Dalam suatu literatur disebutkan bahwa dalamsejarah pembangunan Ka'bah berlangsung sekitar 10 generasi . Diyakini pembangunan pertama dilakukan oleh Malaikat , du ribu tahun sebelum Nabi Adam diciptakan, sebagai tempat thawaf para malaikat di bumi. Pembangunan dan pemeliharaan oleh para malaikat ini sebagaimana diriwayatkan al Azraqiy. [Ad Dala-il, 2/45 dan lihat Fat-hul Bariy, 13/144]
Selanjutnya dibantu para malaikat , Nabi Adam merenovasi kembali Ka'bah dan melakukan thawaf. Pembangunan dan pemeliharaan oleh Nabi Adam, sebagaimana diriwayatkan al Baihaqiy[Ad Dala-il, 2/45 dan lihat Fat-hul Bariy, 13/144.], dan yang lainnya [ Sirah asy Syamiyah, 1/171. Penulisnya berkata,"Telah meriwayatkannya Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir ath Thabariy secara mauquf, dan al Azraqiy, Abu Syaikh dalam al Adzamah, dan Ibnu Asakir dari Ibnu Abbas." Lihat pula Tafsir Ibnu Katsir, 1/259.3]
Periode berikutnya pembangunan renovasi Ka'bah dilakukan oleh salah seorang putera Nabi Adam yaitu Syist bin Adam ( as Suhailiy, Raudhul-Unfi, 1/221), dengan menggunakan batu dan tanah. Sebagaimana diriwayatkan al Azraqiy[Akhbaru Makkah, 1/8] dan yang lainnya [As Sirah asy Syamiyah, 1/172]
Bangunan ini terus berdiri samapi zaman kenabian Nabi Nuh. Pada Zaman Nabi Nuh Ka'bah mengalami kerusakan akibat terpaan taifun dan banjir nan dasyat.
Beberapa literatur menceritakan pada waktu membangun Ka'bah usia Nabi Ibrahim sekitar 100 tahun. Saat itu Mekkah telah menjadi kota yang ramai, dan menjadi tempat persinggahan para kafilahdan pedagang karena didekatnya ada mata air Zam-Zam.
Jika kita mengkaji lebih dalam Qs. Al-Baqarah 127, dapat diambil kesan bahwa dasar-dasar Baitullah itu memang sudah ada. Sedangkan Nabi Ibrahim dan puterany tinggal merenovasi saja. Dalam Holy Qur'an dijelaskan bahwa Ka'bah yang mula-mula dibangun memiliki tinggi 9 hasta. Panjang dari Hajar Aswad sampai Rukun Syami 32 hasta. Lebarnya dari Rukun Syami sampai Rukun Gharbi 22 hasta. Panjang Rukun Gharbi sampai Rukun Yamani 31 hasta. Lebarnya dari Rukun Yamani samapi Hajar Aswad 20 hasta.
Syaikh Husain Abdullah Basalamah dalam kitab Tarikhul Ka'bah al Mu'azhamah, menjelaskan, Nabi Ibrahim membuat dua pintu untuk Ka'bah dengan ukuran yang sama. Satu dari arah timur dekat Hajar Aswad, dan yang lainnya dari arah barat dekat rukun Yamani. Beliau juga membuat lubang di dalam Ka'bah. Yaitu di sebelah kanan orang yang masuk dari pintu timur yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan harta Ka'bah. Kala itu, Ka'bah belum diberi atap. (Makalah al Ka'bah al Musyarafah Awalul-Bait Wadhi'a lin-Nas, Majalah Haji, Edisi 9 dan 10 Tahun 55 Rabiul Awal dan Rabi'u Tsani 1422H, halaman 35.)
Ka'bah bentuknya tidak simetris. Adapun kekuatan pilarnya ada pada kedua sudut Yamani. Sedangkan di bagian Hajar Aswad tidak terdapat pilar. Batu hitam tersebut dijadikan satu dengan dinding dalam bentuk setengah lingkaran sebagaimana bisa dilihat sekarang disana. Sedangkan pintunya, waktu itu hanya berupa kerangka saja sejajar tanah, yang kemudian disempurnakan oleh generasi-generasi berikutnya.
Ka'bah dengan ketinggian 9 hasta yang didirikan oleh Nabi Ibrahim itu kini memiliki ketinggian 3 kalinya, yaitu 27 hasta. Pada saat itu Nabi Ibrahim meletakkan ketinggian itu pada pondasi setinggi 6 hasta.
As Samiy [Subul-Huda wa Rasyad, 1/192] berkata : "Dinukil oleh az Zubair bin Bakar dalam kitab an Nasab, dan ditegaskan oleh Abu Ishaq al Mawardiy dalam al Ahkam as Sulthaniyah yang menyatakan, orang pertama yang merenovasi bangunan Ka'bah dari kalangan Quraisy setelah Nabi Ibrahim adalah Qushaiy bin Kilab.
As Sakhawi mengatakan, Qushaiy mengumpulkan hartanya yang melimpah dan merenovasi Ka'bah serta menambah tinggi Ka'bah menjadi 9 hasta dari yang telah dibangun pada zaman Nabi Ibrahim. Dia juga membuat atap Ka'bah dari kayu pohon ad-dum dan pelepah kurma, sehingga dialah orang pertama yang membuat atap Ka'bah, kemudian dibuka lagi hingga zaman Quraisy.[ makalah al Ka'bah al Musyarafah Awalul-Bait Wadhi'a lin-Nas, Majalah Haji, Edisi 9 dan 10 Tahun 55 Rabiul Awal dan Rabi'u Tsani 1422H, halaman 35 dan 3615].
Selanjutnya dalam beberapa literature sejarah, pembangunan ini terjadi pada saat usia Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menginjak 35 tahun. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ikut serta dalam pembangunan ini dengan mengangkat batu-batu di atas pundaknya. Ketika sampai pada peletakkan Hajar Aswad, kaum Quraisy berselisih, siapa yang akan menaruhnya. Perselisihan ini nyaris menimbulkan pertumpahan darah, akan tetapi dapat diselesaikan dengan kesepakatan menunjuk seorang pengadil hakim yang memutuskan. Pilihan tersebut, ternyata jatuh pada diri Muhammad [Majalah As Sunnah, Edisi 03/Tahun X/1427H/2006M, Rubrik Sirah].
Selanjutnya dalam perkembangannya , ketika suku bangsa Quraisy merenovasi Ka'bah, mereka memindahkan dinding sebelah utara Ka'bah sejauh 5 hasta ke selatan, dan menambahkannya ke Hijr Ismail. Dan ketika Abdullah bin Zubair merenovasinya kembali dia mengeluarkan posisi bangunan itu seperti ketika zaman Nabi Ibrahim. Dia juga menambahkan luasan Hijr Ismail ke Ka'bah. Selanjutnya Al Hajjaj bin Yusuf melakukan renovasi terhadap Hijr Ismail seperti bentuk yang sekarang.
Agus Mustofa, dalam bukunya Pusaran Energi Ka'bah, menyatakan bahwa Ka'bah memang telah mengalami beberapa kali pembangunan dan renivasi selam ribuan tahun. Namun ada beberapa hal yang masih tetap eksis seperti semula yaitu letak pondasi dan posisi Hajar Aswad.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Syaikhani [ dalam Subul-Huda wa Rasyad, 1/192. 18]. Pembangunan era 'Abdullah bin az Zubair, Ketika Ibnu az Zubair berencana membangun Ka’bah yang hendak dikembalikan sesuai dengan asas dan bentuk sebagaimana yang telah dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Ismail -sebelum adanya perubahan dari kaum Quraisy- maka beliau menyampaikan rencana ini kepada kaum Muslimin, yang akhirnya disetujui. Kaum Muslimin pun segera memulai pembangunan.
Pertama, mereka menghancurkan bangunan Ka’bah yang ada sampai rata dengan tanah, lalu mencari pondasi Ka’bah yang telah dibuat oleh Nabi Ibrahim. Setelah menemukan, maka segera menegakkan tiang-tiang di sekitarnya dan menutupnya. Kemudian, mulailah mereka membangun dan meninggikan bangunan Ka’bah secara bersama-sama, serta menambah tiga hasta yang telah dikurangi kaum Quraisy, menambah tinggi Ka’bah sepuluh hasta, lalu membuat dua pintu dari arah timur dan barat. Satu untuk masuk, dan yang lain untuk keluar.
Hal itu sesuai dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Syaikhani, yang artinya ,"Wahai, 'Aisyah. Kalau bukan karena kaummu baru lepas dari kejahiliyahan, sungguh aku ingin memerintahkan mereka menghancurkan Ka'bah lalu membangunnya, dan aku masukkan ke dalamnya apa yang telah dikeluarkan darinya, dan aku buat pintunya menempel dengan tanah, serta aku buatkan pintu timur dan barat, dan aku sesuaikan dengan pondasi Ibrahim". [Muttafaqun 'alaih, As Sirah an-Nabawiyah fi Dhu'il-Mashadir, halaman 55.]
Ada kisah menarik. Pada zaman Abdullah bin Zubair ra melakukan renovasi. Ketika itu Ibn Zubair merobohkan Ka'bah dan meratakannya dengan tanah, saat itu dia menemukan pondasi peninggalan Nabi Ibrahim AS yangterdapat di dalamnya Hijr Ismail, sekitar 6 hasta. Batu-batu tersebut berbentuk seperti leher onta, berwarna merah, diman satu dengan yang lain saling bersilang seperti persilangan jari-jari.
Salah seorang dari mereka, Abdullah bin Muthi' Al Adawi meletakkan sebuah tongkat besi yang dipegangnya untuk mendongkel pondasi itu di salah satu sudut Ka'bah. Sesuatu yang luar bisa terjadi. Ternyata seluruh bangunan Ka'bah bergerak. Seluruh sudut ikut bergetar. Bahkan seluruh kota Mekkah ikut bergetar dasyat. Orang-orang terkejut dan cemas, lalu Ibn Zubair berkata,"saksikanlah".
Akhirnya diputuskan untuk tidak meneruskan pembongkaran pondasi Ka'bah. Dan diputuskan hanya melanjutkan pembangunan di atas pondasi yang telah ada.
Istilah Ka’bah adalah bahasa al quran dari kata “ka’bu” yg berarti “mata kaki” atau tempat kaki berputar bergerak untuk melangkah. Ayat 5/6dalam Al-quran menjelaskan istilah itu dg “Ka’bain” yg berarti ‘dua mata kaki’ dan ayat 5/95-96 mengandung istilah ‘ka’bah’ yg artinya nyata “mata bumi” atau “sumbu bumi” atau kutub putaran utara bumi.
Ketika masa pemerintahan khalifah Harun Al Rasyid pada masa kekhalifahan Abbasiyyah , khalifah berencana untuk merenovasi Ka’bah dan membangunnya kembali sebagaimana bangunan 'Abdullah bin az Zubair, akan tetapi Imam Malik bin Anas berkata kepadanya: “Aku bersumpah, demi Allah, wahai Amirul Mukminin, janganlah engkau menjadikan Ka’bah ini sebagai permainan para raja setelah engkau, sehingga tidaklah seseorang dari mereka yang ingin merubahnya, kecuali dia pun akan merubahnya, dan kemudian hilanglah kewibawaan Ka'bah dari hati kaum Muslimin,” lalu Khalifah Harun ar Rasyid pun menggagalkan rencana tersebut, sehingga Ka’bah masih tetap seperti itu sampai sekarang ini.[ As Sirah an-Nabawiyah fi Dhu'il-Mashadir].
Pada era Sultan Murad IV, Syaikh Muhammad Thahir al Kurdi mengatakan, yang memotivasi pembangunan oleh Sultan Murad IV, yaitu adanya hujan deras yang turun pada pagi hari Rabu 19 Sya'ban 1039H di Mekkah dan sekitarnya, yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dimana air masuk ke dalam Masjid al Haram hingga ketinggian 2 meter dari pegangan pintu Ka'bah. Kemudian, pada 'Ashar keesokan harinya, yaitu hari Kamis, dua sisi tembok bagian asy Syami (sebelah utara) Ka'bah runtuh, dan tertarik juga tembok timur sampai pintu Al Syaami dan tidak sisa kecuali itu dan tiang pintunya. Dari tembok barat tersisa seperenamnya. Dari sisi yang tampak ini, hanya sekitar dua per tiganya saja, serta sebagian atap yang sejajar dengan tembok asy Syami (utara) ikut roboh.
Syaikh Abdullah Al Ghazi Al Hindi Al Makki , seorang pakar sejarah, dia mengatakan dalam kitab tarikhnya, bahwa yang roboh dari sisi asy syami (utara) adalah yang dibangun oleh al Hajjaj ats Tsaqafi. Demikian juga, tangga ke atap Ka'bah ikut runtuh. Pernyataan ini sesuai benar dengan kenyataannya. Kemudian Sultan Murad IV memerintahkan pembangunan Ka'bah dan dapat diselesaikan pada bulan Ramadhan 1040 H, sesuai dengan bentuk bangunan al Hajjaj ats Tsaqafi. Pembangunan Sultan Murad IV inilah yang terakhir, hingga sekarang ini.[ At Tarikhul-Qawim li Makkata wa Baitullah al Karim, 3/126-127] .
Dalam sejarahnya bangunan suci ini diurus dan dipelihara oleh Bani Sya’ibah sebagai pemegang kunci Kabah dan administrasi serta pelayanan haji diatur oleh pemerintahan, baik pemerintahan khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawwiyah bin Abu Sufyan, Dinasti Ummayyah, Dinasti Abbasiyyah, Dinasti Usmaniyah Turki, sampai saat ini yakni pemerintah kerajaan Arab Saudi yang bertindak sebagai pelayan dua kota suci, Mekah dan Madinah.
Demikian tentang seputar pembangunan Ka'bah yang disampaikan para ahli sejarah Islam. Mudah-mudahan dapat menambah pengetahuan dan pengagungan kita terhadap Baitullah, al Haram dan kiblat kaum Muslimin yang agung ini.
Wallahu a'lam.
Sumber : Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi , Manhaj or id , Agus Mustofa, Pusaran Energi Ka'bah dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar