Didunia tanpa batas tidak diperlukan persaingan utk meraih kebahagiaan dan keberlimpahan. Kita pernah melihat suatu iklan, atau apalah namanya bahwa ada suatu lembaga pendidikan berfasilitas internasional, yang berpromosi bahwa dapat menyiapkan lulusannya siap bersaing didunia yang kerja yang makin kompetitif. Kenapa generasi ini dipersiapkan untuk selalu bersaing dan bersaing. Cara berpikir yg umum berkembang adalah cara berpikir kelangkaan atau “scarcity”. Bahwa segala yg ada didunia ini serba terbatas, sehingga untuk memilikinya kita harus saling berebut, saling bersaing, saling mengalahkan. Yang menang menguasai dan yg kalah tidak kebagian.
Bersaing artinya berperang, harus menang. Didalam perang pasti akan ada menang dan yg kalah.
Hal semacam itu akan menimbulkan banyak sekali kemarahan, pertangkaran, sampai perang antar negara ? Cara berpikir demikian menyebabkan lahirnya generasi -generasi yang tamak. Mereka berbasis pada persaingan yang saling menghancurkan , bukan kerjasama yang saling menguntungkan. Sepintas awalnya kemenangan akan menghasilkan keberhasilan . Namun sejarah telah membuktikan, bahwa cara berpikir demikian dalam jangka panjang akan mengundang kegagalan dan kesengsaraan.
Dari awal kita sudah dikenalkan dengan persaingan , sehingga kita terbiasa (terpaksa) belajar untuk meraih prestasi yang seolah-olah laksana sebuah arena persaingan. Juara satu, dua dan tiga. Ranking sepuluh besar. Kebiasaan ini diteruskan dalam dunia kerja, baik dunia profesional maupun bisnis : Tips dan trick memenangkan kompetisi , Kiat mengalahkan pesaing, Cara mengetahui strategi Competitor , Sebelas langkah untuk segera dipromosikan , Seratus jurus untuk melampaui karier atasan di kantor.
Persaingan memang menyebabkan timbulnya tiran ataupun tumbuhnya mental koorporasi. Corporations are special kinds of persons, who have no moral conscience. They are designed by law to be concerned only for their stockholders.”
Korporasi memfokuskan diri pada kepentingan dan keuntungan egosentris. Dengan alasan atau dalih kompetisi, ia akan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan. Ia akan mengabaikan segala rambu hukum dan moral yang dianggap menghambat ekspansi dan akselerasi kepentingan bisnisnya. Untuk ini, korporasi biasanya melengkapi diri dengan perangkat hukum yang kuat yang punya kemampuan melakukan penetrasi dan intervensi ke lembaga kepolisian, kejaksaan , kehakiman. Sehingga apabila ada tuntutan terhadap korporasi, manajemen mampu berkelit dalam masalah hukum. Pada saat yang sama pemegang saham sangat terlindungi, meskipun mereka berperan penting dalam menentukan manajemen.
Persaingan memang menyebabkan timbulnya tiran ataupun tumbuhnya mental koorporasi. Corporations are special kinds of persons, who have no moral conscience. They are designed by law to be concerned only for their stockholders.”
Korporasi memfokuskan diri pada kepentingan dan keuntungan egosentris. Dengan alasan atau dalih kompetisi, ia akan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan. Ia akan mengabaikan segala rambu hukum dan moral yang dianggap menghambat ekspansi dan akselerasi kepentingan bisnisnya. Untuk ini, korporasi biasanya melengkapi diri dengan perangkat hukum yang kuat yang punya kemampuan melakukan penetrasi dan intervensi ke lembaga kepolisian, kejaksaan , kehakiman. Sehingga apabila ada tuntutan terhadap korporasi, manajemen mampu berkelit dalam masalah hukum. Pada saat yang sama pemegang saham sangat terlindungi, meskipun mereka berperan penting dalam menentukan manajemen.
Bagaimana nasib masyarakat mayoritas ?
Contoh , pengguna ponsel Indonesia mencapai 243 juta nomor. Mereka tidak dapat berbuat banyak ketika pulsanya tersedot oleh SMS konten premium. Menurut Kompas, kerjasama operator dan provider ini telah merampas Rp 100 milyar per bulan. Tidak ada korporasi yang dihukum, tidak ada pulsa yang dikembalikan.
Apakah semua ini mutlak benar ? Benarkah segalanya begitu terbatas ? Benarkah hidup ini tidak menyediakan kecukupan untuk semua orang , Benarkan TUHAN itu sedemikian miskin, sehingga kita ‘ditakdirkan’ harus saling sikut, saling rampas, adu cepat, adu licik, main dukun, sogok sana sini hanya atas nama memenangkan persaingan?
Contoh , pengguna ponsel Indonesia mencapai 243 juta nomor. Mereka tidak dapat berbuat banyak ketika pulsanya tersedot oleh SMS konten premium. Menurut Kompas, kerjasama operator dan provider ini telah merampas Rp 100 milyar per bulan. Tidak ada korporasi yang dihukum, tidak ada pulsa yang dikembalikan.
Apakah semua ini mutlak benar ? Benarkah segalanya begitu terbatas ? Benarkah hidup ini tidak menyediakan kecukupan untuk semua orang , Benarkan TUHAN itu sedemikian miskin, sehingga kita ‘ditakdirkan’ harus saling sikut, saling rampas, adu cepat, adu licik, main dukun, sogok sana sini hanya atas nama memenangkan persaingan?
Mengapa kita tidak menanamkan untuk siap bermanfaat bagi orang lain . siap bekerja sama saling membantu menciptakan dunia yang kooperatif? Kita dalam hati kecil , meyakini bahwa "Kerjasama" , "Persaudaraan" akan jauh lebih baik dan bermanfaat dibanding dengan perang , yang justru akan menyengsarakan semua pihak. Kita hidup dialam yang sangat kreatif yang otomatis menjawab setiap kebutuhan setiap orang yang hidup didunia ini.
Perlu latihan memang untuk mengembangkan cara pandang keberlimpahan atau “abundance”. Bahwa Allah SWT telah menghamparkan rizki yang berlimpah di muka bumi ini. Sehingga tidak perlu kita bersaing dengan segala cara dan saling menjatuhkan. Hamparan rizki Allah SWT sangat luas untuk diperebutkan dengan cara demikian. Tersedia begitu banyak potensi di alam semesta ini yang menunggu kita gali.
Kita perlu menanamkan jiwa penuh kerjasama dan kejujuran untuk mendapatkan hak yang sama dalam memperolah kesempatan mendapatkan penghidupan . Kepedulian sosial dan gotong royong "tanpa terkecuali" itulah yang bisa menyelematkan dari kerusakan dan kemiskinan yang semakin parah.
Allah telah banyak memberi keberlimpahan kepada hamba-Nya dalam setiap gerak kehidupan. Dari udara untuk bernafas hingga makanan yang kita makan, dari kemampuan untuk menggunakan tangannya hingga kemampuan berbicara, dari perasaan aman hingga perasaan bahagia, benar-benar telah disediakan segala sesuatunya oleh Allah .
Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya ," Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Qs. an-Nahl: 18).
Meskipun kenyataannya demikian, kebanyakan manusia tidak mampu mensyukuri kenikmatan yang telah mereka terima. Adapun penyebabnya diceritakan dalam al-Qur'an, bahwa setan, yang berjanji akan menyesatkan manusia dari jalan Allah, berkata bahwa tujuan utamanya adalah untuk menjadikan manusia tidak bersyukur kepada Allah.
Pernyataan setan yang mendurhakai Allah ini menegaskan pentingnya bersyukur kepada Allah, sebagaimana dikisahkan dalam kitab-Nya , yang artinya ," Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur. Allah berfirman, 'Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahanam dengan kamu semuanya'." (Qs. al-A'raf: 17-8).
Akan tetapi kebanyakan kita tidak menyadari kelemahan kita dan tidak menyadari bahwa kita sangat memerlukan Allah. Mereka menganggap bahwa segala sesuatunya terjadi dengan sendirinya atau mereka menganggap bahwa segala sesuatu yang mereka peroleh adalah karena hasil jerih payah mereka sendiri. Anggapan ini merupakan kesalahan yang sangat fatal dan benar-benar tidak mensyukuri nikmat Allah. Anehnya, orang-orang yang telah menyatakan rasa terima kasihnya kepada seseorang karena telah memberi sesuatu yang remeh kepadanya, mereka menghabiskan hidupnya dengan mengabaikan nikmat Allah yang tidak terhitung banyaknya di sepanjang hidupnya.
Kalau kita lihat fakta ini, maka kita dapat menyaksikan bahwa kegiatan-kegiatan Philantrophy atau kedermawanan didominasi oleh figur Wirausaha sukses. Nama-nama seperti Bill Gates, Warren Buffet, Richard Branson, hingga wirausaha muslim India Azim Premji, telah menyumbangkan Milyaran Dollar kekayaan mereka untuk kegiatan sosial. Dan apakah mereka jatuh miskin karena banyak memberi? Ternyata tidak. Dari tahun ke tahun kekayaan mereka justru semakin berlipat.
Hal ini karena mereka adalah orang-orang yang ikhlas yang merasa puas dengan apa yang diberikan Allah dan mereka ridha dengan karunia tersebut, dan mereka menyukuri pemberian Allah menurut cara mereka masing-masing.
Allah menceritakan rahasia ini dalam al-Qur'an sebagai berikut, yang artinya , " Dan ketika Tuhanmu memaklumkan: 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih'." (Qs. Ibrahim: 7)
Kerjasama ini mewujudkan kemudahan financial kita masing-masing. Semua diawali dari diri kita sendiri dengan penuh kepercayaan dan tanpa prasangka, anda ingin dipedulikan orang lain?, tentu saja anda yang harus memulainya terlebih dahulu dan pasti orang lain akan peduli kepada anda
Bukankah sedari kecil kita juga telah sering mendengar pengajaran-pengajar an sebagai berikut ,
“Mungkin bukan rejeki kita , Sudah menjadi rejeki dia , Rejeki itu sudah kita bawa ketika kita lahir , Menjemput rejeki , Rejeki tidak mungkin tertukar , Iri hati kita tidak menambah atau mengurangi rejeki orang lain dst
Saudaraku , cara pandang scarcity menimbulkan perasaan kekhawatiran, kecemasan dan pada akhirnya ketamakan. Sedangkan mindset abundance akan menimbulkan perasaan yakin, optimis dan keikhlasan. Karena mereka yang memiliki mindset abundance, yakin bahwa Allah SWT menyediakan rizki yang cukup untuk kita semua. Tinggal bagaimana kita memanfaatkan peluang yang ada di depan kita.
Memberi akan melatih kita untuk memiliki mindset abundance. Karena dengan memberi kita belajar untuk yakin pada Allah SWT Yang Maha Kaya, bukan yakin pada harta yang saat ini di tangan kita. Harta yang kita pegang saat ini bisa datang dan pergi setiap saat.
Tapi mereka yang memiliki mindset abundance paham, bahwa Yang Maha Kaya tidak akan pernah berkurang kekayaannya.
Rasulullah saw bersabda, yang artinya , " Pergunakan nikmat Allah dengan cara yang baik. Jangan kalian cintai dan jangan jadikan ia berpaling dari kalian. Sesungguhnya ketika nikmat itu berpaling dari suatu bangsa ia mendatangi bangsa yang lain.” (Kanzul Fawâid 2: 162)
Imam Ali bin Abi Thalib ra berkata , "Sikapi nikmat Allah dengan cara yang baik sebelum ia pergi darimu. Sesungguhnya nikmat yang pergi itu engkau akan menyaksikannya pada orang yang menyikapinya dengan baik.” (Asy-Syarai’ 2: 464)
Marilah kita bersyukur , karena syukur akan melipatgandakan kesabaran dan keberlimpahan kita. Deraan cobaan dan tantangan yang ada memang mudah membuat kita lemah, tapi syukur memberi perpektif lain yang melapangkan dada kita untuk bersabar. Energi kesabaran kita menjadi tiada habisnya karena berbahan bakar syukur.
Syukur adalah energi terbarukan, yang senantiasa dapat diperbaharui setiap kali kita sadar akan datangnya nikmat Allah. Bahan baku yang kekal karena berasal dari Dzat Yang Kekal.
Allahu a'lam
Sumber : Harun Yahya - Beberapa Rahasia dalam Al-Qur'an, Erbe Sentanu - Quantum Ikhlas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar