Forgiveness isn’t something we do for other people . We do it for ourselves to get well and move on . There is power in forgiveness. Hate, anger and resentment are destructive , eating away at the heart and soul of the person who carries them. They are absolutely incompatible with your own peace, joy and relaxation. Ugly emotions change who you are and contaminate every relationship you have. They can also take a physical toll on your body, including sleep disturbance, headaches, back spasms, and even heart attacks. Forgiveness sets you free from the bonds of hatred, anger and resentment. The only way to rise above the negatives of a relationship in which you were hurt is to take the moral high ground, and forgive the person who hurt you.
it is sad so sad. why can't we talk it over ? it seems to me .Sorry is the hardest word to say. . Sebuah lyrik lagu Elton John , kiasan betapa pahitnya memberi (meminta maaf). Bukan hanya memaafkan orang lain, memaafkan diri sendiri juga bukan perkara mudah. Butuh pengorbanan dan keberanian.
Saudaraku, ketidakmauan memaafkan adalah penyakit berbahaya yang menggerogoti kebahagiaan kita. Kita sering menyimpan amarah. Kita marah karena dunia berjalan tak sesuai dengan kemauan kita. Kita marah karena pasangan, anak, orang tua, atasan, bawahan, dan rekan kerja, tak melakukan apa yang kita inginkan. Lebih parah lagi, kita memendam kemarahan ini berhari-hari, bahkan bertahun-tahun.
Entah mengapa kita sering terjebak dalam pikiran yg membuat hari-hari kita menjadi hari-hari yg tak nyaman yg membuat pikiran kita menjadi keruh dgn rencana-rencana buruk. Waktu dilalui sering kali diwarnai kondisi hati yg bergolak penuh kebencian bahkan dendam . Berat rasanya. Otak berpikir menyusun rencana bagaimana memuntahkan kebencian dan kekesalan yg ada di lubuk hati agar habis tandas terpuaskan kepada yang dibencinya. Hari-hari digoda dengan pikiran tak enak tidur tak nyenyak , konsentrasi dan energi tersita untuk pemuasan rasa benci ini.
Rasa benci bisa melahirkan perbuatan memaki atau mencela bahkan mengumpat mengutuk kepada pihak yang kita benci. Sebaliknya juga , mengunpat dan mencela itu sendiri adalah buah dari rasa kebencian Sungguh sifat ini justru akan menghancurkan diri sendiri.
Sebagaimana Allah berfirman , yang arinya “ Celakalah bagi bagi Setiap pengumpat dan pencela,” (Qs. Al-Humazah : 1)
“Wailun!” “Kecelakaan besar bagi tiap-tiap pengumpat.” (pangkal ayat 1). Pengumpat ialah suka memburuk-burukkan (membenci) orang lain; dan merasa bahwa dia saja yang benar. Kerapkali keburukan orang dibicarakannya di balik pembelakangan orang itu, padahal kalau berhadapan dia bermulut manis: “Pencela.” (ujung ayat 1). Tiap-tiap pekerjaan orang, betapa pun baiknya, namun bagi dia ada saja cacatnya, ada saja celanya. Dan dia lupa memperhatikan cacat dan cela yang ada pada dirinya sendiri.
Tidakkah ia berfikir bahwa perbuatannya mengumpat dan mencela dan memburukkan orang lain adalah satu kesalahan besar dalam masyarakat manusia beriman, yang akan menyebabkan kesusahan bagi dirinya sendiri di belakang hari. (Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar)
Dengan kebencian , seakan kita dengan sengaja memasukkan makanan-makanan yg beracun ke dalam pikiran kita. Kita tak sadar bahwa inilah sumber penderitaan kita. Salah satu makanan yang paling berbahaya tersebut bernama: ketidakmauan kita untuk memaafkan orang lain.
Sungguh , setiap saat ada banyak sekali kejadian yang memancing emosi kita. Kita mungkin berpikir bahwa orang-orang sekitar banyak yang melukai kita dan memang sepantasnya kita benci. Tapi kita lupa bahwa kebencian yang kita simpan hanyalah merugikan kita sendiri.
Tatkala hati disakiti, ia akan merasa sakit dan boleh jadi berujung dengan kedendaman. Walaupun demikian, bukan berarti kita harus dendam setiap kali ada yang menyakiti. Malah sebaliknya, jika kita dizalimi, maka doakanlah orang-orang yang menzalimi itu agar bertaubat dan menjadi orang saleh. Sungguh perlu perjuangan untuk melakukannya .
Dalam suatu Hari Fathu Makkah, hari pembukaan kota Mekkah itu Rasulullah Saw datang bersama pasukan berkekuatan 10.000 tentera dengan persenjataan yang lengkap.
Abu Sufyan, pemimpin Quraisy memperhatikan kekuatan itu dari atas sebuah bukit. Ia
berkata kepada Abbas, paman Rasulullah Saw. “Wahai Abbbas, tak seorangpun yang sanggup dan kuat menghadapi pasukan sehebat ini.”
Namun apakah Nabi Saw melampiaskan dendamnya pada saat berkuasa , kepada orang-orang yang sekian lama bertahun tahun memusuhi dan menganiaya Rasul dan para sahabatnya?
Apakah Nabi mencari Hindun dan Wahsyi yang telah membunuh dan memakan jantung Hamzah paman nabi?
Apakah Nabi membalas dendam atas kematian Mus’ab bin Umair di perang Uhud yang mayatnya dicincang orang kafir? Tidak , tidak!
Pada masa itu baginda tidak menghukum sesiapapun. Baginda Saw menyebarkan rahmat dan cinta kasih kepada orang Mekkah yang selama ini memusuhinya dan ingin menghancurkannya.
Pada masa itu baginda Saw memaafkan mereka semua seraya berkata: “Siapa yang masuk ke dalam Masjidil Haram dia selamat. Dan siapa yang masuk ke dalam rumah Abu Sufyan dia juga selamat.”
Dalam riwayat Anas bin Malik Ra. Beliau meriwayatkan: “Suatu hari aku berjalan menemani Rasulullah Saw dan baginda memakai sebuah selendang di lehernya. Tiba-tiba seorang Arab Badwi menarik selendang itu dengan sangat kasar sekali, sehingga tarikan itu meninggalkan bekas yang jelas pada leher Rasulullah Saw yang mulia. Tidak cukup sampai di situ, orang Arab Badwi itu juga mengherdik Rasululah Saw dengan bahasa yang kasar, “Hei Muhammad, isikan kedua keledaiku ini dengan harta Allah yang ada padamu. Sesungguhnhya itu bukan hartamu dan juga bukan harta bapakmu!”
Mendengar tengkingan Arab Badwi yang keras itu Rasulullah Saw hanya diam dan berkata: “Harta itu memang milik Allah dan aku hanyalah seorang hamba-Nya. Tapi engkau wahai orang Arab Badwi akan dihukum atas apa yang perbuat ke atas diriku.”
“Tidak”, kata orang Arab itu.
“Mengapa tidak?”, tanya Rasulullah Saw.
“Sebab engkau wahai Muhammad tidak pernah membalas suatu keburukan dengan keburukan pula”, jawab Badwi itu.
Mendengar jawaban tersebut Rasulullah Saw tersenyum dan segera memerintahkan para sahabat untuk mengisi bakul di atas dua keledai orang Arab itu dengan gandum dan juga kurma.
Dikisahkan ketika Nabi Isa as dihina,namun beliau tetap senyum tenang dan mantap tak sedikitpun ia menjawab atau membalas dengan kata-kata kotor mengiris tajam seperti yg diucapkan si penghinanya. Ketika dita oleh sahabat-sahabat “Ya Rasulullah kenapa engkau tak menjawab dgn kata-kata yg sama ketika engkau dihina malah Baginda menjawab dgn kebaikan ?” Nabi Isa as menjawab : “Karena tiap orang akan menafkahkan apa yg dimilikinya. Kalau kita memiliki keburukan maka yg kita nafkahkan adl keburukan kalau yang kita miliki kemuliaan maka yg kita nafkahkan juga kata-kata yg mulia.”
Para nabi adalah sosok yang hatinya bersih dari sifat dendam. Walau ia dihina, dicacimaki, difitnah, bahkan hendak dibunuh, tak sedikit pun ia mendendam. Mereka tetap berbuat baik kepada orang-orang tersebut dan begitu ringannya ia memaafkan.
