tidak gampang lepas kendali.
Salah
satu cara yang dipakai untuk mengelola marah ini adalah metode pengalihan
perhatian. Saat hati dikuasai kemarahan, lakukanlah hal-hal yang bisa menyita
konsentrasi Anda, misalnya
·
menulis atau mengerjakan tugas-tugas yang belum beres.
·
Atau mengaji,
mendengarkan musik, mencuci mobil, bersih-bersih rumah, jalan-jalan .
·
Bagi yang bersifat
agresif bisa menyalurkannya lewat olahraga, dst.
Bisa
jadi pada awalnya agak sulit dilakukan,
sebab hati dan pikiran Anda masih dikuasai kemarahan. Tapi, lakukanlah terus
aktivitas itu sepenuh hati. Biarkan konsentrasi Anda terpecah antara
mengerjakan sesuatu dan memikirkan kemarahan. Lama-lama Anda akan terbiasa,
bahwa kemarahan adalah sesuatu yang wajar, yang tidak harus dilampiaskan dengan
berteriak atau meninju sesuatu.
Tapi, jika suatu saat Anda benar-benar marah, langkah pertama yang harus diingat adalah menarik napas dalam-dalam, lalu keluarkan perlahan-lahan. Lakukan itu beberapa kali sambil mengingat pepatah lama bahwa kemarahan selalu diawali dengan ketidaksadaran dan diakhiri dengan penyesalan.
Tapi, jika suatu saat Anda benar-benar marah, langkah pertama yang harus diingat adalah menarik napas dalam-dalam, lalu keluarkan perlahan-lahan. Lakukan itu beberapa kali sambil mengingat pepatah lama bahwa kemarahan selalu diawali dengan ketidaksadaran dan diakhiri dengan penyesalan.
Saudaraku, Kemarahan yang tidak dimanage dengan bijak ,
atau tidak disalurkan maka akan menimbulkan emosi sedih pada
orang yang bersangkutan. Akibatnya ia akan merasakan perasaan sakit hati,
terluka, dan hancur, merasakan campuran berbagai emosi dalam dirinya, dapat
merasa marah sekaligus sedih saat menghadapi situasi atau seseorang yang
menghalangi dirinya untuk memenuhi kebutuhan atau mencapai apa yang ia inginkan.
Jadi kemarahan akan berlanjut dengan sakit hati.Adapun hati yang sakit akan
menjadi sumber tumbuhnya dosa – dosa yang tidak terkendali. . Dengan demikian, wajib bagi kita untuk berusaha mengobati penyakit hati . Sakit
hati sesungguhnya lebih mengganggu dan
lebih berbahaya, lebih parah dan lebih buruk daripada penyakit-penyakit tubuh
ditinjau dari berbagai segi dan arah. +
Imam
Al-Ghazali berkata bahwa penyakit hati
itu laksana penyakit sopak (belang) di wajah seseorang yang tak memiliki
cermin. Jika ia diberi tahu orang lain pun, mungkin ia tak memercayainya.
Dalam
suatu peneilitan dikatakan bahwa sakit
hati dapat melemahkan sistem kekebalan
tubuh, sehingga akan lebih rentan terhadap infeksi.
Lalu bagaimana mengelola rasa sakit hati,
agar tidak membuahkan dosa dan azab-Nya bagi kita sendiri?
Allah dan Rasul-Nya telah mengajarkan penawarnya, antara lain
Muhasabah (Koreksi Diri)
Sebelum kita menyalahkan orang lain, seharusnyalah kita melihat diri kita sendiri. Bisa jadi kita merasa tersakiti oleh saudara kita, padahal ia tak bermaksud menyakiti. Cobalah bertanya pada diri sendiri, mengapa saudara kita sampai bersikap demikian. Jangan-jangan kita sendiri yang telah membuat kesalahan.
Menjauhkan diri dari sifat iri, dengki dan ambisi
Iri, dengki dan ambisi adalah beberapa celah yang menjadi pintu bagi syetan untuk memasuki hati manusia. Ambisi yang berlebihan, dapat membutakan seseorang hambai. Bila tidak dikendalikan dengan iman, sifat yang ambisius cenderung akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan ambisinya.
Demikian sifat iri dan dengki. Sifat ini berasal dari kecintaan terhadap hal-hal yang bersifat materi, kehormatan dan pujian. Kita tidak akan tenang bila dalam hati ada sifat ini. Seorang hamba akan sulit dan dijauhkan dari rasa bersyukur, karena selalu merasa kurang. Ia selalu memandang ke atas, dan seolah tidak rela melihat orang lain memiliki kelebihan atas dirinya. Maka hapuslah terlebih dahulu sikap cinta dunia, sehingga dengki pun sirna.
Rasulullah bersabda, “Tidak boleh dengki kecuali kepada dua orang. Yaitu orang yang diberi harta oleh Allah, kemudian memenangkannya atas kerakusannya di jalan yang benar. Dan orang yang diberi hikmah oleh Allah, kemudian memutuskan persoalan dengannya dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
Menjauhkan diri dari sifat amarah dan keras hati
Bila marah telah menguasai hati manusia, maka seorang hamba bisa bertindak tanpa pertimbangan akal. Jika akal sudah melemah, tinggallah hawa nafsu. Dan syetan pun semakin mudah melancarkan serangannya, lalu mempermainkan diri manusia.
Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qashidin menyebutkan bahwa Iblis pernah berkata, “Jika manusia keras hati, maka kami bisa membaliknya sebagai anak kecil yang membalik bola.”
Menumbuhkan sifat pemaaf
Firman Allah, yang artinya “Jadilah engkau pemaaf, dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (Qs. Al-A’raf: 199).
Allah sang Khaliq adalah Maha Pemaaf terhadap hamban-Nya. Tak peduli sebesar gunung atau sedalam lautan kesalahan seorang hamba, jika ia bertaubat dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan membukakan pintu maaf selebar-lebarnya.
Kita sebagai manusia yang lemah, sungguh tidak sepantasnya berlaku sombong. Dengan berusaha untuk bisa memaafkan kesalahan orang lain, sebelum ia meminta maaf. Insya Allah, yakinlah , hati akan lebih terasa lapang.
Rasulullah bersabda,yang artinya “Bertakwalah kepada Allah dimana engkau berada, tindaklanjutilah kesalahan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut menghapus kesalahan tersebut, dan pergaulilah manusia dengan ahlak yang baik.” (HR. Hakim dan At-Tirmidzi)
Husnudhdhan (berprasangka baik)
Allah berfirman, yang artinya “Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan jangalah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (QS. Al-Hujurat : 12)
Adakalanya diantara kita kadang berburuk sangka terhadap seorang lainnya sehingga ia melecehkan saudaranya. Ia mengatakan yang macam-macam tentang saudaranya, dan menilai dirinya lebih baik. Tentu, itu adalah hal yang tidak dibenarkan. Akan tetapi, hendaknya setiap muslim harus mawas diri terhadap titik-titik rawan yang sering memancing tuduhan, agar orang lain tidak berburuk sangka kepadanya.
Menumbuhkan Sikap Ikhlas
Ikhlas adalah kata yang ringan untuk diucapkan, tetapi sungguh berat untuk dilakukan. Seorang hamba yang ikhlas dapatmenjaga hatinya dan meniatkan segala tindakannya kepada Allah. Apabila Allah mengujinya dengan kenikmatan, maka ia bersyukur. Bila Allah mengujinya dengan kesusahannya pun ia bersabar. Ia selalu percaya bahwa Allah akan senantiasa memberikan yang terbaik bagi hambanya.
Orang yang ikhlas akan lebih mudah menentramkan kalbunya untuk menyerahkan segalanya hanya kepada Allah. Hanya kepada-Nyalah ia mengantungkan harapan.
Dada pun terasa lapang.
Semoga bermanfaat
Allah dan Rasul-Nya telah mengajarkan penawarnya, antara lain
Muhasabah (Koreksi Diri)
Sebelum kita menyalahkan orang lain, seharusnyalah kita melihat diri kita sendiri. Bisa jadi kita merasa tersakiti oleh saudara kita, padahal ia tak bermaksud menyakiti. Cobalah bertanya pada diri sendiri, mengapa saudara kita sampai bersikap demikian. Jangan-jangan kita sendiri yang telah membuat kesalahan.
Menjauhkan diri dari sifat iri, dengki dan ambisi
Iri, dengki dan ambisi adalah beberapa celah yang menjadi pintu bagi syetan untuk memasuki hati manusia. Ambisi yang berlebihan, dapat membutakan seseorang hambai. Bila tidak dikendalikan dengan iman, sifat yang ambisius cenderung akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan ambisinya.
Demikian sifat iri dan dengki. Sifat ini berasal dari kecintaan terhadap hal-hal yang bersifat materi, kehormatan dan pujian. Kita tidak akan tenang bila dalam hati ada sifat ini. Seorang hamba akan sulit dan dijauhkan dari rasa bersyukur, karena selalu merasa kurang. Ia selalu memandang ke atas, dan seolah tidak rela melihat orang lain memiliki kelebihan atas dirinya. Maka hapuslah terlebih dahulu sikap cinta dunia, sehingga dengki pun sirna.
Rasulullah bersabda, “Tidak boleh dengki kecuali kepada dua orang. Yaitu orang yang diberi harta oleh Allah, kemudian memenangkannya atas kerakusannya di jalan yang benar. Dan orang yang diberi hikmah oleh Allah, kemudian memutuskan persoalan dengannya dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
Menjauhkan diri dari sifat amarah dan keras hati
Bila marah telah menguasai hati manusia, maka seorang hamba bisa bertindak tanpa pertimbangan akal. Jika akal sudah melemah, tinggallah hawa nafsu. Dan syetan pun semakin mudah melancarkan serangannya, lalu mempermainkan diri manusia.
Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qashidin menyebutkan bahwa Iblis pernah berkata, “Jika manusia keras hati, maka kami bisa membaliknya sebagai anak kecil yang membalik bola.”
Menumbuhkan sifat pemaaf
Firman Allah, yang artinya “Jadilah engkau pemaaf, dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (Qs. Al-A’raf: 199).
Allah sang Khaliq adalah Maha Pemaaf terhadap hamban-Nya. Tak peduli sebesar gunung atau sedalam lautan kesalahan seorang hamba, jika ia bertaubat dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan membukakan pintu maaf selebar-lebarnya.
Kita sebagai manusia yang lemah, sungguh tidak sepantasnya berlaku sombong. Dengan berusaha untuk bisa memaafkan kesalahan orang lain, sebelum ia meminta maaf. Insya Allah, yakinlah , hati akan lebih terasa lapang.
Rasulullah bersabda,yang artinya “Bertakwalah kepada Allah dimana engkau berada, tindaklanjutilah kesalahan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut menghapus kesalahan tersebut, dan pergaulilah manusia dengan ahlak yang baik.” (HR. Hakim dan At-Tirmidzi)
Husnudhdhan (berprasangka baik)
Allah berfirman, yang artinya “Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan jangalah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (QS. Al-Hujurat : 12)
Adakalanya diantara kita kadang berburuk sangka terhadap seorang lainnya sehingga ia melecehkan saudaranya. Ia mengatakan yang macam-macam tentang saudaranya, dan menilai dirinya lebih baik. Tentu, itu adalah hal yang tidak dibenarkan. Akan tetapi, hendaknya setiap muslim harus mawas diri terhadap titik-titik rawan yang sering memancing tuduhan, agar orang lain tidak berburuk sangka kepadanya.
Menumbuhkan Sikap Ikhlas
Ikhlas adalah kata yang ringan untuk diucapkan, tetapi sungguh berat untuk dilakukan. Seorang hamba yang ikhlas dapatmenjaga hatinya dan meniatkan segala tindakannya kepada Allah. Apabila Allah mengujinya dengan kenikmatan, maka ia bersyukur. Bila Allah mengujinya dengan kesusahannya pun ia bersabar. Ia selalu percaya bahwa Allah akan senantiasa memberikan yang terbaik bagi hambanya.
Orang yang ikhlas akan lebih mudah menentramkan kalbunya untuk menyerahkan segalanya hanya kepada Allah. Hanya kepada-Nyalah ia mengantungkan harapan.
Dada pun terasa lapang.
Semoga bermanfaat
Allahu a’lam
Sumber : safuan.wordpress.com , Minhajul Qashidin. Ibnu Qudamah , Minhajul Muslim. Abu Bakr Jabir Al-Jazairi , Majalah Nikah, Masrur Jamaluddin, Kompas. com dst
Tidak ada komentar:
Posting Komentar