Ketika Ahnaf bin Qais dimaki-maki seseorang menjelang masuk ke kampung “Hai kamu bodoh gila kurang ajar!” Ahnaf bin Qais justru menjawab “Sudah ? Masih ada yg lain yg akan disampaikan ? Ayo kalau masih ada yang disampaikan sampaikanlah sekarang !”
Penelitian menunjukkan ketidakrelaan memaafkan orang lain memiliki dampak hebat terhadap tubuh kita: menciptakan ketegangan, mempengaruhi sirkulasi darah dan sistem kekebalan, meningkatkan tekanan jantung, otak dan setiap organ dalam tubuh kita. Kemarahan yang terpendam mengakibatkan berbagai penyakit seperti pusing, sakit punggung, leher, dan perut, depresi, kurang energi, cemas, tak bisa tidur, ketakutan, dan tak bahagia.
Semakin mudah kita tersinggung akan makin sengsara hidup ini. Padahal seharusnya kita menjadikan orang-orang yg menyakiti kita sebagai ladang amal karena kalau tak ada yg menghina menganiaya atau menyakiti kapan kita bisa memaafkan ?
Untuk mencapai kebahagiaan, kita perlu mengubah cara pandang kita. Sumber kebahagiaan ada dalam diri kita sendiri, bukan di luar. Karena itu jangan terlalu memusingkan perilaku orang lain. Sebaliknya, belajarlah memaafkan. Kunci memaafkan adalah memahami ketidaktahuan. Banyak orang yang melakukan kesalahan karena ketidaktahuan. Kalaupun mereka sengaja melakukannya, itupun karena mereka sebenarnya tak tahu. Mereka tak tahu bahwa kejahatan bukanlah untuk orang lain tetapi untuk mereka sendiri.
Orang yang suka memaki dan bersikap kasar sebenarnya tak menyadari bahwa mereka sedang menzalimi dirinya sendiri. Memaafkan akan membuat hidup lebih ringan. Perbuatan memaafkan bukanlah perbuatan yang hina.
Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya ,” Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran . Mereka itu mendapat siksaan yang pedih. Tetapi siapa yang bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia “ (Qs. Asy-Syura : 42- 43)
Sebagaimana Rasulullah bersabda, yang artinya “Memaafkan tidaklah menambah sesuatu kepada seorang hamba kecuali kemuliaan. Oleh karena itu perbanyaklah kalian memaafkan, niscaya Allah akan memuliakan kalian.” (H.R.Ibnu Abiddunya)
Hanya Allah-lah yang Maha Suci dan Maha Sempurna. Gerarld G Jampolsky dalam Forgiveness, The Greatest Healer of All. Menya takan , bahwa ‘Rela memaafkan adalah jalan terpendek menuju Tuhan.’ Itulah kunci kemuliaan diri.Yang lalu biarkanlah berlalu, karena hidup akan terus berjalan. Oleh karena itu, perlu untuk seseorang belajar mengampuni diri sendiri dan orang lain
Sungguh Allah menjanjikan pahala yang besar bagi hamba-Nya saja yang sanggup memaafkan . Sebagaimana firman-Nya, yang artinya"Dan balasan kejahatan adalah dengan kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa yang memaafkan dan bebrbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh , Allah tidakmenyukai orang-orang zalim." (QS. Asy–Syura : 40).
Dalam ayat lain, Allah berfirman, “Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs.An-Nur : 22).
Memaafkan adalah memaafkan yang tulus dan tanpa tendensi apa pun. Dan Allah menjanjikan Ampunan kepada hamba-hamba-Nya yang senang memaafkan dan berlapang dada. Sungguh janji allah selalu ditepati.
Memaafkan itu datang dari hati,. Memaafkan itu dilakukan bukan dengan melihat besar kecilnya kesalahan. Kesalahan tetaplah kesalahan dan memaafkan tetaplah memaafkan. Tidak boleh ada perbedaan besar kecilnya kesalahan.
Dan terhadap kesalahan atau kezaliman orang-orang yang berbuat kejahatan (kerusakan) , sungguh Allah punya perhitungan sendiri terhadap mereka.
Allahu a’lam
Sumber : Gerarld G Jampolsky dalam Forgiveness, The Greatest Healer of All , Tausyiah AA Gym, Avan P, motivasi net, dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar